#tafsir masa sahabat
Explore tagged Tumblr posts
Text
Pesona QS Yusuf
Pontianak. 05062023. 18:46.
Bismillahirrahmaanirrahiim
Kemarin waktu iseng scrolling twitter, saya nemu ini:
Wawawawwwww, mashaAllah ilmu baru lagi ni. Alhamdulillaah bini'matihi tattimush shalihaat. ✨✨✨
Mumpung sedang ada waktu lapang, coba deh saya cari kajian yang lebih runut dan jelas. Eh ketemunya video Ustad Firanda Andirja, 7 tahun lalu. Terharu saya, luar biasa ya dakwah yang didukung teknologi tuh. Coba deh saya tonton/dengar sambil nulis-nulis di sini. Semoga bermanfaat.
Keistimewaan Surah Yusuf :
1. Satu-satunya Surah yang mengisahkan kisah seorang nabi, yaitu Nabi Yusuf dari awal sampai akhir.
Dalam Quran, ada kisah Nabi yang diulang-ulang, disebutkan dalam beberapa surah. Terpisah-pisah. Kisahnya diulang karena memiliki maksud yang berbeda-beda, ada faedah tambahan. Kisah Nabi-Nabi yang diulangi adalah tentang adzab, sebagai pengingat.
Selain kisah Nabi Yusuf, yang tidak diulang adalah kisah Ashabul Kahfi pada QS Al Kahfi. Kisah Nabi Yusuf tidak diulang-ulang di Quran, karena tidak berisi tentang adzab, namun semua berakhir dengan kebahagiaan. Berbicara tentang problematika kemasyarakatan.
Kisah Nabi Yusuf diceritakan secara runut dalam satu surah, karena Allah SWT membukanya dengan kisah mimpi Nabi Yusuf, hingga kemudian perincian mimpi tersebut dijelaskan pada akhir surah.
2. Sebagai surah makkiyah, yaitu diturunkan sebelum hijrah Rasulullah. Kebanyakan surah makkiyah itu adalah tentang akidah, karena para sahabat butuh ditegarkan oleh Allah dalam berjuang. Salah satu fase hidup Nabi Yusuf adalah diusir dari Palestina hingga Mesir, sehingga menegarkan Rasulullah dan para sahabat sebelum berhijrah. Inilah bukti bahwa Rasulullah pun perlu ditegarkan oleh Allah SWT. Belum nampak keberhasilan pada awal dakwah Rasulullah ini, semuanya adalah rangkaian ujian. Maka dengan itu, Rasulullah ditegarkan oleh Allah SWT. 💛
3. Dalam Surah Yusuf, ada kisah Yusuf di kala muda yang diuji sangat berat. Sementara pada masa awal dakwah itu, pengikut Rasulullah sebagian besar adalah pemuda. Salah satu ujiannya adalah fitnah wanita. Maka Allah mengajarkan kepada pengikut Rasulullah tentang fitnah wanita.
Pontianak. 15:10. 07062023.
Baru 18 menit dari total 1 jam 36 menit video tersebut isinya sudah menghangatkan seperti ini. Sisanya adalah tafsir secara holistik. InshaAllah pada kesempatan lain semoga ada kesempatan untuk dituliskan. Ada satu poin tambahan lagi yang menggerakkan saya untuk menuliskan ini. Saya tambahkan walau bukan disampaikan oleh Ustadz Firanda ya. Bismillahirrahmaanirrahiim.
4. QS Yusuf diturunkan pada masa Amul Huzni, yaitu tahun kesedihan Rasulullah karena istri Rasulullah, Ummahatul Mu'minin, Khadijah dan Paman Rasulullah, Abi Thalib meninggal pada tahun tersebut dengan selisih waktu yang tidak terlalu jauh.
QS Yusuf menjadi penguat dan penghibur bahwa Allah SWT tidak pernah meninggalkan dalam seperti apapun fase hidup kita.
Laa hawla wala quwwata illa billah.
Semoga bermanfaat yaaa.
Salam,
ayuprissakartika.
0 notes
Text
D2 Ramadhan : Hasan Al-Basri
Kalau dimasa sahabat yang paling mengenai halal dan haram adalah muadz bin Jabbal. dizaman khalifah maka yang paling mengenai halal dan haram adalah Hasan Al-Basri. Seorang Khatib di Hasan AL-Basri.
Telah datang berita gembira kepada istri Rasulullah��shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ummu Salamah, bahwa budaknya yang bernama Khairah telah melahirkan seorang bayi laki-laki.
Ummul Mukminin hanyut dalam kegembiraan dan wajahnya tampak ceria dan berseri-seri. Dia mengutus seseorang untuk membawa ibu dan bayinya ke rumah selama masa-masa pemulihan pasca melahirkan. Khairah adalah budak yang paling beliau sayangi dan beliau telah rindu menantikan kelahiran bayi pertama dari budaknya itu.
Ummu Salamah berkata, “Kita akan memberi nama yang diberkahi Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu Hasan.” Lalu beliau mengangkat tangannya untuk mendoakan kebaikan bagi sang bayi.
Kebahagiaan atas kelahiran Hasan itu tidak hanya dirasakan oleh keluarga Ummul Mukminin Ummu Salamah saja. Namun juga dirasakan oleh seisi rumah di Madinah, yaitu di rumah sahabat utama yang juga penulis wahyu Rasulullah, Zaid bin Tsabit. Sebab ayah si bayi, yakni Yasaar, adalah budak Zaid bin Tsabit yang paling disayangi dan diutamakan di antara budak yang lain.
Hasan bin Yassar (yang pada akhirnya lebih terkenal dengan sebutan Hasan al-Bashri) tumbuh di salah satu rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, besar di pangkuan salah satu istri beliau, yaitu Hindun binti Suhail yang lebih sering dipanggil dengan Ummu Salamah.
Hubungan bayi yang beruntung itu dengan Ummu Salamah tidak hanya sebatas itu. Lebih jauh lagi, karena seringkali ibunda beliau, Khairah, harus keluar dari rumah untuk mengurus kebutuhan Ummul Mukminin sehingga harus meninggalkan bayinya. Bila sang bayi menangis karena lapar, maka Ummul Mukminin meletakkan bayi itu di pangkuannya, lalu disusui supaya diam. Karena rasa cintanya terhadap bayi itu, Ummul Mukminin bisa mengeluarkan air susu yang kemudian diminum oleh si bayi hingga merasakan kenyang dan diam dari tangisnya. Dengan demikian, kedudukan Ummu Salamah bagi Hasan al-Bashri adalah sebagai ibu dalam dua sisi. Pertama karena Hasan al-Bashri adalah seorang dari mukminin sedang Ummu Salamah adalah Ummul Mukminin. Kedua Ummu Salamah adalah ibu susuan bagi beliau.
Hasan dibesarkan dalam suasana yang diterangi oleh cahaya nubuwah dan meneguk sumber air jernih (ilmu) yang tersedia di rumah-rumah ummahatul mukminin. Beliau juga berguru kepada sahabat-sahabat utama di Masjid Nabawi. Beliau meriwayatkan dari Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, Jabir bin Abdillah dan lain-lain.
Meski demikian, kekaguman yang paling menonjol jatuh kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Dia mengagumi keteguhan agamanya, ketekunan ibadahnya, kezuhudannya terhadap kesenangan dunia, kefasihan lidahnya, hikmah-hikmahnya yang berkesan di hatinya, kemantapan tutur katanya dan nasihat-nasihatnya yang menggetarkan hati. Sehingga beliau berusaha berakhlak dengannya dalam hal takwa dan ibadah serta mengikuti jejaknya dalam memberikan keterangan dan kefasihan bahasanya.
Menginjak usia 14 tahun, ketika memasuki usia remaja, beliau berpindah bersama kedua orang tuanya ke Bashrah dan menetap di sana. Dari sinilah muncul julukan al-Bashri, yang dinisbahkan pada kota Bashrah. Lalu keutamaan beliau mulai dikenal orang-orang di Bashrah.
Di saat Hasan al-Bashri menjadi imam, kota Bashrah merupakan benteng Islam yang terbesar dalam bidang ilmu pengetahuan. Masjidnya yang agung penuh dengan para sahabat dan tabi’in yang hijrah ke sana dan halaqah-halaqah keilmuan dengan beraneka ragam dan coraknya memakmurkan masjid-masjid dan suraunya.
Hasan al-Bashri tinggal di masjid itu dan menekuni halaqah Abdullah bin Abbas, Habru umati Muhammad (Ustadnya umat Muhammad). Dia mengambil pelajaran tafsir, hadis, qiraah, fiqh, adab, bahasa dan sebagainya. Hingga beliau menjadi seorang ulama besar dan fuqaha yang terpercaya.
Maka, umat banyak menggali ilmunya, mendantangi majelisnya serta mendengarkan ceramahnya yang mampu melunakkan jiwa-jiwa yang keras dan mencucurkan air mata orang-orang yang terlanjur berbuat dosa. Banyak orang terpikat dengan hikmahnya yang mempesona.
Nama Hasan al-Bashri telah menyebar di seluruh daerah dan dikenal di mana-mana.
Para gubernur dan khalifah menanyakan dan mengikuti beritanya.
Khalid bin Shafwan bercerita. “Aku bertemu dengan Maslamah bin Abdul Malik di daerah Hirah, beliau berkata, ‘Wahai Khalid, ceritakan kepadaku tentang Hasan al-Bashri, aku rasa engkau lebih mengenalnya dari yang lain.”
Aku berkata, “Semoga Allah menjaga Anda. Saya sebaik-baik orang yang akan memberikan keterangan tentang Hasan al-Bashri wahai Amir, karena saya adalah tetangga sekaligus muridnya yang setia. Saya lebih mengenal beliau daripada orang Bashrah lainnya’.”
Beliau berkata, “Ceritakan apa yang Anda ketahui tentangnya.” Saya berkata, ‘Beliau adalah orang yang hatinya sama dengan lahiriyahnya, perkataannya serasi dengan perbuatannya. Jika menyuruh perkara yang ma’ruf, maka beliau pula yang paling sanggup melakukannya. Jika melarang yang mungkar, beliau pula yang paling mampu meninggalkannya. Saya mendapatinya sebagai orang yang tidak memerlukan pemberian; dan zuhud terhadap apa yang ada di tangan orang lain. Sebaliknya saya dapati betapa orang-orang memerlukan dan menginginkan apa yang dimilikinya.”
Maslamah berkata, “Cukup wahai Khalid, cukup. Bagaimana kaum itu bisa sesat, bila ada orang semisal dia di tengah-tengah mereka?”
Ketika Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi berkuasa di Irak, bertindak sewenang-wenang dan kejam di wilayahnya, Hasan al-Bashri adalah termasuk dalam bilangan sedikit orang yang berani menentang dan mengecam keras akan kezaliman penguasa itu secara terang-terangan.
Suatu ketika, Hajjaj membangun istana yang megah untuk dirinya di kota Wasit. Ketika pembangunan selesai, diundangnya orang-orang untuk melihat dan mendoakannya. Hasan al-Bashri tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang baik di mana banyak orang sedang berkumpul. Dia tampil memberikan ceramah, mengingatkan mereka agar bersikap zuhud di dunia dan menganjurkan manusia untuk mengejar apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Begitulah, ketika Hasan al-Bashri tiba di tempat itu dan melihat begitu banyak orang-orang mengelilingi istana yang megah dan indah dengan halamannya yang luas, beliau berdiri untuk berkhutbah. Di antara yang beliau sampaikan adalah: “Kita mengetahui apa yang dibangun oleh manusia yang paling kejam dan kita dapati Fir’aun yang membangun istana yang lebih besar dan lebih megah daripada bangunan ini. Namun kemudian Allah membinasakan Fir’aun beserta apa yang dibangunnya. Andai saja Hajjaj bahwa penghuni langit telah membencinya dan penduduk bumi telah memperdayakannya…”
Beliau terus mengkritik dan mengecam hingga beberapa orang mengkhawatirkan keselamatannya dan memintanya berhenti: “Cukup Wahai Abu Sa’id, cukup.”
Namun Hasan al-Bashri berkata, “Wahai saudaraku, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengambil sumpah dari ulama agar menyampaikan kebenaran kepada manusia dan tak boleh menyembunyikannya.”
Keesokan harinya Hajjaj menghadiri pertemuan bersama para pejabatnya dengan memendam amarah dan berkata keras: “Celakalah kalian! Seorang dari budak-budak Basrah itu memaki-maki kita dengan seenaknya dan tak seorang pun dari kalian berani mencegah dan menjawabnya. Demi Allah, akan kuminumkan darahnya kepada kalian wahai para pengecut!” Hajjaj memerintahkan pengawalnya untuk menyiapkan pedang beserta algojonya dan menyuruh polisi untuk menangkap Hasan al-Basri.
Dibawalah Hasan al-Basri, semua mata mengarah kepadanya dan hati mulai berdebar menunggu nasibnya. Begitu Hasan al-Basri melihat algojo dan pedangnya yang terhunus dekat tempat hukuman mati, beliau menggerakkan bibirnya membaca sesuatu. Lalu berjalan mendekati Hajjaj dengan ketabahan seorang mukmin, kewibawaan seorang muslim, dan kehormatan seorang da’i di jalan Allah.
Demi melihat ketegaran yang demikian, mental Hajjaj menjadi ciut. Terpengaruh oleh wibawa Hasan al-Basri, dia berkata ramah: “Silahkan duduk di sini wahai Abu Sa’id, silahkan..”
Seluruh yang hadir menjadi bengong dan terheran-heran melihat perilaku amirnya yang mempersilahkan Hasan al-Basri duduk di kursinya. Sementara itu, dengan tenang dan penuh waibawa Hasan al-Basri duduk di tempat yang disediakan. Hajjaj menoleh kepadanya lalu menanyakan berbagai masalah agama, dan dijawab Hasan al-Basri dengan jawaban-jawaban yang menarik dan mencerminkan pengetahuannya yang luas.
Merasa cukup dengan pertanyaan yang diajukan, Hajjaj berkata, “Wahai Abu Sa’id, Anda benar-benar tokoh ulama yang hebat.” Dia semprotkan minyak ke jenggot Hasan al-Basri lalu diantarkan sampai di depan pintu.
Sesampainya di luar istana, pengawal yang mengikuti Hasan al-Basri berkata, “Wahai Abu Sa’id sesungguhnya Hajjaj memanggil Anda untuk suatu urusan yang lain. Ketika Anda masuk dan melihat algojo dengan pedangnya yang terhunus, saya lihat Anda membaca sesuatu, apa sebenarnya yang Anda lalukan ketika itu?”
Beliau berkata, (Aku berdoa) “Wahai Yang Maha Melindungi dan tempatku bersandar dalam kesulitan, jadikanlah amarahnya menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagiku sebagaimana Engkau jadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Ibrahim.”
Kejadian serupa sering dialami Hasan al-Basri berhubungan dengan para wali negeri dan amir, di mana beliau selalu lolos dari setiap kesulitan tanpa menjatuhkan wibawanya di mata para penguasa tersebut dengan lindungan dan pemeliharaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Setelah wafatnya khalifah yang zuhud Umar bin Abdul Aziz, kekuasaan beralih ke tangan Yazid bin Abdul Malik. Khalifah baru ini mengangkat Umar bin Hubairah al-Faraqi sebagai gubernur Irak sampai Khurasan. Yazid ditengarai telah berjalan tidak seperti jalannya kaum salaf yang agung. Dia senantiasa mengirim surat kepada walinya, Umar bin Hubairah agar melaksanakan perintah-perintah yang ada kalanya melenceng dari kebenaran.
Untuk memecahkan problem itu, Umar bin Hubairah memanggil para ulama di antaranya asy-Sya’bi dan Hasan al-Basri. Dia berkata: “Sesungguhnya Amirul Mukminin, Yazid bin Abdul Malik telah diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai khalifah atas hamba-hamba-Nya. Sehingga wajib ditaati dan aku diangkat sebagai walinya di negeri Irak sampai kupandang tidak adil. Dalam keadaan yang demikian, bisakah kalian memberikan jalan keluar untukku, apakah aku harus menaati perintah-perintahnya yang bertentangan dengan agama?”
Asy-Sya’bi menjawab dengan jawaban yang lunak dan sesuai dengan jalan pikiran pemimpinnya itu, sedangkan Hasan al-Basri tidak berkomentar sehingga Umar menoleh kepadanya dan bertanya, “Wahai Abu Sa’id, bagaimana pendapatmu?”
Beliau berkata, “Wahai Ibnu Hubairah, takutlah kepada Allah atas Yazid dan jangan takut kepada Yazid karena Allah. Sebab ketahuilah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala bisa menyelamatkanmu dari Yazid, sedangkan Yazid tak mampu menyelamatkanmu dari murka Allah. Wahai Ibnu Hubairah, aku khawatir akan datang kepadamu malaikat maut yang keras dan tak pernah menentang perintah Rabb-nya lalu memindahkanmu dari istana yang luas ini menuju liang kubur yang sempit. Di situ engkau tidak akan bertemu dengan Yazid. Yang kau jumpai hanyalah amalmu yang tidak sesuai dengan perintah Rabb-mu dan Rabb Yazid.”
“Wahai Ibnu Hubairah, bila engkau bersandar kepada Allah dan taat kepada-Nya, maka Dia akan menahan segala kejahatan Yazid bin Abdul Malik atasmu di dunia dan akhirat. Namun jika engkau lebih suka menyertai Yazid dalam bermaksiat kepada Allah, niscaya Dia akan membiarkanmu dalam genggaman Yazid. Dan sadarilah wahai Ibnu Hubairah, tidak ada ketaatan bagi makhluk, siapapun dia, bila untuk bermaksiat kepada Allah.”
Umar bin Hubairah menangis hingga basah jenggotnya karena terkesan mendengarnya. Dia berpaling dari asy-Sya’bi kepada Hasan al-Basri, Umar semakin bertambah hormat dan memuliakannya. Setelah kedua ulama itu keluar dan menuju ke masjid, orang-orang pun datang berkerumun ingin mengetahui berita pertemuan mereka dengan amir Irak tersebut.
Asy-Sya’bi menemui mereka dan berkata; “Wahai kaum barangsiapa mampu mengutamakan Allah atas makhluk-Nya dalam segala keadaan dan masalah, maka lakukanlah. Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, semua yang dikatakan Hasan al-Basri kepada Umar bin Hubairah juga aku ketahui. Tapi yang kusampaikan kepadanya adalah untuk wajahnya, sedangkan Hasan al-Basri menyampaikan kata-katanya demi mengharap wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka aku disingkirkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dari Ibnu Hubairah, sedangkan Hasan al-Basri didekati dan dicintai…”
Allah memberikan karunia umur kepada Hasan al-Basri hingga berusia lebih dari 80 tahun dan telah memenuhi dunia ini dengan ilmu, hikmah dan fiqih. Warisan yang diunggulkannya bagi generasi kini di antaranya adalah kehalusan dan nasihat-nasihatnya yang mampu menyegarkan jiwa dan mampu menyentuh hati, menjadi petunjuk bagi mereka yang lalai akan hakikat kehidupan dunia serta ihwal manusia dalam menyikapi dunia.
Beliau pernah ditanya oleh seseorang tentang dunia dan keadaannya. Beliau berkata, “Anda bertanya tentang dunia dan akhirat. Sesungguhnya perumpamaan dunia dan akhirat adalah seperti timur dan barat, bila satu mendekat, maka yang lain akan menjauh.”
Dan Anda memintaku supaya menggambarkan tentang keadaan dunia ini. Maka aku katakan bahwa dunia diawali dengan kesulitan dan diakhiri dengan kebinasaan, yang halal akan dihisab dan yang haram akan berujung siksa. Yang kaya akan menghadapi ujian dan fitnah, sedang yang miskin selalu dalam kesusahan.”
Adapun jawaban terhadap pertanyaan orang lain tentang keadaannya dan keadaan orang lain dalam menyikapi dunia beliau berkata, “Duhai celaka, apa yang telah kita perbuat atas diri kita? Kita telah menelantarkan agama kita dan menggemukkan dunia kita, kita rusak akhlak kita dan kita perbaharui rumah, ranjang serta pakaian kita. Bertumpu pada tangan kiri, lalu memakan harta yang bukan haknya.
Makanannya hasil menipu, amalnya karena terpaksa, ingin yang manis setelah yang asam, ingin yang panas setelah yang dingin, ingin yang basah setelah yang kering, hingga manakala telah penuh perutnya ia berkata, “Wahai anakku, ambill obat pencerna.” Hai orang yang dungu, sesungguhnya yang kau cerna itu adalah agamamu.
Mana tetanggamu yang lapar?
Mana yatim-yatim kaummu yang lapar?
Mana orang miskin yang menantikan uluranmu?
Mana nasihat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya?
Kalau saja engkau sadari hisabmu. Tiap kali terbenam matahari, berkuranglah satu hari usiamu dan lenyaplah sebagian yang ada padamu.”
Kamis malam di bulan Rajab 110 H, Hasan al-Basri pergi memenuhi panggilan Rabb-nya. Pagi harinya menjadi pagi duka cita bagi kota Bashrah.
Jenazahnya dimandikan, dikafani dan dishalatkan setelah shalat Jumat di masjid Jami Basrah, masjid tempat di mana beliau menghabiskan banyak waktu hidupnya, belajar dan mengajar serta menyeru ke jalan Allah.
Orang-orang mengiringkan jenazahnya dan hari itu tak ada shalat ashar di Masjid Jami tersebut karena tak ada yang menegakkannya. Dan shalat jamaah ashar tidak pernah absen sejak dibangunnya masjid itu kecuali di hari itu. Hari di mana Hasan al-Basri berpulang ke haribaan Rabb-nya.
Sumber: Mereka adalah Para Tabi’in, Dr. Abdurrahman Ra’at Basya, At-Tibyan, Cetakan VIII, 2009 Read more https://kisahmuslim.com/2812-kisah-tabiin-hasan-al-bashri.html
0 notes
Text
Alhamdulillah Alloh Maha Cipta Sekenario. Selalu Tenang & Senang, Alloh Bersama Kita. #Dakwah #Islam
Tafsir QS.Ali-Imran ; 54 Oleh : Ustadzah Rohmah Rodhiyah وَمَكَرُواْ وَمَكَرَ ٱللَّهُۖ وَٱللَّهُ خَيۡرُ ٱلۡمَٰكِرِينَ “Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. Ali Imran; 54). Alhamdulillah Alloh Maha Cipta Sekenario. Selalu Tenang & Sengan, Alloh Bersama Kita. Sejak dulu orang-orang kafir tidak henti-hentinya membuat tipu daya agar bisa menyesatkan manusia. Tipu daya itu berupa tipuan-tipuan yang membuat orang percaya bahwa itu adalah kebenaran. Kita perhatikan bahwa Firaun yang mengaku sebagai tuhan, dia membutuhkan kekuasaan dan kemampuan untuk membuktikan bahwa dia tuhan. Fir’un berfikir keras bagaimana membuat tipu daya agar rakyatnya tidak percaya tuhannya Musa, tuhan sebenarnya, yaitu Allah. Sebaliknya masyarakat harus percaya bahwa fir’aun adalah tuhan. Fir’aun membuat tipu daya agar dia dianggap sebagai tuhan. Karenanya Fir’aun meminta tukang sihir untuk menyihir tali menjadi ular dan selanjutnya menantang Musa untuk bertarung dengannya. Tatkala tukang sihir Fir’aun melempar tali-tali menjadi ular yang banyak, maka Allah memberi mukjizat pada tongkat nabi Musa. Setelah tongkat itu dilemparkan lalu berubah menjadi ular besar dan menelan ular-ular kecil buatan tukang sihir. Pada saat Nabi Isa berdakwah juga dihalangi oleh orang-orang kafir dari bani Israel, bahkan puncak perlawanan orang-orang kafir adalah membuat tipu daya agar bisa membunuh nabi Isa. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Ali Imran ayat 54. “وَمَكَرُواْ”- Orang-orang kafir itu membuat tipu daya. Imam Zamakhsyari dalam Tafsir Al Kasysyaf dan Imam Jalaluddin dalam Tafsir Jalalain menafsirkan senada bahwa orang-orang kafir itu membuat tipu daya, yaitu orang-orang kafir bani Israel membuat tipu daya untuk membunuh nabi Isa dengan tipu muslihat. Imam Ibn Katsir dalam Tafsir Ibn Katsir menafsirkan orang-orang kafir membunuh nabi Isa dengan tipu muslihat maksudnya dengan menfitnahnya, melaporkan kepada raja yang juga kafir, bahwa nabi Isa berusaha menyesatkan rakyatnya, menghancurkan kewibawaan raja, memutuskan hubungan kekeluargaan , sebagai pendusta dan lain-lain. Inilah yang membuat raja/penguasa murka dan melakukan penangkapan untuk dibunuh dengan disiksa dan disalib terlebih dahulu. Tipu daya-tipu daya seperti ini juga pernah dibuat orang-orang kafir kepada nabi Muhammad SAW. Nabi difitnah sebagai orang gila, tukang sihir, pendusta, menyesatkan masyarakat dan memecah belah kekeluargaan. Dengan mengkaji sejarah bagaimana tipu daya – tipu daya orang-orang kafir terhadap para nabi, para pejuang Islam baik pada masa sahabat, masa tabi’in, masa tabiut tabi’in dan sampai sekarang, maka kita akan menemukan bahwa orang-orang kafir dan pengikutnya sejak dulu sampai sekarang tetap membuat tipu daya-tipu daya kepada pejuang Islam dan kaum muslimin. Orang-orang kafir membuat tipu daya-tipu daya dengan tipu muslihat, mereka melakukan tuduhan kepada para nabi dan pejuang Islam sebagai pendusta, menyesatkan masyarakat dan memecah belah keluarga. Para pejuang ditangkap, disiksa, dipenjara dan diintimidasi, bahkan ada yang dibunuh. Ibn Abbas dalam Tanwir Miqbas min Tafsir Ibn Abbas, menafsirkan Kalimat “وَمَكَرَ ٱللَّهُۖ”- “dan Allah membalas tipu daya mereka itu”, adalah Allah membalas tipu daya mereka dengan membunuh pembuat tipu daya yang akan membunuh nabi Isa AS. Imam Ibn Katsir menjelaskan, pada saat orang-orang kafir melakukan tipu daya kepada nabi Isa AS, para pegikut nabi Isa/ penolong agama Allah, yaitu para Hawariyun sedang bersungguh-sungguh menolong nabi Isa dalam perjuangan di jalan Allah. Selanjutnya Allah memberi tahu tentang tipu daya orang-orang kafir yang akan membunuh nabi Isa AS. Tipu daya berupa upaya membunuh nabi Isa, dibalas oleh Allah dengan tipu daya yang lebih kuat, yaitu Allah menjadikan salah seorang yang terlibat dalam membuat tipu daya diserupakan dengan nabi Isa. Akhirnya orang-orang kafir menemuinya dan membunuhnya. Sementara nabi Isa diselamatkan dan diangkat ke langit oleh A
llah. Dengan demikian orang-orang kafir tertipu, mereka mengira telah membunuh nabi Isa. Inilah tipu daya Allah yang jauh lebih kuat, lebih baik dan sempurna. Selanjutnya Ibn Abbas menafsirkan akhir ayat : “وَٱللَّهُ خَيۡرُ ٱلۡمَٰكِرِينَ” dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya, adalah dan Allah sebaik-baik pembalas/pembuat tipu daya, dan tipu daya Allah lebih utama/ lebih kuat. Sedangkan Imam Zamakhsyari dalam Tafsir Al Kasysyaf menafsirkan: Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya, paling kuat tipu dayanya dan paling baik melaksanakannya serta paling mampu memberi balasan. Dengan demikian pelajaran yang bisa kita ambil dari tafsir QS. Ali Imran ayat 54 sebagai berikut: a. Sejak dulu orang-orang kafir tidak henti-hentinya membuat tipu daya agar bisa menyesatkan kaum muslimin dan menghalangi dakwah Islam. b. Tipu daya orang-orang kafir terhadap para nabi, para pejuang Islam masa sahabat, masa tabi’in, masa tabiut tabi’in dan sampai sekarang, sama bahwa mereka melakukan tuduhan terhadap pejuang Islam sebagai pendusta, menyesatkan masyarakat dan memecah belah. Mereka juga mengadakan tipu daya dan memfitnah agar pejuang Islam ditangkap, disiksa, dipenjara, diintimidasi, bahkan ada yang dibunuh. c. Kalau pengemban dakwah/ pejuang Islam betul-betul menolong agama Allah, maka Allah akan menolong mereka, salah satunya dengan membalas tipu daya orang-orang kafir terhadap mereka, dengan tipu daya yang lebih kuat dan lebih baik. d. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya, paling kuat tipu dayanya, paling sempurna, paling baik melaksanakannya, dan paling mampu memberi balasan. Tipu daya orang-orang kafir dan pengikutnya terhadap Islam tidak akan berhenti. Pada saat kaum muslimin masih mempunyai Pemerintahan Khilafah Islamiyah, mereka membuat tipu daya untuk memecah belah kaum muslimin dan menghancurkan Khilafah Islamiyah. (Lihat: Kaifa Hudimat al Khilafah, Syekh Abdul Qadim Zallum). Setelah Khilafah berhasil mereka hancurkan tahun 1924, maka mereka menghalangi persatuan dan kebangkitan kaum muslimin untuk menegakkan Khilafah Islamiyah kembali. Tipu daya musuh-musuh Islam sekarang adalah menghalangi persatuan dan kebangkitan kaum muslimin untuk menegakkan Khilafah Islamiyah kembali. Misalnya mereka mengatakan bahwa Islam Kaffah tidak relevan diterapkan di dunia sekarang. Islam yang relevan adalah Islam yang sesuai dengan pemikiran dan nilai-nilai Barat. Yaitu Islam yang mengatur urusan kehidupan akhirat saja, sedang urusan kehidupan dunia diserahkan kepada manusia untuk membuat aturan sendiri. Mereka juga membuat tipu daya dengan menuduh bahwa ajaran penerapan Islam kaffah dalam bingkai Khilafah tidak ada dalam Alquran dan Hadis. Mereka membuat tipu daya agar ajaran Islam yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Barat- Kapitalisme-Liberalisme seperti jihad, hukum qishas, khilafah tidak diajarkan kepada umat Islam atau diajarkan kepada umat Islam, tapi sudah ada distorsi dari pemahaman yang benar. Disamping itu orang-orang kafir dan pengikutnya, juga membuat tipu daya terhadap pengemban dakwah/ pejuang Islam dituduh sebagai pendusta, menyesatkan masyarakat dan memecah belah. Mereka ada yang ditangkap, disiksa, dipenjara, diintimidasi, bahkan dibunuh. Sikap yang harus dilakukan oleh pengemban dakwah/ pejuang Islam adalah menjelaskan kesalahan tipu daya yang dibuat orang-orang kafir dan pengikutnya serta menjelaskan konspirasi mereka. Tetap istiqomah dalam perjuangan dan semakin taqarrub kepada Allah, insya Allah nashrullah akan segera datang, yaitu Allah membalas tipu daya mereka dengan tipu daya yang lebih kuat/lebih baik dan Allah akan memberi kemenangan. Allah sebaik-baik pembalas tipu daya, paling kuat tipu dayanya, paling sempurna, paling baik melaksanakan, dan paling mampu memberi balasan. Waallahu A’lam. sumber : https://suaramubalighah.com/2020/06/08/tafsir-qs-ali-imran-ayat-54-allah-membalas-tipu-daya-orang-orang-kafir-dan-pengikutnya-dengan-sebaik-baik-pembalasan/ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم – قُلْ
هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ – اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ – لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ – وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ Allohumma solli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa sollaita ‘alaa aali ibroohim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa aali ibroohim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid. Allâhumma-ghfir liummati sayyidinâ muhammadin, allâhumma-rham ummata sayyidinâ muhammadin, allâhumma-stur ummata sayyidinâ muhammadin. Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali. Alhamdulillah Alloh Maha Cipta Sekenario. Selalu Tenang & Sengan, Alloh Bersama Kita.
#20Wali#alalim#alwali#alwarits#alhamdulillah#arrohim#arrohman#BersamaAlloh#MahaSempurna#nabiMuhammad#waliAlloh#alwarist#Alloh#blogAlloh#carabaik#cukupAlloh#MahaBaik#makar#senang#skenario#tenang#umatRosululloh#wali
0 notes
Text
Begini Asal Usul Pembagian Tauhid Menjadi 3
Dikesempatan kali ini kita akan membahas bagaimana asal usul pembagian tauhid menjadi empat, tiga, atau dua. Tauhid dibagi menjadi beberapa bagian tidak ada di zaman rosul. Lalu bagaimana bisa ada orang yang membagi tauhid menjadi beberapa bagian. Ternyata semua itu ada asal usulnya. Yuk kita bahas.
Latar Belakang Pembagian Tauhid
Kenapa ada pembagian tauhid semacam ini pada asalnya ketika tauhid itu dibahas oleh para sahabat dan juga para ulama di masa silam mereka membahas dalam bentuk kajian ayat atau hadits Nabi Shallallahu alaihi wasallam dan mereka memahami maknanya. Kemudian jadilah ilmu tauhid itu sebagai disiplin ilmu dan ketika sudah menjadi disiplin ilmu maka akan lebih mengerucut dan lebih detail. Sehingga kita ketahui di zaman Sahabat tidak dikenal misalnya istilah ilmu usul fikih atau ilmu fiqih sendiri ilmu tauhid. ilmu aqidah ilmu ilmu ini tidak mengerucut menjadi banyak disiplin ilmu tapi mereka belajar Islam secara keseluruhan. Sesuai dengan kemampuan bahasa yang mereka miliki dalam memahami setiap teks dalil baik ayat maupun sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam lalu dari situ mereka bisa mendapatkan kesimpulan dan kesimpulan itulah yang mereka jadikan sebagai kerangka untuk beranak.
Asal Usul Pembagian Tauhid
Kemudian sejalan dengan perkembangan waktu masing-masing ilmu mengerucut menjadi banyak disiplin ilmu seperti yang tadi kita sebutkan nya ada ilmu fiqih ada ilmu tauhid aqidah ada Ilmu Tafsir ada ilmu masalah dakwah dan seterusnya nah ketika dia sudah menjadi sebuah disiplin ilmu Maka ilmu itu akan dibuat lebih detail lebih rinci dan semakin kesana maka ilmu itu akan semakin banyak rinciannya semakin banyak pembahasannya. Maka disaat itulah ada pembagian-pembagian ada rincian rincian sehingga tujuannya dalam rangka memudahkan bagi orang yang belajar untuk bisa memahami secara utuh materi yang dia dapatkan. Sehingga kita kenal ada istilah rukun salat apa saja wajib salat apa saja Apa perbedaan antara rukun dengan wajib syarat salat apa saja Apa perbedaan antara syarat dengan rukun kemudian ada sunah-sunah salat demikian pula kita jumpai dalam disiplin ilmu yang lain sehingga misalnya tafsir ada pembagiannya tafsir ditinjau dari rujukannya ada berapa, tafsir ditinjau dari metode dalam penyampaiannya ada sekian pembagian dan seterusnya.
Pembagian Tauhid Adalah Efek Perkembangan Ilmu
Dalam aqidah juga sama, ketika Akidah itu menjadi ilmu yang lebih mengerucut maka dalam aqidah ada penjelasan bahasanya di sini ada pembagian demikian di sini ada pembagian demikian sehingga kita mengenal ada pembagian tauhid. tauhid dibagi menjadi sekian aqidah ada rinciannya dalam masalah Asma’ wa sifat ada rinciannya dan seterusnya. Itu efek dari perkembangan ilmu. karena itu tidak ada istilah bahwasanya pembagian tauhid menjadi tiga atau menjadi empat atau menjadi sekian adalah perbuatan Bid'ah yang dilakukan oleh Salafi atau mereka sebut ini bid'ahnya Wahabi. Nah kalau itu disebut sebagai Bid'ah, Maka nanti pembagian salat ada bagian rukun ada wajib ada syarat juga dihukum yang sama jadinya padahal itu adalah kemaslahatan pendidikan. jadi pembagian itu dilakukan dalam rangka kepentingan pendidikan. Andaikan masyarakat bisa memahami tauhid hanya dengan disebutkan ayat, misalnya para ulama’ mengatakan dalam satu surat al-fatihah terdapat empat jenis tauhid. Tauhid rububiyah uluhiyah asma wa sifat dan tauhidul mutabaah silakan Bapak baca al-fatihah dibaca, selanjutnya Tolong sebutkan ayat mana yang menyebutkan Tauhid rububiyah uluhiyah asma wa sifat dan mutaba'ah bagi orang yang enggak ngerti dia kebingungan saya nggak ngerti dengan ini tapi bagi mereka yang paham dia tahu Oh ini maksudnya tauhid tentang ini sehingga dia tahu ini ke arah rububiyah ini ke uluhiyah ini ke asma wa sifat ini. terkait masalah mutaba'ah dan seterusnya makanya metode pembelajaran jika masyarakat kita diajak untuk menganut metode masa silam mungkin mereka akan sangat kebingungan. Karena Kemampuan mereka dalam memahami dalil tidak sebagaimana kemampuan para sahabat dalam memahami tadi. kemampuan masyarakat zaman sekarang kemampuan kita dalam memahami dalil tidak sebagaimana kemampuan para sahabat ketika memahami dalil. karena perbedaan seperti itulah kemudian ulama hadir dan mereka ngasih kemudahan. Sehingga biar ini lebih mudah dipahami akhirnya dikasih rincian dikasih pembagian.
Pembagian Tauhid Adalah Cara Para Ulama Untuk Mempermudah Belajar Tauhid
Baik...! kalau kita paham ini berarti pembagian tauhid menjadi tiga atau menjadi empat atau menjadi dua, pembagian seperti itu berarti bentuknya menceritakan realita yang ada. Dulu para sahabat ketika ngajari bahasa Arab enggak ada pembagian Misalnya kalim itu dibagi 3 isim, fi’il huruf misalnya ketika sahabat belajar bahasa Arab, tapi mereka belajar bagaimana cara dalam berkomunikasi lalu mereka belajar bagaimana cara memahami teks dengan baik karena yang seperti ini mereka sudah paham sehingga tidak perlu ada rincian seperti itu begitu perkembangan waktu ada orang butuh paham itu karena dia tidak punya kemampuan sebagaimana pendahulunya akhirnya orang mengajarkan Oh kalimat dibagi tiga isim ada sekian Fi’il ada sekian, yang manshub ada sekian yang marfu ada sekian yang manshub ada sekian yang majrur ada sekian, biar orang mudah dalam memahaminya. Tauhid juga demikian para ulama memberikan rincian agar kita lebih mudah dalam memahaminya. dan saya bisa merasakan perbedaan itu pada waktu dulu sebelum saya kenal tentang pembagian tauhid ya kita sering dengar istilah tauhid itu sering kita dengar cuman kita ndak ngerti bangunan tauhid yang seutuhnya. Dalam setiap ilmu Kan ada morfologi ilmu ya bangunan ilmu. jadi kita enggak ngerti bangunan tauhid yang seutuhnya itu kayak gimana. rinciannya Seperti apa kan kita nggak tahu peta Begitu kita belajar tentang pembagian tauhid, peta tauhid. kita jadi ngerti oh maksudnya seperti ini, ranahnya seperti ini dan seterusnya. Makanya seharusnya kita mengedepankan sikap terima kasih kepada para ulama yang berusaha memaparkan ilmu ini dengan mudah kepada masyarakat meskipun kadang dikomentari miring sehingga sampai ada pernyataan seperti itu pembagian tauhid tiga itu adalah karyanya Wahabi yang tidak pernah ada di masa silam.
Pembagian Juga Terjadi Di Cabang Ilmu Lain
Coba kalimat itu dipakai untuk masalah fikih ibadah, pembagian salat jadi sunnah ab'ad atau sunnah haiat, bisa nggak kita sebut itu karyanya Syafi'iyah yang tidak pernah ada di zaman Nabi Shallallahu salam. ya sama saja Itu kan cuman pembagian dalam rangka untuk memudahkan. Sehingga pembagian ini sekali lagi adalah menceritakan realita, realita dalam salat ada seperti ini realita dalam tauhid ada seperti ini lalu ulama ngasih rincian biar gampang untuk dipahami. Nah ketika orang membuat pembagian maka harus sesuai dengan realita yang ada kalau pembagian itu tidak sejalan dengan realita maka pembagian itu tidak bisa kita terima.
Kesimpulan
Jadi kesimpulannya pembagian tauhid menjadi beberapa bagian ini memang tidak pernah rosulullah jelaskan didalam hadist, sebagaimana pembagian fikih ibadah macam rukun, syarat, wajib, sunnah, makruh. Hal tersebut tidak ada dalam hadits. Akan tetapi istilah pembagian tersebut adalah penjelasan, rincian para ulama’ yang tujuannya adalah untuk mempermudah para penuntut ilmu untuk belajar. Jadi tujuannya semata-mata adalah untuk pendidikan. Dan pembagian ini haruslah sesuai realita yang ada, jika tidak sesuai realita, kenyataan yang ada maka pembagian tersebut tidak bisa kita terima. Artikel ini adalah rangkuman dari ceramah ustadz Ustadz Ammi Nur Baits, ST., BA ceramah lengkap bisa antum tonton di link ini Demikian artikel tentang asal usul pembagian tauhid ini, semoga bermanfaat. Next artikel akan kita bahas pembagian tauhid yang menjadi empat tiga ataupun dua. Semua intinya sama hanya beda istilah. Agar lebih jelas nantikan artikel selanjutnya. Jika di tumpuk jadi satu artikel akan terlalu panjang. Read the full article
0 notes
Photo
muhammad_basofii Bagaimana dengan hadiah dari bank, namun bukan karena keberadaan rekening kita di bank, bukan pula karena kerja sama yang menguntungkan bank. Namun murni pemberian bank, lalu pihak bank memberikan makanan atau hadiah lainnya. Atau makanan ringan, seperti permen dan air minum yang disediakan bank untuk semua yang berkunjung ke kantornya. Aturan dalam masalah ini kembali kepada hukum menerima pemberian dari orang yang penghasilannya riba? Jawaban Sebagian ulama membolehkan untuk menerimanya, meskipun ada juga yang keras melarangnya. Diantara yang keras melarang adalah Ibnu Rusyd al-Jadd –kakeknya Ibnu Rusyd penulis Bidayah al-Mujtaahid. Ketika membahas masalah harta haram, beliau mengatakan, “Baik dia memiliki harta lain, atau tidak punya harta selain itu, tidak halal baginya untuk melakukan jual beli dengannya, baik barang dagangan atau benda lainnya. Tidak boleh mengkonsumsi makanannya atau menerima sedikitpun dari hibahnya. Siapa yang melakukannya, sementara dia telah tahu –bahwa itu riba – maka kebiasaannya seperti kebiasaan orang yang suka ghasab.” (Fatawa Ibnu Rusyd, 1/645). Sementara ulama yang membolehkan, diantaranya Imam Ibnu Utsaimin. Beliau berdalil dengan aktivitas muamalah yang terjadi antara Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat dengan orang-orang Yahudi di sekitar Madinah. Sementara banyak di antara orang Yahudi itu yang pekerjaannya sebagai rentenir bagi penduduk Madinah di masa sebelum Islam datang (Tafsir Surat al-Baqarah, Ibnu Utsaimin). Dan insyaa Allah inilah yang lebih mendekati kebenaran. Wallaamu a’lam. Disarikan dari buku “Ada Apa dengan Riba?” karya Ammi Nur Baits, ST, BA. . . . #manhajsalaf #salafy #infokajian #jenggot #ustadzsalafy #ustadzsalafi #syubhat #musikharamdalamislam #musikharam #ustadzsubhanbawazier #ustadzfirandaandirja #ustadzabuyahya #ustadzfarhanabufuraihan #niqab #cadar #taubat #beraniberhijrah #dakwahjomblo #ustadzkhalidbasalamah #ustadzyazid #ustadzsyafiqrizabasalamah #pemudaacehhijrah #pemudahijrah #kajiansalafy #salafi #ustadzmaududiabdullah #maududiabdullah #ustadzmuhtarom #ustadzyazidabdulqadirjawas (di Banjarmasin) https://www.instagram.com/p/Cm6OLP2vHx3/?igshid=NGJjMDIxMWI=
#manhajsalaf#salafy#infokajian#jenggot#ustadzsalafy#ustadzsalafi#syubhat#musikharamdalamislam#musikharam#ustadzsubhanbawazier#ustadzfirandaandirja#ustadzabuyahya#ustadzfarhanabufuraihan#niqab#cadar#taubat#beraniberhijrah#dakwahjomblo#ustadzkhalidbasalamah#ustadzyazid#ustadzsyafiqrizabasalamah#pemudaacehhijrah#pemudahijrah#kajiansalafy#salafi#ustadzmaududiabdullah#maududiabdullah#ustadzmuhtarom#ustadzyazidabdulqadirjawas
0 notes
Text
Calon Mayat dan Bekal Akhirat
(Tadabbur Surah ali Imran ayat 185)
Setiap makhluk pasti memiliki “masa kadaluarsa”. Manusia, benda, bahkan jin dan malaikat akan binasa. Allah lah satu-satunya dzat yang kekal dan akan bertahan.
Kalau mengingat kematian, rasanya mengerikan, karena diri ini belum mempersiapkan betul-betul apa yang harus dibawa. Kita terlalu sering dilenakan dunia. Padahal seperti Allah bilang “dunia adalah kesenangan yang menipu.” Sejujurnya, saya sadar betul banyak manusia (ya termasuk saya sendiri) yang lebih mempersiapkan bagaimana hidup kita di masa depan, daripada bagaimana mati kita nanti. Padahal ya kalau dipikir, kita belum tentu sampai di masa depan (yang mati-matian kita persiapkan). Sementara kematian itu pasti. Bahkan mungkin lebih cepat terjadi daripada perkara yang kita rencanakan besok.
Hari ini saya kedatangan seorang sahabat yang sudah khatam hafal Al-Qur’an (khatimat), dia bercerita tetangganya baru saja meninggal tanpa sakit apapun. Dia baru berusia 26 tahun, sudah bekerja (perawat), punya klinik, dan baru menikah sekitar 3 bulanan lalu (ibaratnya di mata society, dia sudah “sukses”). Beberapa detik sebelum meninggal, dia masih mengobrol biasa dengan sang istri. Tiba-tiba dia mengeluh pusing, dan qadarullah langsung roboh. Ya Allah…. Kalau “seandainya” tahu jatah umur sesingkat itu, mungkinkah kita masih memikirkan untuk hidup sesempurna mungkin…??? :(
Zaman teknologi yang melahirkan media sosial seperti sekarang ini, sangat tidak mudah menjaga kebersihan niat dan hati. Pintu untuk riya’, sombong, iri, sangat terbuka lebar. Harus betul-betul pintar menjaga diri dan memohon perlindungan Allah. Teman dan lingkungan yang baik in sya Allah akan sangat membantu menjaga dan mengingatkan diri kalau sudah mulai jauh dari aturan. Menambah ilmu, mendengarkan kajian, dan banyak mentadabburi Al-Qur’an semata-mata untuk Allah, in sya Allah juga akan membantu.
Saya bersyukur hari ini tanpa diduga Allah beri kesempatan bertemu dengan sahabat saya satu ini. Mengobrol dengan dia selalu mengingatkan saya akan akhirat :’) Di antara ucapannya tadi yang masih saya ingat adalah “(kita) pasti bisa makan, pasti makan! Tapi… kalau nanti di akhirat ditanyain hafalan………” dia langsung terlihat frustasi (maksudnya: urusan dunia dan masa depan lebih mungkin terjamin, dibanding urusan akhirat yang belum pasti). Ya Allah… Memang betul ya, urusan akhirat hakikatnya memang lebih urgen. Karena kalau nafas sudah tercabut, tidak ada lagi usaha yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki dan menyelamatkan diri. Hari kiamat menjadi tempat dihisabnya dan dibalasnya perbuatan kita selama hidup. Mereka yang “sukses” urusan akhiratnya, in sya Allah merekalah yang beruntung. Allah jauhkan mereka dari Neraka dan Allah hadiahkan mereka Surga, terntunya dengan rahmat Allah. Semoga kita masuk dalam golongan ini ya, aaamiiiin.
Wallahu a’lam (qonita masih faqir ilmu, ini hanya tadabbur pribadi, bukan tafsir. semoga tidak ada kesesatan ilmu atau kesalahan informasi)
__________
Referensi:
https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-3-al-imran/ayat-185
**seharusnya referensi untuk ilmu agama seperti ini, menurut qonita harus dari kitab-kitab ulama terdahulu yang sudah pasti kevalidan ilmu dan ijtihadnya. Tapi karena qonita sedang merantau dan tidak ada kitab-kitab itu di kosan (sementara qonita harus menulis setiap hari padahal ada aktivitas lain juga), terpaksalah ambil dari internet, tapi saya usahakan tetap berusaha mencari link/tulisan yang sumbernya merujuk pada kitab-kitab masyhur. Pokoknya yang terpercaya.
1 note
·
View note
Text
Kemana Waktumu Berlalu (Harishun Ala Waqtihi)
Oleh: Ustadz Umar Hidayat, M.Ag
Betapa bahagianya bila amal kita bermanfaat melintasi umur dan usia kita.
“Jika Allah menginginkan kebaikan untuk hamba-Nya, Dia menolongnya dengan waktu dan membuat waktunya sebagai penolong baginya.’ (Ibnu Qayyim Al-Jawziyyah)
Bukankah kewajiban kita jauh lebih banyak yang harus dilakukan dari pada waktu yang tersedia? Di sinilah kita betul-betul membutuhkan pengelolaan waktu dengan baik. Bukankah Waktu yang telah hilang tidak akan pernah Anda temukan lagi karena waktu tak bisa kembali lagi.
Dari Abdullah Ibnu Mas’ud RA bahwasanya dia berkata: “Tidaklah aku menyesali sesuatu, seperti penyesalanku atas suatu hari yang berlalu dengan terbenamnya matahari, semakin berkurang umurku tetapi tidak bertambah amalanku.”
Jika engkau tak disibukan dengan kebaikan, maka yakinlah engkau sedang bergelut dalam keburukan. Lalu kita baru sadar setelah semuanya terjadi. Dan penyesalan selalu datang terlambat mengunjungi. Tentu Kita menyadari, bahwa kita adalah orang yang ingin selalu berubah menjadi lebih baik dalam hidup ini…..
Jika mau berubah, hal pertama yang harus dilakukan adalah rubah kebiasaanmu. Dan untuk mengubah kebiasaan itu kita wajib merubah cara memanfaatkan waktu yang selama ini dilakukan. Inilah uniknya waktu, dengan segala sifat yang melekat di dalamnya. Sehingga sedemikian rupa kita harus memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Di siniah sukses dan bangrut kita pertaruhkan. Untung dan rugi kita ujikan.
Inilah alasannya, Allah secara khusus mengungkap tentang waktu ini dalam Al-Qur’anul Karim Surat Al-Ashr (103): 1-3, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia memang benar-benar berada dalam kerugian apabila tidak memanfaatkan waktu yang telah diberikan oleh Allah secara optimal untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan baik. Hanya individu-individu yang beriman dan kemudian mengamalkannyalah yang tidak termasuk orang yang merugi, serta mereka bermanfaat bagi orang banyak dengan melakukan aktivitas dakwah dalam banyak tingkatan.
Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Waktu kita sama. Tapi isinya bisa berbeda. Satu hari sama 24 jam, tapi hasil seseorang bisa jauh berbeda. Kesempatan kita sama 24 jam dalam sehari, tapi yang mengisinya dengan amal sholih, tidak semua kita bisa. Tentu bukan tanpa sebab Allah secara khusus ngebahasnya dalam al Qur’an. Lebih lanjut, dalam Al-Qur’an surat Al-Imran (3) ayat 104, Allah berfirman, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”
Dengan demikian, hanya orang-orang yang mengerjakan yang ma’ruf dan meninggalkan yang munkarlah orang-orang yang memperoleh keuntungan. Sukses. Berkejayaan. Berhasil. Sesungguhnya, jika mengelola waktu (harishun Ala Waqtihi) adalah kunci keberhasilan, maka mengelola diri (jiwa) itu adalah kunci mengelola waktu.
Setiap muslim yang memahami ayat di atas, tentu saja berupaya secara optimal mengamalkannya. Dalam kondisi kekinian dimana banyak sekali ragam aktivitas yang harus ditunaikan, ditambah pula berbagai kendala dan tantangan yang harus dihadapi. Seorang muslim haruslah pandai untuk mengatur segala aktivitasnya agar dapat mengerjakan amal shalih setiap saat, baik secara vertikal maupun horizontal.
Secara vertikal, dirinya menginginkan sebagai ahli ibadah, dengan aktivitas qiyamullail, shaum sunnah, bertaqarrub illallah, dan menuntut ilmu-ilmu syar’i. Dalam hubungannya secara horizontal, ia menginginkan bermuamalah dengan masyarakat, mencari maisyah bagi keluarganya, menunaikan tugas dakwah di lingkungan masyarakat, maupun di tempat-tempat lainnya.
Hanya orang-orang ‘hebat’ dan mendapatkan taufik dari Allah, yang mampu mengetahui urgensi waktu lalu memanfaatkanya seoptimal mungkin. Dalam hadits, “Dua nikmat yang banyak manusia tertipu dalam keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang. (HR. Bukhari).
Semua itu tentu saja harus diatur secara baik, agar apa yang kita inginkan dapat terlaksana secara optimal, tanpa harus meninggalkan yang lain. Misalnya, ada orang yang lebih memfokuskan amalan-amalan untuk bertaqarrub ilallah, tanpa bermu’amalah dengan masyarakat. Ada juga yang lebih mementingkan kegiatan muamalah dengan masyarakat, tetapi mengesampingkannya kegiatan amalan ruhiyahnya.
Sebagai muslim, tentu tidak ada yang patut kita teladani selain peri kehidupan nabi Muhammad S.A.W. dalam segala aspek kehidupan. Tidak hanya dalam hal ritual tetapi dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Begitupun dengan para sahabat Rasulullah. Mus’ab bin Umair misalnya. seorang pemuda yang kaya, berpenampilan rupawan, dan biasa dengan kenikmatan dunia. Ibunya sangat memanjakannya, sampai-sampai saat ia tidur dihidangkan bejana makanan di dekatnya. Ketika ia terbangun dari tidur, maka hidangan makanan sudah ada di hadapannya.
Dalam Asad al-Ghabah, Imam Ibnul Atsir mengatakan, “Mush’ab adalah seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang sangat kaya. Sandal Mush’ab adalah sandal al-Hadrami, pakaiannya merupakan pakaian yang terbaik, dan dia adalah orang Mekah yang paling harum sehingga semerbak aroma parfumnya meninggalkan jejak di jalan yang ia lewati.” (al-Jabiri, 2014: 19).
Ia adalah di antara pemuda yang paling tampan dan kaya di Kota Mekah. Kemudian ketika Islam datang, ia jual dunianya dengan kekalnya kebahagiaan di akhirat. Sejak itu seluruh waktu kehidupannya ia persembahkan di jalan dakwah bersama Rasulullah, hingga akhir hidupnya. Rasulullah Saw mengenang Mus’ab dalam bersabdanya,
مَا رَأَيْتُ بِمَكَّةَ أَحَدًا أَحْسَنَ لِمَّةً ، وَلا أَرَقَّ حُلَّةً ، وَلا أَنْعَمَ نِعْمَةً مِنْ مُصْعَبِ بْنِ عُمَيْرٍ
“Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim).
Sedang kita……………..?
kita kadang masih tertukar, menjual akhiratnya untuk dunianya. Kejar dunia, lupa akhirat. Waktu habis untuk urusan dunia, akhirat tak kebagian adanya. Meredupkan akhirat untuk alasan dunia. Bangsa Arab mengenal waktu adalah pedang. Sedangkan Bangsa Barat menetapkan waktu adalah uang. Tentu efeknya akan berbeda antara keduanya.
Benarlah kiranya nasehat Al-Hasan Basri; “Sungguh saya telah berjumpa dengan beberapa kaum, mereka lebih bersungguh-sungguh dalam menjaga waktu mereka daripada kesungguhan kalian untuk mendapatkan dinar dan dirham”
Coba kita saksikan episode singkat Rasulullah dan para salafush sholih dalam memanfaatkan waktunya:
Rasulullah SAW : Dalam waktu 23 tahun bisa membangun peradaban Islam yang tetap ada sampai sekarang. Ikut 80 peperangan dalam tempo waktu kurang dari 10 tahun, santun terhadap fakir miskin, menyayangi istri dan kerabat, dan yang luar biasa adalah beliau seorang pemimpin umat yang bisa membagi waktu untuk umat dan keluarga secara seimbang!
Zaid bin Tsabit RA : Sanggup menguasai bahasa Parsi hanya dalam tempo waktu 2 bulan! Beliau dipercaya sebagai sekretaris Rasul dan penghimpun ayat Quran dalam sebuah mush’af
Abu Hurairah : Masuk Islam usia 60 tahun. Namun ketika meninggal di tahun 57 H, beliau meriwayatkan 5374 Hadits! (Subhanallah!)
Anas bin Malik : Pelayan Rasulullah SAW sejak usia 10 tahun, dan bersama rasul 20 tahun. Meriwayatkan 2286 Hadits.
Abul Hasan bin Abi Jaradah (548 H) : Sepanjang hidupnya menulis kitab-kitab penting sebanyak tiga lemari.
Abu Bakar Al-Anbari : Setiap pekan membaca sebanyak sepuluh ribu lembar.Syekh Ali At-Thantawi : Membaca 100-200 halaman setiap hari. Kalkulasinya, berarti dengan umurnya yang 70 tahun, beliau sudah membaca 5.040.000 halaman buku. Artikel yang telah dimuat di media massa sebanyak tiga belas ribu halaman. Dan yang hilang lebih dari itu.
Ibnu Jarir Ath-Thabari, beliau menulis tafsir Al-Qur’an sebanyak 3.000 lembar, menulis kitab Sejarah 3.000 lembar.Setiap harinya beliau menulis sebanyak 40 lembar selama 40 tahun.Total karya Ibnu Jarir 358.000 lembar.
Ibnu Aqil menulis kitab yang paling spektakuler yaitu Kitab Al-Funun, kitab yang memuat beragam ilmu, adz-Dzahabi mengomentari tentang kitab ini, bahwa di dunia ini tidak ada karya tulis yang diciptakan setara dengannya. Menurut Ibnu Rajab, sebagian orang mengatakan bahwa jilidnya mencapai 800 jilid.
Al-Baqqilini tidak tidur hingga beliau menulis 35 lembar tulisan.
Ibnu Al Jauzi senantiasa menulis dalam seharinya setara 4 buah buku tulis. Dengan waktu yang dimilikinya, beliau mampu menghasilkan 2.000 jilid buku. Bekas rautan penanya Ibnul Jauzi dapat digunakan untuk memanasi air yang dipakai untuk memandikan mayat beliau, bahkan masih ada sisanya.
Iman An-Nawawi setiap harinya berlajar 12 mata pelajaran, dan memberikan komentar dan catatan tentang pelajarannya tersebut. Umur beliau singkat, wafat pada umur 45 tahun, namun karya beliu sangat banyak dan masih dijadikan sumber rujukan oleh umat muslim saat sekarang ini.
Al Biruni, (362H—440H), seorang ahli ilmu falak dan ilmu eksakta, ahli sejarah, dan menguasai lima bahasa yaitu bahasa Arab, Suryani, Sanskerta, Persia dan India. Saat detik-detik terakhir hidup beliau, tetap mempelajari masalah faraidh (waris). Lalu seorang berkata kepada beliau, layakkah engkau bertanya dalam kondisi seperti ini? Beliau menjawab, kalau aku meninggalkan dunia ini dalam kondisi mengetahui ilmu dalam persoaalan ini, bukankah itu lebih baik dari pada aku hanya sekedar dapat membayangkannya saja, tidak tahu ilmu tentangnya. Tidak lama setelah itu beliau wafat.
Ibrahim bin Jarrah berkata, “Imam Abu Yusuf Al Qadli rahimahullah sakit. Saya Menjeguknya. Dia dalam keadaan yang tidak sadarkan diri. Ketika tersadar, dia berkata kepadaku, ‘hai Ibrahim, bagaimana pendapatmu dalam masalah ini?’ Saya menjawab, ‘Dalam kondisi ini seperti ini?’ Dia menjawab, ‘Tidak apa-apa, kita terus belajar. Mudah-mudahan ada orang yang terselamatkan karenanya.’ Lalu aku pulang. Ketika aku baru sampai di pintu rumah, aku mendengar tangisan. Ternyata ia telah wafat.”
Syaikh Ibnu Taimiyah selalu menelaah dan memetapi pelajarannya saat beliau sakit atau berpergian. Ibnu Qayyim berkata, Syaikh kami Ibnu Taimiyah pernah menuturkan kepadaku, “Ketika suatu saat aku terserang sakit, maka dokter mengatakan kepadaku,‘Sesungguhnya kesibukan anda menelaah dan memperbincangkan ilmu justru akan menambah parah penyakitmu’. Maka saya katakan kepadanya, ‘Saya tidak mampu bersabar dalam hal itu. Saya ingin menyangkal teori yang engkau miliki. Bukankah jiwa merasa senang dan gembira, maka tabiatnya semakin kuat dan bias mencegah datanya sakit?’ Dokter itu pun menjawab, ‘Benar.’ Lantas saya katakan, ‘Sungguh jiwaku merasa bahagia dengan ilmu, dan tabiatku semakin kuat dengannya. Maka, saya pun mendapatkan ketenangan.’ Lalu dokter itu menmpali, ‘Hal ini diluar model pengobatan kami.’
Mempersingkat waktu makan, serta mengurangi makan agar tidak selalu sering ke WC
Kesungguhan genarasi salafus shalih umat ini dalam memanfaatkan waktu sampai pada tingkat bahwa mereka merasa sayang dengan waktu yang dipakai untuk makan, maka mereka mempersingkat sebisa mungkin.
Dawud At-Tha’i rahimahullah memakan alfatit(roti yang dibasahi dengan air). Dia tidak memakan roti kering (tanpa dibasahi). Pembantunya bertanya, “Apakah anda tidak berhasrat makan roti?” Dawud menjawab, “Saya mendapatkan waktu yang cukup untuk membaca 50 ayat antara memakan roti kering dan basah.” (Sifatus Shafwah, 3/92)
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullahmenceritakan kepada kita, Ibnu Aqil berkata, “Aku menyingkat semaksimal waktu-waktu makan, sehingga aku lebih memilih memakan kue kering yang dicelup ke dalam air (dimakan sambil dibasahi) dari pada memakan roti kering, karena selisih waktu mengunyahnya (waktu dalam mencelup kue dengan air lebih pendek daripada waktu memakan roti keringi) bisa aku gunakan untuk membaca dan menulis suatu faedah yang sebelumnya tidak aku ketahui.” (Dia melakukan hal itu supaya bisa memanfaatkan waktu lebih). (Dzailut Thabaqatil Hanabilah, Ibnu Rajab,1/177)
Asy-Syamsul Ashbahani, (674H—749 H), seorang tokoh mahzab Syafii, pakar fiqih dan tafsir. Apa yang diceritakan tentang beliau menunjukkan antusiasnya terhadap ilmu dan ‘pelitnya’ beliau untuk menyia-nyiakan waktu. Sebagian sahabatnya pernah menuturkan bahwa beliau sangat mengindari makan yang banyak, yang tentunya akan butuh banyak minum, dan selanjutnya butuh waktu masuk WC. Sehingga waktu pun banyak terbuang. Lihatlah! bagaimana mahalnya waktu dalam pandangan imam yang mulia ini. Dan tidaklah waktu itu mahal bagi beliau melainkan karena betapa sangat mahalnya ilmu tersebut.
Memanfaatkan waktu perjalanan dengan membaca buku, berzikir, menuntut ilmu, bahkan menyampaikan hadist
Said bin Jabir berkata, “Saya pernah bersama Ibnu Abbas berjalan disalah satu jalan di Mekah malam hari. Dia mengajari saya beberapa hadis dan saya menulisnya diatas kendaraan dan paginya saya menulisnya kembali diatas kertas.” (Sunan Ad-Darimi, Imam Ad-Darimi, 1/105)
Tentang Al-Fath bin Khaqan, beliau membawa kitab dalam kantong bajunya. Apabila beliau bangun dari tempat duduknya untuk shalat atau buang air kecil atau untuk keperluan lainnya, beliau membaca kitabnya hingga sampai ke tempat ingin dia tuju. Beliau juga melakukan hal tersebut ketika kembali dari keperluanya. (Taqyiidul ‘Ilm, Al Khatib Al-Baghdadi)
Imam An-Nawawi tidak pernah menyia-nyiakan waktunya, baik di waktu siang atau pun malam, kecuali menyibukkan dirinya dengan ilmu. Hingga ketika beliau berjalan di jalanan, beliau mengulang-ngulang ilmu yang telah dihafalnya, atau membaca buku yang telah ditelaahnya sambil berjalan. Beliau melakukan itu selama enam tahun. (Tadzkiratul Huffaz, Adz-Dzahabi, 4/1472)
Ibnu Khayyath An-Nahwi, wafat tahun 320 H. Konon, beliau belajar di sepanjang waktu, hingga saat beliau sedang berada di jalanan. Sehingga terkadang, beliau terjatuh ke seleokan, atau tertabrak binatang. (Al-Hatstsu ‘ala Thalabil ‘Ilm wal ijtihad fi jam’ihi, Abu Hilal Askari, hal. 77)
Mengurangi tidur, dan mengisi malamnya dengan menuntut ilmu dan ibadah.
Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani tidak tidur malam kecuali sangat sedekit sekali. Beliau adalah seorang imam ahli fikih, ahli ijtihad dan ahli hadis. Beliau lahir tahun 132H, dan wafat 189H. Konon beliau sering tidak tidur malam. Beliau biasanya meletakkan beberapa jenis buku disisinya. Bila bosan membaca satu buku, beliau akan menelaah yang lain. Beliau menghilangkan rasa kantuk dengan air, sembari berujar, “Sesungguhnya tidur berasal dari panas”. (Miftahus Sa’adah wa Misbahus Siyadah, I:23)
Gurunya Imam An-Nawawi berkata tentang Al-Hafizh Al-Mundziri, “Saya belum pernah melihat dan mendengar seorang pun yang paling bersungguh-sungguh dalam menyibukkan diri dengan ilmu selain dirinya. Ia senantiasa sibuk di waktu malam dan siang hari. Saya pernah berdampingan dengannya di sebuah madrasah di Kairo. Selama 12 tahun, rumahku berada di atas rumahnya. Selama itu pula saya belum pernah bangun malam pada setiap jammya, melainkan cahaya lampu senantiasa menyala di rumahnya, sedangkan ia hanyut dalam ilmu. Bahkan ketika makan pun ia sibuk dengan ilmu.” (Bustanul Arifin, Imam Nawawi)
Dan kita…���.??????????????
Apa yang sudah patut dibanggakan dari diri kita?
Kita adalah orang yang ingin manfaat amal kita bisa dinikmati melintasi usia dan umur kita.
Bismillah..
188 notes
·
View notes
Text
Memilih Ilmu, Guru, dan Teman dalam Menuntut Ilmu
Murabbians 4 - Dauroh #2
Pemateri: Ustadz Ardiansyah Ashri Husein, Lc., MA
Minggu, 23 Jan 2022
Tempat : Mesjid Al-Murabbi, Bandung
=========
Pilih ilmu terbaik, karena manusia memiliki keterbatasan waktu (hidup).
Prioritas menuntut ilmu:
Ilmu yang tidak bisa ditunda
Ilmu tauhid.
Ilmu yang membuat kita mengenal Allah. Dalil (rujukan):
Al-Qur'an
As-Sunnah
Ijma (konsensus ulama). Catatan: tidak semua orang bisa mengerti Al-Qur'an. "Mengerti" di sini maksudnya mengerti/paham makna yang terkandung dalam Al-Qur'an.
Qiyas
Perkataan ulama
Belajar ilmu klasik yang sudah dihimpun ulama terdahulu. Contoh: ilmu tafsir. Kita perlu waspada terhadap ilmu baru yang masih diperselisihkan. > "BASIC BEFORE ADVANCED"
Hindari berbantah-bantahan tentang ilmu, seperti bertanya, "Allah ada dimana?".
Ilmu yang bermanfaat di masa depan
Pilih guru yang paling:
berilmu
wara' (menjaga halal & haramnya Allah SWT)
berusia (berdasarkan umur atau berdasarkan posisi, yakni orang yang dituakan) → biasanya lebih penyabar.
Kategori manusia:
Manusia sejati → pintar, punya akal, suka musyawarah.
Manusia setengah → pintar, punya akal, tidak suka minta pendapat orang.
Bukan apa-apa → suka musyawarah, namun tidak pintar & tidak memiliki akal.
Tips memilih guru: Pantau terlebih dulu untuk memantapkan hati.
apakah orang yang dipantau tersebut cocok menjadi tempat/guru kita belajar?
Hal ini dilakukan agar kita tidak berpindah-pindah tempat/guru dalam menuntut ilmu.
Sukses itu butuh sabar & istiqomah.
Cara belajar
baca kitab (belajar ilmu) → hatamkan sebelum pindah ke buku/kitab lain; minimal sampai teori selesai & kita menguasainya.
merantau → diperbolehkan & sebaiknya tidak pindah-pindah; menetap dulu di suatu tempat sampai semua ilmunya dipelajari/dikuasai.
Tingkat kesuksesan itu berbanding lurus dengan banyaknya ujian.
Belajar sepanjang hayat → jangan sombong; jangan mencukupkan diri.
Penuhi 6 perkara ntuk memperoleh ilmu.
Akal yang cerdas → siap menerima ilmu.
Kesungguhan/kemauan yang keras.
Kesabaran yang berlipat.
sabar → level orang awam
istibara → level orang istimewa
Harta → untuk menjadi modal menuntut ilmu.
Selalu dengarkan nasihat guru kita. Kita bisa mendapat saran & berkah.
Ilmu itu maharnya waktu yang panjang. Boleh kita belajar dalam waktu yang singkat. Namun, kematangan ilmu itu perlu waktu. Singkatnya waktu belajar bisa menyebabkan dalil yang dipegang benar, tapi kesimpulan yang dibuat tidak nyambung (dengan dalil itu).
Pilih sahabat dalam menuntut ilmu dengan kriteria:
punya semangat tinggi dalam menuntut ilmu → semangat bisa menular.
wara'
punya karakteristik jiwa yang lurus → konsisten, istiqomah.
Hindari memilih sahabat dalam menuntut ilmu yang pemalas, pengangguran, banyak bicara, suka membuat kerusakan, suka membuat fitnah (mengajak pada hal yang menggoncang iman). * Kecuali dalam konteks dakwah.
"Seseorang itu sebagaimana sahabatnya." "Teman yang baik mengajak pada syurga."
Belajar ilmu agama sebaiknya bersanad → untuk menjaga keaslian ilmu dan mencegah reduksi ilmu.
Belajar dengan membaca buku sendiri?
Boleh, tapi sebaiknya ada pendamping/guru. Terutama untuk buku-buku yang memerlukan pemahaman mendalam.
Perlu diingat bahwa menukil ilmu tanpa pemahaman itu berbahaya. > "Allah merahmati orang yang tahu diri."
========= Catatan tambahan
Empat ulama besar itu termasuk dalam generasi salaf (generasi terbaik umat).
Tanda hari kiamat: ilmu diangkat dengan wafatnya para ulama.
Kalau sholat ternyata salah kiblat (karena tidak tahu), maka sholatnya tidak wajib diulang. Jika shalatnya diulang, dapat dua pahala (tambah pahala sunnah).
Meminta pendapat dalam memilih sesuatu:
Istikharah → meminta petunjuk dari Allah SWT.
Istisyarah → meminta pendapat dari manusia (sebaiknya dari orang yang berilmu, takut kepada Allah, dan dapat dipercaya).
2 notes
·
View notes
Text
Kenapa bagi Sahabat Rasul, Alquran Dekat dengan Mereka dan Sedih saat Berhenti Turun; Sebuah Refleksi dari Penikmat Manga dan Anime
Hmm, I know.
Sandingannya jauh banget, ya. Dari Alquran–karya yang nyata dan benar, kalamnya Allah–kepada karya fiksi buatan manusia. Tulisan ini ingin aku awali dengan tanya, kamu percaya diri ngga sih jadi orang yang bisa bilang, "aku dekat lho sama Alquran"?
Aku penasaran ada ngga, orang yang bisa sepercaya diri itu. Soalnya kalau ada, pengen tanya apa penyebabnya, gimana kesehariannya, dan apa yang bikin berinteraksi sama Alquran selalu terasa menyenangkan.
Any way.
Belakangan ini, sejak memutuskan untuk nonton Attack on Titan, kemudian baca manganya di awal 2021, aku jadi terbuka jalan ke manga dan anime lain. Beberapa di antaranya menjadi kegemaran yang bosannya itu belum datang.
Misalnya, Haikyuu, mau rewatch berapa kali pun aku masih akan menyimaknya. Bungou Stray Dogs yang masih jalan manganya, masih mau aku tunggu sekalipun terbitnya sebulan sekali dengan chapter yang tidak utuh. Beberapa konten anime dan manga lainnya juga sedikit-sedikit aku konsumsi, terutama yang terkait dengan Attack on Titan, Jujutsu Kaisen, dan Moriarty The Patriot.
Paling ngga, dari kelima manga/anime ini, aku tahu apa yang menyebabkan aku bisa belum mau lepas dari mengkonsumsi hiburan yang mungkin bagi sebagian orang seperti ngga ada gunanya.
Kenapa kamu bisa betah dengan hiburan itu, Mil? Bahkan sampai bisa mengetahui hal-hal lain terkait manga dan animenya?
Pertama, kebagusan karya ngga akan menipu. Saat authornya menuliskan plot, mendesain karakter, memasukan premis utama cerita dan pesan utama, mencari orang yang tepat untuk mengilustrasikannya jadi manga, kepada studio mana akan dipercayakan mengolahnya jadi anime, dst; kalau bagus itu ya tidak akan bohong. Pasti bisa membuat yang nonton terpikat.
So far, itu sih ya yang aku dapatkan pada 4 anime dan manga favorit yang aku singgung di tulisan lainnya mengenai kenapanya (bisa baca di sini). Juga anime yang lain tapi main focus aku ya sekarang ini kepada yang 4 itu.
Bahwa authornya tidak malas untuk menuliskan karya yang bisa tersimpan di benak orang, akan terasa oleh pembacanya. Kalau manga dan anime terasa abstrak, coba kamu refleksi pada drama korea atau film baik eastern maupun western. Bisa juga ingat novel. Novel itu gitu kan, kita tahu kapan si penulis membuat karya bagus dan tidak saat sudah baca. Standar kebagusannya ada.
Makanya aku suka heran sih pada yang menyepelekan hiburan dan mengejeknya, karena kebagusan karya itu akan mengalahkan skeptisme dan kritik buruk kita. Bahkan sekalipun kritik yang kita sampaikan itu dimaksudkan sebagai nasihat. Kadang kita lupa, kita belum sebagus karya yang mereka sukai, atau cara kita "menciptakan karya berupa nasihat", belum sekeren hiburan yang mereka konsumsi.
Bukan bermaksud untuk menuntut ya, tapi lebih ke tahu diri dan tahu waktu, kapan harusnya menyampaikan nasihat soal kebermanfaatan waktu. Apalagi kita juga harus bisa husnudzan di awal, kenapa seseorang melakukan sesuatu yang mungkin bukan kita banget atau kita ngga paham apa motifnya.
Dulu waktu mengulik BTS, aku jadi sangat paham kenapa akan sangat susah untuk memisahkan orang yang suka BTS dari ketertarikannya. Bahkan bagusnya itu ngga cuma soal apa yang dilihat, tapi rangkulan psikologis yang diberikannya juga erat–the feeling like those entertainments can understand you more than human being around you. Nah, aku sih merasanya sama ke anime dan manga itu.
Kedua, aksesibilitasnya mudah. Kalau susah, ya ngga akan bisa dikonsumsi. Dari mulai akses terhadap bacaan, tontonan, hingga diskusi-diskusi yang terkait dengan manga dan anime itu. Kadang, peran diskusi itu sangat besar sampai bikin aku bisa mau mengecek lagi manga yang mana di chapter berapa saat ada hal menarik.
Dipikir-pikir, kenapa Haikyuu, BSD, dan Attack on Titan bisa selama itu nempel di aku, ya karena diskusi yang aku simak tersebut (meskipun cuma berupa konten tiktok, explore instagram, dan bacaan di tumblr). Soalnya kalau diskusi langsung sama orang, aku ngga ada teman terkait itu. Sedih, huhu. Nah kan, padahal belum diskusi secara langsung, tapi masih bisa memberi efek seperti itu. Apalagi kalau langsung.
Kompleksitas karya yang bikin pembaca makin bisa berlama-lama dengannya itu juga berpengaruh sih. BSD misalnya, ekspresi mata dalam manganya pun bisa jadi hal yang penting mengenai emosional tokoh. Ada juga detail yang aku temukan saat baca Light Novel BSD: 55 Minutes tentang Dazai yang bisa mengatur detak jantungnya, itu terkait dengan plot di manga utama yang sampai sekarang masih berlangsung arc-nya sebagai cara Dazai berkomunikasi kepada orang di luar penjara. Bahkan, bagi yang bisa bahasa Jepang, mereka bisa mengurai lebih banyak konektivitas satu tokoh dengan yang lain dari percakapan yang mereka lakukan.
Hal seperti itu, dengan sendirinya membuat pembaca akan betah menyimak setiap hal kecil pada karyanya–tanpa diminta. Ini juga yang manajemen Big Hit lakukan bersama BTS, sejak tahun 2015. Kamu ngga akan bisa mengabaikan karya mereka di tahun 2015 kalau ingin paham kenapa ada karya mereka di tahun setelahnya.
Ketiga, durasi waktu yang aku habiskan untuk dan bersama karyanya. Ini sih poin paling utama yang efeknya sangat besar. Aku jelaskan lebih di bawah.
Setelah nonton Attack on Titan Season 4 bagian 1, di mana kalau dalam manganya ada sekitar 30an chapter lagi menuju tamat, aku jadi beralih ke manganya karena ingin tahu gimana endingnya. Waktu itu masih ada dua chapter tersisa dari update terakhir yang aku harus menunggu untuk mencapai tamat. Jadi, selama bulan Maret dan April, degdegan menunggu chapter itu.
Habis bulan April selesai, aku yang karbitan jadi pengen nonton animenya dari awal dengan sabar. Awalnya aku cuma memasukan informasi plot awal lewat rangkuman gitu kan. Jadi ngga utuh. Akhirnya aku nontonlah dari season 1 - season 3. Habis itu, aku juga baca-baca tulisan soal AoT, dari mulai analisis karakter hingga plot dan pesan yang mau disampaikan.
Ini baru satu karya. Misal lagi ke Bungou Stray Dogs. Awalnya aku nonton animenya dulu dan mikirnya, ya ini mah anime detektif doang. Tahunya, Asagiri Kafka sebagai penulis ceritanya sudah menelurkan banyak karya BSD. Akhirnya aku tahu selain animenya, manganya, ada juga light novelnya.
Menghabiskan 3 season anime; 90an chapter manga BSD main plot dan masih on going; nonton BSD chubby version 1 season; baca manga BSD chubby; nonton 1 movie-nya; baca light novelnya yang sudah ada 7 buah; kemudian baca-baca review dan analisa; mana gitu aku juga sempat membahasnya kan, sekalipun hanya satu arah di whatsapp story; ya terbayang betapa familiar-nya aku dengan BSD. Wajar BSD jadi my fave manga and anime.
Momen paling mendebarkan itu ketika sudah masuk bulan baru, pantengin orang atau web yang biasa melakukan penerjemahan ke bahasa Inggris agar bisa aku baca, kadang kena spoiler karena ada aja yang sharing manganya meski masih versi Jepang, dst. Excitement yang aku rasakan itu semakin membuat aku ingin lagi merasakan momen itu, otomatis bikin aku makin erat dengan karyanya.
Bedanya Attack on Titan dan BSD adalah, ya dari masa tersebut. AoT sudah tidak terbit lagi, lumayan butuh waktu 3 mingguan untuk akhirnya terbiasa dengan fakta kalau AoT sudah tamat dan move on. Sedih, tahu. Padahal aku karbitan ya. Aku jadi bayangkan yang menikmati karya ini dari awal, bertahun-tahun lalu (lupa 8 tahun atau 11 tahun). Mereka tumbuh bareng manga tersebut, mereka bahkan bisa merasa sangat "berteman" dengan karakternya.
BSD masih on going, dan aku senang masih on going. Artinya masih ada banyak hal yang akan aku terima dari manga itu. Entah plot, perkembangan karakter, dan rahasia-rahasia lain yang authornya masih simpan hingga sekarang. Sadar betul bahwa ini manga akan selesai bertahun-tahun kemudian, tapi ya tidak apa-apa. Kalau akhirnya dia tamat, harus siap-siap nih karena akan ada kebiasaan yang hilang yang selalu menemani selama ini.
Dari 3 jawaban itu, sudah menemukan alasannya kenapa bagi para Sahabat Rasul, Alquran bisa sangat sedekat itu rasanya? Ya! Berangsur-angsur turunnya Alquran itu ternyata jadi kunci daripada jalan bagi mereka untuk bisa terpaut dengan Alquran. Allah tahu banget gimana psikologisnya manusia saat dia hidup bersama satu karya yang hadir sepanjang itu. 23 tahun Alquran menghiasi hidup sahabat, guys!
Dalam masa 23 tahun itu, mereka akan mengalami momen mendebarkan saat ada wahyu turun lagi–bahkan turunnya ngga harus sebulan sekali gitu kan, malah ngga ketebak kapan turunnya; apa nih pesan yang akan mereka terima sekarang dan bakalan terkait dengan chapter hidup mereka yang mana; kisah, hukum, dan hikmah apa yang mereka dapat kali ini; plot twist apa yang akan mereka lihat dari fragmen kisah seseorang saat diputuskan peradilannya oleh Allah lewat ayat yang turun (misalnya seperti kisah Ka'ab bin Malik, atau kisahnya Aisyah yang menghadapi fitnah); kata-kata dan kalimat apa yang menarik banget buat didiskusikan lagi (dalam term ini maksudnya sebagai karya tafsir nantinya atau sesimpel catatan para mujtahid kala itu); juga mana ayat yang akan selalu jadi sumber rujukan ijtihad, dst.
Selain itu, mereka juga beraktivitas dengan Alquran, dari mulai membaca dan melafalkannya, menuliskannya, menghafalkannya, mengecek bacaan dan urutannya, menyampaikannya pada yang lain kalau ayat baru sudah turun, menggali hukum dari ayat itu, dan merasakan kesenangan saat satu surat turun utuh serta saat sebuah kisah akhirnya mereka terima lagi. Banyak lagi deh aktivitasnya, tapi kurang lebih ini garis besar yang kita bisa bayangkan. Emosi mereka juga bermain di sana. Sedih, senang, takut, harap. Semua berkelindan.
Ya gimana tidak dekat dengan Alquran kalau begini? I mean, 23 tahun!
Aku aja yang nonton Frozen I, lalu tayang Frozen II, bedanya 6 tahun dan cuma dua movie, merasakan sih special moment dan bikin aku attach to that movie for some period of time. Apalagi kalau karya yang butuh 23 tahun di mana ada 6rb-an ayat. Huaaa, ngga kebayang sih sepenuh dan sehangat apa hatinya para Sahabat dengan Alquran dan se-heartbroken apa saat akhirnya Alquran selesai turun :')
Kenapa ya Allah turunkan Alquran berangsur-angsur?
Coba kita lihat dulu ayat-ayat yang Allah katakan tentang ini ya.
Dalam Tafsirnya Ibnu Katsir dijelaskan: "Sesungguhnya Dia menurunkan Al-Qur'an secara berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun menurut peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang berkaitan dengannya serta menurut hukum yang diperlukan, tiada lain untuk meneguhkan hati orang-orang mukmin terhadapnya."
Qatadah mengatakan bahwa makna tartil ialah menjelaskan, yakni Kami menjelaskannya sejelas-jelasnya. Menurut Ibnu Zaid, makna yang dimaksud ialah Kami menafsirkannya dengan jelas.
Nah ini. Ini yang tiba-tiba aku sadar waktu lagi mikirin, kenapa ya, ada momen di mana manusia dan suatu karya itu sangat dekat. Ternyata ini kuncinya. Allah–yang Maha Tahu–tentu saja mengerti keadaan manusia yang begini. Saat mereka bertumbuh dengan suatu karya, mereka bahkan tidak hanya menjadikannya bahan diskusi, tetapi juga guide cara hidup.
Bright side of this discussion adalah, bagi orang beriman, mereka memiliki karya terbaik untuk dipegang. Bahkan aku yakin sampai mati pun ngga akan cukup waktu dihabiskan untuk dekat dengan Alquran saking kayanya Alquran dan lemahnya manusia.
Dark side of this discussion adalah, bagi yang tidak mengenal Alquran, mereka akan bergantung pada karya buatan manusia. This relationship is so scary for me, realizing that on an author's hand, someone life may project to one another way. Tapi kurasa ngga adalah ya manusia yang sepolos itu untuk menggantungkan hidup mereka pada karya manusia, baik manga, anime, musik, novel, dan sebagainya. Or, there is?
Kembali ke bahasan Alquran, mereka juga adalah orang yang bisa memahami kenapa Alquran itu bagus. Ini sih yang sedang aku sering konsumsi juga, mengenai keindahan penggunaan bahasanya. Menyadari aku bukanlah hafidzah, pandai memahami Alquran pun tidak, jadi senang saat bisa mengkonsumsi lecture mengenai Alquran yang prosesnya memang tidak bisa sebentar. Misalnya saat belajar lewat apa yang Ustadz Nouman Ali Khan sampaikan. Aku suka dengan term ✨ Journaling Quran ✨ belakangan ini dan itu bikin aku, sedikit banyak, bisa merasakan attachment pada Alquran–di mana familiarity ini ada juga saat aku mengkonsumsi anime dan manga.
Dulu yang sering insecure karena ngga seperti yang lain yang bisa dekat bangeeet sama Alquran, sekarang bisa menerima keadaan diri aku dengan proses yang bisa aku lalui juga sesuai dengan kemampuan aku. Malu juga, ngga mau ketinggalan chapter terbaru manga, harusnya ngga mau juga ketinggalan ayat yang bisa diambil banyak kebaikan di dalamnya. Satu-satulah ayatnya, ya, ngga apa-apa :') semoga bisa hidup panjang untuk 6rb-an ayat tersebut.
Terutama kisah sih. Kisah pertama yang aku lumayan lama coba dalami itu Kisahnya Nabi Musa 'alaihissalam. Jadi, setiap kali ada bahasan tertentu, aku sering banget refer to Kisah Nabi Musa padahal mungkin awalnya aku ngga melihat di mana kaitannya. Itu kali ya yang dirasakan oleh Ustadz Nouman Ali Khan juga saat dalami kisah lain seperti Kisah Nabi Yusuf misalnya.
Aksesibilitas terhadap lecture Alquran juga penting. Ada kalanya, bukan soal apakah internet kita terhubung atau tidak. Tapi soal jenis gaya lecture apa yang kita cocok dengannya. Alhamdulillah, setahu aku memang kita punya banyak pilihan mau fokus di penjelasan dari Ustadz yang mana. Jadi, hanya karena ada yang lebih suka menyimak Ustadz Nouman Ali Khan, jangan bikin sedih yang ngga menyimak Ustadz Oemar Mita dengan dianggap gimana-gimana ya. Belum waktunya aja. Sama kayak anime dan manga itu, satu-satu dulu selesainya, baru bisa pindah ke yang lain, kan?
Karena itulah, aku juga pengen kamu untuk ngga merasa insecure dengan ketertinggalan. Sedih boleh, insecure juga boleh. Tapi habis itu ada aksi yang kita pilih mau mengubah keadaan kita terhadap interaksi kita dengan Alquran bagaimana ya. Dan nikmati aja prosesnya. Butuh 16 tahun untuk menghabiskan kajian 1 ayat 1 hari. Tapi ketika ada amal yang bisa dilakukan hari ini dari beberapa ayat, kita mau untuk melaksanakannya. Soalnya kalo amal itu beda aktivitas dengan mempelajari, ya. Jadi, ya keduanya berjalan bersama. Yang penting tadi, menjaga attachment kita dengan Alquran, apapun caranya dan kapanpun waktunya. Termasuk, bagaimanapun kondisi hati kita (yang mana kalau lagi low banget justru harus banyak berinteraksi dengan Alquran).
✨ Qs. Yunus 10:57
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
Wahai manusia, Sungguh, telah datang kepadamu nasihat yang baik (Al-Qur'an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.
Mengenai ayat ini, ada penjelasan dari Ust Nouman yang bikin nangis banget, bahkan Ust Nouman juga nangis pas menjelaskannya. Bisa tonton di sini ya! ✨
Aku jadi berpikir, selama belum kita habiskan dengan serius periode waktu selama 23 tahun untuk dibersamai terus dengan Alquran, ngga boleh mikir untuk berhenti atau menyerah, hehe. Sekalipun proses kita mungkin sangat lambat seperti aku. Lanjut aja, kejar!
Kalau masih hidup untuk 23 tahun berikutnya, alhamdulillah, berarti waktu belajar dan beramal masih terbuka buat kita. Bisa keep going bareng-bareng terus sama Alquran untuk waktu lebih lama.
✨ Qs. Yunus 10:58
قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا۟ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”
---
Alhamdulillah, bini'matihi tatimmushshalihaat 🌼
#Journaling quran#quran journaling#alquran#quran#anime#manga#bungou stray dogs#attack on titan#haikyuu#bsd#aot#nouman ali khan
9 notes
·
View notes
Text
Ritual Ba'da Shubuh
Saya sepakat bahwa tidur setelah shubuh bukanlah hal yang menyenangkan. Hanya kenikmatan sesaat dan ketika terbangun banyak penyesalan "harusnya sekian waktu tadi pagi bisa dipake ini itu". Apalagi di masa pandemi sekarang yang notabennya masih banyak di rumah bukan berangkat pagi ke luar.
Alhasil saya mencoba mencari-cari kerjaan yang membuat tidak ngantuk selepas shubuh. Mulai dari iseng baca buku, nonton video-video pendek, dan baca berita. Tapi tetap saja menjadi kendala utama saya adalag mengerjakan semua itu sembari rebahan. Ga ngantuk sih, tapi tiba-tiba aja ketiduran hahaha...
Akhirnya menemukan aktivitas baru, ritual baru yang cocok sebenarnya untuk melawan godaan tidur pagi, Quran Time.
Dimulai dari perlahan tilawah. Lalu memaksakan diri untuk menambah dan mengulang hafalan. Menabung untuk membeli tafsir agar hafalan lebih dapat termaknai. Sampai hadiah buku dari seorang sahabat yang memudahkan hafalan per kata. Saya selalu berteriak keras dalam hati saya bahwa "Menghafal itu mudah! Allah sudah mudahkan! Tinggal kitanya aja!" agar selalu dalam kondisi optimis dalam menjalankan ritual Ba'da shubuh ini.
Oya, kalau saya pribadi memiliki cara dalam Menghafal yakni
1. Lebih banyak mendengar, kalau saya make referensinya Abdurrahman As-sudais. Karna sekalian tau dimana panjang-pendeknya
2. Ketika membaca lebih banyak memberi tanda dimana letak kesalahan. Ya meski mushafnya jadi agak kotor.
3. Baca tafsirnya biar lebih paham konteks ayat tersebut sehingga lebih mudah menghafal
4. Dan yang paling penting, "Bukan seberapa banyak ayat yang didapat dalam suatu waktu. Tapi seberapa banyak waktu untuk suatu ayat"
Rada ada penyesalan sebenarnya karna harusnya aktivitas ini menjadi rutinitas sejak saya di asrama IQF maupun RK. Kenapa baru sekarang dimana saya melakukannya sendirian malah kerasa nikmatnya ketimbang waktu dulu masih bareng-bareng?
Tapi tak papa, daripada daripada mendingan mendingan kan?
Tulisan ini dibuat karna belakangan saya kerap lalai menjalankan ritual Ba'da shubuh sendiri. Gatau kenapa ngantuk kala pagi belakangan lebih dari biasanya. Tapi itu bukan alasan, tinggal seberapa kuat tekad saya ketimbang godaan gravitasi kasur sendiri
1 note
·
View note
Text
Perahu Kertas untuk Anakku di Masa depan #2
Assalamualaikum,nak!
Sedang apaa? Sehat-sehat saja kan?
Ibu mau cerita mengenai sebagian kecil tentang agama Islam. Kakek dan nenekmu membesarkan ibu dan saudara-saudara ibu dengan cukup religius, namun kadarnya bisa dibilang biasa saja. Keluarga ibu bukan keluarga penghafal Al-Quran, bukan pula keluarga ahli fiqih dsb. Meski kakekmu seorang penghafal Al-Quran, seorang guru ngaji dan ahli bahasa Arab, beliau tidak banyak menuntut keluarganya untuk mampu seperti dirinya ,beliau tidak pula memaksa kami untuk menjadi seperti anak-anak temannya yang dimasukkan ke pesantren,sudah menjadi hafidz/hafidzah,sangat baik dalam menutup aurat,dsb. Padahal wajar sekali bukan apabila kakek ingin keluarganya menjadi seperti itu? Tapi tidak, nak. Kakekmu memilih menjadi seorang kepala keluarga yang menerima kemampuan istri dan anak2nya. Kakekmu lebih memilih menjadi kepala keluarga yang mau berusaha memahami keberagaman pola pikir istri dan anak-anaknya. Hingga entah bagaimana kakekmu jadi yang paling mengerti nenek,ibu dan semua. Perlahan-lahan kakek membimbing kami melalui hal-hal yang amat sederhana, mendongengkan kisah-kisah para Nabi, sahabat Nabi, dan sejarah2 islam di masalalu yang tentu didalamnya ada begitu banyak teladan, hikmah dan segala macam kebaikan agama Islam yang tak tersirat. Kadang pula kakek membahas ringan tafsir dari suatu ayat selepas kami mengaji bersama setelah Isya, dan kemudian berdiskusi-diskusi ringan. Hal-hal sederhana inilah yang menjadi cara berdakwah ala kakekmu.
Tidak nak, Kakek tentu tidak sempurna, kekurangannya juga sangat banyak diberbagai hal. Tapi keteladanan beliau jauh lebih besar. Kalau ibu hanya boleh menyederhanakan sosoknya lewat 2 kata, ia adalah Rendah Hati.
Betul nak, kakekmu adalah seseorang yang amat rendah hati.
Dan dari sekian puluh tahun hidup ibu, ibupun baru sekarang-sekarang menyadari hal tersebut. Ibu baru sadar, bahwa selama ini ibu masih sering sombong, merasa paling tahu, merasa paling berilmu dan paling berpengalaman. Sering kali ibu sulit menerima kebenaran dan nasihat-nasihat baik hanya karena ibu sombong nak, ibu kala itu merasa hanya ibu yang paling benar.
Sungguh, maafkan ibu ya nak, semoga kamu tumbuh jauh lebih baik dari ibu.
Apa inti dari cerita ini?
Nak, dalam agama Islam, sebagai seorang hamba, kita perlu sekali belajar merendahkan hati. Kita perlu merendahkan hati kita dihadapanNya, perlu merendahkan hati kita untuk mau mendengar segala perintahNya, ajaranNya, serta menghindari larangan-larangannya.
Rendah hati adalah bahasa lain dari cinta juga kunci sebuah penerimaan dan pemahaman yang baik, nak.
Oleh karenanya, kelak, jika sulit sekali menerima, rendahkanlah hatimu dulu ya nak,karena boleh jadi hatimu sedang tinggi-tingginya, sehingga tak mampu membedakan mana yang benar dan salah. Bukan hanya dalam perihal agama, dalam banyak halpun, termasuk dalam mengerti hidup ini.
Pelan-pelan kita belajar bersama yaa❤
Sampai disini dulu cerita ibu, hari senin ibu ada ujian, doakan ibu ya nak, ibupun selalu mendoakanmu.
Jangan lupa bermain! Salam untuk ayah!
23 Juli 2020
Nagoya.
1 note
·
View note
Text
Motivasi Qur'ani
kemaren saya disuruh ngisi kulwap tentang motivasi Qur'ani. Saya ketik ketik isinya, dan yasudah saya tuangkan disini. Semoga bisa bermanfaat yaa
Bismillah
walhamdulillaah
wa sholaatu wa salaamu 'ala rasulillah
Wa 'ala alihii, wa shahbihii wa man walah
Alhamdulillah kita bersyukur pada Allah yang telah memberi hidayah kepada kita, betapapun kita harus berdiam di rumah masing-masing namun kita masih dipertemukan di majelis ilmu ini
Maka tidak ada yang lain kecuali fadlan minallaahii wa ni'mah. Ini adalah karunia dan nikmat dari Allah
Ooh iya temen temen, disini saya sharing saja yaa, karena jika saya memberikan kajian rasanya ilmu yang saya miliki masih sangat belum mumpuni
Kali ini kita akan sharing tentang Al Qur'an yaa, khususnya motivasi Qur'ani.
Kenapa untuk berqur'an itu butuh motivasi si? Seberapa urgent kah berqur'an tersebut?
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa di surat Adz dzaariyat 56, tugas utama kita sebagai manusia adalah beribadah kepada Allah. Dan cita-cita terbesar seorang mu'min apalagi jika bukan surganya Allah dan bertemu Allah?
Memang, untuk masuk ke surganya Allah banyak caranya. Bukan hanya dengan Al Qur'an. Seorang pelacur yang memberi makan anjing saja bisa masuk surga karena keikhlasannya.
Namun, apakah kita bisa menjamin bahwa dengan amalan amalan yang sudah kita lakukan bisa membuat kita masuk ke surga Allah? Kita juga belum tau Allah menerima amalan kita atas sholat sholat kita yang setiap hari kita lakukan. Dan berapa lama si kita khusyuk dengan sholat kita? Mari kita evaluasi bersama
Maka dari itu mari kita dekati Allah Rabbul'alamiin salah satunya dengam berdekatan dengan Al Qur'an. Menjadikan Al Qur'an sebagai sahabat, wasilah kita untuk mengerti Allah itu bagaimana? Seperti apa?
Mari kita akselerasi pengetahuan kita tentang Allah, tentang islam, tentang Al Qur'an. Banyak orang mualaf yang baru 1 tahun, 2 tahun atau tidak berislam sejak kecil namun ghirah untuk belajar Islam nya sangat tinggi. Kita sebagai orang yang Alhamdulillah sudah islam sejak kecil, sepatutnya kita lebih masif lagi semangatnya
Dan temen temen mungkin bertanya tanya, bagaimana si cara mendekati Al Qur'an? Atau dekat dengan Al Qur'an itu seperti apa.
In Syaa Allah kita semua disini mu'min yaa. Dan salah satu dari 6 rukun iman adalah beriman kepada kitabullah, dan kitabnya orang islam yang utama ya Al Qur'an.
Nah itu dia kunci pertama. Sebenernya kita sudah mengimani Al Qur'an tersebut belum si? Meyakini kebenarannya, janji janji Allah dalam Al Qur'an dan fadhilah yang dijadikan Rasulullah bagi orang yang rajin membacanya. Jika sudah, maka kita patut bersyukur karena orang orang Quraisy yang pernah bertemu Rasulullah saja banyak yang tidak mengimani. Jika belum, mari kita mulai. Yakin bahwa Al Qur'an adalah pedoman kita. Yakin bahwa janji Allah dalam Al Qur'an itu benar adanya. Coba cek cek ke hati masing masing yaa ☺
Yang kedua yaitu membacanya. Merutinkan membaca Al Qur'an setiap harinya secara konsisten setiap hari. Mungkin sepele yaa, namun hal ini penting temen temen. Kita tidak tau aktivitas kita di masa mendatang seperti apa, apakah bisa membuat kita bisa membaca Al Qur'an setiap hari atau tidak. Seperti cerita teman saya yang kedokteran. Saat beliau coass dan kegiatan sangat full, mencari waktu untuk membaca Al Qur'an saja suliiiit. Nah untuk itu merutinkan membaca Al Qur'an harus menjadi pola interaksi kita sehari hari. Agar ikatan kita dan Al Qur'an semakin erat
Yang ketiga mungkin hal ini akan otomatis muncul di benak kita, yaitu menghafalnya. Inget yaa temen temen, saat kita mau menghafal Al Qur'an, kita harus memurnikan niat kita untuk tujuan akhirat. Jadikan tujuan kita menghafal adalah untuk taqarrub pada Allah. Jangan karena ingin mendapat gelar hafidz hafidzah, dapet selempang dll.
Dengan menghafal, jiwa dan otak kita akan terus menyerap lantunan ayat ayat Al Qur'an yang diulang-ulang begitu banyak oleh lidah kita. Jadi porsi kita membaca Al Qur'an yang 1 hurufnya bernilai 10 kebaikan semakin banyak
Yang keempat coba kita tanyakan pada diri sendiri, sedih ga si kalo kita baca ayat tapi kita ga tau maknanya? Kalo iyaa, tenang. Banyak yang seperti ini ko. Namun jangan diam saja yaa, jangan berpasrah pada kejahilan
Mari kita mulai mempelajari isi Al Qur'an dengan membaca tafsir, ikut kajian tafsir Al Qur'an. Dan kegiatan ini harus menjadi kesenangan kita yaa. Saat kita ada rezeki, coba sisihkan untuk membeli tafsir Al Qur'an lalu membacanya. Jika ada kajian tafsir, mari percepat langkah kita untuk bersegera mendatanginya. Di masa pandemi ini nyari kajian semakin gampang ya, kita tinggal duduk di rumah, nyiapin jiwa raga mushaf dan alat tulis, sudah bisa belajar tafsir.
Nah kegiatan belajar tafsir ini memudahkan kita untuk mentadabburi Al Qur'an. Tadabbur ini dikembalikan ke diri masing masing yaa, kita memahami dan menghayati isi Al Qur'an tersebut sehingga menambah keyakinan kita terhadap Al Qur'an. Menghayati isi isi dalam Al Qur'an. Kegiatan ini sudah masuk ke ranah qalbu, yang harapannya kita bukan hanya mengerti. Namun juga membuat kita menjadikan Al Qur'an sebagai akhlaq ☺
Yang terakhir yaitu menjadikan Al Qur'an sebagai akhlaq seperti yang sudah disinggung di poin 4 dari proses tadabbur Al Qur'an tersebut. Apakah Al Qur'an yang sudah kita baca dan pelajari hanya lewat di tenggorokan dan mampir di ingatan? Mari kita berakhlaq Qur'ani, benar benar menjadikan Al Qur'an sebagai pedoman hidup. Saat membaca ayat tentang surga, kita semakin bersemangat untuk beramal shalih. Saat membaca ayat tentang neraka dan adzab, timbullah rasa takut untuk bermaksiat. Memang sangaaat sulit. Namun itu adalah proses yang terlatih. Satu persatu kita hayati ayat ayat Allah, maka In Syaa Allah kita akan dimudahkan untuk mengamalkan amal baik lainnya. Wallahu a'lam
Nah itu mungkin temen temen sedikit sharing dari saya. Ga nyangka jadi banyak banget. Semoga Allah memudahkan kita dalam mengerjakan amal amal shalih, dan memudahkan kita dalam berqur'an. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
Masih di : Yogyakarta, 19 Juli 2020
1 note
·
View note
Text
Pagi ke-5 : Dari Ujian ke Ujian
Rasulullah SAW, semenjak nubuwat, beliau berdakwah sepanjang 23 tahun. Ada satu waktu yang disebut kebanyakan sebagai tahun duka cita dalam dakwah beliau. Di tahun duka cita ini beberapa orang terpenting dalam hidup Rasulullah wafat. Pertama, adalah Khadijah, sang istri Rasulullah. Orang yang dicintainya. Orang pertama yang mengerti dan meyakini risalah kenabian dan dakwah Rasulullah. Orang yang mendukung penuh dakwah dan menyatakan masuk Islam dengan segala konsekuensinya. Inilah ujian
Kedua, adalah Abu Thalib, paman Rasulullah sekaligus ayah dari Ali. Orang yang mengasuh Rasulullah setelah ayah, ibu, dan kakeknya meninggal. Orang yang berada pada garda terdepan membela Rasulullah dari kaum kafir Quraisy. Sayangnya. Abu Thalib tidak menyatakan berislam dan berpulang tanpa berislam. Inilah ujian.
Masih pada tahun duka cita, tatkala Rasulullah bersama dengan Zaid bin Haritsah pergi ke Thaif untuk berdakwah, Beliau malah diusir dan dihinakan oleh penduduk Thaif. Bahkan ketika baru keluar dari Thaif, Rasulullah disambut dengan lemparan batu hingga luka-luka. Sampai-sampai malaikat Jibril menawarkan kepada Rasulullah untuk menimpakan azab pada penduduk Thaif, namun Beliau enggan dan memilih mendoakan yang terbaik bagi penduduk Thaif agar kelak berislam dan mendukung Islam. Inilah ujian.
Kemudian, pada tahun duka cita, terjadilah blokade ekonomi terhadap suku-suku yang melindungi Rasulullah, baik yang sudah berislam maupun belum atau tidak oleh jahiliah Quraisy. Ya, Bani Hasyim dan Bani Muthalib lah sasaran pemboikotan dan pengucilan ini. Abu Thalib bersama mereka lah yang melindungi Rasulullah sejak awal kenabiannya. Dua sampai tiga tahun dalam kesengsaraan. Tidak ada bahan makanan dan minuman. Persediaan yang ada semakin menipis Suara tangisan anak-anak yang kelaparan terdengar sepanjang kamp pemboikotan dan pengucilan. Selain itu juga terjadi peningkatan pengawasan dan penyikasaan terhadap sahabat-sahabat yang tidak termasuk dalam blokade tersebut. Inilah ujian.
Lalu, dalam tahun duka cita nan sulit ini, Allah beritahu dan ceritakan sebaik-baiknya kisah kepada Rasulullah melalui Kalam-Nya yang terdapat pada Qur’an Surah Yusuf. Diturunkan melalui perantara malaikat Jibril. Ya, ini merupakan kisah ujian demi ujian yang dialami oleh Nabi paling tampan paras dan perangainya, Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim Allaihissalam. “Tujuannya untuk menyenangkan, menghibur, dan menenangkan serta memantapkan hati orang terusir, terisolir, dan menderita itu” begitu kiranya tulis Sayyid Quthb dalam Tafsir Fii Zhilalil Qur’an-nya atas tafsir tujuan diturunkannya Surah tersebut pada tahun duka cita Rasulullah.
Yusuf mendapatkan ujian dan cobaan yang sunggung luar biasa dan begitu kompleks. Mulai dari ujian kesenangan dan kesedihan sampai menjadi budak belian dan berkekuasaan. Ia ditipu oleh saudara-saudaranya, dimasukkan ke dalam sumur dan ditinggalkan. Ditemukan oleh penimba sumur dan diperjual-belikan sebagai seorang budak, dari satu tangan ke tangan yang lainnya. Lalu, ujian berupa wanita dan bujuk rayu serta fitnahnya, istri “al-aziz” yang mengajaknya berzina dan wanita-wanita lain yang dihadapkan kepada Yusuf oleh istri “al-aziz”. Inilah ujian.
Kalau bicara residivis, Yusuf merupakan residivis, karena ia pernah di penjara sebagai salah satu ujian dalam hidupnya. Dari penjara Ia diuji dengan kekuasaan dan kemakmuran untuk mengelola pangan dan perekonomian masyarakat. Ujian berikutnya adalah soal kemanusiaan dan persaudaraannya, tentang dipertemukan kembali Yusuf dengan saudara-saudaranya yang membuka gerbang ujian dan cobaan bertubi-tubi. Inilah ujian.
Yusuf sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan yang bertubi-tubi sambil terus mendakwahkan islam dalam setiap kesempatannya. Pada akhirnya ia sampai pada tujuan akhirnya. Bertemu kembali dengan kedua orang tuanya dan perhatian akhirnya adalah menghadapkan diri dan kembali secara tulus kepada Allah. Ia juga minta untuk diwafatkan dalam Islam dan dikumpulkan dengan orang-orang saleh. Setelah ia bersabar panjang dan memperoleh kemenangan yang besar lagi nyata.
Begitulah Allah menceritakan kisah Yusuf, melalui Kalam-Nya yang abadi, kepada Rasulullah SAW yang mengalami masa duka cita dalam dakwahnya di Makkah bersama para sahabat. Agar menyenangkan, menghibur, dan menenangkan serta memantapkan hati orang terusir, terisolir, dan menderita, Rasulullah dan para sahabat. Agar mereka lebih panjang lagi dalam bersabar dan akhirnya Rasulullah mampu keluar dari tahun duka cita dengan gilang gemilang.
Itulah pelajaran atas ujian ke ujian dan cobaan ke cobaan. Begitu berat ujian yang dialami oleh para uswah khasanah kita, Rasulullah Muhammad dan Nabi Yusuf. Tak akan mampu seonggok daging manusia biasa seperti kita yang berlumuran dosa ini mampu melalui ujian-ujian seberat mereka. Akan tetapi ujian itu pasti ada. Dari setiap kita pasti pernah dan akan mendapatkan ujian. Kalau lulus ujiannya, kita naik kelas. Kalau nggak lulus, ya sampai lulus ujiannya.
Karena, sejatinya telah dijelaskan dalam Qur’an Surah Al-Insyiroh ayat ke 5 dan 6, Allah firmankan, “fa inna ma'al-'usri yusraa. inna ma'al-'usri yusraa”, yang artinya, “Karena sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Allah tidak akan memberikat sebuah ujian, cobaan, atau kesulitan tanpa adanya kemudahan.
Maka, dari ujian ke ujian, dari cobaan ke cobaan, kita kudu memperpanjang napas sabar sepanjang-panjangnya. Begitu pula yang dilakukan Rasulullah pada tahun duka cita dan dilakukan Nabi Yusuf dalam perjalanan hidupnya serta nabi-nabi sebelumnya dalam menghadapi setiap ujian, cobaan, dan kesulitan. Akhir dan buah dari kesabaran adalah kemenangan yang besar nan nyata. Itu sudah menjadi keniscayaan.
Seperti halnya saat ini, wabah ini bisa jadi dan sangat memungkinkan adalah ujian yang Allah berikan kepada umat manusia, umat yang banyak lalainya ketimbang ingatnya. Termasuk kita. Mari memperpanjang napas sabar kita ditengah kondisi ini. Akhir dan buah dari kesabaran adalah kemenangan yang besar nan nyata.
Pesantren Mahasiswa Arroyyan, 7 Ramadhan 1441 H
#RamadhanSeries
2 notes
·
View notes
Text
Tafsir Al-Misbah, hal 5-6
Di atas, telah disinggung bahwa hampir seluruh ulama berpendapat bahwa surah ini bukanlah wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad saw. Hadits-hadits yang menyebutkan bahwa lima ayat dari surah Iqra' merupakan wahyu pertama sedemikian kuat dan banyak sehingga riwayat lain tidak wajar menggugurkannya.
Salah satu ulama yang berpendapat bahwa Al-Fâtihah adalah wahyu pertama--yang diterima Nabi Muhammad saw. bahkan sebelum Iqra' Bismi Rabbika--adalah Syaikh Muhammad 'Abduh. Alasan yang dikemukakannya antara lain sebuah riwayat yang nilainya tidak shahih (mursal) yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi, di samping argumen logika. Kesimpulan dalil ini adalah bahwa :
Ada Sunnah/kebiasaan Allah, baik menyangkut penciptaan maupun dalam penetapan hukum, yaitu memulainya secara umum dan global, baru kemudian dengan perincian secara bertahap. Menurut 'Abduh, surah Al-Fâtihah dalam kedudukannya sebagai wahyu pertama atau keberadaanya pada awal Al-Qur'an--menurut hemat penulis--merupakan penerapan Sunnah tersebut. Al-Qur'an turun menguraikan persoalan-persoalan 1) Tauhid, 2) Janji dan ancaman, 3) Ibadah yang menghidupkan tauhid, 4) Penjelasan tentang jalan kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan cara mencapainya, dan 5) Pemberitaan atau kisah generasi terdahulu.
Kelima pokok persoalan diatas tercermin dalam ketujuh ayat surah al-Fâtihah. Tauhid pada ayat ke dua dan ke lima, janji dan ancaman pada ayat pertama, ke tiga, dan ke tujuh, sedang sejarah masa lampau diisyaratkan oleh ayat terakhir.
Alasan 'Abduh ini tidak diterima oleh mayoritas ulama, kendati ada yang berusaha mengompromikannya dengan mengatakan bahwa surah al-Fâtihah adalah wahyu pertama dalam bentuk satu surah yang turun secara sempurna, sedang Iqra' (surah al-'Alaq) adalah wahyu pertama secara mutlak, walau ketika turunnya baru terdiri dari lima ayat. Seperti yang diketahui, surah Iqra' terdiri dari sembilan belas ayat.
Uraian 'Abduh yang berdasarkan logika di atas tetap dapat diterima, tetapi bukan dalam konteks membuktikan turunnya Al-Fâtihah mendahului Iqra', tetapi dalam rangka membuktikan kedudukan al-Fâtihah sebagai Ummul Qur'an atau untuk menjelaskan mengapa surah Al-Fâtihah diletakkan pada awal Al-Qur'an.
Menetapkan sabab nuzûl atau masa turunnya ayat haruslah berdasarkan data sejarah yang antara lain berupa informasi yang shahih. Nalar dalam hal ini tidak berperanan kecuali dalam melakukan penilaian terhadap data dan informasi itu. Mengabaikan informasi yang kuat atau riwayat yang shahih dan mengambil riwayat yang dha'if, walau dengan mengukuhkannya dengan alasan logika, bukanlah cara yang benar dalam menetapkan sejarah. Itu sebabnya murid dan sahabat dekat Syaikh Muhammad 'Abduh sendiri, yakni Syaikh Muhammad Râsyid Ridhâ, berkomentar dalam Tafsir Al-Manâr bahwa argumenqtasi gurunya itu aneh.
Berdalih dengan Sunnah Allah yang disinggubg oleh 'Abduh di atas, yakni bahwa Allah selalu menyebutkan sesuatu secara global baru kemudian memerincinya, bisa juga diterapkan pada kelima ayat pertama surah Iqra'. Dalam surah itu, disinggung persoalan pokok yang mengantar kepada kebahagiaan umat manusia, yakni ilmu pengetahuan dan keikhlasan kepadanya (ayat pertama dan ke tiga). Disinggung juga sifat-sifat Tuhan yang merupakan inti ajaran Islam. Demikian juga uraian sejarah yang diwakili oleh penjelasan tentang asal kejadian manusia. Ayat-ayat Al-Qur'an dalam berbagai surah dapat dikatakan menjelaskan pokok-pokok bahasan itu.
Di sisi lain, dalam surah al-Fatihah, dapat ditemukan ayat yabg dapat dijadikan semacam indikator bahwa ia bukanlah wahyu pertama yang turun. Ayat dimaksud adalah ayat kelima : Iyyâka na'budu wa iyyâka nasta'în/hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan. Kata kami (bentuk jamak) memberi isyarat bahwa ayat ini baru turun setelah adanya komunitas muslim yang menyembah Allah secara berjamaah. Ini tentu saja tidak terjadi pada masa awal kenabian, lebih-lebih pada awal penerimaan wahyu-wahyu Al-Qur'an. Di samping itu, kandungan surah ini jauh berbeda dengan kandungan surah-surah pertama yang pada umumnya berkisar tentang pengenalan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan pendidikan Nabi Muhammad saw. (perhatikan surah-surah al-Muddatstsir, al-Muzzammil, Al-Qalam, dan awal surah Iqra
3 notes
·
View notes
Text
Ujian adalah Bagian dari Hidup
(Tadabbur Surah Al-baqarah 155-157)
Merasakan atau mengalami hal negatif adalah hal wajar dari menjadi manusia. Semua manusia tidak akan luput dari yang namanya ujian dan cobaan. Bahkan para rasul Allah juga tidak luput dari ujian –justru ujian mereka jauh lebih berat disbanding ujian manusia lainnya.
Allah sendiri berfirman (ayat di atas), Dia memang memberikan ujian dan cobaan kepada manusia, lewat rasa takut dan gelisah, lapar, kurang harta, jiwa, dan buah-buahan. Maksud dari “kurang jiwa” dalam penjelasan tafsir Ibnu Katsir adalah teman atau keluarga yang meninggal. Dan maksud dari “kurang buah-buahan” adalah hasil panen yang tidak sebanyak biasanya.
Lewat ujian-ujian yang disebutkan tadi, Allah bisa memilah-milih mana hamba terbaik yang tetap sabar melewati ujian tersebut. Siapa orang yang sabar itu? Di ayat 156 disebutkan, orang yang sabar itu ialah orang yang ketika ditimpa musibah dia mengucap kalimat istirja’ (“innalillahi wa inna ilaihi roji’un”), di mana kalimat tersebut menjadi penghibur, penguat, dan yang terpenting: pengakuan bahwa semua yang mereka miliki, yang ada di sekitar mereka, adalah kepunyaan Allah, jadi Allah berhak mengambilnya kapan saja. Dan diri kita sendiri pun akan kembali ke Allah, akan Allah ambil lagi.
Sebagai manusia, tentu kita sering kali disusupi rasa takut kehilangan seseorang yang kita sayangi, rasa takut masa depan tidak sesuai harapan, atau keluarga kita kelaparan tapi susah sekali mencari rezeki, atau hasil panen sangat sedikit, sampai-sampai hal-hal ini menguji kita…. Kita bisa berbuat curang untuk menenangkan dan menjamin hidup kita. Tapi di situlah letak ujiannya. Di situlah Allah menyeleksi kita: apa kita bisa sabar melewatinya dan tetap taat kepada-Nya atau kita benar-benar berani berbuat curang mungkin dengan mencuri, dll?
Saya tiba-tiba teringat dengan nasib saudara-saudara kita di Suriah, Palestina, muslim Uighur, muslim Rohingya, yang setiap hari, setiap detik kehidupan mereka, penuh dengan ujian rasa takut, lapar, kehilangan harta benda, orang tersayang, bahkan kehilangan hak asasi mereka sebagai manusia. Saya sering merasa bersalah tak bisa membantu apa-apa selain doa dan donasi yang tak seberapa. Nyali saya masih tak sebesar sahabat lain (seperti teh Farah Qoonita atau sahabat #baikberisik) yang berani menyuarakan dan membantu dengan tindakan nyata :’((( (Semoga Allah kuatkan iman dan mental saudara muslim kita yang sedang diuji di sana, dan Allah hadiahkan kemuliaan dan kebahagiaan yang besar untuk mereka di akhirat, aaamiiiin).
Tapi, setimpal dengan ujian yang didapat, Allah juga menjanjikan kabar gembira untuk mereka yang sabar dan tetap taat, yaitu pahala yang besar, keberkahan yang sempurna dan kasih sayang (rahmat) dari Allah. Kalau iman kita betul-betul teguh, kita akan sadar bahwa hal itulah yang sangat dan lebih kita butuhkan, terutama untuk kehidupan akhirat yang lebih kekal.
Di dalam hadits disebutkan siapa yang tertimpa musibah lalu membaca
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا
Allah akan memberinya pahala dan mengganti apa yang hilang darinya dengan sesuatu yang lebih baik (HR Muslim no. 918 ) Hal ini terjadi pada Ummu Salamah yang telah kehilangan suaminya. Dia membaca ini, dan biidznillah dia mendapat ganti suami yang lebih baik dari Abu Salamah, yaitu Rasulullah Saw sendiri.
Wallahu a’lam (qonita masih faqir ilmu, ini hanya tadabbur pribadi, bukan tafsir. semoga tidak ada kesesatan ilmu atau kesalahan informasi)
__________
Referensi:
Al-Qur’an dan Terjemahannya (CV Penerbit J-Art) []
https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-2-al-baqarah/ayat-155 []
https://rumaysho.com/738-hiburan-bagi-yang-mendapatkan-musibah.html
**seharusnya referensi untuk ilmu agama seperti ini, menurut qonita harus dari kitab-kitab ulama terdahulu yang sudah pasti kevalidan ilmu dan ijtihadnya. Tapi karena qonita sedang merantau dan tidak ada kitab-kitab itu di kosan (sementara qonita harus menulis setiap hari padahal ada aktivitas lain juga), terpaksalah ambil dari internet, tapi saya usahakan tetap berusaha mencari link/tulisan yang sumbernya merujuk pada kitab-kitab masyhur. Pokoknya yang terpercaya.
0 notes
Text
was-was
kemarin adalah puncak saya merasa rusuh akan sesuatu hal. ujian tiap kali masa tidak sholat tiap bulannya itu sering beda-beda buat saya, bulan ini kasusnya lumayan pernah terjadi beberapa kali, tentang hal yang sama “kegelisahan”.
memanglah wanita itu kalau sedang tidak sholat harus punya banyak akal untuk tetap ‘waras’ dan ruhiyahnya gak turun pake banget. kene ingat harus banyak berdzikir, kene cari kegiatan yang positif, kene buat atau baca-baca bacaan yang berfaedah, gak boleh nongksy sama orang-orang yang suka ghibah. ah pokoknya challange banget lah ya.. :’)
nah kemarin itu, padahal udah mau selesai siklusnya, dan mungkin memang sudah butuh sholat, sujud, curhat sama Allah dengan cara yang paling khusu’. akhirnya gak bisalah saya tahan lagi, sebagai orang yang semi ekstrovert berceritalah saya dengan salah seorang sahabat yang nun jauh disana, lama tak jumpa. tapi bicara dengannya bisa selalu membantu,. jarang ngobrol dan sekalinya ngobrol itu pasti yang deep deep gitu obrolannya.
Saya bercerita tentang apa yang saya rasakan dan apa yang menjadi kegelisahan saya. qodarullah ternyata apa yang menjadi kegelisahan saya justru bukan sebuah kegelisahan bagi dia, urusan itu sudah clear bukan sesuatu yang ia khawatirkan,. sedang saya diposisi banyak sekali informasi yang masuk membuat saya seolah harus memikirkan hal itu. tapi bicara dengan sahabat yang mengingatkan pada akhirat itu selalu membantu, bukan karena ia selalu punya jawaban atas pertanyaan kita, tapi melalui ia bahkan melalui tanggapannya saya merasa Allah membimbing saya menemukan jawaban yang paling tepat untuk kondisi saya pribadi. bisa jadi teman saya menganggap jawabannya A, tapi A tidak sampai kesaya, yang Allah sampaikan kesaya adalah B. melalui perantara teman saya, A nya teman saya menjadi B bagi saya. dan selama itu baik, its fine.
Lusa yang lalu, secuil urusan ini sempat saya sampaikan ke ibu saya. tapi tak ada jawaban yang memuaskan. pagi tadi, ibu saya bertanya lagi “ada apa? kenapa?” saya sampaikanlah begini dan begitu,. ditanya lagi “itu real?” dan saya bilang kegelisahan saya belum menjadi sesuatu yang real, ini hanya spekulasi dan bagian dari upaya saya menyiapkan diri. ada banyak informasi yang membuat saya justru merasa khawatir, sehingga saya menyiapkan banyak opsi untuk berjaga-jaga saat kondisi terburuk itu terjadi.
“ Alladzi yuwaswusu fu shudurinnas ”
Deg!
“maksudnya gimana mi?“
“Kalau belum riil, bisa jadi itu setan, membisikan was-was ke dalam diri. gak usah dipikirkan hal yang belum jadi, kan ada Allah.“
sungguh sebuah reminder di jum’at pagi yang sejuk.
jika sudah membawa dalil, maka selesai sudah urusan ini, saya memang diposisi yang sedang lemah karena sedang tidak sholat. tentu saya menjadi sasaran empuk bagi setan yang hendak menggoda. dan mungkin mereka sudah berhasil, makanya saya menjadi gelisah.
Alangkah nikmat berupa “Ketenangan hati” amat sangat berharga. Maka semoga Allah selalu mengilhamkan kita memohon ketetangan kepadaNya dan Allah menghadirkan ketenangan itu kedalam hati-hati kita. :’)
***
Anyway, saya jadi cari-cari tafsir tentang surah An Nas ayat 5 ini.
Min syarril waswasil khannas. Alladzi yuwaswusu fu shudurinnas
Permohonan yang diajukan dalam surat ini adalah perlindungan dari kejahatan al was-was al khannas. Syarr (lawan dari kata khair) yang mulanya berarti ‘buruk’ (madarrat). Syarr mencakup dua hal: (1) keburukan dan (2) yang mengantar kepada keburukan, sehingga yang dimohonkan kepada Allah untuk menghindarkannya mencakup kejelekan yang telah wujud secara aktual dan yang berpotensi untuk wujud.
Perhatikan doa Nabi: Allahumma inna na’udzubika min syururu anfusina wa sayyiati a’malina
Al was was, pada mulanya bermakna ‘suara yang halus’ kemudian berkembang menjadi ‘bisikan-bisikan negatif yang didengar hati’. Setan adalah pelaku bisikan itu, tetapi dalam ayat ini tidak disebutkan ‘pelaku’. Ini untuk menunjukkan bahwa wujud setan dan hakikatnya adalah bisikan negatif.
Al Khannas berasal dari khanasa yang berarti ‘kembali, mundur dan bersembunyi’ .
Dalam ayat ini berarti: Setan kembali menggoda manusia saat ia lemah Setan mundur dan bersembunyi saat berdzikir pada Allah Nabi SAW bersabda: al syaithanu jasimun ‘ala qalbi ibn adam, faidza dzakarallah ta’ala khanasa wa idza ghafila waswasa (setan itu bercokol di hati anak adam, apabila ia berdzikir setan menjauh dan bila ia lengah setan berbisik) (HR Bukhari)
Wallahualam.
13/12/2019
@ansahasna
1 note
·
View note