#ketertarikan
Explore tagged Tumblr posts
Text
Anda adalah sebuah magnet hidup yang menarik ke dalam kehidupan Anda, orang atau situasi yang serasi dengan pemikiran dominan Anda. Jika Anda berpikir positif maka hal-hal positif yang akan masuk kedalam kehidupan Anda. Sebaliknya, jika hal-hal negatif yang Anda pikirkan, maka hal-hal negatif pula yang akan hadir dalam kehidupan Anda.
Anda menciptakan realitas Anda di setiap saat dan setiap hari. Anda menciptakan masa depan dengan pikiran Anda baik sadar atau tidak. Ingatlah apapun yang Anda fokuskan, apapun yang Anda berikan energi dan perhatian maka akan hadir dalam kehidupan Anda.
Semakin besar fokus Anda akan semakin cepat pada tujuan Anda.
Fokuskan kepada hal-hal baik dalam hidup Anda. Hadirkan rasa suka, bersemangat, antusias, bahagia, gembira, menghargai, merasa berlimpah maka Anda mengirimkan energi positif. Hindari rasa bosan, cemas, stres, marah, kesal atau sedih. Apa yang Anda tanam maka itulah yang akan Anda panen.
Apa yang Anda pikirkan itulah yang akan Anda dapatkan.
Pikiran Anda menentukan bagaimana hidup Anda.
Pikiran yang positif akan mendatangkan kehidupan yang positif.
Pikiran yang negatif akan mendatangkan kehidupan yang negatif.
Simpanlah di kepalamu apa yang kamu inginkan bukan apa yang tidak kamu inginkan. Mulai saat ini berlatihlah hanya menyimpan yang baik-baik saja dan yang positif-positif saja. Jangan terpengaruh dengan lingkungan, situasi dan kondisi yang negatif.
0 notes
Text
Cerpen : Aku dan Setakut Itu
Dulu aku pernah di fase setakut itu tentang pernikahan. Membayangkan memiliki hubungan jangka panjang dengan orang asing, bahkan membayangkan dia bisa melihat tubuhku tanpa sehelai benang saja membuatku bergidik. Karena selama ini, semalu itu rasanya kalau tersingkap barang sedikit.
Tapi hal yang paling menakutkanku sebenarnya adalah diriku sendiri yang tidak seyakin itu untuk membangun kepercayaan. Selain karena, rasanya begitu buntu harus mencari sosok pendamping di lingkunganku sekarang. Di kantor? Tidak ada yang menarik, sekalinya menarik ternyata sudah jadi pasangan orang lain. Selorohan salah satu temanku dulu jadi teringat, "Orang itu akan terlihat menarik dan terbukti kebaikan dan ketulusannya ketika sudah menikah sama orang lain."
Memang, apa yang dikhawatirkan sekarang kan soal finansial, kesetiaan, dan hal-hal serupa itu. Dan yang sudah menikah kemudian berhasil membuktikan itu, tampak menjadi pasangan yang beruntung. Mungkin itu kali ya jadi banyak pelakor. Soalnya mau yang udah "terbukti", bukan yang gambling kayak sekarang nyari yang begitu - sudah ketemu - masih bertanya-tanya benar atau tidak.
Hihhhh aku sih gak mau yaaa merebut pasangan orang lain! Aku memahami bahwa usiaku terus beranjak. Tahun ini masih 27 memang, tapi rasanya aku belum bisa berdamai dengan gemuruh kecurigaanku untuk membangun kepercayaan dengan seseorang seumur hidup. Atau mungkin sebenarnya karena aku belum bertemu saja, mungkin tergantung siapa orangnya. Bisa jadi.
Rasanya proses mengenal diri membuatku merasa harus mendapatkan pasangan yang layak. Dan aku tak mau menurunkan standar kelayakan itu. Kemarin aku cerita ke temanku, apakah aku terlalu tinggi memasang standar kelayakan? Menurutnya, itu wajar, kan mau menikah, wajar kalau aku menginginkan pasangan yang bisa memenuhi sebagian besar kelayakan yang aku inginkan.
Aku sampai berpikir lagi setiap kali pulang dari kantor. Membuka pintu kamar kos yang sunyi. Sendiri dalam ruang yang luasnya hanya 12 meter persegi. Apa aku sebenarnya sudah cukup matang untuk masuk ke fase itu? Apa hanya karena ketakutanku pada umur yang terus berlalu?
Aku bahkan tidak memiliki ketertarikan dengan siapapun sekarang, tidak dekat dengan siapapun juga. Apa aku perlu menjalani hidup dengan cara yang berbeda kali ya? Resign terus menggunakan seluruh tabungan untuk jalan-jalan keliling Indonesia? Atau mencoba peruntungan untuk mencari pekerjaan di luar negeri?
Tapi setelah dipikir-pikir, kenapa aku serisau itu ya seolah-olah aku tidak beriman. Padahal aku tahu betul hal ini jadi rahasia-Nya. Sama seperti kematian.
525 notes
·
View notes
Text
Kalau ketemu sama orang yang kamu ajak bicara dengan antusias, tapi dia tidak memberikan energi yang sama, ya tinggalkan sahaja. Hanya menguras energimu dan kamu tidak perlu membuang waktu untuk orang yang tidak menunjukkan ketertarikan berbicara denganmu. Hargai dirimu sendiri.
377 notes
·
View notes
Text
Menulislah
Sejak menonton film catatan akhir sekolah dan radio galau FM, ketertarikan akan dunia menulis mulai muncul. Kadang iseng-iseng buat buku harian, nulis di blogspot, Instagram, dan sekarang tumblr.
Ketika kuliah, membaca kebiasan menulis tokoh-tokoh Islam besar seperti Buya Hamka, Sayyid Qutb, Abbas As-Sisiy, Yusuf Qardhawy, dan tokoh lainya, membuat diri ini menyadari betapa sesederhana tulisan mampu merubah zaman saat itu dan juga setelahnya.
Menulis tak hanya menulis, namun memberikan ruh dalam tulisan agar mengingatkan manusia untuk belajar dari kesalahan dan mendekat kepada ketakwaan.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Ust. Sholikin Abu Izzudin, bahwa tulisan kita itu haruslah senantiasa memberikan hikmah, pengingat, dan juga menyalakan optimisme selayaknya pribadi seorang muslim agar lebih semangat lagi untuk berbuat baik dengan orang lain, dan tentu harus bertanggungjawab.
3 bulan kebalakang, mencoba belajar menulis untuk mengikuti jejak orang-orang shaleh, berbagi ilmu, menyalakan optimisme, dan yang paling minimal bermanfaat untuk orang lain melalui tulisan.
So, here we go. Bahtera Dakwah dan Menyala Kesatuan.
Surakarta, 20 Ramadan 1445 H.
43 notes
·
View notes
Text
Sebagai manusia yang mengaku-dan semoga Allah mengakui juga-sebagai penyeru kebaikan (Da'i) kita seharusnya siap dengan banyak bahasan dan pembicaraan
Kita sedang menuju jalan perbaikan
Kita sedang menuju perubahan peradaban
Kita sedang menuju Allah
Dan banyak jalan menuju itu semua, tidak hanya terbatas pada kemenangan capres-cawapres, tidak hanya sebatas banyaknya hadirin yang hadir, tidak hanya sebatas pada ketertarikan orang
Memang, kita diminta punya spesialisasi, tapi jangan alergi dengan banyak bahasan. Memang, kita diminta untuk produktif, tapi jangan meremehkan yang lain; itulah tugas kita, selalu menghadirkan makna walau kecil, walau terbatas, walau sempit; agar semua merasa pantas dalam jalan perbaikan ini
Dan, mari kita terus mengingat bagaimana Shalahuddin Al Ayyubi, lahir dari kegelisahan generasi, bukan satu dua orang; lahir dari kesadaran kolektif, tidak peduli apa latar belakangnya; semua sepakat, perbaikan diri kemudian perbaikan institusi keluarga, hingga perbaikan lingkungan akan menghadirkan perbaikan peradaban
Tapi, itu jalan panjang, dan dimanakah kita?🇮🇩🇵🇸
93 notes
·
View notes
Text
Tak Ada Yang Salah
Setiap manusia terlahir dengan perasaan yang ia bawa sejak lahir. Perasaan tsb menjadikan manusia mudah berlemah lembut kep sesama, tak keras apalagi kasar sehingga menindas, juga enggan merasa lelah sebab yang terkasih selalu ada menemani perjuangan. Ialah cinta, kata sederhana yang sarat akan makna. tumbuh membersamai manusia hingga akhir usia. jutaan penyair berlomba-lomba mendefinisikan cinta dengan majaznya, pujangga enggan lelah menyelesaikan bait-bait puisinya, anak muda pun kian gemar mengenal & bersahabat dengannya. tak ada yang salah dengan cinta, sebagaimana tak ada yang salah dengan ciptaan-Nya. kasih sayang ayah ibu pada anak, guru pada murid, kakak pada adik, tetangga & tetangga, sesama rekan kerja, dan itu tak ada yang salah. Ketertarikan seseorang kep seseorang misalkan, apakah perasaan itu adl sebuah kesalahan? Apakah mengenalnya adl sebuah kekhilafan? Apakah melangitkan doa untuk kiranya diperkenankan bersama adl sebuah kekeliruan? Lalu timbul pertanyaan mengapa perasaan itu diciptakan? Apakah untuk saling menyakiti? Ataukan saling mengoles obat pada luka-luka yang tak pulih? tentu jawabannya tidak. mustahil Allah menciptakan sesuatu untuk menyakiti hamba-Nya. Perasaan cinta tak pernah salah, namun kesalahan sebenarnya terletak pada bagaimana ekspresi atau tindakan seseorang yang berprasaan tsb. banyak dr manusia merasa sudah memiliki, padahal langit belum memberi izin. Banyak dr manusia menjadikannya tujuan, padahal waktu belum berkemauan untuk menyatukan. Banyak dr manusia mudah mengikat janji, padahal ikrar akad belum terucapi. Banyak dr manusia melumrahkan pertemuan, jalan-jalan, hingga kenangan, padahal syariat jelas-jelas belum menghalalkan. Hingga diujung cerita manusia menggores lukanya sendiri, lalu kemudian bingung bagaimana hendak mengobati. tak ada yang salah dengan cinta. Melihatnya dari kejauhan mungkin memang menyenangkan, mendengar cerita baik buruk tentangnya juga menggembirakan, hingga tahu kekurangannya kadang-kadang hanya membuat kita tertawa tanpa sadar bahwa itu perlu dipertimbangkan. Melihatmu, mendengar namamu, menyimak ceritamu, mengetahui keseharianmu, mimpi-mimpi besarmu, kenangan penting dalam hidupmu, bagaimana engkau melewati hari-harimu yang berat, bagaimana engkau mempoles luka-lukamu yang perih, bagaimana keadaan ibu bapak & saudara saudarimu. Percakapan-percakapan sederhana yang mungkin memang menarik, akan tetapi tidak, maaf saya lebih pilih berkahnya. Ibadah, kebaikan, wawasan, pengalaman, ruh perjuangan seseorang sudah pasti mudah melemahkan hati. tapi semua akan tetap bernilai ibadah jika manusia sadar bagaimana harus mengambil langkah. tidak mungkin disebut syariat jika ia bukan jalan yang mengantarkan manusia pada kehidupan jauh dari maksiat. Tidak mungkin dihadiahi kecewa jika hamba-Nya mampu melewati dilema hatinya yang berat. So, semangat berjuang. Semangat berproses. Semangat menjadi peribadi yang lebih baik. Jadikan syariat jalanmu maka Allah akan menghadiahi salah satu hamba terbaik-Nya untukmu.
43 notes
·
View notes
Text
Pertanyaan Gadis Remaja
Kemarin salah satu anak mentoringku yang berumur 13 tahun bertanya padaku,
Her : "Kak, pernah suka ke orang gak?"
Me : "Pernah. Tumben nanya gini, emang ada apa De?"
Her: "Jadi gini, misalnya gini ya kak, kakak tuh suka sama cowok yang dia tuh pinter, ganteng, sholeh dan terkenal di kalangan anak pondok. Terus dia juga suka sama kakak. Tapi ada temen kakak yang juga suka sama dia dan mengaku kalo cowok itu ngejar-ngejar dia. Padahal kenyataannya enggak, tapi teman kakak ini jadi gak suka sama kakak karena tau kalo kakak suka sama cowo itu. Kira-kira sikap kakak bakal gimana?" (Dia menangis saat menceritakan ini, membuatku berpikir kalo ini adalah kisahnya)
Me : "Hmmm, gimana yaa.. Soalnya kakak gak pernah ada di posisi seperti itu. Jadi bingung jawabnya gimana. Tapi gini De, Kakak ngerti gimana perasaan kamu. Pasti ada perasaan cemburu yang sulit untuk dijelaskan, kamu juga kesal dengan temanmu yang mengaku dikejar oleh cowok yang kamu sukai itu. Tapi cobalah untuk berpikir dan bertanya kepada dirimu sendiri, untuk apa kamu cemburu? Bukankah cowok itu bukanlah siapa-siapa bagimu? Lalu kenapa kamu harus kesal dengan temanmu itu, apakah itu menguntungkan bagimu? Sekarang kakak tanya, apakah di usiamu sekarang, saat kamu memiliki perasaan terhadap seseorang, kamu sudah tau kemana seharusnya perasaan itu bermuara? Menurutmu kemana ujung dari perasaan suka itu?"
Gadis remaja itu terdiam, lalu menggeleng.
Aku melanjutkan penjelasan,
Me : "De, dengarkan ini baik-baik. Perasaan kita terhadap seseorang tidak selalu berujung indah, dalam artian kita bisa menikah dengannya. Bahkan menikah pun pada kenyataannya tidak selalu tentang cinta, romantisme, perasaan berbunga-bunga dan hal-hal yang kamu bayangkan seperti di film-film dan novel roman.
Lalu kenapa kita bisa suka terhadap seseorang? Karena itu fitrah. Perasaan itu wajar, tapi kita harus bisa menyikapinya dengan benar. Kita sebagai perempuan yang didominasi perasaan kerap kali mudah menjatuhkan perasaan terhadap seseorang yang memberikan perhatian, sampai membuat otak kita tidak bisa berpikir dengan logika. Kamu boleh punya perasaan, tapi usahakan logikamu tetap jalan. Perasaan suka yang muncul di waktu yang belum tepat itu menyiksa, De. Itu bisa jadi ujian buat kamu. Di usiamu sekarang, kakak harap kamu fokus untuk belajar, menemukan bakat dan minat yang sesuai dengan dirimu, jangan terpedaya oleh rayuan lelaki.
Ketertarikan kita terhadap seseorang bisa disebabkan oleh banyaknya interaksi. Atau bisa disebabkan oleh pesona yang ada pada dirinya.
Dengarkan ini baik-baik, De. Laki-laki yang baik, yang sholeh, tidak akan pernah berani menghubungi seorang perempuan yang bukan mahram kecuali ada keperluan yang betul-betul penting. Laki-laki yang baik itu akan memuliakan perempuan dengan tidak bermudah-mudah bergaul dengannya. Mereka tau batasan.
Perasaan kamu kepada cowok itu, biarkan saja untuk pudar. Meskipun kita tidak pernah bisa mengendalikan hati kita. Maka berdoalah kepada Allah untuk menghilangkan perasaanmu kepadanya. Jika memang jodoh, selama apa pun waktu dan sejauh apa pun jarak memisahkan kalian, pada saatnya Allah akan mempersatukan kalian.
De, mungkin pembahasan pernikahan terlalu jauh untukmu. Tapi semoga suatu saat kamu paham bahwa pernikahan tidak selalu harus diawali dengan cinta. Jika sudah waktunya, kita hanya perlu menemukan orang yang mau benar-benar serius dengan kita, yang memiliki visi misi yang sama dengan kita, yang saat kita bertemu dengannya (tentunya dengan didampingi mahram) muncul rasa tenang dan perasaan yakin bahwa kamu bisa taat kepadanya sebagai istri, setelah kamu istikharah dan keyakinan itu semakin bertambah, in syaa Allah dialah orangnya. Meskipun mungkin perasaan itu belum tumbuh, tetapi setelah menikah nanti, Allah yang akan menumbuhkannya di dalam hati kalian. Semoga kamu bisa paham ya, De."
Dia mengangguk, tersenyum, mengucapkan terima kasih padaku atas penjelasan panjang lebar yang entah bisa dipahaminya atau tidak.
18 notes
·
View notes
Text
Takut
Seru banget deh kemarin lihat instastorynya Judith, dia dan rekan-rekannya di Kompas.id lagi nge-run investigasi series gitu berkaitan dengan angka pernikahan yang turun di Indonesia recently (as are in all other parts of the world). Terus ada satu tulisan yang judulnya “Mencari Jawaban dari “Kapan Nikah?”(4)” https://www.kompas.id/baca/investigasi/2024/10/21/mencari-jawaban-dari-kapan-nikah?open_from=Investigasi_Page (semoga nggak kena paywall ya, soalnya aku subscribe Kompas.id jadi bisa baca dengan mudah), dan ada part yang intriguing banget di salah satu quote interviewee-nya. Eh ternyata gak direct quote deng, udah di-intisari sama penulis artikel, tapi bunyi kalimatnya gini:
“Antonius pun sudah menempuh studi S-3. Menurut dia, perempuan yang dapat menjadi pasangannya dinilai dari segi wawasan, ketertarikan untuk mengobservasi sesuatu, selera seni, kemauan untuk belajar hal-hal baru, pengenalan diri, kemampuan memahami orang lain, serta kemampuan berpendapat dan mengartikulasikannya dengan baik. Dia melanjutkan, pasangan yang berwawasan, berpendidikan, dan mau untuk belajar membuat relasinya tidak membosankan. Ada beragam hal yang bisa dieksplorasi dan diobrolkan dengan pasangan.”
I choked when I read “selera seni” karena iyasih emang gakpenting-penting banget kayanya bagi beberapa orang, tapi buat aku itu tuh penting banget buat dicari di pasangan! Begitu selesai baca artikel Kompas ini, otakku langsung wandering around ngalor ngidul: “Iya yah, kalau nanti suamiku gak suka dengerin musik gimana… nggak ngerasa musik itu penting in life… Kalau belum pernah denger Stray Kids gapapa deh, bisa ku-perkenalkan, tapi kalau nggak sampai dengerin MCR… matilah aku.
Terus juga kalau dia gak bisa melukis atau gakpernah megang brush seumur dia hidup juga gapapa deh masih bisa kutoleransi, tapi minimal tahu van Gogh itu siapa dan bisa menikmati painting/sculpture the way I do…
Kalau dia gakpernah nonton musical theatre aku bisa introduce juga, gapapa. Duh tapi kalau bisa, suamiku minimal pernah nonton konser YaAllah dan semoga dia juga senang ngeliatin minute details on stage engineering dan manajemen performance. Semoga dia pernah getting involved in any kind of art production deh: be it in a band, or plays, dance group, atau bahkan jadi sound engineernya aja pun gapapa.”
Udah tuh kan kekhawatiran tentang “selera seni”-nya… Apakah berhenti di situ sodara-sodara? Tentu saja tidak.
Makin parah sekarang spiralnya pindah ke keilmuan… (palm face). “Kalau dia gak se-fascinated itu ngelihat fossil gimana…? Atau meteorite? Atau just plain burung making sound in the park??? Aku harus sama orang yang appreciating nature juga Ya Allah, kayanya biologist wouldn’t be a bad option… atau orang yang belajar space engineering/aviation juga gapapa deh minimal dia bisa appreciate betapa kerennya burung bisa terbang dengan segala aerodinamisitasnya (is that even a word?)”
Setelah profesi/keilmuan, pindah ke lifestyle/hobby… “Terus harus suka baca juga ni orang, jangan sampe amit-amit gak suka baca. Kalau bisa tapi jangan yang bacanya self-help book gitu Ya Allah karena cringe banget gabisa banget akutuh sama abang-abang/dedek-dedek yang paling iye ngerasa paling ngerti gimana dunia bekerja cuma gara-gara selesai baca “The Psychology of Money” (I have no beef on this book whatsoever and I also haven’t read it, but you know what I mean, you guys know this very specific group of people and how annoying they can be). Selain suka baca, I would be really grateful YaAllah kalau ni orang well-traveled, minimal pernah nyusun itinerary travel sendiri, knows how to book flights, hotels, making visa. Intinya amit-amit banget kalau sampai harus deal sama cowok yang gak bisa ngapa-ngapain sendiri atau cuma bisa nyuruh-nyuruh orang doang. I don’t mind sih kalau dia emang belum banyak visited places, tapi minimal banget mau belajar dan adaptasi aja udah cukup kok YaAllah. Sama I would really appreciate kalo orang ini juga suka belajar new languages, how fun the house will be kalau kita keep switching languages dan baca buku berbagai macam bahasa sambil travelling ke banyak tempat buat practice ngomong bahasa itu??! (Ok udah agak a stretch, sekarang jadi kayak imajinasi tingkat tinggi).”
Tau gak beres dari mikir ini apa yang kepikiran di otakku? “Buset Non lu mau cari suami atau cari mahasiswa bimbingan skripsi???” Tapi WAJAR KAN??! Orang ini adalah orang yang aku akan spend the rest of my life with?! Tentu aja aku bakal harus compromise for certain things and he will do, too. But it never hurts to be specific on who you want to share your life with???
Ujung-ujungnya tapi melihat track record aku, most of the time, kalau aku sudah SUKA banget sama orang, sampe head over heels, udah kek kena santet, biasanya ya don’t matter juga mau ni orang dengerinnya ST12 juga (don’t at me, I love ST12, and RADJA too, I think they are geniuses). Tapi being single over 30 now dan setelah mengakumulasi cukup lumayan pengalaman hidup berrelasi dengan orang-orang, at least aku tahu kualitas apa yang aku GAK MAU ada di calon pasanganku kelak. And it’s a really good filter.
Pada akhirnya, pas dipikir-pikir lagi, teman-temanku pun nggak dengerin Stray Kids tapi aku bisa-bisa aja berteman sama mereka, teman-temanku sekarang nggak semuanya bisa appreciating fossil the way I do but I have no problem. Mereka juga nggak nonton konser, makanya ku selalu nonton konser sendirian. Beberapa ada yang suka baca, tapi mayoritas nonton tiktok dan aku masih mau temenan sama mereka. Beberapa ada yang learning 3rd, 4th language, tapi mostly ya cuma bisa Bahasa Indonesia dan English and I am fine with that. Mungkin emang kayanya standarku tinggi banget tapi pas dilihat-lihat lagi, rasa toleransiku sepertinya jauh lebih tinggi/besar daripada “ick”-ku sama orang. Pada akhirnya aku tetap sayang sama teman-temanku ini, kalimat andalanku: “Well, if they are happy, so am I.”.
Seperti yang baru aja ku-post di instastory kemarin, sebetulnya ku cuma butuh suami yang hobi masak dan bersih-bersih rumah karena jujur capek banget kerja seharian nulis tesis tuh, apalagi kalau ngelab YaAllahhhh. Pulang-pulang masih harus mikir masak apa, motongin onions, berdiri depan kompor… Marilah kita berdoa dan wujudkan suami yang punya “selera seni” yang sama denganku dan jago memasak itu. Aamiin. (Kata orang kalau doa di-spell out baik out loud verbally atau dalam bentuk tulisan, biasanya akan jadi lebih mudah termanifestasi, karena otak kita sudah tahu apa yang kita mau).
30.18 31/10/2024 15:07
(I really should be writing my thesis but here I am, writing what I want in my future husband).
14 notes
·
View notes
Text
Para Lelaki, Aku Bocorkan Tentang Perempuan
"Jangan banyak bertanya, lakukan dan berikan. Ia manusia termudah, sekaligus manusia tersulit."
Lagi dan lagi, membahas perempuan. Aku bahas juga kemarin di dua link ini.
Sesekali ku bocorkan rahasia perempuan tentang perasaannya. Kali ini, aku bocorkan hal lain lagi. Agar yang sudah paham, semakin paham. Agar yang belum paham, makin merasa bingung. Dan yang belum tau, semakin penasaran.
Jangan Banyak Tanya
Perempuan itu aneh, iya kuakui. Aneh dalam menghadapi sikap seseorang. Di hadapan temannya ia suka ditanya, kenapa? Mau apa? Mau yang mana? Jadi? Di hadapan lelaki (ya entahlah kau menganggap ini siapanya), dia gak suka ditanya.
Sederhana, sesuai kondisi. Dia mau diperhatikan dengan diperlakukan.
Sakit? Kirim obat, ajak pergi berobat.
Marah? Minta maaf, manjakan, beri sesuatu yang membuat ia bisa happy lagi.
Mau kasih hadiah? Kasih aja, ga usah banyak tanya. Lagian kau hanya basa-basi bertanya kan? Padahal sebenarnya kau sudah tau harus memberi apa?
Dan banyak, tak perlulah kukasih tau semua. Kau pasti paham.
Jadi, salah bertanya ya?
Gak! Kamu ga salah bertanya, yang salah itu banyak bertanya. Terlalu berisik dunia perempuan cuma karena pertanyaanmu, menariknya kau tak apa memberi berisik dengan perhatian dan sebagainya.
Diabaikan
Ya pada umumnya siapa sih yang suka diabaikan🙏 Bahkan sesama perempuan, ketika salah satunya bercerita dan satunya menyimak, ia akan marah ketika temannya tidak menunjukkan ketertarikan dengan cerita dia. Empati dan simpati bahkan tak sedikitpun terlihat.
Kalau gak bisa kasih saran, ya dengarkan aja. Perempuan datang dengan membawa cerita, ya itu lumrahnya. Sayangnya ia merasa terabai ketika si pendengar bahkan tak menunjukkan kesigapan.
Jadi, siap hidup dengan perempuan, ya siap juga untuk mendengar ceritanya. Dan siap juga untuk bercerita. Perempuan akan sangat suka jika ada timbal baliknya.
Udahlah. Aku kira akan membahas banyak, tapi rupanya aku terlalu malas untuk membahas semua. Nanti ku bocorkan hal lainnya🤣
Yayaya lagi-lagi, perempuan juga harus sadar apa hal berlebihan yang harusnya tak boleh terlalu sering dilakukan. Jangan selalu ngeribetin orang lain karena sifat dramatis yang agak anu. Iya sama, aku juga suka yang drama kadang wkwk.
Terserahnya ya memang terserah, jangan banyak komplen kalau terserahnya dikabulin.
Gak maunya ya memang gak mau, jangan marah kalau memang gak diwujudin.
Kenapanya ya dijawab, jangan tunggu dibujuk mampus dulu baru dijawab.
Marah sekadarnya, ngambek sewajarnya.
Laki-laki, tetap hebat. Tetap sabar.
Jangan selalu mencari rumus bagaimana memahami perempuan. Perempuan memang gitu adanya. Si lembut yang sensitif, si periang yang mudah luka, si kuat yang mudah meleleh, si pintar yang bisa tiba-tiba jadi bodoh karena mulut manismu.
Saling memahami, saling membantu.
Semoga Allah mudahkan mendapat pasangan yang siap untuk bersama-sama diajak berjuang.
Perempuan hebat di luar sana,
tetap kuat dan waras ya❤
#tautannarablog #day6
16 notes
·
View notes
Text
Pandangan Politik dari Rakyat Biasa
Zaman mahasiswa, kayaknya adalah masa di mana aku paling melek sama politik. Selain karena status mahasiswa, obrolan yang pasti memasukkan politik, aku juga punya ketertarikan tersendiri. Apalagi pernah jadi korban politik kampus. Padahal aku bukan aktivis, dan bukan mahasiswa yang suka bersuara juga. Mungkin kalau bukan karena itu, aku udah jadi aktivis kali. Tapi yang terjadi lain, sehingga bagi aku masa itu cukup untuk melihat seberapa nggak menyenangkan politik itu bahkan masih di tingkat mahasiswa.
Saking skeptisnya, aku sampai percaya teori ini, siapapun yang jadi pemimpin negeri ini, dia pasti dikendalikan oleh yang punya kuasa. Kuasa di sini nggak mengacu kepada elit global ya apalagi Tuhan, tapi suatu sistem yang terstruktur untuk menguasai negeri ini.
Tahun 2014 dan 2019, aku nggak memilih karena waktu itu juga aku menganut, nggak memilih adalah bentuk pilihan. Secara ringkas aku nggak melihat kalau pak Jokowi sudah cukup layak jadi presiden di tahun 2014, apalagi sebelum mencalonkan diri sebagai presiden aku ingat meski samar ia mengadakan kunjungan ke Undip, dan bilang nggak akan mencalonkan diri sebagai presiden.
Tahun ini kontestasinya beda, begitu banyak euforia yang rasanya nggak cuma hitam dan putih. Jadi sekali lagi aku terpanggil untuk melihat politik dari aku yang sudah bukan mahasiswa lagi. Omong-omong dulu aku beranggapan mahasiswa adalah orang yang paling bebas kepentingan dalam politik sehingga punya penilaian paling objektif dan rasional, tapi makin kesini anggapan itu mulai bergeser. Apalagi melihat fenomena yang terbaru, mahasiswa almet merah yang menangis untuk salah satu capres (menangis kan bagian emosi bukan nalar) dan memilih karena kesan yang nggak memberikan kesan.
Ketiga paslon sekarang ini awalnya nggak ada yang cukup banyak aku soroti, kecuali apa yang dihidangkan media tanpa dicari. Tapi memang karena aku kuliah di Semarang dan sempat kerja di sana (2013-2019) aku punya pengamatan yang lebih panjang terhadap pak Ganjar dibanding yang lain. Apalagi di awal-awal kepemimpinan beliau jadi gubernur, ya meski sejak lulus akhirnya blas stres mikirin pasca kampus, mana lagi mengkonsumsi berita politik.
Pak Anies yang menjabat sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan di zaman aku kuliah nggak memberikan peran signifikan karena saat itu universitas ada di bawah kemenristekdikti yang menterinya kebetulan rektor terpilih Undip pak Nasir, jadi secara otomatis nggak cuma aku mungkin juga teman-temanku di kampus, lebih banyak ngomongin pak Nasir daripada pak Anies. Pula aku bukan rakyat Jakarta yang dulu nggak pernah berniat ke Jakarta, ya semacam urusan kalian lah itu pemilihan gubernur, kami mah ya penonton.
Sedangkan pak Prabowo, nggak akan aku denial kalau beliau aku blacklist sebagai pilihan di tahun 2014 dan 2019 karena cerita 1998. Apalagi di tahun itu aku nggak pernah membaca kiprah politik beliau di pemerintahan (kecuali ketua partai yang bagi aku nggak dihitung sebagai peran dalam pemerintahan) untuk bisa dijadikan acuan akan bagaimana beliau memimpin Indonesia. Karir teranyar beliau untuk negara ini dicopot di tahun 1998 karena pelanggaran HAM. Makanya pas 2019 beliau dipilih jadi Menhan, aku bingung karena kalau dalam pemahaman aku sebagai orang awam, dari tahun 1998-2019 artinya udah ada 21 tahun beliau nggak bekerja untuk pertahanan negara. Kalau aku jadi bos dalam suatu usaha yang membutuhkan pengalaman, jelas aku nggak akan memilih seseorang yang sudah vakum 21 tahun. Jadi pada akhirnya kolaborasi 2019 waktu itu dalam pandangan awamku ini adalah bentuk monopoli kekuasaan.
Bayangin aja waktu itu, eksekutif (presiden) dan legislatif (ketua DPR) udah dari partai yang sama, eh ada oposisi diajak kolaborasi, mau lagi. Ya apa kabar demokrasi?
Sekarang pas beliau mencalonkan diri lagi, aku udah pasti nggak akan pilih beliau, apalagi pas cawapres yang dia gandeng datang dari pelanggaran etik. Nggak cukup di situ, beliau juga tampil dengan kontradiktif, di satu sisi joget gemoy di sisi lain ngatain. Dibilang tegas nggak pas dibilang bersahabat lebih jauh. Semakin kuat nih AsalBukan02.
Untuk menentukan pak Anies atau pak Ganjar, aku maraton nonton debat. Jujur aja aku nggak nonton pas live. Jadi testimoni orang-orang dulu, warganet unek-unek dulu, baru aku nonton. Jadi cukup mengherankan bagi aku kenapa banyak orang menilai pak Anies terlalu manis mulutnya, padahal sebagai calon pemimpin negara, retorika beliau itu adalah standar.
Debat pertama, aku merasa pak Ganjar lebih kontekstual, seandainya aku cuma nonton debat pertama, mungkin aku bakal pilih pak Ganjar.
Tapi akhirnya kan aku harus melihat lain, visi misi, jejak peran, jejak digital, siapa yang mengusung bahkan pendukungnya bagaimana dan siapa juga harus jadi pertimbangan.
Itu kenapa akhirnya aku memilih pak Anies.
Dari banyak berita, atau sikut-sikutan orang pak Anies adalah yang paling adem menanggapi setiap peristiwa. Kalau dalam bahasa sehari-hariku beliau yang paling pintar manajemen emosi. Buat aku itu poin penting, kalau mau ngikutin bahasa gen Z, kan nggak mungkin kita dipimipin presiden tantrum.
Testimoni pak Anies semakin diperkuat sama warga DKI yang sebenarnya mereka lebih pengen pak Anies jadi gubernur aja. Apalagi ditambah bukti kerja nyata. Itu memberikan validasi bahwa kepemimpinan pak Anies itu baik, sampai mereka nggak rela bagi-bagi.
Puncaknya adalah, gerakan warga di media sosial, yang nggak dibayar apa-apa tapi seikhlas itu mendukung pak Anies demi perubahan. Fenomena pak Anies membuktikan bahwa masih banyak rakyat yang nggak bisa dibeli dengan uang. Mereka memilih dengan kesadaran.
Ini warna baru dalam dunia politik yang aku lihat, di mana banyak sekali partisipan pendukung pak Anies yang serela itu mengocek kantungnya sendiri di saat kita tahu bersama, sebelum ini banyak pilihan orang yang bisa dibeli dengan amplop yang isinya tak seberapa. Ya meski dengar-dengar sekarang banyak influencer dan artis yang dibayar mahal untuk dibeli nuraninya.
Belum lagi konsep desak Anies, itu adalah dialog nyata rakyat, tempat aspirasi masyarakat. Beliau keliling dari satu kota ke kota lain, menjawab pertanyaan tanpa mempertanyakan kemampuan berpikir si penanya.
Aku tahu, kita nggak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana. Tapi seandainya pun ada plot twist yang dihidangkan di masa depan, setidaknya kita nggak memilih tanpa berpikir dengan matang. Dan ini adalah narasi yang juga sering aku dengar dari pemilih pak Anies lain.
Aku berani katakan, aku pilih pak Anies dengan komposisi visi misi, jejak kepemimpinan (pengalaman), jejak digital (sikap), pendidikan (intelektual dan bahasa), strategi kampanye, juga sikap dan solidaritas pendukungnya.
Dan aku rasa kamu juga harus memiliki pertimbangan ini setidaknya tiga dari ini untuk memilih, mana yang menurutmu layak. Kalau masih nggak ada yang menurutmu paling layak, singkirkan aja yang nggak layak. Kalau ketiganya masih nggak layak, ya wassalam.
03 Februari 2023.
22 notes
·
View notes
Text
Klisé
Belokan jalan mempertemukan mereka, namun salah satunya seperti Mimosa pudica. Hitungan tengah malam dibantunya dengan angka-angka seadanya. Rumah kosong menjadi mata-mata bagi pria dengan pakaian berwarna abu yang melewati seorang gadis dengan pakaian merahnya.
Semua itu hadir dalam klisé surut pasang perasaan penuh ketertarikan. Dengan sebuah panggilan penuh kesopanan, pria itu mengembalikan senyum di sudut bibirnya. Sampai saat ini, mereka berdua hanya terbentuk dalam perkenalan yang tak pernah terjadi karena salah satunya belum ada yang mengawali.
@migynous
14 notes
·
View notes
Text
Bukankah hubungan tercipta dari titik temu antara ketertarikan dan kenyamanan, kemudian bertahan sebab saling memperjuangkan?
Dalam hubungan apapun aku tidak mau berjuang sendiri, sebab semua yang sepihak hanya akan menghasilkan muak.
24 notes
·
View notes
Text
Salah satu red flag yang saya terapkan saat komunikasi dengan orang—terutama orang baru kenalan—adalah etika membalas pesan. Saat kita sapa “Halo, bagaimana kabarnya?” Lalu dibalas “baik” saja tanpa ada pertanyaan balik seperti “Baik. Kamu sendiri bagaimana kabarnya?” itu langsung saya putus dan hapus. Komunikasi itu selain representasi pesan ekstrinsik, dia juga punya pesan tersirat soal kemauan dan ketertarikan untuk berkomunikasi. Sifatnya dua arah dan mutualisme. Jika hanya satu yang aktif dan satunya merasa penting, tinggalkan. Bibit-bibit kita mengemis perhatiannya sudah nampak dari sini. Hargai diri kita sendiri.
381 notes
·
View notes
Text
Standar Terlalu Tinggi
Apa yang terpikirkan oleh kita saat mendengarkan kata “Jatuh Cinta”?
Mungkin salah satunya adalah tertarik dengan lawan jenis?
Pernah enggak tertarik dengan lawan jenis? Kalau pernah, berarti kamu normal. Karena memang fitrah sebagai manusia memiliki gharizatul nau’ atau naluri ingin melangsungkan keturunan bisa disebut juga naluri dicintai/mencintai.
Jadi jangan merasa menjadi manusia berbeda atau menjadi asing pada diri sendiri ketika merasakan ketertarikan itu. Itu adalah fitrah.
Tapi anehnya, aku pernah diposisi merasa bahwa aku ‘mati rasa’. Tidak tertarik dengan siapa pun dan tidak ada keinginan disukai atau menyukai laki-laki. Pernah aku tertarik dengan laki-laki, tapi aku ubah mindset bahwa “Setiap laki-laki pasti ada keburukannya, tidak semua pada dirinya kebaikan” dan alhasil ya, aku jadi sering menilai laki-laki yang mungkin bersinggungan denganku, misalnya seperti satu komunitas, organisasi atau lainnya.
Awalnya aku merasa ini perbuatan yang salah, karena menjadikanku punya standar terlalu tinggi ketika menilai laki-laki. Tapi ternyata tidak seutuhnya salah ketika aku disadarkan oleh perkataan seseorang. Saat itu ada diskusi tentang perihal jodoh, dan orang tersebut bilang, “Tidak apa-apa jika standar kamu tinggi, malah itu baik. Jadi tidak sembarang orang yang bisa mendekatimu.”
Dan sungguh tidak ada yang tahu, orang yang berkata seperti itu kepadaku ternyata sekarang menjadi suamiku.
8 notes
·
View notes
Text
si slow respon
ada nggak sih yang semakin ke sini semakin ngerasa ‘capek’ balas pesan? capeknya tuh lebih ke arah, di dunia nyata energi udah habis kesedot untuk interaksi sehari-hari, jadi di dunia maya sebisa mungkin untuk menghindari teralu bersosialisasi lagi.
semakin ke sini saya sangat sadar diri intenitas ketertarikan saya untuk membangun komunikasi di media sosial semakin berkurang dari hari ke hari.
sehingga ketika menerima begitu banyak pesan masuk, terlebih dari orang asing dan keharusan untuk membalasnya membuat saya seperti mengeluarkan tenaga yang begitu banyak.
ada kalanya saya ingin hidup di media sosial sendirian saja. menikmati keramaianya, tanpa mengikutsertakan diri di dalamnya.
ada waktu-waktu di mana saya hanya ingin membuat story, tanpa perlu mendapatkan balasan apa-apa. ada kalanya saya hanya ingin online dan berlalu larang tanpa perlu disapa dan ditanya lagi apa. ada waktu di mana saya hanya ingin memosting quotes galau, meme receh, ataupun setangkai bunga, yang tidak harus selalu mewakili perasaaan saya sedang bagaimana.
saya tahu bahwa saya adalah orang yang mengesalkan. saya juga tahu bahwa saya adalah orang yang sering membuat orang-orang terdekat saya menarik nafas panjang meminta kesabaran, tetapi baru sekarang saya tahu, bahwa mereka mempunyai hati yang lapang untuk memberi udzur tingkah saya yang terkadang menjengkelkan karena sering lama dan menunda untuk membalas pesan.
terdengar selebay itu, tetapi memang begitulah adanya. untuk membalas sebuah pesan, terkadang saya membutuhkan waktu yang panjang untuk memikirkan jawaban. sehingga lupa menjadi pemenang. berpindah dari satu kolom chat ke kolom chat yang lain, seakan berpindah dari satu perasaan ke perasaan yang lain dengan cepat.
membuka pesan ini, aku tertawa. membuka pesan itu aku mengernyitkan dahi kebingungan. pindah ke chat yang lain, aku terdiam sedih membaca pesan. dan bisa dibayangkan bagaimana perasaanku dalam satu hari jika membalas begitu banyak pesan dengan perasaan yang berbeda-beda ketika membukanya? jawabannya aku sangat kelelahan.
terkait hal ini, aku bahkan telah membuat rencana, jika aku menikah nanti..., barangkali aku akan kembali pada keadaan di mana aku memilih untuk menutup diri dari media sosial. aku pengen hiatus. aku pengen hanya segelintir orang saja yang aku pilih untuk mempunyai akses untuk berbicara denganku. orang-orang yang telah mengenal, bahwa diamku adalah caraku untuk menyayangi dan menghemat energiku yang sangat cepat habis ini.
aku selalu meragukan diriku apakah aku orang yang introvert, karena selama ini definisi introvert di kepalaku hanyalah orang-orang pemalu yang sulit untuk berkomunikasi. sedang aku sama sekali bukan orang seperti itu.
namun, ketika melihat diriku yang lebih merasa nyaman dalam kesendirian, diriku yang mudah akrab tetapi sulit untuk membuat pertemanan yang dalam dengan banyak orang, diriku yang selalu mudah lelah dan merasa ‘penuh’ dalam keramaian yang bising. aku baru menyadari bahwa aku definisi lain dari seorang introvert yang selama ini telah salah kupahami.
jika kalian mempunyai teman yang memiliki kepribadian yang sama denganku, atau barangkali kalian lah orang yang sama itu. kalian pasti punya kecemasan jika karena sifat slow respon kalian yang amat menyebalkan, membuat banyak orang merasa dilupakan dan diabaikan. namun, selama kalian mengetahui bahwa lingkaran terdekat kalian adalah orang-orang yang telah memahami kalian luar dalam. yang telah menyayangi menyenangkan dan tidak menyenangkannya kalian sebagai seorang teman. nggak papa. jika dengan slow respon adalah salah satu cara kalian untuk menjaga kewarasan dan kesehatan pikiran.
- Chapter 03 in 2023
111 notes
·
View notes
Text
Ku kira hanya ketertarikan sesaat, tapi nyatanya rasa ini masih sama meski lebih dari seribu senja telah berlalu.
1.5.2021 until now
10 notes
·
View notes