Tumgik
#hujan kala senja
coffilosofia · 2 months
Text
SANDYAKALA
Malam terkadang ingin menjadi Pagi. Betapa ceria warna-warni dunia bergegap gempita kala Pagi tiba. Biru langit dan hijau ladang menopang lengkung-lengkung garis pelangi. Kumpulan awan seputih kapas saling melempar canda menertawakan pasir-pasir di pantai. Malam tergoda turut memiliki semua itu. Pernah beberapa kali Malam hilang harap. Meski banyak Ia merapah permohonan, akan tetapi pada masanya bulan tersandera gerhana jua.
Malam merasa kelam, Ia kesepian.
Pagi bukan tak menyadari. Betapa Pagi pun menyimpan cemburu pada sang Malam yang senantiasa dikelilingi kerlip rasi gemintang. Bintang-bintang tak lelah berpendar meski tanpa suar. Tak jarang Pagi ingin Malam bisa terus menemani, bukan hanya bertemu sesekali. Akan tetapi rasuk sinar matahari pasti terkekang embun pagi. Hasrat ingin menyentuh kelopak yang merekah, apa daya diri hanya bisa berpasrah.
Pagi merasa patah hati, Ia tak boleh memiliki.
Pada dingin udara fajar dan lembut lembayung senja, sering keduanya bersua, tapi tidak untuk bersama. Keduanya hanya mampu bersitatap untuk kemudian terbenam pada gulat peran-peran kehidupan.
Rindu-rindu yang tertasbihkan tetapi bukan untuk saling menggenggam.
Sering Pagi dan Malam tertunduk berpeluh airmata. Hanya semesta masing-masing yang mampu mendekap melalui lirih doa-doa. Airmata keduanya menjelma menjadi bisik risau angin pada rinai-rinai hujan yang memeluk bumi, merintik dalam sewaktu lalu setia menggenang penuh sunyi.
Tak mampu saling meninggalkan namun tak kunjung bisa sejalan berdampingan.
20 notes · View notes
jejaringbiru · 1 year
Text
Hari Ini
Tumblr media
@lenterapenamu
Hari ini, jantungku berdegup begitu kencang, rasanya sesak. Bahkan aku seperti kesulitan mencerna pikiran. Kucoba untuk tenang dan gelombang di dada masih saja tak beraturan. 
Lalu, aku mencoba mengingat Tuhan, Dia Allah yang akan menurunkan ketenangan pada hati yang sedang merapal beribu-ribu permintaan. Sungguh, diriku penuh dengan keyakinan. Perlahan, kulantunkan penghambaan secara mendalam. Semakin kumengingat kasih sayang-Nya, semakin aku merasakan kekuatan.
Aku ingin bertahan, aku ingin melewati badai yang hampir tak berkesudahan. Semoga Allah mampukan diri ini untuk menuntaskan ujian kehidupan.
@aksarapuan94
Pesan darimu hari ini kudiamkan. Barangkali sampai beberapa waktu kedepan. Sebab aku ragu, kita saling bertukar pesan atau kamu hanya sekadar membalas pesan. Aku berusaha secukupnya denganmu hari ini, sebab takut tak bisa mengendalikan diri saat kamu hilang nanti.
@cawanrasa 
Ketika hari ini kudapati belum ada kemajuan tentang kita, hatiku selalu bersuara "mungkin besok." Namun ketika besok telah menjadi hari ini, malangnya hatiku masih menyuarakan hal yang sama. Entah berapa banyak lagi besok yang harus kutemui. Satu hal yang pasti, aku akan setia menanti.
@gndrg
Hari ini adalah kamu Kemarin adalah aku Semesta dihantui ragu Hingga menjadikan kita lini waktu yang tak satu
Hari ini, aku juga akan merekayasa hujan bersama angin dan awan. Atau mungkin melukis senja dengan surya dan cakrawala. Entah mengapa, belakangan ini aku menjadi begitu licik demi merencanakan pertemuan kita lagi.
@hardkryptoniteheart
Cahayamu pernah menjadi suar yang memanduku keluar dari kegelapan. Kala itu, aku tak pernah satu kalipun menyangka akan mengalami jatuh sampai titik terendah dalam hidup.
Jika bayangmu yang bercahaya itu tak dihadirkan Tuhan ke dalam benakku, apakah mungkin kulihat harapan yang dapat membuatku bangkit kembali dan bertahan hidup sampai hari ini?
@maknafrasa
Hari ini masih sama seperti hari kemarin. Rasaku padamu. Rinduku padamu. Belum dapat terganti. Sampai hari ini masih ada namamu di hati. Hari ini masih sama seperti hari kemarin. Rasaku padamu. Rinduku padamu. Belum dapat terganti. Sampai hari ini masih ada namamu di hati.
@padangboelan
Katanya, teman terbaik adalah diri kita sendiri. Maka, mulai hari ini aku ingin mencintai diriku lebih baik lagi.
@yurikoprastiyo
Cara untuk memenangkan pertarungan dikemudian hari, bisa diawali dengan sebuah tindakan dihari ini.
@yustrialubna
Menengok ke belakang, mustahil terulang.
Menatap jauh ke depan, seringkali malah menambah kecemasan. Penyesalan tiada arti jika tak diperbaiki hari ini. Kecemasan tiada henti jika tak dipersiapkan sejak saat ini.
Sadarlah dan hiduplah sekarang, gunakan dengan baik untuk mempersiapkan hari yang akan datang.
@calonmanusia
Hari ini mungkin tak kau dapatkan keinginanmu di hari kemarin. Bisa jadi hari ini bukanlah waktu yang tepat. Mungkin kau belum butuh yang kau harapkan, atau mungkin kau belum siap mendapatkannya.
Apakah kau ingat, mungkin hari ini salah satu do'amu atau do'a orang-orang tersayangmu telah dikabulkan. Do'a yang telah sangat lama kau panjatkan itu telah tiba pada saat waktu paling tepat. Kau ingatkah itu?
Hari ini, cobalah ingat-ingat do'a masa lalumu. Dan mari mulai untuk meredam ego tergesa-gesa dalam memanjatkan do'a. Skenarionya lebih dari semua yang kau bayangakan.
Hari ini berbahagialah.
@shofiyah-anisa​
Hari ini saat fajar, kembali kutengokkan kepalaku ke masa silam. 
Katamu "biasa aja sih", saat memberi kesan akanku. Maka, saat itu kuputuskan untuk kita berteman. Begitu roda kehidupan diputar, binar matamu selalu terpancar, namun seakan kututupi dengan benang tebal, hingga larut kau tinggalkan secarik pesan “Aku akan pergi.”. 
Apakah aku menyesal? Tidak, cara menyayangimu adalah berbeda, pergilah dengan bangga dan bahagia. Aku? Tidak akan menutup pintu, barangkali kau akan menengok sesekali.
@manusiafajar
Lagi, menangis lagi hari ini. Lagi, menyeka air mata sendiri.
Lantas, apa yang salah dengan sendiri dan hari ini? 
Lebih cepat melangkah, menyusun ketegaran tanpa keluh kesah. Sayang, kamu tidak selemah dan selelah itu untuk berhenti dan menyerah.
Dan kan tiba saatnya susunan ketegaran menemukan ketegaran lain dan menjadi kuat, tanpa kalah.
72 notes · View notes
tulisanutin · 4 months
Text
Tumblr media
UNTUKMU SENJA
Senja selalu terlihat cantik di kala berganti malam, mungkin senja akan terlihat meredup di saat kau patah hati.
Sudah banyak senja yang aku lalui , namun belum pernah ku lewati senja untuk membawa mu kembali kepadaku.
Lalu haruskah aku menunggu mu sampai langit matahari terbenam dan lalu berbicara tentang seribu warna. 
Aku mencintaimu sebanyak hujan. Kau mencintaiku sesingkat senja. Seperti hujan, aku jatuh cinta berkali-kali. Seperti senja, kau jatuh cinta kemudian pergi.
Sekalipun hanya sejenak, namun senja pergi meninggalkan rasa hidup ini amat teramat singkat.
Senja sampaikan kepadanya aku merindu, dan Kutunggu dirimu di bawah ungunya langit senja.
Senja seakan tahu bagaimana berpamitan dengan caranya sendiri tanpa melukai hati, dari senja juga mengerti arti dari ikhlas dari kata perpisahan.
Cinere Depok ,8 .06.2024 | 20.53
15 notes · View notes
diksifaa · 10 months
Text
Tumblr media
Mencintai langit, bukan hanya sekedar bahagia bertemu senja, dan tersenyum candu melihat birunya angkasa. Namun juga tentang menyenangi teriknya sinar sang surya, meresapi rinai gemuruh kala hujan melanda, serta menikmati kegelapan malam yang mempesona.
Dan ia, masih terjebak dalam jeratan tanya, benarkah ia mencintai seutuhnya keagungan nabastala ? Atau hanya sebatas mengagumi senja ?
Faa, ditempat yang paling asing
21 notes · View notes
irfaaaaannnn · 1 year
Text
Laki-laki itu K-nya adalah Kerja Keras
Nanti ingin tinggal dimana? Di gedung-gedung mewah perkotaan kah? Apartemen dua kamar yang muat untuk keluarga dengan dua anak? Yang tak pernah dicium sinar mentari kecuali saat minggu pagi? Yang setiap hari selalu berputar pada keluhan macet, polusi, dan harga rumah yang semakin tinggi. Memangnya nanti mau tinggal di IKN?
Nanti ingin tinggal dimana? Rumah kayu sederhana di pedesaan kah? Di kaki bukit nan hijau, aroma udara yang segar memenuhi paru-paru, dan air sungai yang sejuk sampai ke tulang? Kebun-kebun yang luas di belakang rumah, aroma tanah yang basah selepas hujan, dan azan maghrib yang menggema seantero desa di kala senja.
Nanti ingin tinggal dimana? Di luar negeri? Di negeri yang jaraknya puluhan ribu kilometer dari ibu pertiwi? Agar apa? Agar lebih mudah mencari makan? Menghidupi janji akan banyak gaji dan tunjangan? Atau jangan-jangan agar bisa menonton klub kesayangan berlaga setiap pekan? Aduhai...
Kutanya sekali lagi, nanti ingin tinggal dimana?
Kamu menghela napas panjang. Ada jeda sesaat. Aku kira itu adalah pertanyaan yang mudah. Bahkan kemarin rasanya lebih susah. Akhirnya kamu menjawab, "Dimana saja asal bersamamu, asal karena Allah. Sehidup sesurga, kan?" ucapmu pelan, meyakinkan. Aku tersenyum tipis.
22 notes · View notes
kanal-imaji · 2 years
Text
Derai Rindu
Tumblr media
Oleh @kanal-imaji & @by-u
Saat kubuka lembar-lembar kenangan, kerinduan menjelma gugur hujan yang lembut mengetuk-ngetuk jendela kaca, berharap lekas sampai ke lantai kamarmu, meski kau 'kan segera mengeringkannya.
Namun, izinkan aku sekali lagi sejenak singgah pada huruf-huruf yang rutin menulis namamu dalam helai-helai sajak basah, untuk sekadar mengingat senyuman indah yang pernah mewarnai sore yang remuk, malam yang peluk.
Pada gemuruh rintik kali ini, kembali kudapati engkau tersenyum manis di sela-sela guyurannya. Aku teringat saat kita berdansa berdua dalam alunan musik semesta kala itu. Aku dengan segenap cinta untukmu; engkau dengan segenap rasa untukku.
Engkau kembali terkenang dalam hujan yang menggenang di pelipis mataku. Tak pernah 'ku tahu mengapa begitu, tapi nyatanya kau tetap menjadi pemilik hatiku.
Ingatkah engkau dulu, kita adalah butir-butir hujan yang riang berkejaran memeluk tanah; adalah dua burung pipit yang lupa senja saat mengitari sawah; adalah bait-bait sajak yang bersahut menyuarakan bunyi paling rindu, sebelum angin meniupkan pesan musim paling dingin, mengantarku pada himne kesepian panjang.
Hingga pada akhirnya, aku hanya sanggup memandangmu, tanpa punya keberanian untuk menyapamu kembali.
Maka sebelum segenap tekadku memudar, bolehkah aku bertanya "Apa kabar?"
Mukomuko—Gresik, 18 Januari 2023
60 notes · View notes
ziharhizlan · 2 months
Text
Chandra di bumantara yang kelam
Lembayung senja mengiringi datangnya malam
Anindya sesaat mata memandang
Rinai hujan datang seakan tak diundang
Ekspetasi kian memudar akan hadirnya mendung
Nuansa malam yang kelam kini berubah menjadi sendu
Citta asa tak lagi membara seperti sedia kala, karena
Ego yang membalut seakan sudah tiada antara kita
Lara, ketika semuanya sudah terjadi
Akankah sendu ini akan berakhir seperti ini?
Entah mengapa fikiran ini selalu berselisih
Lamunan, yang tak kunjung usai
Perihal semua ini aku mengerti
Izinkan aku untuk memahami isi hati
Entah bagaimanapun akan ku cari solusi
Tolong pahami dan cobalah mengerti
Empati enggan dituruti kata
Renjana ini tak luput lebih dari sebagian makna
Jakarta, 28 February 2024
2 notes · View notes
rsintiyaaa · 10 months
Text
Ketika pamit pergi dikala senja menurunkan jingganya
Ketika ikhlas hadir dikala hujan menurunkan rintiknya
Aku rindu
Merindukan laut dan duduk di pasir tiada habisnya
Menunggu apa yang aku tunggu dan ada masanya
Seperti kala itu, laut dan langit saling mengasihi satu sama lain
✍️: @rsintiyaaa
3 notes · View notes
dinikhsanudin · 1 year
Text
Tumblr media
Putih Abu-Abu
Di sudut ruang kelas aku pernah menulis satu catatan. Sebuah catatan yang kusimpan rapi di ruang imajinasi. Ruang yang tanpa sengaja aku ciptakan sendiri, di mana sisi jendela-jendelanya tercipta dari sinar mentari pagi dan daun pintunya terbentuk atas raut merekah senja sore hari. Aku percaya kelak suatu hari nanti catatan itu akan kubaca kembali.
 
Aku masih ingat raut wajah orang-orang yang berjasa. Yang pernah mengajarkan cara membaca, cara melihat, cara mendengar, sebelum seutuhnya menilai. Setiap helaian makna yang kutulis kala itu adalah garis cahaya yang akan mengantarkan pada suatu tempat yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Mereka pernah mengatakan "Bermimpilah setinggi langit, gapailah bintang-bintang dan jadilah kejora yang bersinar terang". Begitulah kurang lebih suara yang ditangkap oleh daun telinga yang bahkan hingga saat ini masih menggema hingga ke dasar dada.
 
Selang satu dasawarsa berlalu, kurasa aku masih di tempat biasa. Entah apakah karena aku yang tak pandai berlari, atau terlalu nyaman berdamai di tepi, atau mungkin aku yang kurang pandai mensyukuri.
 
Tuan, tolonglah aku bagaimana cara keluar dari satu titik ini.
 
Berkali-kali aku menghitung lelah, bahkan kini aku telah lebih pandai dari bunga-bunga letih yang tertiup angin, batu karang yang dihempas sang ombak, dan pecahan-pecahan kaca yang tak bisa terangkai utuh kembali. Aku pernah merasakan sesaknya patah, pedihnya luka, dan jenuhnya menunggu.
 
Tentu, atau barangkali, di dekat pohon genus Picea yang kupandangi setiap pagi waktu itu kini masih menyimpan banyak cerita yang singgah sementara atau sebaliknya tumbuh menjadi kenangan selamanya. Dari setiap corak yang mewarnai tangga lalu turun sejenak pada sebuah tempat hamparan di mana kita sama-sama berdiri menatap mimpi. Seperti cerita tentang Peri yang pernah aku tulis di lain hari, aku masih di sini mencoba berdiri sendiri.
 
Bola-bola kecil yang kusentuh, papan hitam putih yang selalu diam kemudian tertawa, dan para kursi tempat duduk yang pandai mendongeng, menjadi pengiring cerita di kala hujan jatuh di bawah sinar matahari. Terik panasnya pernah reda ketika sempat kupandangi sejenak. Elok dan indah wajahnya menyadarkanku jika aku tak sepantasnya tak sadar diri.
 
Jika kuputar kembali dahulu kita pernah beramai-ramai bermalam sepi di tempat ini, berhiaskan hangat api yang menyala dan mendengar cerita-cerita yang membuat kita sama-sama tertawa. Berjalan melintasi keheningan, menanti sang fajar, dan menenggelamkan wajah ke dalam dinginnya udara di gerbang mentari.
 
Aku menjadi manusia aneh yang duduk terdiam di sudut jendela. Memandangi lalu lalang, dan sesekali menyendiri untuk membaca ulang sajak di tempat di mana buku-buku rahasia itu disandarkan.
Kita selalu memiliki kisah masing-masing yang dibalut sesal. Namun aku menyadari dari sanalah kita tumbuh dewasa.
 
Kali ini aku tidak banyak bercerita tentang kepedihan, hanya seikat bunga yang kuletakan di tepi barisan kata. Tidak banyak yang tahu.
 
Di akhir kata, aku ingin membaca ulang kembali catatan kecil yang kutulis tepat di  Sabtu malam. Ketika keheningan membawa malam menjadi tumbuh, tumpukan doa-doa yang jatuh, bintang-bintang sedang ramai bercerita, dan sang bulan yang sedang cantik-cantiknya, sepertimu.
 
Putih Abu-Abu
 
Tanpa sengaja kita bertemu
Bersama saling melengkapi
Menyatukan serpihan menjadi sebuah cerita
Tak terasa
Kini tiba waktunya mengetuk pintu masa depan
Suatu saat nanti kita akan punya kehidupan masing-masing
Dan semua ini akan menjadi bingkai kenangan di masa tua
Sampai jumpa, kawan
 
(Mei 2012)
 
- d.i -
3 notes · View notes
aftervoid · 2 years
Text
Thesis. I Senja Teduh Pelita.
Tumblr media
Diambil dari lagu Maliq & D Essentials. Kalau kamu udah pernah denger lagu nya iya itu maksudku. Duduk di taman, waktu itu belum kenal tapi sudah berani saling sapa sambil bincang sedikit topiknya Asmarandana tapi otak ku sebiji jagung jadi hanya bisa mengangguk iya iya saja lalu ada yang tak bisa melepas mata nya dari sosok teduh menyenangkan, ada yang hati nya bermekaran tapi masih malu malu akhirnya kenalan lewat Bunda nya, abis itu heran kok bisa ada orang semeneduhkan ini seharusnya ku tatap awan tapi maaf wanita di samping ku lebih menawan, tawa dan suara nya yang ceria mampu memayungi hati ku yang senang sambil sesekali melihat dedaunan yang jatuh, sepertinya semesta ikutan merestu dan setuju.
Dunia di kala senja itu kan paling memabukkan ya suasana nya yang indah tak karuan, langit biru jadi jingga. Sama hal nya dengan ia yang ku nanti nanti sosoknya bertemu dalam rindu lalu aku tak segan segan merayu Tuhan semoga ia bawa pesan menyenangkan dan baik baik untuk sosok tersayang.
Walaupun nanti kita dibawah hujan, dengan yakin langit akan tetap benderang diiringi pelangi dari belakang. Lalu di malam hari ada yang memberi senyuman paling indah selain bulan sabit di atasnya.
Sayang boleh kah ku bilang cinta, boleh ya? Aku terbuai Asmara sederhana mu, Pelita ku.
II
Seperti biasa, biar pagi datang setelah aku memanggil terang. Lalu wanita disamping ku lebih pandai mencuri perhatian, sambil memohon agar malam jangan berlalu jangan datang dulu terang kuingin berduaan dulu ya tuhan. Tersibak helai nestapa menggulung rambut kilaimu yang kutatap kian hari makin cantik saja, tentu saja melanda jantung hatiku kadang kusematkan juga bunga di telinga mu, biar ayu walaupun aku sudah tau kamu selalu sedayu.
Kadang berdiam diri dirumah dengan mu saja dari malam hingga malam lagi, semakin banyak waktu bersama semakin ku kaitkan rasa syukur ku yang ada saat tau kau masih utuh dalam jiwa dan raga yang baik. Saling menjaga itu kan kewajiban tiap manusia ya sayang tapi aku mau menjaga kamu setiap hari setiap detik. Ku ajak semesta kerjasama dan ikut andil dalam dekap hangat yang menghantarkan nya padamu.
Sayang, ternyata kompetisi cinta yang aku banggakan aku juga yg mulai menyerah duluan, bendera putih berkibar tanda nya aku makin sayang.
2 notes · View notes
coffilosofia · 4 months
Text
KALOPSIA
Duhai kekasih, sore belum juga menua ketika lirih terdengar alunan nada sedih di kejauhan. Dentingnya menggelisahkan benak yang tengah diperdaya kerinduan. Saat-saat seperti ini, aku ingin engkau membawa serta aku ke tempat dimana tak ada rasa kesepian. Beberapa waktu perasaan kita bertahan dalam diam yang kita sangka adalah tenang. Tabah ternyata telah dengan sengaja mengumpankan diri pada tetapnya jalan suratan.
Mengapa cinta di antara kita serasa tak berkenan?
Dalam hati aku bertanya-tanya, bila kita ini sebaiknya berlari ke ujung dunia sembari merapatkan genggaman yang sedari awal telah bercelah; atau jika kita pergi saja pada cakrawala yang mana matahari menolak untuk terbenam lalu menasbihkan janji cinta kepada Sang Kala.
Engkau selayak penjaga tenang semestaku.
Tegarmu menguatkan aku melalui terik kemarau dan risau badai seribu musim. Bersamamu aku seolah mampu melampaui gelap segemerlap Cassiopeia dengan kecepatan cahaya pada pusaran Andromeda.
Aku bahagia sekedar bersandar saja pada bahumu dan kita berbincang tentang rasi-rasi bintang.
Duhai belahan jiwa, sang gulita semakin liar membuai dalam lingkar enigma takdir yang menanti untuk dijumpa. Aku masih saja berkeras kepala memikirkan akankah kita terhapus dari catatan langit atau kita sebenarnya tengah tersesat saja.
Sejatinya kita adalah bidak catur yang penuh ketidaktahuan.
Bila kelam telah mengalahkan terang, kelak kecuplah aku penuh keberanian seperti terakhir kali senja menantang pendar sang Bulan. Dekap erat saja aku seberpeluh cintamu hingga aku berserpih dan keping-kepingnya menyatu dalam teka-teki misterimu.
Pada hari saat hujan tak henti membasahi tubuh kita, katamu, "selamanya takkan pernah ada yang berubah dari kita. Sebab ini bukan tentang jarak, tapi tentang rasa."
Tetapi sayang, andai terbang bukanlah pilihan akankah sayapmu bersedia jua patah bersama-sama?
22 notes · View notes
isoraisohalseuisoo · 2 years
Text
Untuk mu Lelaki ku dibulan Januari.
2015 ada masanya
Tuan, Masih ada pelangi berpendar di sudut pelupuk matamu? Apa sabit di bibirmu masih utuh melengkung seperti senja yang pernah kita lumat bersama waktu itu? Aku harap masih tetap begitu. Hari ini sendu mencibir senja, bersama angin mengusik seisi ruang kepalaku. la menjelma visualisasi kedai kopi. Kau ada di dalamnya dengan performa bayangmu yang membias pada secangkir kopi, sedang asik memilin kenangan. Sejujurnya, aku tengah siap menghangatkan kembali kopi yang kaubiarkan dingin, sedingin senja waktu itu. Namun aku urung.
Tuan, ini lamunanku yang ke sekian tentangmu. Tentang keikhlasan yang seharusnya diikhlaskan. Dari aku yang tidak bisa meski akhirnya harus mengikhlaskan. Sore ini tidak ada hujan, tidak pula gerimis, hanya sedikit sendu di sudut-sudut kusen jendela. Menjadi pembatas antara sadar dan nanarku. Juga setumpuk lamunan tentang binar senyummu. Sungguh mereka hidup dalam tempurung kepalaku.
sayang ku. di bulan Januari, bertambah satu tahun sudah usiamu. Melalui merah yang sekilas menjadi kaleidoskop, ketika kita membuat sindiran itu menjadi semburan tawa yang kita nikmati bercanda. Jangan lewatkan puisi-puisi saya. Karena sekarang saya hanya seorang prajurit dalam nama. Atau anggap saja aku bajingan paling melankolis...bgitu yang selalu kau utarakan.
. dua jemarinitu sadar sudah melewati pelik suka duka bersama. Lewat lembayung yang menjadi keleidoskop selayang pandang, kala kita membuat satir menjadi rerintik tawa yang kita nikmati dengan canda. Jangan rindu pada puisi-puisiku. Sebab kini aku hanyalah serdadu perindu tanpa nama. Atau anggap saja aku ini bajingan paling melankolis yang mengagumimu. Kini tentangmu adalah serangkaian doa yang selalu kuadukan pada Tuhan.takkan kubiarkan serangkaian takdir yang sukarela merebut tawamu.
Terima kasih telah menjadi Man of the Month bulan Januariku selalu. Kamu adalah jantung yang berdebar-debar dalam desakan, yang berupa kata-kata resah. Di antara isak tangis, dan tawa ku. akhirnya aku tahu; Dan pada akhirnya saya mengerti; beberapa perasaan yang terbalas atau pun tak terbalas pun sangat membutuhkan kata-kata yang tulus.
JANUARI KU DAN MATA BINAR ITU SELALU ADA MENGECUP PAGI KU.
3 notes · View notes
woototheisa · 2 years
Text
Maghrib Tersunyi Para Jamaah
Tumblr media
Senja itu, matahari enggan menjadi jingga karena tertutup awan kelabu. Dengan mengayuh sepeda, yang setia menemani sejak usia dua belas—ku lajukan menuju surau sederhana yang kini menjadi lebih luas karena renovasi. Perasaan senang, karena akhirnya bisa ke surau lagi. Tak lupa, perasaan sedih pun telah menggelayuti hati, sejak setibanya di rumah. Sedih, karena Sang Guru kita tidak bisa hadir maghrib itu. Kemana pula beliau? Apa yang terjadi?
Maghrib itu, menjadi maghrib paling sunyi yang pernah terjadi. Jamaah laki-laki hanya satu baris, begitu pula yang perempuan. Anak-anak kecil ada, tapi tak sebanyak biasanya. Setelah adzan berkumandang, sekitar sunyi. Hanya terdengar rintik hujan di luar. Imam sudah bersiap di tempat, dan bersiap tidak seperti biasanya. Ada sepatah dua patah kata dari Sang Imam sebelum shalat Maghrib diselenggarakan. Perkataan apa pula? Bukankah seperti biasa imam shalat jamaah selalu mengingatkan para makmum untuk merapatkan barisan? Tidak. Tidak hanya perkataan itu.
Baik, kejadian tak diinginkan telah menimpa Sang Guru kita Subuh tadi. Bahkan, kala itu masih sebelum Subuh. Sang Guru tiba di surau dengan niat seperti biasa, untuk tadarus Al-Qur'an sebelum Subuh. Beliau selalu menjadi orang pertama yang tiba di surau. Tak disangka, ternyata sudah ada satu orang yang mendahuluinya tiba di surau. Orang tersebut, kadang kala menjadi muadzin di surau itu. Tapi, ini tidak biasa. Karena, muadzin ini, mengumandangkan adzan lebih cepat dari waktu yang seharusnya.
Sang Guru tentu saja tidak diam begitu saja. Sang Guru berniat baik, memberitahu jika ini belum waktunya adzan dikumandangkan. Sang Guru mengingatkan muadzin kala adzan baru sampai pada lafadz "Allahu Akbar.. Allahu Akbar". Suara muadzin yang telah terdengar oleh beberapa warga sekitar, mendadak terputus. Padahal, tidak mati listrik. Apa yang terjadi dalam rentang waktu itu?
Sang Guru kita, telah berdarah-darah di tangan sang muadzin yang telah dikuasai emosi iblis. Ia merasa tidak terima, karena memang seharusnya ia adzan pada detik itu juga. Sang Guru yang telah tua renta tak mampu melawan, dan hanya mengatakan sepatah kalimat, "Kau mau membunuhku? Bunuh saja", dan benar. Muadzin itu telah menghabisi Sang Guru, di rumah Allah. Saat ini, Sang Guru masih berjuang melawan sakitnya, dan belum sadarkan diri.
Kembali pada imam shalat Maghrib. Sepatah dua patah itu berisikan perintah untuk mendoakan Sang Guru yang tengah berjuang antara hidup dan mati. Dalam kesunyian Maghrib, suara sang imam terdengar parau, gemetar hebat menahan tangis. Tiba saat membaca surat pendek, sang imam sempat berhenti, terisak. Para jamaah pun sama. Kami semua merasakan kesedihan yang sama. Dalam sunyi itu tiada suara anak kecil yang biasanya berisik. Hanya terdengar suara isak tangis tertahan dari para jamaah di surau. Entah ibadah kami diterima atau tidak kala itu.
Shalat Maghrib usai, semuanya diam. Sibuk dengan bait doa masing-masing. Sibuk menangis dengan tangan menengadah. Mengharapkan satu keajaiban untuk Sang Guru kita. Berbarengan dengan itu, hujan turun. Seolah semesta pun turut bersedih atas kabar yang tak diinginkan. Kami yang seusai shalat Maghrib bergegas tadarus Al-Qur'an, kala itu masih tetap terdiam. Masih tidak percaya, atas apa yang sudah terjadi. Sibuk dengan pergulatan kesedihan masing-masing.
2 notes · View notes
saktiwav · 2 months
Text
MAWAR JINGGA
Tumblr media
Empat tahun lalu, kala senja datang dengan syahdunya, aku memutuskan untuk menyambangi kafe dekat kantor sebelum pulang ke rumah, untuk menyelesaikan deadline tugas kuliahku yang akan ditutup tengah malam ini. Aku bukan penggemar kopi, disana aku hanya memesan vanilla shake untuk membantu lancarkan ide kreatifitasku sambil memandang langit yang mulai berpendar jingga. Kafe itu sederhana, dengan jendela besar yang menghadap langsung ke arah barat, tempat matahari perlahan tenggelam ke balik cakrawala.
Tak lama setelahnya, aku mendengar bunyi lonceng kafe yang sedikit mengganggu atensiku. Puan dengan surai pirang sepinggang memasuki kafe dengan langkah yang tenang, anggun, seolah ia adalah bagian dari senja yang sedang beranjak pergi. Matanya yang lembut dan penuh ketenangan seketika menarik seluruh perhatianku. Ada sesuatu disana yang membuatku tak bisa mengalihkan pandanganku, walau hanya sedetik.
Kutepis sejenak pikiranku dan memilih untuk melanjutkan tugas typhography-ku. Namun entah sial atau justru keuntungan, si cantik itu memilih untuk duduk di meja sebelahku. Aku melihat ia memegang erat buku non-fiksi yang kuduga adalah materi kuliahnya. Saat ia menarik kursinya, buku yang erat digenggam tak sengaja terjatuh. Entah apa yang membuatku sigap membantunya untuk mengambil buku tersebut. Saat itu, waktu seakan berhenti tatkala pandangan kami bertemu satu sama lain. Hangat. Hangat sekali rasanya. Dunia terasa menghilang dan menyisakan kami berdua di bawah langit yang memerah.
Ia tersenyum, senyum yang begitu sederhana namun mampu menembus lapisan hatiku.
“Terima kasih,”
Suaranya yang lembut membuatku ingin membalas senyumnya, merasa bahwa senyum itu adalah permulaan dari sesuatu yang tak pernah kubayangkan sebelumnya.
Perbincangan kami dimulai dari hal-hal sederhana— buku, matcha latte pesanannya dan vanilla shake pesananku, dan. . . Keindahan langit senja. Namun, semakin lama kami berbicara, ternyata semakin dalam saja pembicaraan kami. Aku merasa ada ikatan kuat di antara kami, meskipun, kami baru saja bertemu tadi. Ada kesamaan dalam caranya memandang hidup, namun juga ada perbedaan yang membuat percakapan kami semakin menarik.
Ketika kafe mulai sepi dan malam menjelang, kami menyadari bahwa pertemuan itu bukanlah kebetulan. Ada sesuatu yang lebih besar yang mempertemukan kami, sesuatu yang belum kami pahami sepenuhnya. Namun, di balik percakapan yang menyenangkan itu, ada sesuatu yang tak terucapkan—perbedaan yang mungkin akan menjadi rintangan kami, sampai saat ini.
Di bawah langit senja yang berpendar jingga, aku berdiri di ujung pagar besi kafe yang pernah menjadi saksi bisu pertemuannya dengan kekasihku; Alisha Evanora. Sinar matahari yang hampir tenggelam memercikkan kehangatan yang terasa pilu, seolah mengerti bahwa hatinya kini penuh dengan perasaan yang tak terungkap.
Kami sadar kami hanyalah dua jiwa yang ditakdirkan untuk saling mencinta, namun terjebak dalam tembok perbedaan yang tak terelakkan. Kami berasal dari dua dunia yang berbeda, dua keyakinan yang tak bisa disatukan meski hati telah lama terpaut. Cinta kami ibarat mawar jingga di tengah gurun, indah, namun rapuh, terlindung dari hujan, namun merindukan kesejukan yang tak bisa diraih.
Kami pernah bermimpi, berharap bahwa cinta bisa mengatasi segalanya, bahwa rasa sayang yang kami miliki mampu melunturkan batas-batas yang diciptakan oleh dunia. Namun realitas perlahan menyadarkanku bahwa cinta saja tidak cukup. Di balik senyuman dan tawa, tersembunyi kegelisahan yang kian menguat, membuatku bertanya-tanya apakah cinta yang kami miliki mampu bertahan melawan arus kehidupan.
“Nora,”
Bisikku sambil menatap jauh ke cakrawala yang mulai meredup. Dalam hati, aku tau bahwa cinta kita adalah cinta yang tak mungkin diterima oleh bumi. Walau kami saling mencinta sepenuh jiwa, namun perbedaan ini menjadi semakin sulit bak jurang dalam yang sulit sekali dijembatani.
Nora adalah mawar jingganya, mekar dengan keindahan yang menyilaukan, namun juga menyimpan luka yang tak terlihat. Setiap detik bersamanya adalah kebahagiaan yang tak terlukiskan, namun juga mengandung kepedihan yang dalam, karena kutahu bahwa waktu kami terbatas. Terbatasi oleh keyakinan yang tak mungkin disatukan.
Di bawah langit yang semakin gelap, aku merasakan beratnya beban yang kupikul. Demi Allah, aku sangat mencintai Nora lebih dari apa pun, namun aku juga mencintaimu Yaa Allah, keyakinan yang telah menjadi bagian dari jiwaku sejak lahir. Begitu pun Nora, yang aku yakin walau sebesar itu juga cintanya untukku, tetap tak akan bisa melepaskan kecintaannya terhadap Tuhan Yesus.
“Aku rindu.”
1 note · View note
langitkalasenja · 2 months
Text
Di kedai kopi sederhana
Kita berjanji tuk berjumpa
Aku duduk di pojok jendela
Tak sabar menanti hadirmu tiba
Dengan girang merapikan diri
Hingga tak sadar waktu telah terlewati
Kopi yang kupesan tak lagi mengepul
Sosokmu yg kutunggu tak jua muncul
Hadirmu terhalang hujan
Atau seseorang dalam pelukan?
— Langit Kala Senja
1 note · View note
pandabear11 · 3 months
Text
Jumat mendung, sepanjang hari ini.
Langit tampak mendung tapi hujan pun tak turun.
Jemuran menggantung sedangkan langit tak mendukung.
Herannya, saat senja sudah bertatap muka, semua barang yang seakan mungkin menjamur menjadi kering tanpa memberi tahu.
Aku merindukan senja kala itu, saat mata tak berani menatapmu, saat aku masih tampak malu-malu. Ah betapa indahnya romansa kala itu.
13.10
28/6/2024
0 notes