30haribercerita
30haribercerita
30hari.bercerita
30 posts
Don't wanna be here? Send us removal request.
30haribercerita · 6 days ago
Text
instagram
(30/30) tutorial hidup
#30hbc2530 #30haribercerita
Berbagi tutorial hidup bukanlah perkara sederhana, terlebih ketika hidup sendiri masih berantakan—atau setidaknya, belum mencapai keteraturan yang layak disebut rapi. Ada kerinduan yang menggelayut, bukan kepada masa lalu yang ingin diulang, tetapi kepada diri sendiri yang dulu. Sebuah kehilangan yang tidak mutlak, karena meskipun banyak yang berubah, ada inti yang tetap bertahan.
Diri ini masih mengenali apa yang dicintainya, masih menyimpan mimpi-mimpi besar, masih berusaha menyingkirkan ketakutan yang membatasi langkah. Ada hal-hal baik yang dulu dijaga namun kini dilanggar, ada batas yang dahulu tegak kini merapuh, dan ada kesadaran bahwa perubahan tak selalu berarti kehilangan. Detail-detail perjalanan tetap terarsip dalam ingatan, menjadi pengingat bahwa keberadaan diri bukan sesuatu yang rapuh sepenuhnya.
Dalam pencarian ini, ada bisikan untuk memahami diri sendiri lebih dalam, untuk tidak bersandar sepenuhnya pada luar, tetapi menggali apa yang benar-benar diinginkan. Melepaskan beban bukan berarti menyerah, melainkan menyadari bahwa setiap jalan memiliki belokan dan tikungan tajamnya masing-masing. Tidak ada lintasan yang lurus tanpa hambatan, karena setiap orang bergerak dalam garis yang unik.
Menjadi pribadi yang lebih tenang dalam proses memperbaiki diri adalah kunci. Kekhilafan dan kesalahan bukan mutlak kesalahan tunggal; ada latar yang membentuknya, ada faktor-faktor yang mungkin tak sepenuhnya bisa dipahami. Dan di tengah perjalanan ini, ada ruang untuk memeluk diri sendiri, agar tidak remuk sepenuhnya—agar tetap utuh, meski tak selalu sempurna.
0 notes
30haribercerita · 7 days ago
Text
instagram
(29/30) #30haribercerita #30hbc2529
Kadang, aku merasa otakku ini kayak radio yang frekuensinya suka ngaco. Dia ngomong A, aku nangkepnya B. Dia bahas C, aku malah muter otak ke D. Bukan sekali dua kali, tapi sering. Dulu, setiap kali salah paham, rasanya malu banget. Kok bisa sih aku nggak nyambung? Kok kayaknya otakku ini suka belok sendiri?
Tapi belakangan aku mulai sadar, manusia itu memang multi-spektrum. Setiap orang punya cara sendiri buat menangkap makna. Kita tumbuh dengan pengalaman yang beda-beda, referensi yang nggak selalu sama. Jadi ya, wajar kalau kadang otakku jalan ke arah yang nggak dia maksud. Salah paham itu biasa, misunderstanding itu manusiawi.
Yang luar biasa itu justru saat kita bisa memaafkan, memaklumi, dan akhirnya mengerti. Rasanya ada semacam pencapaian kecil setiap kali bisa nerima bahwa, “Oh, mungkin aku yang kurang tepat nangkepnya,” atau “Mungkin dia yang belum nemu cara pas buat nyampeinnya.” Lapang dada itu bukan sekadar legowo, tapi juga upgrade ke diri sendiri.
Jadi, semoga kita semua bisa terus belajar. Nggak harus selalu benar, tapi bisa lebih memahami. Nggak harus selalu nyambung, tapi bisa lebih menghargai.
0 notes
30haribercerita · 7 days ago
Text
instagram
(28/30) Coming Soon
#30hbc2528 #30haribercerita
“Dari kebiasaan mikroskopi setiap peristiwa, aku akhirnya menuangkannya menjadi konkrit untuk dibaca. Coming soon! Buku pertamaku, hasil perjalanan panjang—diselingi revisi demi revisi hingga akhirnya ‘fixxxxxx’ untuk diterbitkan. Buku ini hadir dalam lebih dari 100 halaman penuh cerita, refleksi, dan, tentu saja, ironi semesta.
Dalam jagat penuh kalkulasi dan pola, ada anomali yang tak pernah bisa dijelaskan secara matematis—seperti pertemuan kami. Dua individu dengan orbit masing-masing, bertabrakan dalam momen kecil yang, bagi radar akal sehat, terlalu remeh untuk terdeteksi. Momen itu mungkin seperti angka irrational, tidak bisa disederhanakan, tetapi juga mustahil diabaikan.
Dari percakapan ringan, tawa yang mengalir seperti deret tak hingga, hingga keheningan yang memunculkan persamaan baru, kami menjelajahi tautan tak kasatmata yang perlahan, tapi pasti, merangkai kami. Ada ironi dalam perjalanan ini: dua orang yang tidak pernah merencanakan apa pun, justru menjadi variabel utama dalam persamaan hidup satu sama lain. Seolah semesta sedang menggambar grafik tak terduga di atas kertas kosongnya.
Ini bukan hanya tentang cinta, tetapi tentang mengenal dimensi baru dalam keberadaan. Tentang bagaimana setiap langkah—baik yang terarah maupun tersesat—seperti integral kecil yang akhirnya membentuk kurva besar kehidupan. Sebuah cerita yang, bagaimanapun rumusnya, pada akhirnya selalu mengarah ke satu jawaban: mengapa kami bertemu.”
0 notes
30haribercerita · 7 days ago
Text
instagram
(27/30) Sesederhana itu, katanya
#30hbc2527 #30haribercerita
Hari ini, aku membaca sebuah berita yang mengguncang nurani—kasus mutilasi yang menimpa seorang perempuan yang dilakukan oleh teman terdekatnya. Berita itu membuat pikiranku melayang pada sajak Pak Sapardi Djoko Damono, tentang cinta yang katanya begitu sederhana. Namun, sesederhana itukah mencintai?
Dalam benakku, terlintas pemikiran-pemikiran yang barangkali gila—bukan gila dalam arti harfiah, melainkan dalam kata-kata. Aku ingin membelah kepalamu, dengan sederhana, tentu saja. Aku ingin memeriksa siapa saja yang pernah singgah di dalamnya. Pernahkah kau berniat menyusun rencana jahat dalam diam? Aku ingin mencongkel matamu, dengan sederhana pula. Sekadar memastikan, adakah tatapan penuh rahasiamu itu juga kau alamatkan kepada perempuan lain? Aku ingin menghitung berapa banyak tatapan yang kau balas dengan mata sipitmu itu—adakah lebih dari seharusnya? Aku ingin merobek tubuhmu, dengan sederhana, agar aku dapat membuang segala yang membuatku cemas.
Namun, aku tersadar. Aku ingin mencintai dengan sederhana, seperti kata Sapardi—tanpa prasangka, tanpa ketakutan, tanpa tendensi apa pun. Tetapi, realitas tak sesederhana itu. Pak Sapardi hanya ada dalam bait-baitnya; ia tak hidup dalam dunia yang kita pijak ini—dunia yang dipenuhi kebahagiaan buatan dan perasaan-perasaan yang kerap terdistorsi oleh ketidakpastian. Pada akhirnya, aku memahami satu hal: mencintai dengan sederhana, sebagaimana yang dikatakan pak Sapardi, mungkin hanyalah utopia yang tak pernah benar-benar ada.
0 notes
30haribercerita · 7 days ago
Text
instagram
(26/30) writer’s block
#30hbc2526 #30haribercerita
Writer’s block sering disalahpahami sebagai jalan buntu kreatif, padahal sebenarnya ia adalah debugging alami dalam proses berpikir. Seperti sistem yang butuh update, kebuntuan ini adalah sinyal untuk kembali menyusun algoritma ide, memperbarui database referensi, atau sekadar me-restart pikiran dengan jeda sejenak—entah dengan riset ulang, merenung, atau bahkan refreshing dengan berjalan-jalan. Inspirasi—akan datang dengan dicari, bukan hanya ditunggu.
Dan barusan saja, aku menyadari sesuatu saat sedang di kamar mandi—ruang yang entah kenapa selalu menjadi server ide-ide segar. Tiba-tiba, aku teringat kompetisi Clash of Champions, bagaimana otak bisa begitu cerdas mengingat detail barcode di kemasan sabun. Aku bertanya-tanya, apakah ada algoritma tertentu di balik itu? Apakah ada strategi khusus yang bisa diadaptasi untuk merangkai kata-kata agar orang lain bisa ‘membaca’ rasa yang kupendam, seperti sistem pengenalan pola pada barcode?
Jika belum ada, aku ingin menciptakan binary code khusus. Kode di mana kamu bisa decode semua perasaan yang kutulis, di mana setiap digit ‘0’ dan ‘1’ akan menjadi jejak perhatianku yang tidak kasat mata. Mungkin komunikasi emosional kita bisa diubah ke dalam bahasa machine learning yang bisa terus berkembang—karena menulis, pada akhirnya, bukan sekadar menumpahkan isi kepala, tapi juga menyusun algoritma hati agar pesan tersampaikan dengan tepat dan bermakna☺️
0 notes
30haribercerita · 7 days ago
Text
instagram
(25/30) mengarang
#30hbcbercerita #30hbc25mengarang
Ani dan Budi ikut lomba desain kostum kreatif berbasis konsep ramah lingkungan yang diadakan di sekolah mereka. Kompetisi ini menuntut peserta untuk merancang dan membuat kostum dengan prinsip keberlanjutan, menggunakan bahan daur ulang serta mempertimbangkan estetika dan fungsionalitas.
Dalam proses persiapan, Ani dan Budi menyadari bahwa keterampilan menjahit mereka terbatas, sehingga ibu harus ke tukang jahit untuk membantu mewujudkan desain yang telah mereka rancang secara konseptual. Pemilihan material dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip hukum kekekalan massa, di mana tidak ada bahan yang benar-benar terbuang, melainkan diubah bentuk dan fungsinya menjadi sesuatu yang bernilai baru.
Tiga hari kemudian, saat pengumuman pemenang, Ani dan Budi berhasil meraih juara harapan. Meskipun mereka tidak menjadi pemenang utama, pencapaian ini tetap bermakna karena menunjukkan bahwa usaha dan kreativitas mereka telah diakui. Perjalanan mereka menuju kompetisi ini dapat dianalogikan dengan konsep usaha dalam mekanika klasik, di mana kerja yang dilakukan terhadap suatu sistem tidak selalu menghasilkan perubahan yang instan atau sesuai ekspektasi, tetapi tetap berkontribusi pada total energi sistem dalam jangka panjang.
Harapan ibu tetap tinggi, seperti hukum elastisitas Hooke yang menyatakan bahwa gaya pemulihan dalam suatu sistem akan selalu berbanding lurus dengan deformasi yang terjadi. Ibu yakin bahwa dengan latihan dan usaha yang konsisten, Ani dan Budi dapat terus berkembang dan meraih pencapaian yang lebih tinggi di masa depan, karena dalam kehidupan, setiap aksi selalu menghasilkan reaksi yang setara dan berpotensi menciptakan momentum yang lebih besar di masa mendatang.
0 notes
30haribercerita · 7 days ago
Text
instagram
(24/30) puzzle liburan
#30hbc2524 #30haribercerita
Setiap kali ada libur panjang, sering kali terjebak dalam dilema klasik: “Mau liburan kemana?” Tentu saja, dengan ketiadaan informasi yang lebih spesifik tentang cuti bersama, rasanya seperti diberi tiket pesawat, tapi ga tauu tujuan atau siapa yang akan menemani. Seolah-olah pemerintah ingin kita bereksperimen dengan waktu, menyusun puzzle liburan yang hanya bisa diselesaikan dengan analisis tingkat tinggi.
Bayangkan saja: saat semua orang sibuk merencanakan liburan, ada yang merasa cuti itu hanya memberi kebebasan untuk bingung memilih antara staying in atau pergi ke tempat yang bahkan tidak jelas ada hubungannya dengan liburan itu sendiri. “Cuti bersama,” katanya, tapi tak ada keterangan mendalam siapa yang bisa diajak berkumpul. Kalau saja diumumkan lebih rinci—misalnya, cuti bersama untuk reuni keluarga, atau untuk eksplorasi destinasi dengan teman-teman yg tak terlalu banyak drama—setidaknya kita bisa merencanakan dengan strategi yang lebih jitu.
Jadi, mari kita ajukan permintaan kepada pemerintah, ya: kalau ada cuti bersama, harap lebih detail, sedikit lebih dekat dengan realitas sosial. Karena, selain dari waktu, kita juga perlu tahu dengan siapa kita akan membuat kenangan liburan, bukan hanya sekadar hari bebas dari pekerjaan.
0 notes
30haribercerita · 7 days ago
Text
instagram
(23/30) @30haribercerita #30hbc2523
Apakah ini yg disebut ketidakkonsistenan dalam sistem kompleks(?) menemui fenomena sosial yg hmm talahh: ketika aku memakai outfit longgar, hijab menjuntai rapi, atau pakaian formal yg proper, orang2 otomatis memanggilku dengan “Bu.” Tapi giliran aku lepas masker, hijab diikat simpel ke belakang, tiba-tiba berubah jadi “Kak.” Apakah benar outfit memengaruhi persepsi orang terhadap identitas?
Adalah semacam uncertainty principle—identitas selalu bergantung pada “observables” yang diamati orang lain, alias pakaian dan tampilan luar—data input yang di gunakan buat memproses kategori sosial dalam algoritma sosial masing-masing. Dan ternyata, aku sudah sampai di titik di mana hal-hal seperti ini tak lagi mengganggu stabilitas emosiku. Sekarang? Aku justru enjoy, merasa seperti seorang independent woman yang benar-benar independent.
Lucunya, gara-gara kesan formal yang melekat, aku sering disalahpahami sebagai orang yang “mengajar,” atau bahkan “ibu owner.” Pernah juga pas ambil rapor ponakan, ada yang nanya, “Bu, yogane kelas pinten?” Serasa... yaudahlah ya, identitasku fleksibel tergantung siapa yang observing.
Tapi kalau dipikir-pikir, pasca perempuan menikah dan punya anak, identitas aslinya seakan mengalami dekomposisi. Jarang banget dipanggil dengan nama sendiri. Biasanya berubah jadi “Bu X” (mengikuti nama suami) atau “Mamanya Y” (mengikuti nama anak). Bahkan sesama orang tua murid pun mungkin nggak tahu nama aslinya, karena yang melekat ya hanya nama perannya dalam keluarga.
Di sini aku mulai berpikir, saat perempuan menikah, identitas dirinya seolah terurai satu per satu. Mungkin ini semacam proses entanglement dalam kehidupan sosial, di mana dua partikel—diri dan peran baru—menjadi saling terhubung dan sulit dipisahkan. Dan di titik ini, punya pasangan yg compatible dan saling menghormati sebagai individu jadi penting. Karena, bagaimana pun juga, tumbuh bersama itu bukan tentang melebur sepenuhnya, tapi tetap memberi ruang untuk masing-masing tetap jadi diri sendiri, di samping gelar sosial sebagai istri X atau ibu Y.
0 notes
30haribercerita · 7 days ago
Text
instagram
(22/30) keahlian
#30hbc2522 #30hbc25keahlian
Today, aku kepikiran—apakah beberapa hal yang aku lakukan selama ini bisa dikategorikan sebagai keahlian atau cuma sekadar hobi yang kebablasan? Salah satunya adalah mikroskopi tulisan—sedari aku mengenalnya, bersama, sampai akhirnya… (?) Selalu kalau udah mentok, langsung nyautin Tuhan buat jawabannya. Hihi, Bukan lagi suka baca, tapi lebih ke berkembang dan bertumbuh sama setiap momen, or hal-hal yg menurutku menggelitik, aku tuangin dalam tulisan se-detail mungkin, sampai ke level yang mungkin udah setara sama inti atom.
Dibilang ahli? tidaklah pantas, cause “ahli”; yang ngerti tekniknya dari basic sampai ke akar-akarnya. ada riset, eksplorasi, dan jam terbang yang tinggi. Sedang aku? Masih trial and error, suka sok-sokan eksplor, dan sering bertanya-tanya sendiri, “Ini keahlian atau sekadar overthinking yang terdokumentasi rapi?”
Mikroskopi momen dan mengkonversinya jd tulisan, kaya rewind button yang otomatis aktif, bikin aku muter2 di poros pikiran tentangmu. Jadi… memikirkanmu juga termasuk keahlian ga sih?🙏Kalau ada jurnal ilmiah yg bahas ini, aku pasti udah langganan berlanggan-langgan-langganannya. Misal nih, aku pernah nulis sesuatu tentang “aku bertemu kamu di pagi itu,” terus besokannya pagi beneran aku ketemu kamu. Serasa kayak hukum kekekalan energi tapi dalam versi kehidupan cinta. Yg pernah ada, ga pernah benar-benar hilang, cuma berubah bentuk—dari rindu jadi ketemu, dari tatap jadi lupa-lupa-ingat. Eh, atau dari leleh jadi sublim?
Jujurly, aku tuh ga punya 1 keahlian spesifik yg bisa aku banggakan. Aku suka banyak hal, terutama yg belum ku tahu. Selain mikroskopi tulisan dan memikirkanmu (lagi dan lagi), aku suka banget ngepoin sesuatu. Nggak sekadar kepo, tapi aku bisa gali informasi tanpa bikin targetnya ngerasa tersudut. Skill ini yg bikin aku kadang mikir, “Jangan2 aku punya bakat jadi detektif?” Soalnya bisa ngulik sampai ke akar, tanpa yg bersangkutan sadar bahwa dia sedang dalam tahap investigasi personal ala-ala😋
Jadi ya, mungkin keahlianku bukan tentang jadi ahli dalam satu hal, tapi jadi generalis yg meraba-raba segala hal dg rasa pinisirin yg ga ada habisnyah hehe.
0 notes
30haribercerita · 7 days ago
Text
instagram
(21/30) Adalah aku
#30haribercerita #30hbc2521
Kata ibu, “kalau aja hidung ini bisa dilepas-pasang, pasti udah raib dari dulu.” Tapi ya Tuhan maha baik, apalagi buat hamba-Nya yang suka teledor dan pelupa. Dan aku? Paket kombo. (Iya, aku teledor, pelupa, plus sering salah denger, lengkap sudah.)
Baru kemarin banget, hape ketinggalan di dasbor motor dari pagi sampe malam, padahal feeling-ku udah yakin banget ditinggal di rumah. Semua bermula dari notif chat Vina, terus setelahnya aku ingetnya udah naro di kursi. Tapi kok... kayaknya enggak? Aku sampe konfirmasi ke ibu pake hp satunya, dan ternyata nihil. Diperpus Bank Indonesia, niat awalnya baca buku tapi malah lost fokus nyari jawaban: hape ku di mana kamu?! Lacak-lacak? Impossible. Datanya mati. Padahal kalau di rumah harusnya connect ke Wi-Fi kan? Makin gelisah, fix deh. Buku Ika Natassa yang kupilih random aja jadi misteri baru, bukannya selesai baca malah kebayang-bayang hp. Aku sepelupa itu kah? No, bukan faktor umur, lebih ke multitasking otak yang overload.
Sampai akhirnya, kereta membawaku pulang ke Bojonegoro setelah seharian tour buku yang jujurly... not that exciting. Sampe stasiun, langkah ku makin ngebut ke parkiran. Pas ngeliat motor, ya Tuhan, hape-nya masih stay di dasbor, lengkap sama air genangan! Tapi... Alhamdulillah waterproof, masih nyala. Kata @vinarizkymthrh ? “Gilaak!” Yes bestie, indeed.
Lupa itu memang... ya nggak ingat hehehe.
Dan siang tadi, bersama @vinarizkymthrh lagi, kita brainstorming di coffee shop. Pesan minuman via app, terus dapet seat lumayan jauh dari bar. Aku chill dong, sambil stay alert dengerin panggilan order. Denger ada yang dipanggil begini, “antrian nomor XXXX tidak ada kabar.” Dalam hati mikir, “oh yaudah, mungkin orangnya kelupaan atau ghosting kopinya.”
Eh makin lama, telinga bestie Vina ini fine-tune ke realitas, dan dia nyeletuk, “Eh, yang bener itu ‘antrian nomor XXXX silakan ambil di bar’ kali!” 🤣😭
Oke noted, kuping ku kayaknya udah perlu di-upgrade.🙏
Kata ibu, “minum cerebrovit, kurang-kurangin pake earphone!” Siap ibu, noteddd.
0 notes
30haribercerita · 7 days ago
Text
instagram
(20/30) Flashback
#30haribercerita #30hbc2520
“Kalo Ditanya Mau Balik Masa SMA Ga? I Will Definitely Say Yes Without Hesitate.”
Ngeliat adik-adik upacara hari ini, tiba-tiba pikiranku langsung nge-rewind ke beberapa tahun yang lalu, yang mana bebannya literally cuma seputar coding error yang entah kenapa gabisa di-compile, syntax yang sering bikin nangis batin, dimarahin guru karena lupa titik koma, panik ujian mendadak karena baru tau ada ulangan pas liat temen ngerjain, sampe drama klasik: lupa bawa dasi atau topi di hari Senin. Belom lagi perihal class meeting kayak high level project versi anak sekolahan—menyusun strategi yang bahkan lebih serius dibanding nyusun final project.
Rindu banget sama ibu Anin Kimia yang tiap ngajar kayak kasih patch update ke otak kita, ibu Dewi Fisika yang sekaligus wali kelas cantik paripurna—beneran kayak framework yang bisa diandalkan kapan aja. Terus, ke ruang TU bayar administrasi itu juga selalu jadi momen penuh dag-dig-dug, kayak nunggu hasil build project pertama kali, sukses or crash.
Kelas kita beda—entah kenapa ada aja vibes uniknya. Dulu, waktu pertama kali denger jurusan Rekayasa Perangkat Lunak, ekspektasi ku tuh tinggi banget. Dalam bayangan, bakal jadi hacker handal yang bisa nge-crack segalanya. Eh, realitanya? Coding itu lebih ke drama kehidupan yang penuh bug tak terduga. Ada masanya aku bener-bener ngeblank, dan temen-temen yang IQ-nya di atas rata-rata jadi my personal Stack Overflow—yang sabar banget ngejelasin biar aku gak terlalu lagging di pelajaran. Ngomongin coding, ada satu materi yang selalu bikin aku excited: SQL. Entah kenapa tiap belajar itu, kayak lagi nemu bug fix yang udah dicari seminggu. Oh iya, gak lupa juga kejadian epic pas jadi pengibar bendera—songkok jatuh pas lagi cek bendera sambil memastikan sinkron sama lagu. Disaksikan kakak kelas? Aww, rasanya... seperti runtime error di depan client meeting hihihi momen yang ga bakal di lupain—disaksikan kakak kelas yang entah kagum atau prihatin, masih misteri sampe sekarang jiaakhhaha.
Rasanya aku rindu semuanya. Semua kenangan, semua tawa, semua error. Termasuk... kamu yang dulu selalu ada di dalamnya. Eh, upss.🙏
0 notes
30haribercerita · 7 days ago
Text
instagram
(19/30) Perahu Kertas
#30hbc2519 #30haribercerita
Satu lagi karya ibu suri @deelestari yang (Aku) banget dan bisa membuat bendungan itu jebol walau sesaat meskipun sempat ilfeel hingga setengah buku yang teen lit banget. Namun seiring keistiqomahan membacanya, semakin tersibaklah tabir antara realitas dan dongeng hingga klimaks yang mengikhlaskan untuk mengakhiri cerita ini. Tetap dengan selera humor yang renyah, penggambaran akan intuisi, emosi, dan rasio hingga ketulusan yang bermain-main dengan lincah. Membuat tokoh dalam cerita ini begitu berkarakter. Alur cerita yang meskipun terasa terlalu cepat, tapi dapat berakhir dengan pas dan secara tak langsung membuktikan bahwa takdir selalu bekerja dengan begitu indah. Menyadarkanku akan takdir yang menggiringku hingga kini.
Perahu Kertas itu membawaku pada besarnya energi sebuah impian, kenangan, menenggelamkanku akan dongeng yang menguatkan, menghadapkan pada nyatanya satu realitas, satu-satunya pilihan yang harus tetap dijalani, menjadi diri sendiri, hingga penerimaan akan kemurnian cinta yang mengantarkan pada kejujuran kata hati.
“Hati tak perlu memilih karena ia tahu ke mana dirinya kan berlabuh…”
0 notes
30haribercerita · 7 days ago
Text
instagram
(18/30) percakapan
#30hbc25percakapan #30haribercerita #30hbc2518
Sekian presentasi dari kami. Ada pertanyaan?
Seorang peserta mengangkat tangan.
“Silakan, Anda mau bertanya apa?”
“How’s your day?”
Dan seketika suasana berubah. Formalitas runtuh, hati mencair, dan pikiran seolah melepaskan beban. Jawaban tak langsung keluar, karena pertanyaan sederhana itu menghangatkan. Mungkin terdengar biasa. Tapi bagi beberapa orang itu adalah oase di tengah gurun.
“How’s my sayang today?” atau “Did you eat?” Selesai aktivitas seharian, mendapati chat yang demikian rasanya kayak recharge baterai full power. Gak perlu banyak—ada perhatian, udah bikin dunia seakan berhenti sebentar buat kasih ruang bahagia kecil.
Namun, seiring berjalannya waktu, terkadang hal-hal yang pernah rutin ditanyakan itu mulai menghilang. “Kemana ‘how was your day?’ yang selalu kamu tanyakan dulu?” Hihi, lucu ya, rindu itu sering kali hadir bukan karena hal besar, tapi justru hal-hal kecil yang dulu kita anggap remeh.
Sebenarnya, tidak setiap percakapan harus mendalam. Kadang, ngobrol receh atau random malah lebih seru. Dari bahasan absurd sampai obrolan serius, semuanya mengalir saja kalau sudah sefrekuensi. Tapi ya, realita kehidupan kadang berkata lain. Makin dewasa, energi sering habis untuk hal-hal pragmatis: ngechat abang gofood atau checkout di Shopee. Itu bentuk self-reward yang tak kalah menyenangkan, kan?
Eh, tapi hal random lainnya yang bikin bahagia? Ngobrol sama temen-temen topiknya tentang kematian, sungguh jadi bahan muhasabah diri 🙏🏼🙏🏼
0 notes
30haribercerita · 7 days ago
Text
instagram
(17/30) peran perempuan
#30hbc2517 #30haribercerita
Pendapat ini cukup menggelitik, karena menyentuh dua sisi penting: peran perempuan dalam keluarga dan partisipasinya di ruang publik. Aku setuju bahwa narasi pertama, “perempuan boleh kerja asal tetap jadi istri dan ibu yang baik,” perlu dikaji ulang. Kenapa? Cause ia seolah menempatkan perempuan dalam kerangka tanggung jawab tunggal di rumah tangga, sementara laki-laki tampak absen dari diskusi tentang tanggung jawab bersama.
Kalimat kedua menjadi hasil refinement dari kalimat pertama. Ketangguhan keluarga memang tidak bisa hanya dibebankan pada satu pihak. Aku dan kamu (kelak) adalah dua individu yang saling berbagi peran, beban, dan tujuan. Rumah tangga bukan arena kompetisi melainkan kolaborasi. Dalam hubungan yang sehat, aku dan kamu adalah tim. Mengupayakan berdua, karena bukan cuma perempuan yang hidup di dalamnya—laki-laki juga punya peran krusial sebagai manusia.
Perihal perempuan bekerja, poin bahwa “kerja bukan hanya soal nafkah” adalah pandangan yang sering terlupakan. Banyak yang lupa bahwa pekerjaan—apapun bentuknya—adalah manifestasi dari potensi, bakat, dan keinginan perempuan untuk terus berkembang. Profesi seorang perempuan, apakah itu dokter, guru, pedagang, atau lainnya, adalah hasil dari perjalanan panjang belajar, bertumbuh, dan mencari makna. Aktualisasi diri adalah bagian penting dari keberadaan manusia, termasuk perempuan, baik sebagai individu maupun bagian dari keluarga.
Aku juga suka refleksi tentang bagaimana bekerja memberikan ruang bagi perempuan untuk berbagi. Pendapatan ngg hanya soal kebutuhan pribadi, tetapi menjadi medium untuk berbagi kebahagiaan—beliin hadiah untuk temen, ponakan, atau sekadar menyisihkan untuk kebaikan kecil yang meringankan beban orang lain. Hal-hal seperti ini menunjukkan bahwa bekerja ngg sekadar earning, tapi juga giving.
Jadi, mari kita dukung perempuan, baik yg bekerja, belajar, ataupun berdagang, untuk terus menjadi individu yang utuh, sehat, dan berfungsi, ngg hanya bagi keluarganya tetapi juga bagi masyarakat. Karena perempuan yang berkembang bukan ancaman bagi keluarga—ia justru aset yang memperkaya kehidupan bersama.
0 notes
30haribercerita · 7 days ago
Text
instagram
(16/30) utututuuu~
#30hbc2516 #30haribercerita
Pernah ga sih, kamu gemes banget sama anak kecil? Ngeliat mereka tuh kayak magnet yang bikin pengen nyubit pipi atau ngacak-ngacak rambut kecilnya yang masih halus itu. Nggak peduli gendernya, anak kecil itu selalu punya cara buat bikin gemes. Kadang karena pipi yang chubby, cara ngomong yang belepotan, atau sekadar tatapan polos penuh rasa ingin tahu, misalnya kalau mereka suka nanya-nanya banyak hal. Rasanya tuh kayak, “Duh, ini anak kecil kok udah kayak filsuf mini, nanya apa aja!” Dan ujung-ujungnya aku, tanpa sadar, refleks keluar mode bayi: “Utututu~” atau “Aduh siapa nih anak pinter banget sih!” Padahal ya, cuma mereka lagi penasaran sama daun gugur atau suara jangkrik. 🥹😭 Kayak udah auto-script yang keluar tanpa pikir panjang.
Pemikiran ini kadang bikin aku loncat jauh ke masa depan. Walaupun, yaa, partner masih sebatas hilal imaginary wkwk. Aku ngebayangin, kelak— aku mau banget ngajarin mereka buat selalu penasaran sama dunia—gimana cara kerja hujan, kenapa bulan bisa berubah bentuk, sampai hal-hal sepele kayak kenapa kucing suka ngeong pas lagi laper. Aku pengen kamu jadi orang yang curious, tapi lebih dari itu, aku mau kamu belajar untuk ngeliat detail. Bukan sekadar tahu permukaannya, tapi juga paham dalam-dalam, biar kamu ngerti kenapa hal kecil bisa punya dampak besar.
Apalagi di dunia sekarang yang serba cepat, kemampuan buat ngegabungin berbagai disiplin ilmu tuh penting banget. Bukan cuma jago di satu bidang aja, tapi juga punya wawasan yang lintas domain. Bayangin, kalau ngerti teknologi tapi juga ngerti seni, ngerti bisnis tapi juga paham psikologi—bakalan punya banyak cara buat ngatasi masalah dari berbagai sudut pandang. Expert di beberapa bidang key, tapi tetep punya sentuhan generalist yang bikin kamu ngga kaku my kids hihi. Jadi, kalau ada masalah, bisa nyerang dari berbagai sisi. Multi-platform thinker, gitu. Berat sih, tapi aku yakin ini bisa banget dibangun dari kecil.
“Kamu harus lebih baik dari ibu ya, kids.” Tapi sebelum itu, semoga partner in crime alias ur dad kalian cepet kelihatan hilalnya—See you, kids, and my future life partner.
0 notes
30haribercerita · 7 days ago
Text
instagram
(15/30) unpopular opinion
#30haribercerita #30hbc25opini #30hbc2515
Perempuan tuh yaa, complicated banget. Kayak, di balik hati yang super lembut itu, sebenernya punya mental sekuat titanium. Ketika diterpa drama hidup kiri-kanan, tetep bertahan. Tapi, karena bawaannya perasa banget, kadang gampang banget kebawa pikiran dan emosi, apalagi kalau lagi banyak waktu kosong. Kayak, hello overthinking!!! masuk deh ke kepala. Perempuan itu priceless—Ga ada yang bisa bandingin nilainya. Hati yang selembut tisu premium, gampang banget ke-trigger sama hal kecil. Seringkali terharu—nangis udah kayak refleks alami hihihi
Tapi nih, yang namanya overthinking emang sering jadi bestie yang toxic. Kalau perempuan nggak sibuk sama hal-hal produktif, otaknya langsung ke mode introspeksi deep, terus muter-muter deh kayak playlist galau. Bisa-bisa malah kebawa jadi anxious nggak jelas, terus ujungnya mellow. Jadi, penting banget buat keep them busy with good stuff—kayak olahraga, belajar hal baru, atau sekadar ngulik hobi yang bikin happy vibes.
Dan perempuan layak mendapatkan yang terbaik—yang sehat secara fisik dan mental memiliki peluang lebih besar untuk meraih kehidupan yang berkualitas. Sebagai perempuan, mari terus memperkaya diri dengan ilmu, pengalaman, dan cinta untuk diri sendiri. Karena, ketika perempuan menjadi versi terbaiknya, dunia pun akan menjadi tempat yang lebih baik.
0 notes
30haribercerita · 7 days ago
Text
instagram
(14/40) ciri-ciri makhluk hidup
#30haribercerita #30hbc2514 #30hbc2025
First timer ke wisuda polije yang wahh ternyata breathtaking. Berasa harunya. Agak shocking soda turun di depan gedung “Oh ini makhluk hidup semuaaah, manusia semua”. Bukan trip yang gampang physically dan mentally. Menyenangkan. ngobrol-ngobrol dengan beberapa orang yang elevator pitch gituu. Ngga ada obrolan yang engaging jadi agak kerasa capeknya.
Sampai rumah aku berkaca “wah i survive”. Ternyata capeknya cuman di mulut. Mukaku tetep aja ga kelihatan capeknyaaa ahahahah. Terimakasih sist, karenamu aku jadi experience vibe wisudah yang sebelumnya Belum pernah aku rasakan. Upaya ekstra untuk sampai disini :)
0 notes