#undangan pernikahan ke teman
Explore tagged Tumblr posts
Text
Proses Pernikahan, dan Pernak-Pernik Didalamnya
Ketika sedang menjalani proses taaruf dengan suami, Umi berkali-kali ingatkan.
Banyakin tilawah, banyakin istighfar, kamu gak akan tau kedepan ada hal-hal yang terjadi di luar dugaan. Jangan terlalu membulatkan keyakinan pada pilihan yang kita ambil, tetap serahin ke Allah apapun hasilnya. Masa-masa seperti ini harus deketin diri banget ke Allah.
Dan setelah membaca CV, mengobrol dengan suami lewat zoom karena tidak bisa pulang ke Indo, Umi kembali mengingatkan.
Menikah itu bukan karena berlandaskan pada deret prestasi pendidikan yang dimiliki. Bukan karena prestisiusnya pekerjaan. Umi memberikan restu melanjutkan karena melihat sepak terjangnya bareng Quran dan komitmen dia dalam berbakti kepada ibunya, juga karena dia tetap mengikuti pembinaan.
Jangan sampai menyandarkan pilihan dalam pernikahan pada urusan dunia. Kamu harus luruskan niat terus agar menikah karena kebaikan agama yang dia punya.
Saat itu aku hanya anggukan kepala dengarkan nasihat Umi. Tapi sekarang, ketika menemani teman-teman menjalani proses pernikahan mereka, maka nasihat Umi yang dikeluarkan.
Begitu banyak drama dan ujian hati dalam menempuh upaya menyatukan dua keluarga dan menyatukan dua kepala. Disatu sisi harus serius menjalaninya, di sisi lain harus memasrahkan apapun hasilnya dan siap dengan ketetapan takdir melanjutkan atau menyudahi.
Apapun hasil dari proses pernikahan yang sedang ditempuh, kita tetap sangat butuh Allah dalam setiap langkahnya. Maka mendekat pada Allah ketika menjalani proses pernikahan adalah resep jitu yang dengannya kita banyak temukan solusi dari ragam ujian yang datang.
Mendekat pada Allah tidak secara otomatis menghilangkan semua ujian, tapi mendekat pada Allah membuat kita tangguh menjalani ujian di hadapan.
Syawal dengan keramaian undangan dari kawan-kawan, bukanlah jadi perkara yang menggoyahkan keyakinan bahwa Allah akan sandingkan kita dengan pasangan yang ia mencintai Allah dan Allah amat mencintaiNya.
There must be, just wait
134 notes
·
View notes
Text
179.
Seorang teman bertanya, Na apa nasihat untukku yang belum menikah? Aku tersenyum. Tidak ada yang bisa ku ucap selain hanya sebuah kalimat "maksimalkan peran."
Jika kini Allah masih membuatmu menjadi seorang anak, nikmati masa itu. Berbaktilah kepada orangtua, bahagiakan mereka. Ajak jalan-jalan ke manapun mereka mau. Dapatkan ridho mereka.
Setiap hari aku rindu Ayah padahal jarak tempat tinggalku dan Ayah bisa ditempuh dalam waktu 10 menit :") dan hampir setiap hari ku sambangi rumah beliau. Setelah menikah aku menyadari ternyata waktuku bersama Ayah masih sangatlah kurang dan baktiku sebagai anak selama ini belum ada apa-apanya.
Setelah menikah kerinduan kepada kedua orangtua akan membuncah. Suasana hangat dalam rumah kadangkala membuatmu menangis tersedu-sedu. Kau akan rindu rumah, Ayah-Ibu juga pertengkaran kecil bersama Kakak atau Adik.
Maksimalkan peran, syukuri fase demi fase yang harus dijalani. Kalau sekarang Allah masih memintamu sendiri dalam taat sementara undangan pernikahan sudah tidak terhitung jumlahnya, bisa jadi Allah ingin waktumu bersama orangtua dan keluarga lebih lama sebelum nantinya Allah takdirkan kau mengambil peran menjadi Istri dan Ibu. InsyaAllah.
Selamat terus membaik. Selamat terus berprasangka baik pada-Nya 🌻.
Terik, 13.01 | 18 Oktober 2023.
236 notes
·
View notes
Text
Baru aja di tiktok muncul video yang ngomong gini,
“Kenapa cewek mandiri, ujiannya di jodoh sih?”
Seketika ku langsung tertawa. Lebih tepat nya ngetawain diri sendiri 😁
Tentu aja ujian hidup mbak-mbak kecik ini ada banyak. Yah salah satu ujian yang paling hot adalah masalah jodoh.
Sebenarnya gak sebegitu pengen juga harus segera nikah, karena ngapain juga dipaksa paksa atau diburu-buru kalau emang belum ketemu. Ngapain juga diburu-buru kalau memang belum merasa yakin.
Kadang ya mikir “ini jodohnya dimana ya?”.
Tapi cuma sebentar aja.
Habis tuh udah mikir gimana cara nya dapatin cuan. Gimana cara nya bisa ngurangin konsumsi gula harian. Gimana cara nya biar konsisten olahraga. Gimana cara nya kulit wajah tampak lebih sehat. Dan hal hal lain yang rasa rasa nya lebih mudah digapai karena sudah ada alur nya ☺️
Paling juga kepikiran kalau salah satu teman di circle per-jomblo-An mulai mengirimkan undangan pernikahan. Atau kalau orangtua mulai ribet ngumumin anak tetangga atau anak sahabat nya yang udah nikah 🙂
Baru deh mikir, aku kapan ya.
Bahkan pernah juga ada di momen,
“Kok orang lain gampang ya, kok aku susah”
Tapi ya udah bentar aja. Habis itu ngelanjutin hidup lagi.
Oh iya, di kantor sering sekali bercanda dengan teman teman yang sudah nikah perihal slip gaji,
“Makanya dek, cari suami biar besaran gaji nya naik karena ada tunjangan suami 😂”
Yang biasanya para single di kantor akan langsung membalas dengan candaan,
“Duhhh siapa nih yang mau masuk ke slip gaji ku, biar dapat tunjangan suami”
🤣🤣🤣😂
Atau ketika bahas bahas sesuatu, lalu muncul kalimat,
“Aku mau foya foya dulu pakai uang suami”
“Oh, kalau aku mau foya foya dulu dengan uang hasil kerja keras dan banting tulang ku. Belum punya tulang punggung soalnya”
😂😂😂😅
Ya begitu kalau sudah Legowo. Menerima takdir hidup dan menertawakannya ☺️
Ku turut senang dengan kalian kalian yang sudah menemukan pasangan. Semoga menjadi pasangan yang tepat dan rukun selalu ☺️
Gak papa. Semua orang punya jalan dan waktu masing masing. Juga punya kebahagiaan sendiri-sendiri ☺️
Sendiri belum tentu tidak bahagia. Berdua belum tentu bahagia.
Harapannya sih, baik sendiri atau berdua atau rame-rame, semoga kita selalu bisa merasa bahagia dan utuh ❤️
21 notes
·
View notes
Text
Pukul Dua Pagi Saatnya Minum Air Putih
Tahun kemarin, teman kuliah saya baru saja khatam hafalan Alqurannya, bersanad. Saya belum, padahal kita seumuran.
Enam bulan yang lalu, teman di komunitas book club baru pulang dari Indonesia Timur, membagikan secarik fotonya bersama dua anak sd yang hitam manis. Itu adalah perjalannya yang ketiga. Dan ini adalah pengalaman saya yang pertama, mendengar cerita hebatnya.
Bulan kemarin, teman organisasi saya sudah seminar proposal, sebentar lagi lulus, saya belum, padahal kita seumuran.
Minggu kemarin, teman MTs saya menyebarkan undangan pernikahan, jadi yang kesekian dapat giliran. Saya belum, padahal kita seumuran.
Kemarin, teman satu lagi mengabarkan, naskahnya lulus meja direksi, sebentar lagi bukunya dicetak, ia jadi penulis. Saya belum, padahal kita seumuran.
Hebat ya mereka. Kita seumuran, tapi pencapaian mereka sungguh mengagumkan.
Tapi hey, saya pikir-pikir, saya juga hebat..hebat dari seminggu, sebulan, setahun, dan dari diri saya dua puluh tahun yang lalu.
Pencapaian saya memang tidak semegah yang lain. Tapi bagi saya, ini sangat berkembang jauh dari diri saya di masa lampau. Sesekali memang saya menengok kanan kiri, melihat seberapa laju teman-teman saya mengayuh sepedanya. Tapi tidak mengurangi fokus saya mengayuh sepeda saya sendiri. Saya tetap menuju ke depan.
Apapun yang terjadi, tetap minum air putih yang cukup. Setidaknya bisa membantumu berpikir jernih, mendinginkan kepalamu yang hangat karena skenario yang kamu bikin-bikin sendiri, padahal tak pasti jua terjadi.
41 notes
·
View notes
Text
Ya Allah, betapa beruntungnya orang² yg menikah dgn orang yg mereka cintai dan begitu dicintai. Hari ini kondangan ke salah satu rekan kerja, yang menjadi fokusku kali ini justru dibagian huruf pada nama pengantinnya yaitu singkatan DD. Kebetulan nama pengantin perempuannya memang sama denganku, seketika pikiranku melayang pada satu nama istimewa yg pernah singgah dalam hidupku sekitar 3 tahun lalu.
Jika saja aku berjodoh dan menikah dengannya, mungkin kami juga menggunakan inisial pada undangan pernikahan dengan huruf DD, karena nama panggilan kami memang diawali dgn huruf tersebut. Juga perihal tempat yg memanggil memoriku disaat kami berpisah dulu.. setelah kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan, justru aku mengajaknya bertemu di pantai Parangtritis sambil mendengarkan lagu milik Yura Yunita.
Aku masih ingat betul, kali pertama dia mendengarkan video dari lagu Dunia Tipu-Tipu dgn TWS miliknya sambil menangis bersamaku. Kami menangis sesekali menatap satu sama lain di tepian pantai dgn tiupan angin laut dan beberapa masyarakat yg sedang melarungkan sesajennya. Kala itu aku masih ingat bagaimana tatapan matanya, bagaimana suaranya yg tercekat di ujung tenggorokan, aku juga masih ingat lembutnya genggaman tanganmu. Aku masih ingat bahwa kamu memiliki perasaan sayang, cinta, kasih, peduli yg seutuhnya untukku. Meskipun itu semua sudah berubah menjadi masa lalu.
Namun entah mengapa, rasanya sampai saat ini ketika aku sedang PMS atau menjelang haid pasti masih merasa bahwa kami tidak sejauh itu. Meski tak ada lagi tegur sapa maupun komunikasi, rasanya dia masih dekat denganku, rasanya dia masih selalu ada di hidupku. Bukankah ironi sekali ketika aku masih seperti itu sampai saat ini? Pasti kamu juga akan berpikir dan merasa bahwa aku perempuan yg cukup aneh.
Namun, tenang yaa mas.. insyaa Allah aku bukan perempuan yg terobsesi untuk memaksa kamu agar menjadi milikku. Insyaa Allah, aku sekarang sudah menjadi perempuan yg sadar diri dan menerima kenyataan yg ada. Aku menerima kenyataan bahwa kamu memang laki² yg baik sekali, hanya saja kamu tidak memilihku untuk menjadi teman hidupmu. Dan aku menerima hal itu, hanya saja masih ada beberapa hal yg ternyata cukup mengingatkanku padamu.
Mas, kamu tau kan warna baju kesukaanku apa? Kira² kamu masih ingat ga ya? Dari foto di atas, aku yg mana coba?
Apapun itu, semoga keselamatan dan keberkahan selalu menyertaimu dan keluargamu yaa. Aamiin✨
Jogja, 22 September 2024 | 22.47
2 notes
·
View notes
Text
Sayonara, Mei!
Dibandingkan satu Januari, Mei lebih menjadi 'tahun baru' buat aku. Mei memberiku kesempatan untuk kembali merenungi, setahun kebelakang apa saja yang sudah kulakukan, dan setahun kedepan akan seperti apa. Mei yang berada di dekat Juni, hampir setengah tahun Masehi terlewati, menjadi waktu untuk berefleksi--atau jika tidak terlihat begitu rumit, berkontemplasi--melihat selama (hampir) setengah tahun ini apa rencana-rencana yang terlaksana dan apa yang perlu diperbaiki dan, tentu saja, apa yang tertunda.
Di bulan Mei ini aku juga bisa kembali berkoneksi dengan teman-temanku lewat reuni-reuni kecil di kondangan. Ke Wonosobo untuk menghadiri pernikahan Oase yang super menyenangkan. Ketemu banyak banget wajah-wajah lama yang nggak asing, yang alhamdulillah haha-hihinya tetep sama kayak dulu waktu SMP-SMA. Lalu mumpung deket sama Dieng, kita mampir ke Banjarnegara dan kembali berjumpa dengan teman-teman yang domisilinya di daerah super dingin itu. Seneng bangett:)
Lalu menghadiri undangan pernikahan Erin yang alhamdulillah ada ngunduh mantu di Sleman (karena sebelumnya ada undangan ke Lamongan tapi nggak bisa hadir") dan ketemu lagi sama temen-temen yang lamaaa banget udah ngga jumpa. Plus silaturahim juga sama ustadzah-ustadzah Mu'allimaat, karena turut diundang ke nikahan Erin ternyata:)
Entah kenapa aku jadi merasa hangat dengan teman-temanku yang punya bulan lahir yang sama denganku. Aku menganggap bulan Mei ini adalah bulanku, sehingga saat teman-teman lain merayakan ulang tahunnya, akupun jadi ikut merasa 'dirayakan'. Dipikir-pikir lumayan banyak teman-temanku yang lahir di bulan Mei. Bahkan ada yang aku baru tau ternyata dia lahir di bulan yang sama denganku! Beberapa ada teman-teman yang udah jaraanggg banget berkomunikasi, tapi kita dulu pernah ngobrol dan bahkan deket. Jadi bisa berkoneksi lagi di bulan Mei ini:)
Seperempat abad di Bulan Mei ini aku mendapat doa-doa yang begitu tulus dan mengharukan. Bahkan dari orang-orang yang tidak kukenal. Saat membaca sebagian dari doa-doa itu bahkan rasanya hampir menangis karena tidak menyangka akan didoakan sebaik dan setulus itu! :" Seiring bertambahnya usia, kurasa hadiah terbaik adalah doa. walau tidak menolak juga kalau dikasih buku bacaan atau bahkan hape baru
Bulan Mei ini aku juga memberanikan diri untuk mengambil keputusan yang cukup berat buat aku. Keputusan yang rumit, tapi aku sudah mempertimbangkannya sejak awal tahun. Saat aku mengikrarkan keputusan itu, bahkan aku tidak percaya, apakah aku benar-benar melakukannya? Semua tampak tidak nyata rasanya. Meskipun aku sudah sejak lama mempersiapkan diri dengan menanamkan keyakinan dalam diriku, Allah selalu ada dan semua sudah diatur olehNya. Bismillah. Bismillah
Seperempat abad. Dulu aku mengira saat seperempat abad sudah punya ini dan itu. Sudah sampai sana-sana. Tapi sekarang aku menyadari, bahwa yang utama adalah bagaimana diriku memandang dunia, bagaimana diriku melihat diriku sendiri, dan bagaimana diriku bersikap terhadap sesuatu yang terjadi di keduanya. Rasanya Faiz-sentris sekali tapi yah, this is my war.
Sampai jumpa di bulan Mei tahun depan, Inshaallah! :)
Kata seorang teman, 'Mei' => 'M' nya = menyenangkan!
3 notes
·
View notes
Text
Jaminan Menjalin Hubungan di Umur Sedewasa Ini
Kalau kau sudah menerima banyak undangan nikah dari teman seangkatan, itu artinya kau sudah berada di umur yang harus memikirkan tujuan jelas dalam menjalin hubungan dengan seseorang.
Itulah mengapa, sebelum dimulainya hubungan, atau sebelum terlalu banyak kenangan yang diciptakan, banyak orang di umur dewasa ini butuh semacam 'jaminan'. Apakah hubungan ini akhirnya akan dibawa ke pelamaninan? Atau jangan jangan, hubungan ini hanyalah perjalanan senang-senang tanpa adanya tujuan?
Maka banyak orang, terutama perempuan, butuh sesuatu untuk dipegang; agar ketika memulai hubungan, ada harapan untuk lanjut ke jenjang pernikahan.
Maka 'jaminan tujuan hubungan' menjadi hal yang sangat penting bagi kaum perempuan. Tapi di sinilah letak permasalahannya. Bagi beberapa laki-laki, niat serius itu tidak harus diperlihatkan dengan janji. Karena laki-laki dewasa tau, bahwa akhir hubungan tidak mempertimbangkan keinginan, tapi lebih mendengarkan takdir yang telah ditentukan.
Jangankan berjanji untuk menikahi, berjanji untuk tetap bersama saja; tak ada yang bisa memastikannya. Maka membuat janji di awal agar tetap bersama hingga akhir; tidak lebih dari janji cinta anak remaja yang belum ditampar realita.
Dan betul saja, ada banyak orang yang di awal hubungan mendapatkan jaminan kata-kata manis, tapi hubungannya berakhir dengan begitu miris. Ada yang mendapat jaminan datang ke rumah lalu memikat hati orang tua, ada yang sudah sampai di tahap lamaran bersama keluarga, bahkan ada yang sudah sampai di tahap pertunangan yang disertai acara megah. Tapi pada akhirnya? Mahar yang didapat adalah perpisahan dan kekecewaan.
Di lain sisi, tidak sedikit laki-laki yang di awal hubungannya tidak menjanjikan apa-apa, dan si perempuan pun tidak menagih jaminan apa-apa. Tapi di pertengahan jalan, di suatu titik sang pria menyadari, bahwa perempuan yang bersamanya ini adalah perempuan yang tulus menemaninya. Perempuan yang bahkan tak pernah mendapat kepastian untuk tidak ditinggalkan. Perempuan yang tidak pernah meminta dijanjikan untuk dibawa ke pelaminan. Tapi tanpa pamrih dia tetap bersama walau dalam hati kecilnya sangat mengharapkan kebersamaan yang direstui Tuhan. Hingga sang pria terketuk hati nuraninya, lalu mendapatkan tekat yang genuine untuk memutuskan dengan teguh, bahwa perempuan yang bersamanya saat ini; akan ia jadikan sebagai perempuan terakhir yang ingin ia bahagiakan hingga akhir hayatnya.
Begitulah dua jenis hubungan yang banyak terjadi di sekitar saya. Maka menurut analisa saya. Penentuan akhir hubungan itu bukan hanya melihat sisi laki-laki. Peran perempuan juga sungguh berarti.
Jika laki-laki dinilai dari kesungguhannya, harusnya perempuan juga dinilai dari ketulusannya.
Jika perempuan menilai karakter laki-laki yang tidak mampu menjanjikan kesiapan untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Laki-laki pun dapat menilai karakter perempuan yang hanya ingin menjalani hubungan dengan sebuah syarat dan perjanjian.
Tapi pada akhirnya. Ini hanyalah dua jenis hubungan yang sama sama punya peluang berhasil dan sama sama punya potensi gagal.
Ada banyak kok 'jaminan' di sebuah Bank yang berhasil dengan program KPRnya. Di mana pada akhirnya, jaminan itu berhasil ditebus dan dimiliki seutuhnya oleh si debitur. Tapi saya juga mau mengingatkan, bahwa tidak sedikit pula jaminan yang tidak mampu ditebus; hingga harus berakhir di pelelangan untuk menemukan pemilik baru.
Dan untuk siapapun yang datang padamu tanpa sebuah jaminan apa-apa, jangan terburu-buru menilai bahwa tak ada masa depan yang indah bersamanya. Bisa jadi ia sedang membangun tempat terbaiknya, tanpa memberitahumu proses yang sedang ia jalankan. Dan akan mengajakmu tinggal bersama ke tempat itu; ketika ia telah yakin bahwa tak ada lagi orang yang lebih pantas darimu untuk ia bahagiakan seumur hidupnya.
Sekian.😉
31 notes
·
View notes
Text
AKU SIAP MENIKAH
Hal-hal yang aku rasa cukup ternyata mengantarkan aku untuk menyadari bahwa aku ini masih belum cukup untuk dikatakan siap
Dulu beberapa bulan setelah lulus SMA, aku mendapatkan 3 undangan pernikahan dari teman SMA-ku. Saat itu tidak banyak yang aku lakukan kecuali mengucapkan selamat dan turut berbahagia atas rezeki yang Allah tetapkan kepada mereka. Tapi di sisi lain, aku juga berpikir:
“Hah? Ini beneran mereka nikah? Si A ini kan orangnya manja, pas di asrama saja dia gak bener-bener belajarnya. Si B juga, kok bisa-bisanya dia yang duluan nikah padahal kan orangnya jarang mandi gak pintar merawat diri sendiri? Apalagi si C, dia kan manja banget sama orang tuanya, pengennya dijenguk saja pas lagi di asrama dulu? Ini beneran orang-orang yang kaya gini yang duluan nikah?”
Sebelum lanjut, ucapkan Astagfirullah dulu yaa hehe. Pemikiran ini tidak benar ya teman-teman. Sekarang aku juga sadar bahwa pemikiran tersebut ternyata hadir dari perasaan merasa lebih baik dibandingkan orang lain dan itu tidak seharusnya ada pada pribadi seorang muslim.
Oke lanjut. Saat itu, jujur saja aku memang merasa lebih baik daripada mereka dari segi kepribadian, kepintaran dan juga prestasi yang selama ini aku punya. Sampai akhirnya, setelah berada di rumah pun (aku dulu di asrama), aku merasa banyak hal yang ternyata aku ini cukup siap untuk menghadapi banyak hal, salah satunya juga “pernikahan”.
Pertama, kesabaran. Saat itu, aku merasa bahwa kesabaranku begitu luas, bisa sabar menghadapi orang lain, bisa sabar menghadapi orang tua, bisa sabar menghadapi tetangga, bisa sabar menghadapi pertemanan dan lain sebagainya. Sehingga aku pikir bahwa menghadapi seseorang yang menjadi pasanganku nanti adalah suatu hal yang mudah. Tapi menginjak umurku yang ke 23 tahun ini, aku menyadari suatu hal, bahwa ternyata aku tidak cukup sabar untuk menghadapi semua itu. Regulasi emosi yang ternyata masih berantakan. Menghadapi orang yang tidak semuanya menyukai kita juga amat melelahkan. Pekerjaan, tuntutan dari rumah maupun tempat kerja kadang menguras banyak energi dan pikiran. Belum lagi, semakin dewasa semakin banyak hal yang tidak aku sukai terjadi dan ini kadang merusak mood dan membuat emosi cenderung negatif.
Kedua, Cara mendidik (ilmu parenting). Aku adalah penyuka anak-anak dan menjadi seorang guru di salah satu sekolah dasar yang pastinya dikelilingi oleh anak-anak yang menggemaskan. Dulu, aku berpikir dengan modal itu, aku cukup siap untuk menikah. Sampai akhirnya, setelah 6 bulan aku mengajar di sana, aku lebih mengenal diriku sendiri dan mendapati banyak hal. Bahwa mendidik bukanlah tugas yang mudah. Aku perlu tahu bagaimana cara berkomunikasi dengan anak, perlu tahu bagaimana caranya mengatur emosi, perlu tahu bagaimana caranya memanajemen pembelajaran yang menarik untuk anak dan banyak hal lainnya yang tidak kalah penting. Semua hal itu, ternyata tidak banyak yang aku tahu dan aku merasa sangat-sangat minim pengetahuan tentang ilmu mendidik. Yaaa, pada akhirnya aku menyadari bahwa ilmuku terkait pernikahan dan juga mendidik tidak cukup untuk mengatakan bahwa aku ini siap untuk menikah.
Ketiga, Komunikasi. Cara aku berbicara, pilihan kata, cara menyampaikan, bagaimana komunikasi saat aku sedang ada masalah dengan pasangan, orang tua, sahabat dan lain sebagainya ternyata perlu sekali ilmu. Dulu, aku berpikir bahwa komunikasi hanya sebatas ya ngobrol saja, spontanitas, tidak perlu banyak hal yang dipikirkan, apa adanya saja dan semaunya aku. Tapi ternyata tidak sesimpel itu, bahkan ilmu yang mungkin aku rasa sudah cukup, itu perlu penerapan yang baik dan semua itu tidak mudah. Akhirnya, aku merasakan bahwa aku ini belum cukup untuk dikatakan siap menikah.
Sebenarnya masih banyak hal yang aku rasa kurang di dalam diri aku dan itu cukup membuat aku merasa belum siap untuk menikah. Tapi mungkin teman-teman bertanya:
“Terus teman kamu, kok bisa-bisanya Allah kasih rezeki menikah di usianya yang amat sangat muda?”
Ini pertanyaan bagus menurut aku karena mungkin selama ini, kita selalu merasa bahwa mereka tidak cukup siap untuk menghadapi pernikahan. Dalam pandangan kita, mungkin hal yang demikian bisa kita katakan benar dengan segala pemahaman dan prinsip yang kita pegang. Tapi perlu ingat teman-teman, bahwa menentukan kesiapan seseorang untuk menikah itu bukanlah hak kita, itu hak Allah yang mutlak lebih mengetahui dibandingkan siapa pun di dunia ini. Pasti ada hal kebaikan yang merupakan pembelajaran yang ingin Allah beri kepadanya dan menurut-Nya cara pemberian terbaik kepada meraka adalah dengan menikah.
43 notes
·
View notes
Text
Apa arti cinta?
Apakah cinta harus saling memiliki? Atau cukup merelakan dia bahagia dengan yang lain?
Karena, kalau boleh jujur, bahagianya memang bukan aku.
Lalu, mengapa aku terus mengekang dia untuk mencintaiku?
Setelah lamaranku ditolak kemudian melihat pernikahan Fathia, aku fokus mengejar S3. Aku tak peduli orang bilang aku apa. Apakah orang bilang bahwa aku mencari gelar doktor untuk pelarian atau apa. Aku tak peduli. Mereka tak tahu lukaku, kenapa aku harus memperhatikan dia.
Hidupku sudah dimulai seperti baru lagi. Aku bertemu dengan orang orang baru, dan tentunya Syifa yang memang sedang melanjutkan pendidikan S2 nya di Bristol, Inggris bersama suaminya. Dia turut sedih dengan peristiwa yg menimpaku. dia tahu apa yg terjadi.
Hingga saat ini sebetulnya aku juga tak percaya mengapa Fathia begitu cepat melupakanku. seminggu setelah ayahnya menolakku, dia menyebarkan undangannya. Padahal baru beberapa pekan yang lalu, kami berdiskusi hangat mengenai beberapa topik taaruf yang harus dibereskan, seperti model keluarga yang akan dibangu dan visi misinya.
Namun malang bukan kepalang, lamaranku harus berhenti karena tak mendapatkan restu ayahnya. Dia memandang bahwa tak pantas lelaki sepertiku bersanding dengan Fathia yang sudah dirawat dengan penuh kasih sayang dan pendidikan yang terbaik. Tak cocok jika keluarga miskinku bersanding dengan dia yang terlahir sudah kaya raya dan mendapatkan makanan terbaik, pendidikan terbaik, dan lingkungan yang terbaik.
Aku telah bertekad melupakannya. Tak elok bagi seorang lelaki terhanyut dalam kesedihan terlalu lama. Kini aku telah mempunyai banyak teman baru di Inggris. Aku juga harus mulai fokus dengan studi PhD ku di London. Aku harus mendapatkan nilai yang bagus dan aktif di perhimpunan pelajar. Karena dengan dua hal inilah aku bisa melebarkan kesempatanku untuk berjejaring dengan banyak orang.
Urusan menikah? Aku berdoa semoga tahun ini aku bisa menikah. Jika memang berjodoh, sepertinya aku akan menikah dengan Nurul, mahasiswa master di UCL yang akhir ini banyak membantuku terkait penelitian di departemenku. Dia anak yang tak kalah cerdas, cantik, dan juga alim. Setelah ditelusuri lebih dalam, ternyata dia juga satu almamater SMA ketika kami masih sama-sama di Darul Ulum, Jombang. Tak heran bahasa Inggris dan Arabnya sangat mahir. Ibu juga sudah menyetujui tentang ini, bahkan ternyata Ibunya Nurul juga kawan lama Ibuku ketika masih aktif di Muslimat Jawa Timur, sepuluh tahun yang lalu. Betapa bungahnya ibuku ketika tahu bahwa Nurul telah tumbuh menjadi perempuan yang cerdas dan berpendidikan tinggi. Aku harus fokus mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk undangan dan tiket pulang ke Indonesia. Insyaallah sembilan hari lagi kami berdua akan mengambil summer break untuk pulang ke kampung halaman dan menikah.
“Apa ndak terlalu buru-buru Dhe?” Kata Syifa diikuti beberapa pertanyaan selanjutnya dari Mas Fahmi, suami Syifa.
“Sepertinya tidak. Sudah dipikirkan matang-matang. Ibu juga sudah setuju, tabungan juga sudah ada. Hukum menikah di kasus saya sudah naik dari sunnah menjadi wajib.” Jawabku lugas.
“Begitu ya. Ya sudah. Oh iya, ini ada titipan surat dari Fathia untukmu. Dia menitipkan surat untukmu minggu lalu ketika kami pulang ke Indonesia dua minggu lalu. Terimakasih sudah jauh-jauh silaturahmi ke Bristol.” Syifa menyodorkan amplop putih bersih yang berisi surat dari Fathia kearahku.
“Terimakasih Kak, akan aku baca nanti di perjalanan. Saya ijin pamit ya Syifa, Mas Fahmi.”
“Iya, hati-hati. Kabari kalau sudah sampai di London. Titip salam untuk Nurul ya.”
Aku membalikkan badan berpamitan kepada mereka. Beruntung kereta menuju Bristol belum berangkat. Aku bergegeas masuk ke gerbong lima dan duduk di samping jendela. Melelahkan juga ternyata perjalanan dari London ke kota ini. Aku meletakkan barang-barangku di bagasi atas, dan tak lupa mengambil surat dari Fathia. Aku cukup penasaran dengan isinya, walaupun tak cukup membuatku bergairah.
Assalamualaikum Mas
Aku tahu bahwa lancang sekali aku mengirimkan surat ini kepadamu. Tapi aku tak tahu lagi kepada siapa aku harus bercerita. Sudah satu tahun aku menikah dengan Aldika tetapi kami tak mendapatkan banyak kecocokan dalam berkeluarga. Rumah kami yang besar tak berasa seperti rumah yang bisa dijadikan tempat kembali. Entah sudah beberapa kali tangan dia melayang ke pipiku hingga memerah. Umpatan dia adalah makanan sehari-hariku sebagai istrinya, Mas.
Sebetulnya aku tak terlalu masalah dengan dua hal itu. Tapi, aku betul-betul naik darah ketika aku tahu bahwa dia adalah orang yang menyukai sesama jenis Mas. Sampai sekarang aku tak pernah disentuhnya dan menggenapkan diri menjadi seorang istri. Justru, beberapa kali malah dia berani membawa teman prianya untuk bermain di kamar kami. Aku hanya bisa menangis melihat keadaan ini. Betapa malang perempuan seperti diriku yang telah menolak lamaran pria yang meratukan wanita, kemudian justru menerima pinangan seseorang yang bejat akal dan perilakunya.
Abi sudah tahu tentang ini, dia bahkan betul-betul marah kepada Aldika ketika tahu bahwa dia adalah seorang gay. Aku beruntung masih mempunyai Abi yang mendukung. Pekan lalu, kami sudah mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama.
Meskipun begitu, aku masih takut Mas. Terkadang lelaki bejat itu masih mengintaiku dari belakang. Dia juga sering mengirimkan teror bahwa dia ingin menjamin aku dan keturunanku tak akan bahagia selama-lamanya. Oleh karena itu, apakah Mas bersedia melindungiku? Aku ingin meminta perlindungan darimu karena kamulah orang yang bisa membuatku merasa aman. Ilmu matang psikologi klinismu pasti juga akan banyak membantu aku untuk keluar dari episode traumatis ini.
Maaf jika aku lancang, apakah Mas mau menikahiku dan memulai hidup baru di Inggris? Aku bersedia menemanimu hingga selesai program PhD mu di UCL. Aku juga mempunyai senior lulusan FK UI yang juga sedang belajar disana. Mungkin ini bisa juga menjadi jalanku untuk melanjutkan pendidikan Master of Clinical Medicine di Oxford University.
Aku sangat memohon kepadamu seperti seorang fakir yang memohon kepada tuannya. Tolong selamatkan aku. Aku tak mau hidup dalam bayang-bayang lelaki bejat itu dan hidup dalam luka trauma masa lalu. Maafkan aku jika terlalu lancang.
Hormat saya.
Fathia
---
Aku meneteskan mata membaca kalimat demi kalimat yang dia tulis. Tak sadar ternyata aku juga masih sayang kepadanya. Siapa gerangan orang yang tak mau dengan perempuan yang cerdas, baik hati, dan mapan secara ekonomi? Jujur hingga saat inipun aku masih belum bisa melupakanmu, Fathia.
Sebentar, akan aku usahakan barangkali aku bisa membatalkan rencana pernikahanku dengan Nurul. Aku akan berdiskusi dengan Ibu mengenai ini. Tunggu Fathia, semoga kau baik-baik saja disana. Aku tak tega melihat wanita sebaik dirimu disia-siakan oleh orang yang bejat akhlaknya.
**
“Saya terima nikah dan kawinnya Fathin Nurul Adilah binti Adichandra dengan mahar seperangkat alat shalat, dibayar tunai.”
“Sahh! Alhamdulillah”
Sorak sorai tamu undangan mengucap syukur atas lancarnya proses pernikahanku dengan Nurul. Aku melihat ibu sangat bahagia dengan sahnya hubungan kami secara syariat Islam. Teman-teman kami dari Darul Ulum juga datang silih berganti bertamu di pesta pernikahan kami.
Di belakang kursi tamu, aku juga melihat Fathia datang bersama Ayah dan Ibunya. Tak dinyana, ternyata anak petani kecil dari Gresik ini sudah tumbuh dewasa dan sedang melanjutkan pendidikan tertingginya di salah satu kampus terbaik dunia. Plus, istrinya juga merupakan seorang yang cerdas dan aktif mengurusi ekonomi inklusif di Indonesia.
Aku telah matang untuk menutup masa laluku. Tak mungkin aku membatalkan pernikahanku hanya karena Fathia. Walaupun jujur, ketika itu aku masih ada rasa kepadanya. Namun setelah aku sowan ke Abah Kyaiku di Darul Ulum, beliau memberiku nasihat bahwa cinta itu seharusnya diberikan secara utuh setelah menikah. Bukan kepada mereka sebelum aku menikah. Cinta bisa diraih dengan usaha, walaupun pasti tak akan mudah. Tak ada ibadah yang mudah di dunia ini.
Aku telah tekad untuk beribadah dengan Nurul, membangun keluarga yang penuh kasih dan sayang bersamanya. Dia adalah perempuan baik dan cerdas yang pernah aku temui. Abah Kyaiku juga menyampaikan bahwa dia adalah seorang Hafidzah yang tak pernah menunjukkan dirinya bahwa dia hafal Quran. Betapa bahagianya aku mendapatkan seorang istri penghafal Quran. Itu adalah doa yang pernah selalu aku langitkan ketika masih menyelesaikan tesisku di Universitas Indonesia. Aku telah bertekad untuk menutup halaman lamaku, maaf aku tak bisa membantu sesuai dengan apa yang kamu mau, Fathia. Semoga kelak kamu akan dipertemukan dengan orang yang baik akhlak dan agamanya.
“Mas” Nurul memanggilku bisik-bisik
“Iya Dhe?”
“Terimakasih ya telah memilihku. Semoga aku bisa menjadi istri yang berbakti kepadamu sepenuhnya” Dia melanjutkan.
“Sama-sama, istriku. Setelah ini, kita harus kembali lagi ke Inggris dan berkutat dengan pekerjaan kampus. Oh ya, siapkan juga proposal doktoralmu. Sepertinya aku bisa mencarikanmu promotor untuk PhD mu di London. Kita bangun keluarga yang baik secara dunia dan akhirat ya.” Jawabku penuh hangat kepadanya.
“Siap Pak Bos!” Jawab dia lucu. Seperti anak kecil yang sedang diperintah gurunya untuk membelikannya jajan.
Selesai (6/6)
Menjadi yang Kaucintai - Bagian 6
@careerclass @bentangpustaka-blog @langitlangit.yk
23 notes
·
View notes
Text
Marriage Thoughts : what type of marriage that i want
tadi pagi habis ke pernikahan teman. setelah sebelumnya sempat ragu mau pergi apa nggak, karena si mempelai pria ini adalah salah seorang yang dulu sempat ‘berproses’ denganku tapi nggak lanjut, dan setelah gagal sama aku, lanjutnya sama teman aku sendiri alias nikahnya sama teman aku hahaha, yang di mana hal itu udah aku duga sebelumnya wkwk.
kenapa ragu? selain karena aku bukan tipe orang yang bisa nyaman sama keramaian dan suara bising, ada perasaan lain yang kalau boleh jujur..., aku sedikit kecewa dan iri. tapi ya at the end, aku akhirnya pergi juga. selain karena aku nggak enak sama Ibu si lelaki ini yang udah aku anggap seperti orang tua aku sendiri, si mempelai perempun yang meski aku nggak dekat-dekat banget, aku mau menghargai undangan dia, alasan terakhir..., karena aku mau mencoba untuk mengalahkan ‘ego’ ku sendiri.
fortunetly. keputusanku untuk tetap pergi adalah sebuah keputusan yang tepat. karena selama mengikuti jalan acara hingga pulang ke kossan, aku banyak merenung.
renungan itu hadir dalam banyak hal dan juga pikiran.
1. menikah itu menyatukan 2 keluarga besar.
melihat banyaknya keluarga dari kedua belah pihak mempelai, aku membayangkan berada di posisi tersebut, jika aku menikah nanti..., apakah aku sanggup untuk menyatukan banyaknya kepala yang berbeda? karena menikah itu bukan tentang antara diri kita dan diri pasangan kita sendiri, tetapi ada diri keluarga juga yang mengikuti. kita nggak bisa egois terhadap apa yang kita mau dan tidak mau--kita mungkin bisa bersikeras terhadap prinsip yang telah lama kita pegang, tetapi berada di tengah keluarga, terkadang kita butuh hati yang lapang untuk mau melumaskan sedikit ego kita.
2. menikahi seseorang berarti ikut menikahi keluarganya.
menikahi seseorang, berarti ikut menikahi keluarganya, pikiran-pikiran mereka, prinsip, budaya, ataupun kebiasaan-kebiasaan mereka. hal ini menjadi penting untuk menjadi pertimbangan, agar kita bisa mengenali bukan hanya type pasangan seperti apa yang bisa kita nikahi, tapi juga tentang keluarga seperti apa yang bisa kita toleransi.
3. pesta itu hanya berlangsung 2 hari, tetapi apa yang ada setelahnya berlangsung seumur hidup
di tengah acara tadi, aku sedikit melamun membayangkan..., apa jadinya jika aku yang nikah sama dia? aku akan mendapat mahar yang takterbayangkan, pesta pernikahan yang megah dan juga resepsi di hotel, oh iya jangan lupakan mertua yang penyayang seperti yang temanku dapatkan.
tetapi aku jadi mikir lagi... pesta akan berakhir, segala kemewahan yang didapatkan hanya sebentar. jadi alih-alih memikirkan aku kelak mau menikah dengan perayaan seperti apa, aku memilih untuk lebih memikirkan hari-hari setelahnya.
melalui pikiran tadi, aku jadi berpikir..., kelak jika aku menikah. aku pengen nikah di KUA aja kalau bisa, dengan undangan seputar keluarga dan teman terdekat saja. privat. dan tidak perlu ada pesta besar dan juga resepsi yang melelahkan. selain karena aku bukan seseorang yang suka berada dalam keramaian dalam waktu yang lama. melihat seseorang harus duduk dan berdiri menemui, berbicara, dan bersalaman bahkan terhadap seseorang yang nggak dikenal, itu sesuatu yang sangat menguras energi.
saking nda sukanya dalam keramaian, pas pulang ke kos tadi aku mual, pusing sampai mau muntah padahal di pesta tadi cuman 2 jam man kurang lebih wkwkwk. terus aku bayangin, aku kalau nikah maksa mau gini juga yang ada aku malah berakhir di rumah sakit bisa-bisa wkwkwkwk.
but well lihat nanti ya, aku bisa ngerecos gini padahal jalanin aja belum, nemu pasangannya apalagi.hahaha. di pesta tadi aku sempat bercanda sih sama teman, pas kami sock dengar mahar yang diberikan. aku bilang “aku kalau nikah nanti mau rumah ajah sebagai maharnya” wkwkwk, terus temanku bilang “emang udah ada calonnya?” sadd.
doain ya teman-teman semua bacotanku tentang pernikahan di tumblr bisa terealisasi nantinya wkwkw.
februrari bercerita : hari kesembilan.
33 notes
·
View notes
Text
Mau cerita, fase-fase part-kesekian dalam hidup
Yang disadari, bahwa hidup itu akan sangat menyenangkan hingga usia-22, setelah hidup adalah wahana rollercoaster yang menghujam tajam—tidak bertanya dan tidak peduli apakah diri siap atau tidak.
Bahkan banyak yang memulai memikir untuk menikah setelah usia tersebut, ada yang beruntung menemukan tambatan hatinya, dan ada yang dijodohkan. Tidak bertanya apakah siap atau tidak, semua menghujam tajam. Beberapa tahun setelahnya misuh-misuh sendiri dengan keputusan yang telah diambil. Bukan kadang diri untuk mengomentari hal tersebut. Tapi begitulah.
Bahkan ada yang rejekinya bukan di pernikahan, tapi malah lanjut kerja di tempat baru, memulai pengalaman baru, merasakan perihnya mengais rejeki entah dimanapun itu. Ketika awal berhasil—masih di tahap keberuntungan pemula, ada yang mulai merasa sukses dan jumawa. Wajar, ego masih tinggi-tingginya. Lantas ada yang kemudian sukses, ada yang harus struggle, ada yang survive lagi dan lagi. Jika berhasil mereka akan segera menikah di tempat baru/tempat domisili tersbut, jika gagal mereka akan kembali pulang ke rumah orang tua.
…dan orang tua selalu menerima kembali pulang setiap anaknya, entah sebab sukses ataupun gagal.
Ada yang masih berusaha menyelesaikan studi sarjana hingga bisa lekas wisuda. Ada yang berkutat dengan akademik yang memualkan. Ada yang prosesnya masih di jalan akademik, yang ternyata tidak dipilih banyak mereka. Sebab merasa pendidikan hanya menghabiskan dana, sedangkan berkerja bisa menghasilkan dana. Ada yang baru lulus pendidikan diploma dan eksaitid untuk lanjut sarjana. Ya, ada yang masih berdamai dengan pilihan hidup di bagian akademik, entah sebab ingin sendiri atau inginnya orang tua.
Bahkan ada yang setalah beberapa tahun melewati fase usia 22, ada yang telah berhasil selesai sarjana, bekerja setelah bergelar tersebut. Atau bahkan ada yang kembali merangkai karir pendidikan dengan lanjut sekolah lagi. Saat semua tampaknya semakin tidak lagi berposes di jalan ini. Ini juga pilihan dan keputusan yang berat dalam hidup—saat kamu mendobrak aturan dan menciptakan jalurmu sendiri.
Ada yang menikmati privilese-nya atas nasib baik orang tua. Keliling dunia, didukung secara karir dan diberi modal besar. Diberi kesempatan untuk kemewahan duniawi tanpa harus pusing.
Hidup itu adalah rangakaian fase kehidupan, bahkan di usia sekarang, saat teman-teman sudah pada nyebar undangan, sudah menimang bayi, diri masih berkutat dengan paper untuk dimenangkan, agar bisa dapat hadiah:’)
3 notes
·
View notes
Text
165.
Suatu hari, doa-doamu akan Dia jawab dengan cara-Nya. Mungkin sedikit lebih lama, kamu diminta untuk menanti dengan penuh kesabaran.
Ada banyak keresahan. Pasti. Undangan pernikahan yang datang setiap pekan. Teman sebaya yang telah menggendong bayi, juga pandangan mereka tentang kamu yang sudah seharusnya menikah.
Kamu masih berada di ambang pertanyaan, sudah pantaskah? Sebabnya beberapa kali yang coba datang kamu abaikan. Bukan, bukan karena terlalu pemilih tapi memang belum waktunya.
Prosesmu tidak akan sama dengan teman yang lain. Banyak pertimbangan untuk melaju ke arah sana. Sementara tekanan dan tuntutan dari keluarga dan kerabat sudah menguras tenaga dan cukup memusingkan kepala.
Hingga kelak Dia sendiri yang akan menuntun hati dan langkahmu. Dia pula yang akan menggerakkan hatimu untuk terbuka menerima seseorang dengan segenap keridhoan.
Hilang sudah keraguan berganti segenap keyakinan. Pun sirna segala ketakutan berganti keberanian. Akan banyak sujud syukur penuh kepasrahan dan keharuan dalam proses ditemukan dan menemukan.
Semoga jika seseorang itu datang kamu pun telah menjadi sebaik-baik dirimu untuk dibawa menuju ketaatan. Selamat terus membaik, duhai hati yang mendamba kebaikan🌻.
Lembur, 01.41 | 28 Juni 2023.
292 notes
·
View notes
Text
Hi kids, this is your mom! Bentar ya mom mau ngomong dulu sama your dad.
Hi husbie, this is your future wife! Hari ini 6 Januari 2024, senja dengan rinai waktu Indonesia bagian Bekasi. Barusan aku scroll instagram, iklan yang muncul tentang undangan nikahan, souvenir nikahan, wo, dll. Hari ini juga seharusnya aku datang ke nikahan seorang teman, tapi batal. Selain karna hujan, aku nggak suka datang kondangan sendirian. Ini bukan undangan pertama yg begitu, kemarin-kemarin udah banyak undangan yg gak bisa aku hadiri karna nggak ada teman. Penting banget ya dateng sama teman? Buat aku yang setengah introvert ini, rasanya nggak nyaman berada di keramaian sementara aku sendirian. Mau jbjb sama orang lain entah rasanya gimana gitu. Kepikiran, klo udah nikah, ke kondangan pasti ada temen.
Oh ya, belakangan, entah dari keluarga, temen kerja, dan temen deket, hampir tiap hari rasanya mereka ngomongin soal jodoh dan nikah. Keluargaku udah nyuruh bawa kamu kalo ada kumpul keluarga. Loh, gimana mau bawa? Kita ketemu aja belom. Kadang aku ngerasa capek sama percakapan dengan topik ini, tapi nggak bisa kabur. Jadi cuma bisa mengaminkan. Lagian, bukan salahku kan kalo aku belum nikah? Salah kamu karna datengnya lama banget hufft.
Saat ini aku juga sedang berusaha menjadi versi terbaik diri aku, supaya bisa ketemu kamu dengan versi terbaik diri kamu. Lalu kita ketemu dengan keadaan paling baik.
Aku pernah baca, kita tuh nikah bukan cepet-cepetan, tapi lama-lamaan. Karna nikah tuh ibadah paling lama, kan? Jadi, mari kita siapkan dengan baik ya, supaya pernikahannya bertahan lama selama mungkin.
Di masa ini, mungkin orang-orang melihat aku masih ingin menikmati masa muda, main ke sana ke sini, aku terlihat nggak acuh soal pernikahan. Sebenernya itu kedok aja biar orang-orang nggak nanyain kamu, eh ternyata pada nanyain juga. Capek.
Yaudah, sekarang kita sama-sama memantaskan diri aja ya. Aku pun sambil berdoa, semoga memilih kamu adalah keputusan tepat. Sampai jumpa di hari baik, dalam kondisi terbaik. :)
2 notes
·
View notes
Text
Judul Buku : Absolute Justice
Penulis : Akiyoshi Rikako
Penerbit : Haru
Tanggal Terbit : 5 Mei 2021
Jumlah halaman : 268
Absolute Justice adalah buku yang ditulis oleh Akiyoshi Rikako. Akiyoshi Rikako adalah Lulusan dari Universitas Waeda, Fakultas sastra. Akiyoshi Rikako mendapatkan gelar Master dalam bidang layar lebar dan televisi dari Universitas Loloya Marymount, Los Angeles. Tahun 2008 novelnya yang berjudul “Yuki no Hana” mendapatkan penghargaan Sastra Yahoo! JAPAN yang ketiga.
Dengan naskahnya yang mendapatkan penghargaan, pada Tahun 2009 Akiyoshi Rikako debut dengan kumpulan cerpen berjudul ‘Yuki no Hana’. Beberapa bukunya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Buku yang sudah diterjemahkan antara lain seperti bukunya yang berjudul ‘Girls in the Dark’ dan ‘The Dead Return’. Salah satu buku nya yang sudah diterjemahkan adalah yang sudah saya baca sekarang berjudul ‘Absolute Justice’
Akiyoshi Rikako judah disebut sebagai ratu novel misteri dari Jepang. Maka dari itu bagi penggemar novel bertema misteri mungkin nama Akiyoshi Rikako sudah tidak asing didengar. Akiyoshi Rikako tidak membuat ceritanya bertele-tele. Setiap kisahnya dituliskan secara padat dan apik dengan mempertahankan kesan horrornya.
Akiyoshi Rikako juga selalu mempunyai cara untuk mengakhiri ceritanya dengan plot yang tidak pernah disangka-sangka. Proses pembuatan setiap novelnya juga sangat detail agar ceritanya masih bisa diterima oleh akal sehat. Akiyoshi Rikako biasanya melakukan riset untuk mendukung ceritanya. Mulai dari mencari informasi secara pribadi sampai berkonsultasi kepada ahli seperti dokter, dan ahli hukum.
Novel karya Akiyoshi Rikako memang didominasi dengan hal yang menyeramkan seperti bunuh diri dan pembunuhan. Namun pesan moral dari cerita tersebut ditampilkan secara lugas. Menurut dari pandangan Akiyoshi Rikako hal itu disengaja menjadi poin penting dari setiap novelnya. Akiyoshi Rikako ingin menunjukan bahwa tidak pernah ada orang yang seutuhnya salah dan seutuhnya baik.
Sekarang saya akan ngereview buku karya Akiyoshi Rikako yang berjudul “Absolute Justice”. Pada cerita ini menceritakan beberapa sudut pandang dari orang-orang yang berbeda di setiap bab nya. Seperti pada bab pertama terdapat sudut pandang dari Kazuki, bab kedua Yumiko, bab selanjutnya Riho, dan yang terakhir terdapat sudut pandang dari Reika. Mereka semua menghadapi satu orang yang sama yaitu pandangan mereka mengenai seseorang bernama Noriko.
Ketegangan dari membaca buku ini sudah dirasakan dari bab pertama yaitu sudut pandang dari Kazuki. Dalam bab pertama ini kita dapat melihat kazuki yang sedang berkomentar mengenai banyak sekali orang yang menikah belakangan ini. Dan sekarang di depannya terdapat satu amplop yang baru ia ambil, sambil berpikir siapakah yang akan menikah sekarang, akhirnya Kazuki membuka amplop tersebut. Betapa terkejutnya Kazuki saat melihat nama yang ada di dalam kartu undangan pernikahan itu, itu adalah ‘Noriko’.
Dalam fase ini Kazuki terlihat sangat gelisah dan panik, kepanikan yang dirasakan Kazuki sangat terlihat jelas. Kalimat yang selanjutnya keluar dari mulut Kazuki pun sangat mengagetkan dimana ketika ia berucap bahwa ‘bukankah dia sudah mati ku bunuh?’. Melihat perkataan itu membuat aku saya sangat merinding sekaligus takut dengan kelanjutan cerita yang ada. Namun bisa saya ucapkan bahwa penyampaian dan cara membangun ketegangan yang ada sangat baik dan berhasil membuat saya benar-benar tegang dan ikut gelisah.
Buku ini memiliki alur yang maju dan mundur namun mudah untuk dipahami. Dalam cerita tersebut dituliskan bahwa Noriko adalah seseorang yang selalu mengungkapkan kebenaran, awalnya Noriko, Kazuki, Yumiko, Riho, dan Reika adalah teman semasa sekolah. Noriko adalah seseorang yang akan selalu mengungkap kebenaran namun kebenaran yang diungkap oleh Noriko bisa merugikan orang lain. Noriko tidak peduli ada mempedulikan apakah orang lain akan jatuh. Selama kebenaran masih ada maka Noriko akan terus melakukannya.
Bagian Favorit saya dari novel ini adalah ketika terungkap bahwa Kazuki adalah seseorang yang telat membunuh Noriko. Dari awal yang terlihat sangat baik-baik saja menjadi awal mimpi buruk dari Kazuki. Kazuki terlihat sangat ketakukan dan gelisah menghadapinya. Seperti yang ditulis dalam sinopsis buku tersebut ‘Harusnya monster itu sudah mati…’ kita tahu bahwa Noriko telah dibenci oleh seluruh temannya sehingga teman-teman nya dapat bertindak sejauh ini. Saya bukan tipe seseorang yang dapat membaca buku horror namun buku-buku seperti ini dapat membuat saya ikut menganalisis bahkan menebak-nebak alur apa yang akan terjadi kedepannya, sehingga buku tersebut sangat menarik dan seru untuk dibaca. Plot yang membuat kita kaget dan bertanya-tanya menjadi salah satu poin utama saya menyukai buku ini.
2 notes
·
View notes
Text
Bismillaah...
Salam 'alaik habibati....
MasyaAllah, Barakallahu lakuma wabaraka 'alaikuma wajama'a bainakuma fii khoir ❤️
Selamat Mengarungi Bahtera Bertumbuh Bersama Menuju Surga ❤️❤️❤️
Habibati, 2 nasihat yang ingin saya hadiahkan ke anti:
1. Melangkahlah dengan "ilmu dan iman" sebagai bekal dan teman perjalanan
2. Selalulah memohon pertolongan kepada Allah dalam menjalankan peran anti yang baru. Kita butuh pertolongan Allah untuk berbakti kepada suami, menjadi ibu yang sholihah, dan seterusnya. Kita sangat butuh Allah..
Karena menikah adalah ibadah terlama, terkomplek, teristimewa..
Kadang, yang menjadi ujian adalah "DIRI KITA SENDIRI". Mampukah kita menundukkan diri mengikuti perintah-Nya..
Wal akhir, selamat berbahagia...
Semoga berdua menjadi penuntut ilmu sepanjang masa.. dan dalam penjagaan Allah hingga anak keturunan antuma.
Barakallah tsumma barakallaah..
❤️❤️❤️
Endah Ummu Hafizh
Hadiah pernikahan kami. Ku pikir, membaginya di tumblr akan lebih banyak orang yang bisa merasakan manfaat hadiah ini.
Beliau adalah asatidzah saya di rumah tahfizh, yg begitu menerima undangan saya, beliau langsung mendoakan kebaikan pada saya, dan berdoa masih dapat bermajelis bersama 🥲
Yaa ustadzatii, ana uhibbuki fillaah 💐
19 notes
·
View notes
Text
MELEPASNYA
“Kamu yakin, Sha?”
“Ya, mau bagaimana lagi..”
“Beneran?”
Sha menarik nafas panjang.
------------------------------------------------------------------------------
Sha. Sudah tak seperti dulu. Bukan gadis baru lulus SD yang ku kenal lucu itu. Dunia banyak merubahnya. Kini ia tampil tegar bak karang lautan yang tak mudah dihancurkan ombak.
Sebab kami jumpa sejak awal remaja, sedikit banyak kami bertukar cerita. Pelajaran. Kegemaran. Kegalauan. Kesehatan. Pemikiran. Kegiatan. Keluarga. Asmara? iya juga. Aku suka mendengarnya berceloteh apa saja. Sudah tidak tabu jika kami saling tahu.
Gerbang mimpi besar kami ternyata tidak sama. Kini terpisah benua. Awalnya saling janji untuk tetap terkoneksi. Ternyata, makin kesini celoteh hebohnya tak sering terdengar lagi. Aku memahami, mungkin sibuk adaptasi.
Teman ceritaku tenggelam satu di benua sana. Walau muncul juga teman cerita lain, di tempatku menetap kini. Tapi karena orangnya berbeda, rasanya juga tidak sama. Tidak selepas bercerita dengan Sha.
-------------------------------------------------------
“Suatu hari, ditengah jarangnya berkirim pesan, tiba-tiba Sha mengirim tautan. Setelah ku buka ternyata undangan. Kabar mengejutkan. Tentu ini sebuah kebahagiaan. Sekaligus awal mula berdamai dengan kehilangan. Sebab aku tahu bagaimana sibuknya dunia pernikahan, mengasingkan orang dari lingkar pertemanan masa lajangnya. “
Iya, suatu hari. Yang masih entah kapan akan terjadi. Imaginasi reka adegan itu tiba-tiba lewat di otak. Mereka-reka bagaimana harus merespon jika suatu hari Sha memberi salah satu kabar gembiranya itu.
“Aku dapat cerita calonnya tak segan main tangan. Juga kurang memberinya kebebasan.” Imaginasiku bekerja lagi.
Bagaimana jika suatu hari kabar burung yang tersiar demikian? Aku tahu calonnya. Mana mungkin Sha tidak memberi tahuku sosoknya. Namun mungkin aku tak kenal seberapa dalam. Apakah asumsi-asumsi yang bertebaran itu sebuah kebenaran? Bisa saja benar. Di tengah memang banyak berita serupa hilir mudik ke permukan publik. Bisa juga tidak. Aku juga tak bisa membuktikannya. Mengenai dinamika bab asmara masa dewasa, Sha tak banyak bercuap-cuap seperti sebelumnya.
“Dah lah, engga mau kebanyakan suudzon. Semoga kabar tidak benar itu, memang tidak benar,��� ucapku. Itulah mantra penghalau kekhawatiran yang sedikit banyak jadi peredam.
-------------------------------------------------------
Iya, selain ada dinamika kehilangan, ada juga dinamika kekhawatiran jika melepas teman yang sudah aku anggap saudari sendiri menuju pernikahan. Teman yang juga dianggap ibuku sebagai putrinya, sama sepertiku. Teman yang seringkali berkunjung, bahkan untuk sekedar saling pinjam meminjam kerudung. Kedepannya hal apa yang akan terjadi. Baik atau buruk. No matter what, semoga kita tetap bisa saling bercerita ya, walau hanya dengan kadar tertentu. Ini sebenarnya yang ingin aku katakan sejak dulu.
-------------------------------------------------------
Setidaknya aku mau mendengar suaranya menjawab semua rasa kehilangan, ragu, maupun khawatirku.
“Kamu yakin (dengan dia), Sha?”
“Ya, mau bagaimana lagi..”
“Beneran?”
Sha menarik nafas panjang.
“Iya, aku yakin. Doakan.”
“Doaku selalu untuk kebaikanmu.”
Dengan demikian aku mencoba bisa melepaskannya pelan-pelan. Kedepannya aku akan beradaptasi lagi, sebab ia akan berubah dengan peran barunya. Bagaimanapun, apapun yang dipilih, itu semua adalah keputusan hidupnya, yang aku coba hargai tanpa berlebihan memberi intervensi.
6 notes
·
View notes