The 3am version of people. Random. Vulnerable. Honest. Real.
Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Yang tidak bisa lagi mengatakan "Semangat hari ini, hati-hati kerjanya"
tapi di setiap subuh dan sepanjang perjalanan ke sekolah, "Ya Allah, sehatkan dia. Jaga dan lindungi dia di pekerjaannya. Senangkan hatinya agar dia semangat bekerja. Mudahkanlah segala urusannya."
Yang tidak bisa lagi mengingatkan "Jangan lupa makan siang sama dzuhuran"
tapi di siang hari setelah mengajar sambil menatap langit di luar jendela kelas, "Ya Allah, teduhkanlah langit hari ini supaya tidak terlalu panas untuknya. Jauhkan dia dari semua hal buruk yang ada di sekitarnya. Jaga dan lindungi dia sampai selesai bekerja dan pulang ke rumah."
Yang tidak bisa lagi bilang "Selamat malam, selamat istirahat"
tapi setiap hari bahkan sambil menonton video kesukaannya sebelum tidur, "Ya Allah, terima kasih untuk lindungan dan rezeki-Mu hari ini. Lelapkanlah tidurnya, hilangkanlah lelah dan sedihnya hari ini. Kuatkan badannya. Jika ada yang dia rasakan sakit, sembuhkanlah supaya besok dia bisa bekerja lagi dengan nyaman."
Teriring Al Fatihah,
semoga semua doaku sampai kepadamu...
0 notes
Text
Brace yourself,
strengthen your heart.
There's no one to protect you
but yourself.
Kuatkan dirimu,
kuatkan hatimu.
Tidak ada yang melindungimu
kecuali dirimu sendiri.
0 notes
Text
Tuhan, jika memang ada niat baiknya terhadapku maka permudahlah segala urusannya. Lancarkanlah setiap langkahnya. Lindungi ia dan kuatkan hatinya agar tidak merasa gagal dan berhenti di pertengahan jalan.
0 notes
Text
Give, but don't allow yourself to be used.
Love, but don't allow your heart to be abused.
Trust, but don't be naive.
Listen, but don't lose your own voice.
Memberi, tapi jangan izinkan dirimu dimanfaatkan.
Mencinta, tapi jangan biarkan hatimu disalahgunakan.
Percaya, tapi jangan menjadi naif.
Dengarkan, tapi jangan kehilangan suaramu sendiri.
10 notes
·
View notes
Text
Letters : Goodbye, January
How's your January?
Kubuka lembar pertama di 2023 dengan perasaan cemas. Hingar bingar keseruan perayaan tahun baru terasa hampa bagiku. Telingaku serasa tuli. Bunyi terompet dan petasan lebih terasa seperti deru angin, sementara malam itu pikiranku berputar tidak karuan.
Bapak masuk rumah sakit karena serangan jantung. Meskipun Bapak bukan ayahku, tapi tetap aku khawatir. Bagaimana keadaannya? Siapa yang menunggunya?
Mas Pandu. Bagaimana keadaan Mas Pandu?
Lebih buruk, tidak ada yang bisa kulakukan untuk membantu Mas Pandu kala itu, atau pun untuk Bapak. Aturan jam malam memaksaku untuk tetap di rumah. Dan lagi, memangnya aku siapa? Aku sudah tidak bersama dengan Mas Pandu lagi.
Yang bisa kulakukan hanya bertanya perkembangan kabar Bapak. Beberapa hari berikutnya sesekali aku datang menjenguk Bapak di rumah sakit, menemani Bapak barang sebentar. Bertukar cerita, berdiskusi. Bapak adalah seorang yang cerdas. Obrolan dengan Bapak tentang beragam hal mengalir lancar begitu saja.
Tidak hanya sekali itu Bapak masuk rumah sakit. Dalam sebulan, mungkin dua-tiga kali Bapak dibawa ke sana dan dirawat inap. Sekali waktu, aku berkesempatan menemani Bapak hingga malam, bergantian dengan Ambar dan Ibu Sri yang sudah terlihat lelah. Aku menemani Bapak sambil menunggu Mas Pandu datang.
Malam itu, seperti biasa, Bapak membicarakan soal Mas Pandu.
Malam itu, Bapak meminta maaf padaku tentang Mas Pandu.
Malam itu, Bapak berpesan padaku, "Bapak titip Egar, ya."
Malam itu pula, tanpa Bapak tahu, aku dipatahkan oleh Mas Pandu sendiri.
Tapi semua kekhawatiranku pada kondisi Bapak bukan semata karena Mas Pandu. Semua yang kulakukan untuk Bapak, untuk Mama, adalah karena aku menghormati mereka seperti orang tuaku sendiri. Bapak dan Mama memperlakukanku dengan sangat baik, makanya aku merasa nyaman dengan mereka.
Jadi, akan kuhabiskan Januariku dengan bersikap seperti biasanya pada Bapak dan Mama. Tidak masalah seperti apa sikap Mas Pandu padaku, aku hanya ingin menunjukkan rasa hormat dan terima kasihku pada Bapak dan Mama.
Tapi ternyata, Allah berkehendak lain.
28 Januari yang lalu, Bapak kembali pada-Nya. Dan aku ada di sana untuk menyaksikan kepulangan Bapak.
Bapak bukanlah ayahku, tapi aku ikut hancur melihatnya berpulang. "Bapak udah gak sakit lagi. Bapak udah enak di sana." Itu semua hanya kalimat penghiburan semata. Hati yang hancur tetap hancur.
Rasanya aku baru sebentar mengenal Bapak, meskipun sejak kecil sebenarnya aku sudah kenal Bapak. Waktu kecil dulu, aku tidak banyak mengobrol dengan Bapak. Sekarang, rasanya aku ingin meminta lebih banyak waktu untuk bisa bertukar cerita dengan Bapak. Aku ingin mendengarkan lebih banyak pikiran Bapak, aku ingin lebih banyak berdiskusi dengan Bapak.
Tapi garis takdir tidak bisa dilawan. Kita hanya manusia, punya kuasa apa?
Bapak orang yang baik. Allah menyayangi Bapak dan tidak mau melihatnya terus kesakitan, maka Ia memanggil Bapak untuk segera pulang ke tempat ternyaman. Begitu lebih baik untuk Bapak.
Begitulah yang kuyakini.
Di akhir Januari ini, aku hanya ingin menyampaikan selamat jalan untuk Bapak. Bapak sudah tidak kesakitan lagi, kan? Bapak baik-baik saja di sana, kan? Bapak ketemu Dwi nggak? Dwi itu adikku, Pak. Kalo Dwi bandel, jewer aja kupingnya. Hehehe
Bapak titip Mas Pandu ke aku, insya Allah akan aku jalanin sebisaku ya. Aku gak masalah buat jagain Mas Pandu. Dengan senang hati, tanpa diminta juga pasti aku jagain. Tapi aku gak bisa maksa Mas Pandu kalau Mas gamau dijagain sama aku. Bapak pasti ngerti, kan?
Tapi aku akan tetap kayak biasanya kok ke Mama, ke adik-adik dan kakak-kakaknya Mas Pandu. Terutama ke Ambar yang udah kayak adikku sendiri. Aku akan tetap ada buat mereka kapanpun mereka butuh aku.
Dan untuk kamu, Mas Pandu,
sejauh ini aku belum lihat kamu nangis. Bahkan Mama juga bilang kamu gak nangis. Mungkin udah, tidak di depanku, tidak di depan semua orang. Atau mungkin kamu menahannya?
Yah, Bapak pernah bilang sama aku, Mas, "Egar itu anak Bapak yang paling kuat. Cocok dia sama namanya. Pandu Tegar." Memang benar, Mas, aku pun mengakui bahwa kamu sangat kuat, sangat tegar. Tapi menahan luka seperti itu juga tidak baik, Mas Pandu. Kalau kamu ingin menangis, maka menangislah. Hatimu tidak harus menyimpan luka sendirian, matamu tidak harus menampung seluruh air mata yang seharusnya bisa dikeluarkan.
Aku mengerti, beban di pundakmu begitu besar. Aku mengerti kamu takut jika adik-adikmu melihatmu menangis, maka mereka juga akan merasa rapuh. Percayalah, aku tahu rasanya. Itu juga yang kurasakan sebagai anak pertama. Itu juga yang membuatku tidak bisa sembarangan menangis di rumah meskipun hatiku terpecah-belah.
Mas, kalau kamu merasa tidak bisa menangis di depan Mama dan adik-adikmu, ada aku. Kalau kamu mau, kamu bisa menangis di depanku sepuasmu, selepasmu. Tidak perlu ditahan. Luapkan saja semuanya padaku.
And, that was my January.
Really, January. What's wrong with you? Dulu Theo, sekarang Bapak Pram. Kamu mengambil terlalu banyak orang yang berharga bagiku.
But it's not that bad, I guess, as I survive in the end. Hehe. How's yours?
0 notes
Text
Kamu jangan kayak permen karet dong,
manis di awal doang, akhirnya gak ada rasa.
0 notes
Text
Terkadang lisanmu meminta dia yang terbaik,
tapi hatimu masih meminta dia yang diinginkan.
0 notes
Text
Kebaikan Allah akan datang padamu, entah bagaimanapun caranya, bahkan di saat kamu merasa itu tidak mungkin terjadi.
Allah adalah sebaik-baik perencana dan tidak ada yang mustahil bagi-Nya.
0 notes
Text
Hidup itu jangan dibuat susah.
Kalau kamu lelah berlari, maka berjalanlah. Yang penting kan tidak berhenti. Pelan-pelan saja asalkan tetap bergerak.
Jangan terlalu sering melihat ke atas, nanti kamu lupa dengan yang di bawah. Tapi juga jangan terlalu terpaku dengan yang di bawah sampai kamu lupa dengan apa yang ada di atas.
Jangan terlalu sering menoleh ke belakang hingga kamu hilang arah ke depan. Tapi juga jangan hanya memandang ke depan hingga kamu lupa belajar dari apa yang ada di belakang.
Semua harus seimbang. Urusan hasil, serahkan pada Tuhan.
0 notes
Text
Jika suatu saat nanti aku jatuh cinta kepada yang bukan takdir, ingatkan aku untuk selalu berdoa agar ikhlas datang di akhir.
0 notes
Text
Sebagian orang bergerak bersama luka yang tidak bisa dilihat. Setiap hari, setiap waktu.
Beberapa tetap mengulas senyum yang mereka usahakan agar mengembang sempurna di wajah. Sebaik-baiknya, semampu-mampunya, sambil tetap percaya bahwa sedih dan sakit hanyalah sementara. Setelah semuanya berlalu, lantas hati akan lekas baik-baik saja.
Beberapa lainnya memilih untuk menjauhkan dirinya dari luka. Seperti aku yang selalu menolak hatiku untuk jatuh cinta lagi pada siapapun setelah kehilangan yang menyakitkan. Alasannya sederhana. Patah hati bukanlah babak yang ingin kumainkan lagi. Menata kembali langkah dan hidupku bukanlah episode yang ingin kuulang.
0 notes
Text
Doa itu perkara aminkan dan lepaskan.
Karena manusia tidak punya kuasa apapun atas apa yang sudah diterbangkan ke langit.
0 notes
Text
Kaca yang sudah pernah pecah berkeping, lalu disatukan kembali dengan plester, memang tidak akan sempurna bentuknya. Banyak goresan, banyak retakan yang terlihat, bahkan mungkin ada bagian yang hilang.
Tapi ketika kamu banting lagi kaca itu, plester tadi akan lumayan membantu menahan serpihan-serpihan kaca berserakan di lantai. Pecahnya kaca itu tidak separah ketika pertama kali.
0 notes
Text
Episode : Di Antara
Berdiri di antara dua orang yang belum selesai itu 1) melelahkan; 2) salah; 3) menyakitkan.
Melelahkan?
Jelas. Mereka yang masih memiliki urusan yang belum terselesaikan, dan kamu adalah orang luar yang tidak tahu-menahu soal urusan mereka namun terseret masuk.
Makin melelahkan jika sejak awal kamu bahkan tidak tahu bahwa mereka belum selesai. Kamu tidak tahu kalau mereka ini masih 'mereka', belum benar-benar terpisah, lalu kamu tanpa sengaja masuk ke tengah mereka karena ditarik oleh salah satunya. Dan suatu hari, secara mengejutkan dan tanpa persiapan, kamu menemukan bahwa kamu ada di tengah mereka. Apa tidak kaget?
Salah?
Meskipun kadang bukan salahmu. Kamu mungkin cuma tidak sengaja ditarik atau tertarik oleh salah satu dari mereka. Kamu mungkin baru sadar posisimu saat kamu sudah cukup jauh berada di tengah mereka, dan Ketika itu rasanya tidak ada jalan keluar.
Tapi bisa jadi juga ada andil kesalahanmu. Kamu yang terlalu percaya pada seseorang sampai kamu tidak sadar kemana dia menyeretmu. Kamu yang terlalu menyayangi seseorang sampai kamu tidak sadar dimana dia menempatkanmu.
Sakit?
Tentu. Kaca mana yang tidak retak jika dilempar batu?
Ketika kamu mencoba membuka hatimu pada seseorang, ketika kamu mencoba untuk percaya lagi pada seseorang, lalu kamu menemukan fakta bahwa kamu justru berada di antara dua orang yang belum selesai. Bagaimana rasanya?
Itulah kenapa, dengan lantang kukatakan, aku tidak pernah dan tidak akan pernah mau berdiri di tengah dua orang yang belum selesai. Pun aku tidak mau dan tidak akan pernah mau memasukkan orang lain ke dalam kehidupanku dan hatiku Ketika aku sendiri merasa belum selesai dengan satu orang. Jujur saja, perlakuan seperti itu egois, tidak baik, jahat, tidak adil untuk si orang baru. Bukan begitu?
Ah, sayangnya dia tidak berpikir begitu untukku, makanya dia menyeretku ke tengah dia dan dirinya.
0 notes
Text
Letters : Mundur
Hai.
Aku gak akan basa-basi panjang. Aku cuma ingin bilang.
Aku mundur ya.
Bukan aku menyerah. Kamu tahu sendiri seperti apa aku memperjuangkanmu. Kamu tahu sendiri betapa aku masih butuh kamu. Kamu tahu sendiri aku masih kangen kamu. Kamu tahu kode-kodeku lewat story atau status Whatsapp.
Pun kamu tahu sendiri betapa aku masih menyayangimu, aku masih menunggumu.
Tapi kamu tidak merespon.
Aku mundur, bukan berarti aku tidak lagi memiliki perasaan padamu seperti dulu. Lebih karena aku menghargaimu. Aku menghargai semua perubahan sikapmu padaku.
Dari caramu memperlakukanku, aku sadar diri bahwa aku bukan segalanya bagimu. Entah mungkin karena aku sudah tidak menarik lagi. Entah mungkin karena rasa penasaranmu padaku sudah habis. Entah mungkin karena aku bukanlah yang kamu mau.
Dari tingkah lakumu padaku, semuanya memintaku untuk peka dan segera menjauh darimu. Jadi, kulakukan sekarang.
Tidak apa. Aku mundur, tidak apa.
Mungkin suatu hari nanti, kita akan bertemu lagi dan bisa saling menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin suatu hari nanti, kita akhirnya akan mengerti.
Terima kasih sudah singgah. Terima kasih sudah mau mengenalku dan mengizinkanku mengenalmu. Terima kasih untuk semua rasa yang kamu berikan. Terima kasih untuk tidak meninggalkan kenangan buruk dalam ceritaku.
Maaf, aku sudah berusaha menjadi yang terbaik untukmu tapi aku gagal.
Aku tidak apa. Aku masih bisa menyayangimu bahkan tanpa adanya komunikasi, tanpa pertemuan. Jika rindu, aku masih punya jalur langit untuk menyampaikannya padamu.
Jaga diri ya, Kesayanganku.
See you.
1 note
·
View note
Text
Hah? Apa? Apa lu bilang?
Gak kangen? Biasa aja?
Ha! Liat fotonya doang aja lu masih senyum-senyum sendiri kayak orang bego.
0 notes
Text
Ada sesuatu yang emang lebih baik kamu gak tau, jadi gausah dicari tau.
vs
Kalo pada akhirnya aku tau, berarti emang itu takdir untuk aku tau. Tanpa harus aku mencari tau, kalo emang udah takdirnya aku tau, mau ditutupin kayak apapun ya cepat atau lambat aku bakalan tau.
Aku penganut dua prinsip itu hahaha
0 notes