#Sebagai Pahlawan Nasional
Explore tagged Tumblr posts
wasalimnaa · 3 months ago
Text
Kebutuhan Guru Berbeda-beda
Melihat banyaknya fenomena "Guru" di Indonesia akhir-akhir ini, membuat saya merasa sedih. Bagaimana guru-guru di Indonesia ini banyak yang diperlakukan tidak adil hanya karena menasihati muridnya. Walaupun juga banyak oknum-oknum guru yang tidak layak disebut sebagai guru. Padahal sejatinya kebutuhan setiap guru itu berbeda-beda. Ada yang butuh gaji untuk menafkahi keluarga, ada yang butuh penghasilan untuk menghidupi diri, ada yang ingin menambah relasi, ada juga yang tidak butuh gaji banyak tapi mereka cukup dengan bersyukur, bahkan ada yang mereka tidak butuh uang tapi hanya butuh suasana yang mendukung mereka untuk bahagia. Yaa bahagia!😊
Mungkin rumah bisa jadi tempat mereka tidak merasa didukung atau dihargai, tapi dengan mereka berangkat ke sekolah menyapa anak-anak bisa membuat hati mereka merasa damai. Disaat mereka menyampaikan ilmu yang mereka miliki mereka merasa ada kelegaan tersendiri karena berhasil menyampaikan sesuatu yang bermanfaat pada hari itu. Belum lagi curhatan anak-anak yang tidak bisa didengar orang tua, tapi guru bersyukur anak-anak mau dan percaya membagikan cerita mereka kepada guru.
Dengan gaji yang tidak seberapa bagi seorang guru, mereka memang layak desebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka mencerdaskan anak bangsa dan turut serta dalam membersamai perkembangan anak-anak didik mereka. Semua guru. Guru TK/PAUD, Guru SD, Guru SMP, Guru SMA, Bapak/Ibu Dosen, Ustadz/Ustadzah, Guru Kursus, Guru Les Privat, bahkan Guru Setir Mobil pun mereka adalah seorang guru. Kita benar-benar tidak tahu apa kebutuhan terselubung mereka saat menjadi seorang guru. Muliakanlah para gurumu, sebab saat kamu menjadi murid kamu belajar dari gurumu, dan saat kamu menjadi guru kamu belajar dari muridmu. Kita semua harus saling merangkul. Selamat Hari Guru Nasional✨️💝🙏🏻🤗💐
9 notes · View notes
journal-rasa · 1 year ago
Text
My Greatest Achievement
Kupikir, sejauh ini pencapaian terbesarku sebagai seorang anak adalah berhasil memaafkan kedua orang tuaku dan mulai menumbuhkan rasa sayang pada mereka dengan sejujur-jujurnya, dengan cara terhormat, tanpa perlu ada kepura-puraan.
Pencapaian terbesarku adalah ketika aku bisa melepas "kamaa rabbayaani saghiira."(sebagaimana mereka mendidikku semasa aku kecil) dan menggantinya dengan, "waj'alnii sababan fii sa'aadatihim, walaa taj'alnii sababan lihuznihim." (Dan jadikanlah aku sebagai penyebab kebahagiaan mereka. Dan janganlah menjadikanku sebagai penyebab kesedihan bagi mereka).
Karena aku tak mau orang tuaku mengalami hal sebagaimana yang dahulu mereka lakukan padaku. Aku tak mau Tuhan menyayangi mereka dengan memberikan kesakitan dan kehampaan sebagaimana yang mereka berikan padaku sewaktu aku kecil. Aku hanya ingin Tuhan menyangi mereka dengan sebentuk kasih sayang yang indah. Bentuk kasih sayang yang tidak serumit seperti yang Dia berikan padaku melalui tangan kedua orang tuaku dahulu.
Dulu aku sering bertanya perihal mengapa aku harus terlahir pada tanggal yang dinobatkan sebagai Hari Pahlawan Nasional ini. Beberapa tahun setelahnya, aku menemukan jawabannya pada sebuah novel, Wandering Star.
"When one forgives, two are healed". Ketika salah seorang bersedia memaafkan, maka keduanya akan tersembuhkan.
Selama belasan tahun ke belakang, konsep makna dibalik kata "maaf" tak pernah terbentuk jelas di benakku. Aku hanya tahu kata "maaf" sebagai "penghapus ajaib" yang sering digunakan seseorang ketika mereka berbuat suatu kesalahan, untuk kemudian mereka pergi tanpa beban dan tak peduli pada luka-luka yang mereka berikan.
Tapi sekarang aku mengerti. Iya, aku mengerti bahwa tugas mereka memang hanya sebatas kata "maaf". Mereka tak perlu peduli dengan luka-luka yang mereka torehkan pada kita. Sungguh, mereka memang tak perlu peduli. Karena itu tugas kita. Bukan tugas mereka.
Membersihkan luka, mencari obatnya, mengobatinya, merawatnya hingga sembuh, lalu belajar berhati-hati agar tidak kembali terluka oleh hal serupa. Itu memang tugas kita. Bukan mereka. Sungguh, kini aku mengerti bahwa maaf dan memaafkan adalah dua kata dengan fungsi yang berbeda, meski keduanya kadang terasumsikan sama.
Ada yang bisa memaafkan, meski orang yang menyakitinya tak pernah meminta maaf.
Ada juga yang tak kunjung bisa memaafkan, meski orang yang menyakitinya sudah bersujud ribuan kali memohon maaf.
Tangan di atas memang selalu lebih baik dari tangan di bawah. Memberi maaf sungguh menjadi pekerjaan yang lebih berat dibanding sekedar meminta maaf. Tapi ketika seseorang berhasil memberi maaf—maaf yang sebenarnya, dengan kejujuran, ketulusan, keikhlasan—maka dia akan menyembuhkan banyak orang, terutama dirinya sendiri.
Ketika akhirnya kau berhasil memaafkan orang yang menyakitimu, maka kau juga berhasil menyembuhkan luka-lukamu, juga luka pada orang yang menyakitimu. Karena mereka yang menyakiti pun adalah orang yang tersakiti.
11 notes · View notes
salmancs · 10 months ago
Text
PENDIDIKAN
mengobrol #1
Tumblr media
HARI PGN ( Hari Pendidikan dan Guru Nasional )
Tanggal 2 Mei 2024 kemarin diperingati Hari Pendidikan Nasional,sebagai hari dimana di tetapkannya untuk memperingati salah satu pahlawan nasional kita ,beliau Ki Hajar Dewantoro ,ialah tokoh pelopor pendidikan di Indonesia sekaligus pendiri Pendidikan Taman Siswa.
Ada hal manarik yang dimana kala mendengar Hari Pendidikan Nasional selalu teringat juga Hari Guru, kala saat waktunya memperingati Hari Guru teringat juga hari Pendidikan Nasional
Yang mana Hari Guru pula diperingati setiap tahunnya pada tanggal 25 November untuk menghormati jasa-jasa guru dan mengenang berdirinya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada tahun 1945.
2 hal yang sebenarnya tak terpisah kala dari kita jika benar benar memahaminya dalam membicarakan Sistem Pendidikan maupun Kualitas serta Kesejahteraan Guru.
Taun ke taun dengan perkembangan dinamika yang selalu berubah2 mendorong bagaimana sistem pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan setiap generasinya, disamping memajukan sistem pendidikan yang lebih berkualitas tak lupa bagaimana menengok kualitas dan kapasitas setiap guru maupun kesejahteraan seorang guru yang ada.
Begitu pula kurikullum kian berubah² menyesuaikan dinamikanya,disamping memiliki kelebihan maupun kekurangan,pastinya ada tujuan lain yang diharapkan dari pengelola sistem di pendidikan kita yang mana pastinya untuk dapat memenuhi kemampuan setiap individual kala nanti dalam mempersiapan era dimana era bonus demografi.
Disamping bagaimana mencapai hal semua tersebut, terkadang setiap dari kita terlupakan.
Bagaimana mencetak/mengkaderisasikan
Bagaimana mengelola/memberdayakan
Bagaimana mengkaryakan/mensejahterakan
Begitu pula akhir akhir ini pasti berbagai isu maupun berita seharunya membuat kita sadar akan bagaimana kondisi pendidikan kita baik dari sistemnya, fasilitasnya,maupun kualitas ataupun kesejahteraan seorang tenaga pendidik.
Masih adanya beberbagai tindak pidana baik siswa maupun tenaga didik yang terjadi di berbagai sekolahan atau bahkan pondok pesantren yang akhirnya membuat kekhawatiran orang tua mensekolahkan di luar dan akhirnya memilih sistem home schooling.
Masih adanya fasilitas maupun kebutuhan yang seharusnya di setiap sekolah2 yang sangat memprihatikan di berbagai daerah terutama daerah 3T.
Masih adanya politisasi uang dalam sistem pendidikan di sebuah lembaga pendidikan,yang akhirnya memberatkan para pelajar maupun orang tua dalam menbiayai proses pendidikanya yang berakibat terhenti dalam meraih mimpinya, hingga pernah adanya statment "pendidikan hanya untuk orang kaya"..
Masih adanya kesejahteraan guru yang cukup memprihatikan ,seperti guru honorer baru menerima gaji setelah 7 tahun menunggu.
Dan mungkin masih banyak lagi pastinya
Dari hal hal tersebut menjadi suatu hal yang perlu dipahami ,yang akhirnya dan seharusnya moment peringatan hari pendidikan nasional maupun hari guru menjadi sebuah reminder penting bagi setiap diri kita terhadap kondisi pendidikan saat ini di indonesia. Bahwasanya masih perlu adanya perbaikan dari berbagai sektor yang ada serta yang terlibat dalam proses sebuah pedidikan.
Dan kedepan, 2 hari sekali disini , coba kembali kita mengobrol bertukar insight bersama akan esensi sebenarnya masing2 peran dalam dunia PENDIDIKAN ..baik selaku tenaga pendidikan,orang tua, lingkungan, pengelolaan sistem pendidikan dlsb.
Terimakasih Aku terima kasih Terimalah kasihku
#BISMILLAHRUMAHCENDEKIA2045
5 notes · View notes
muftimages · 1 year ago
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Tari Bedhaya “Harjuna Wijaya” yang diciptak an oleh Sri Sultan Hamengku Buwana X kali ini menjadi garapannya yang ketiga. Karya Perdana beliau Tahun 1997 berjudul “Arjuna Wiwaha”. Di Tahun 2004 bertepatan dengan peringatan Sri Sultan Hamengku Buwana IX sebagai pahlawan nasional terciptalah “Amurwo Bumi” yang menjadi wujud penghormatan beliau kepada ayahnya (Sri Sultan Hamengku Buwana IX). Dibantu R Riya Kusumaningrat (RAy Sri Kadaryati) selaku penata tari se- nior yang sekaligus mendapat Dhawuh dari Sri Sultan untuk menggarap tari bedaya ini, proses pencarian gerak diawali dengan menerjemahkan sinopsis cerita yang ditulis langsung oleh Sri Sultan. (mufti/indonesiaculture.net)
2 notes · View notes
juliarpratiwi · 1 year ago
Text
Pendidik Sejati
Ketertarikan saya pada dunia pendidikan mungkin dikenalkan dan muncul ketika saya duduk di bangku sekolah dasar. Kala itu saya terpilih mewakili sekolah dalam lomba menulis dan mengarang Bahasa Sunda dengan tema pahlawan nasional. Lalu wali kelas saya menyajikan beberapa pilihan tokoh yang akan saya karang dan pelajari. Kemudian saya memilih tokoh 'Raden Dewi Sartika' alasannya karena saya pernah diceritakan tentang beliau oleh Mamah dan Bapak juga Mamah punya beberapa buku tentang beliau yang menurut saya akan memudahkan saya dalam berlatih, selain itu tokoh pahlawan nasional ini menjadi idola baru untuk saya karena menjadi pelopor yang memperhatikan pendidikan bagi perempuan khususnya di Tanah Sunda.
Dilain waktu, kesempatan itu hadir kembali, saya terpilih kembali mewakili sekolah untuk lomba menulis dan mengarang Bahasa Indonesia dengan tema pendidikan. Karena atas pengalaman sebelumnya, saya mengajukan sendiri tokoh yang ingin saya ceritakan yaitu Ki Hajar Dewantara, sebagai bapak pendidikan Indonesia.
Karena lombanya adalah menulis dan mengarang kembali tokoh-tokoh tersebut, maka saya diwajibkan untuk membaca literasi tentang beliau. Mungkin inilah yang memantik rasa penasaran terhadap pendidikan dan motivasi untuk memberikan kebermanfaatan. Rasa sosial dan empati itu mulai tumbuh melalui cerita-cerita mamah dan bapak, melalui teladan-teladan yang Mamah dan Bapak contohkan. Maka spontanitas saya berkata "Mah doain aku pengen jadi guru seperti mamah."
Saya bersyukur bahwa Mamah telah menjadi guru terbaik untuk saya, saya juga menyadari bahwa peran bapak juga tidak kalah penting pada fase-fase saya tumbuh. Setiap kali saya meminta doa restu kepada bapak ada nasehat yang membuat saya tumbuh berani dan tidak takut menerima apapun hasilnya.
"....ingat terpilihnya kamu bukan karena lebih hebat dari yang lain. Jangan sombong ya, jadikan kesempatan ini menjadi pengalaman yang akan memperkaya wawasanmu. Bapak akan selalu bangga dengan kamu."
Mungkin waktu saya belajar dengan mereka hanyalah sedikit, tapi mereka telah menjadi pendidik sejati untuk saya. Mereka yang menanamkan nilai-nilai hidup yang menemani perjalanan saya sampai saat ini meski raganya telah tiada, meski sosoknya telah pergi.
Alhamdulillah ditengah ketidak sempurnaan mereka sebagai orang tua. Saya percaya bahwa mereka telah dan selalu mengusahakan yang terbaik untuk anak-anaknya.
Semoga segala kebaikan ini menjadi pahala jariyah yang akan menemani Mamah dan Bapak di alam sana.
Terima kasih, pendidik sejati. 🌻🌻
6 notes · View notes
gapki · 11 days ago
Text
Dari Kemiskinan hingga Energi Hijau, Sawit Ternyata Pahlawan SDGs!
Kontribusi industri sawit pada pencapaian tujuan SDGs sosial yakni SDG-1; SDG-2, SDG-3; SDG-4; SDG-5; SDG-6; SDG-11; dan SDG-17 adalah sebagai berikut. Dalam pencapaian tujuan SDG-1 (No Poverty), industri sawit berperan dalam penurunan kemiskinan di Indonesia, serta penciptaan kesempatan kerja pada level desa, nasional dan global. Continue reading Dari Kemiskinan hingga Energi Hijau, Sawit…
0 notes
gooselacom · 15 days ago
Text
Mengawal Sejarah SMSI dalam Bentuk Tim Riset Biografi Margono Djojohadikoesoemo
Jakarta, 28 Januari 2025, Gagasan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) mengajukan Margono menjadi Pahlawan Nasional nampak tidak main-main. Setelah mengadakan FGD (29/10/2024), SMSI Pusat mengambil langkah strategis dalam mengawal proses penulisan biografi Margono Djojohadikoesoemo, kakek Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, yang tengah diajukan sebagai Pahlawan Nasional. Dengan…
0 notes
jenteranews · 17 days ago
Text
SMSI Bentuk Tim Riset untuk Penulisan Biografi Margono Djojohadikoesoemo
JENTERANEWS.com – Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) menunjukkan keseriusan dalam upaya menjadikan Margono Djojohadikoesoemo sebagai Pahlawan Nasional. Setelah sukses menggelar Focus Group Discussion (FGD) pada 29 Oktober 2024, SMSI Pusat mengambil langkah strategis dengan membentuk Tim Riset Sejarah Biografi Margono Djojohadikoesoemo. Tim ini bertugas untuk mendalami lebih dalam perjalanan…
0 notes
turisiancom · 19 days ago
Text
TURISIAN.com - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB, Abdul Muhaimin Iskandar atau yang akrab disapa Gus Imin menegaskan komitmennya terhadap nilai persatuan, toleransi dan keberlanjutan lingkungan. Hal itu disampaikan Gus Imin saat menghadiri acara refleksi Imlek bersama komunitas Tionghoa di Season City Mall, Jakarta Barat, pada Jumat 24 Januari 2025 malam. Dengan tema "Menjaga Bumi, Menjaga Kehidupan," acara ini menegaskan komitmen PKB terhadap nilai persatuan, toleransi, dan keberlanjutan lingkungan. Gus Imin dalam sambutannya menyoroti keberhasilan Indonesia menjaga stabilitas di tengah dinamika politik, termasuk Pemilu dan Pilkada. “Kita telah melewati ujian persatuan dalam pemilihan umum yang berpotensi menimbulkan gesekan sosial. Namun, dengan menjunjung persaudaraan dan toleransi, kita berhasil melalui semuanya dengan damai,” ujar Gus Imin, disambut tepuk tangan para hadirin. Dalam pidatonya, Gus Imin mengajak masyarakat untuk berperan aktif menjaga kelestarian lingkungan. Ia menekankan bahwa bumi bukan sekadar tempat tinggal, melainkan bagian esensial dari kehidupan manusia yang harus dilestarikan. “Menjaga bumi adalah wujud rasa syukur kita kepada Tuhan. Ini adalah tanggung jawab bersama untuk memastikan keberlanjutan hidup di masa depan,” tegasnya. [caption id="attachment_24091" align="alignnone" width="800"] Jamuan makan khas perayaan Imlek bersama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. (Foto: Ist)[/caption] Acara refleksi Imlek ini juga menjadi pengingat akan tradisi panjang PKB dalam merayakan keragaman budaya. “Selama 24 tahun, PKB konsisten menggelar refleksi Imlek. Kebersamaan seperti inilah yang merepresentasikan wajah Indonesia—penuh harmoni di tengah perbedaan,” kata Gus Imin. BACA JUGA: Penantian Istimewa Imlek di Kota Pahlawan, Merayakan Tradisi dalam Harmoni Budaya Tahun Ular Kayu Tidak lupa, ia menyampaikan harapan bagi seluruh masyarakat yang merayakan Tahun Baru Imlek, yang kali ini memasuki Tahun Ular Kayu. “Saya dan keluarga besar PKB mengucapkan Gong Xi Fa Cai 2025. Semoga Tahun Ular ini membawa kedamaian, kesehatan, dan keberkahan melimpah. Menjaga bumi berarti menjaga kehidupan,” tutup Gus Imin. [caption id="attachment_24092" align="alignnone" width="768"] Henry Husada saat foto bersama dengan H. Faisol Riza selaku Wakil Menteri Perindustrian RI. (Foto: Ist)[/caption] Dalam kesempatan tersebut, komunitas Tionghoa menyampaikan aspirasi agar Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. Acara ini juga dihadiri sejumlah tokoh lintas agama. Termasuk Budi Santoso Tanuwibowo (Konghucu), Bhante Vijaya Kusuma (Buddha), Kanjeng Astono (Hindu). Kemudian juga , KH Saifullah Ma'shum (Islam), Pdt. Lorens Manuputy (Kristen), Romo Hans (Katolik), dan tokoh masyarakat Tionghoa. Seperti Wilianto Tanta, Tedy Sugianto, serta Vinsen Effendi Lie. [caption id="attachment_24093" align="alignnone" width="768"] Henry Husada pose bersama Hasanuddin Wahid, M.Hum selaku Sekjen DPP PKB. (Foto: Ist)[/caption] Hadir pula Sekjen PKB M. Hasanuddin Wahid, Wakil Ketua Umum PKB Faisol Riza, dan Ketua DPP PKB Daniel Johan. Sementara itu, Wakil Ketua Umum (WKU) Paguyuban Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI, Henry Husada menyampaikan  bahwa makna perayaan Imlek bukan hanya  sebagai tradisi. Namun juga sebagai refleksi tanggung jawab sosial dan lingkungan. Henry Husada menekankan perayaan Imlek ini harus menjadi momentum untuk memperkuat harmoni, baik dengan sesama manusia maupun dengan alam. “Imlek bukan hanya tentang perayaan, tetapi juga tentang perenungan. Kita diajak untuk menjaga tradisi, melestarikan bumi, dan memastikan kehidupan yang lebih baik untuk generasi mendatang,” ujarnya. ***
0 notes
nagaasia · 1 month ago
Text
Pahlawan Nasional Indonesia: Pengorbanan untuk Kemerdekaan
Pahlawan Nasional Indonesia: Pengorbanan untuk KemerdekaanPahlawan nasional adalah sosok yang memiliki keberanian dan pengorbanan luar biasa dalam memperjuangkan kebenaran dan kemerdekaan bangsa. Di Indonesia, gelar ini diberikan kepada individu-individu yang telah berkontribusi besar dalam perjuangan melawan penjajahan dan ketidakadilan. Melalui pengabdian mereka, Indonesia dapat meraih kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Definisi dan Makna Pahlawan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pahlawan diartikan sebagai orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Pahlawan juga dianggap sebagai pejuang yang gagah berani serta hero1. Dalam konteks Indonesia, para pahlawan nasional diakui atas perbuatan heroik yang dapat dikenang dan diteladani oleh generasi mendatang.
Daftar Pahlawan Nasional
Berikut adalah beberapa pahlawan nasional Indonesia yang patut dikenang:
Ir. Soekarno: Presiden pertama Republik Indonesia, lahir pada 6 Juni 1901. Soekarno berperan penting dalam proklamasi kemerdekaan dan dikenal sebagai orator ulung24.
Mohammad Hatta: Wakil Presiden pertama yang lahir pada 12 Agustus 1902. Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia dan memiliki peran strategis dalam diplomasi internasional untuk pengakuan kemerdekaan46.
Jenderal Soedirman: Panglima besar yang lahir pada 24 Januari 1916, terkenal karena kepemimpinannya selama perang melawan penjajah, bahkan saat mengalami sakit13.
Pangeran Diponegoro: Tokoh penting dalam Perang Jawa (1825-1830) melawan Belanda, lahir pada 11 November 1785. Ia menjadi simbol perjuangan rakyat melawan kolonialisme24.
R.A. Kartini: Dikenal sebagai pelopor pendidikan bagi perempuan di Indonesia, lahir pada 4 Desember 1879, Kartini memperjuangkan hak-hak perempuan dan pendidikan3.
I Gusti Ngurah Rai: Pejuang dari Bali yang memimpin pertempuran Puputan Margarana pada tahun 1946, lahir pada 30 Januari 1917. Ia dikenal karena keberaniannya melawan pasukan Belanda46.
Menghormati Jasa Pahlawan
Setiap tahun, Indonesia memperingati Hari Pahlawan pada tanggal 10 November untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang untuk kemerdekaan5. Generasi muda diharapkan dapat meneladani semangat dan pengorbanan para pahlawan ini dalam kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan
Pahlawan nasional Indonesia bukan hanya sekadar nama dalam sejarah, tetapi juga simbol keberanian dan pengorbanan yang harus dikenang dan dihormati oleh setiap warga negara. Dengan memahami perjuangan mereka, kita dapat menghargai kemerdekaan yang kita nikmati saat ini dan berkomitmen untuk meneruskan semangat perjuangan demi bangsa dan negara.
0 notes
batuter · 2 months ago
Text
Resensi buku "AYAH... Kisah Buya Hamka"
Tumblr media
Siapa yang tidak kenal dengan Buya Hamka? Sosok nama yang selalu menjadi rujukan para ulama, penulis bahkan pahlawan di seantero Indonesia. Konon, Buya Hamka tidak hanya termashur di negaranya namun juga di asia tenggara. Rekam jejak pemikiran dan perjalanan kehidupannya hingga kini selalu menjadi inspirasi siapapun. Ulama sekaligus sebagai tokoh yang luas akan cakupan ilmunya telah meninggalkan 'legacy' yang hingga kini belum ada yang mempu mengunggulinya baik itu dalam menulis buku, keteguhan keyaninan dan sebagainya. Buku “AYAH… Kisah Buya Hamka” karya Ifran Hamka, bercerita tentang sosok Buya Hamka yang bukan hanya berperan sebagai seorang ayah bagi keluarganya. Akan tetapi, Buya Hamka juga seorang ulama, cendikiawan, politikus, negarawan, sastrawan, bahkan terkenal dengan ilmu beladiri yang mumpuni. Bagian satu, pembaca diajak mengenang nasehat-nasehat bijak Buya Hamka tentang kehidupan berumah tangga. Nasehat yang sangat indah bagaimana mempertahankan keluarga agar tidak cerai, suami-istri harus takut kepada Allah. Serta bagaimana menasehati anak agar tidak menjadi anak yang pandai berbohong. (hal 1-11). Selanjutnya pembaca diajak menelusuri perjuangan Buya Hamka demi menyelamatkan keluarga. Semua dilakukan untuk menghindari cengkraman penjajah Belanda. Pada bagian dua ini penulis juga mengisahkan peran Buya Hamka sebagai seorang ayah, suami, guru ngaji, pegawai negeri, politikus dan pendekar silat. Jiwa keberanian, ketegasan, serta kewibawaannya tetap tidak pernah hilang. (hal 13-55). Pada bagian ini, penulis mengisahkan dengan apik bagaimana Buya Hamka dapat berdamai dengan Jin di rumah baru mereka. Keberanian Buya Hamka dalam melakukan dialog dengan makhluk ghaib membuat jin tersebut tunduk kepada perintah Buya Hamka. Kisah tegang sekaligus kocak dalam bagian tiga ini. (hal 57-77). Kisah bagaimana Buya Hamka, istrinya (Ummi Siti Raham) dan penulis naik Haji. Peristiwa yang sangat menegangkan, dari Baghdad menuju Mekkah ketika melewati gurun Sahara mereka dikejar oleh angin topan gurun pasir, kemudian tentang supir mereka yang tertidur saat menyetir dan rintangan ketika mereka hampir diterjang air bah di pegunungan granit hitam. Dengan detail dijelaskan penulis dalam bagian empat dan lima. (hal 79-169). Di bagian ini penulis begitu piawai menguras air mata pembaca. Bagian enam dan tujuh penulis menjelaskan tentang keluasan pemahaman Buya Hamka terhadap ilmunya agama (tasawuf). Selanjutnya penulis mengisahkan bagaimana akhlak Ummi yang santun dalam bersilaturrahim dengan keluarga. Kesetiaan, ketegaran, kehebatan Ummi dalam menghadapi fitnah dan hinaan. Namun perempuan yang tegar itu terlebih dahulu meninggalkan Buya Hamka. (hal 171-214).Khusus bagian delapan ini, penulis mengisahkan tentang “si kuning” kucing kesayangan Buya Hamka. Sampai ketika Buya Hamka meninggal si Kuning duduk di atas kuburan majikannya itu. (hal 215-227). Bagian sembilan, pembaca akan dibuat kagum dengan jiwa besar dan pemaaf seorang Buya Hamka kepada tiga tokoh nasional Soekarno, Mr. Moh. Yamin dan Pramoedya Ananta Toer. Soekarno yang memasukkan Buya Hamka penjara selama dua tahun empat bulan. Namun, diakhir hayat Soekarno, Buya Hamka lah yang mengimami shalat jenazahnya. Mr. Moh. Yamin dari tokoh nasionalis yang menentang keputusan Buya Hamka ketika UUD’45 dengan Dasar Negara Berdasarkan Islam. Namun ketika Mr. Moh. Yamin sakit, Buya Hamka menjenguknya dan membacakan syahadat ketika sakaratul maut. Pramoedya Ananta Toer, melalui koran Harian Bintang Timur memfitnah buku Roman Buya Hamka. Tapi, Buya Hamka berkenan menerima anaknya Pram yang ingin belajar Islam kepada beliau. (hal 229-272). Pada bagian akhir, penulis mengisahkan bagaimana Buya Hamka mengalami sakit paru-paru, ginjal, otak dan akhirnya meninggal. Dengan dishalatkan oleh ribuan jama’ah sampai dengan proses pemakamannya. (hal 273-287). Judul Buku  : Ayah… Kisah Buya Hamka Penulis         : Irfan Hamka Penerbit       : Republika Cetakan       : I. Mei, 2013 Tebal           : xxvii + 321 halaman
ISBN           : 978-602-8997-71-3 Ikuti kami untuk konten inspiratif setiap hari: Facebook: @batutercom Instagram: @batutercom Twitter (x): @batutercom Telegram: @batutercom Tiktok: @batutercom Youtube : @batuter
0 notes
holopiscom · 2 months ago
Text
Kemenpora Kolaborasi dengan Bumilangit, Bumikan Gundala hingga Sri Asih
JAKARTA – Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora) RI berkolaborasi dengan Bumilangit sebagai langkah mendukung intellectual property (IP) nasional. Kemenpora akan membantu Bumilangit membumikan karakter-karakter pahlawan lokal seperti Gundala hingga Sri Asih. Kolaborasi pertama yang dilakukan berupa peluncuran kalender resmi Kemenpora 2025 yang menampilkan ikon-ikon…
0 notes
cinews-id · 2 months ago
Text
Yenny Wahid Mengapresiasi Usulan Prabowo Jadikan Gus Dur Pahlawan Nasional
JAKARTA, Cinews.id – Putri Presiden ke-4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Yenny Wahid, menyatakan apresiasinya atas pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang mengusulkan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Menurut Yenny, keluarga Gus Dur menghormati siapapun yang mengajukan gelar pahlawan nasional untuk tokoh yang dikenal sebagai Bapak Pluralisme tersebut. Ia juga menegaskan…
0 notes
ypkm · 2 months ago
Text
Hasril Chaniago: PDRI dan Peringatan Hari Bela Negara
Hari Bela Negara 19 Desember seyogyanya diperingati secara nasional di seluruh Tanah Air, sama dengan Hari Pahlawan 10 November atau Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober. Sebab, jika dilihat dari intensitas dan luasnya cakupan peristiwa, lama kejadian, dampak serta besarnya pengorbanan rakyat, tak diragukan lagi bahwa peristiwa Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berlangsung selama hampir tujuh bulan (19 Desember 1948-13 Juli 1949) jelas mengandung bobot sejarah.
PDRI muncul pada 19 Desember 1948, saat tentara Belanda melancarkan Agresi Militer II dengan menyerang Ibu Kota RI Yogyakarta dan Kota Bukittinggi di Sumatera Barat. Kedua kota utama basis perjuangan itu, terutama Yogyakarta, dengan mudah diduduki Belanda karena telah dikosongkan oleh TNI yang sudah siap bergerilya. Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan para pemimpin lain ditangkap dan ditawan di Berastagi dan Bangka.
Sebelum ditangkap dan ditawan, Sukarno dan Hatta sempat mengirim kawat kepada Menteri Kemakmuran Sjafruddin Prawiranegara di Sumatera serta Menteri Luar Negeri AA Maramis dan Sudarsono di India.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Isinya, bila Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat menjalankan kekuasaannya, maka diberikan mandat kepada Sjafruddin untuk membentuk Pemerintah Darurat di Sumatra. Bila Sjafruddin tidak dapat melaksanakan mandat tersebut, Sudarsono diberi kuasa untuk membentuk pemerintah dalam pengasingan.
Telegram itu tidak pernah diterima Sjafruddin. Namun, Menteri kemakmuran itu berada di Bukittinggi adalah atas anjuran Hatta untuk mempersiapkan pemerintahan darurat bila Yogyakarta jatuh. Makanya, begitu mendengar berita radio bahwa Yogya telah diduduki Belanda serta Sukarno, Hatta dan sejumlah menteri ditawan Belanda, Sjafruddin langsung menggelar rapat darurat di kediaman Komisaris Pemerintah Pusat TM Hassan di Bukittinggi. Bersama Panglima Tentara Sumatera Kolonel Hidayat dan didukung Residen Sumatera Barat Mr. Sutan Mohammad Rasjid, mereka memutuskan untuk membentuk PDRI pada hari itu, 19 Desember 1948. Kabinet PDRI diumumkan Sjafruddin pada 22 Desember 1948 di Halaban.
Dengan terbentuknya PDRI, maka terpatahkanlah propaganda Belanda bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada. Sebab, melalui siaran radio, seperti dikutip dari penelusuran Mestika Zed, Sjafruddin berhasil menyampaikan pernyataan ke dunia internasional bahwa Indonesia masih ada.
Jatuhnya Yogya dan ditawannya sejumlah pemimpin menyebabkan kekuatan perjuangan Republik di Jawa sempat kacau. Tapi hal itu tidak lama karena para pemimpin militer di bawah komando Panglima Besar Soedirman dan pemimpin sipil seperti Sultan Hamengku Bowono IX, I.J. Kasimo, Soekiman Wirjosandjojo, dan Soesanto Tirtoprodjo, segera berhasil mengkonsolidasikan seluruh kekuatan perjuangan.
Pada 22 Desember 1948, tiga hari setelah membangun basis pertahanan di dekat Prambanan, Panglima Jawa Kolonel AH Nasution mengeluarkan maklumat tentang berdirinya pemerintahan militer di seluruh Jawa. Nasution mengangkat panglima-panglima divisi di Jawa sebagai gubernur militer di daerah masing-masing, seperti Kolonel Abimayu di Jawa Barat, Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah, dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur.
Prakarsa juga diambil oleh empat menteri yang berada di Solo. Mereka adalah Menteri Dalam Negeri Soekiman Wirjosandjojo, Menteri Kehakiman Soesanto Tirtoprodjo, Menteri Pembangunan dan Pemuda Soepeno, serta Menteri Kemakmuran dan Persediaan Makanan Rakyat IJ Kasimo. Mereka bersama tokoh sipil, anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), dan beberapa perwira militer berapat dan memutuskan pembagian pekerjaan pemerintah pusat.
Saat itu, para pemimpin di Jawa belum tahu bahwa PDRI telah berdiri di Sumatera. Setelah mereka tahu, maka struktur pemerintahan militer maupun sipil di Jawa menyatakan tunduk dan berada di bawah koordinasi PDRI. Hal ini secara resmi disampaikan melalui laporan Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel T.B. Simatupang kepada Ketua PDRI Sjafruddin dan Panglima Sumatera Kolonel Hidayat.
Setelah komunikasi yang intensif dan koordinasi, maka pada 31 Maret 1949 dilakukan penyempurnaan dengan memasukkan sejumlah tokoh, seperti Soekiman, IJ Kasimo, Jenderal Soedirman, Kolonel Hidayat, dan Kolonel A.H. Nasution ke dalam Kkabinet PDRI.
Selanjutnya, sudah dicatat dalam sejarah, PDRI berhasil menjalankan tugasnya "menyelamatkkan Republik" hingga kemudian Mr. Sjafruddin bersama Jenderal Soedirman menyerahkan kembali mandat yang tidak pernah diterima itu kepada Presiden Sukarno di Yogyakarta pada 13 Juli 1949.
Selama hampir tujuh bulan PDRI menjalankan fungsi pemerintahan RI dengan segala suka dan dukanya, terutama di Sumatera Tengah dan Jawa, para pemimpin sipil maupun militer serta para prajurit pejuang sama sekali tidak menerima gaji dari negara.
Mereka semua disokong dan dibiayai oleh rakyat di antaranya dengan menyediakan nasi bungkus dan dukungan logistik yang diperlukan untuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Itulah inti dari bela negara, di mana rakyat dengan ikhlas, tanpa pamrih dan tanpa janji-janji kampanye, menyerahkan harta benda bahkan nyawa untuk membela negara dan mempertahankan kemerdekaan bangsa dari bekas penjajah yang ingin kembali berkuasa.
Tertutup oleh Simbol Kekuasaan
Meskipun PDRI merupakan peristiwa sejarah yang telah menyelamatkan nyawa Republik Indonesia, tetapi selama nyaris setengah abad seolah-olah sengaja ditutupi, terutama di masa Orde Baru. Peristiwa yang begitu penting hanya dituliskan dalam kalimat pendek saja, terselip di antara ribuan halaman buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI) yang disunting Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-Balai Pustaka (1993).
Pada halaman 161 buku SNI jilid 6 soal PDRI hanya disinggung sambil lalu saja dalam rangkaian kalimat sebagai berikut: Yogyakarta ibukota RI berhasil direbut dan diduduki dengan menggunakan pasukan payung. Presiden dan Wakil Presiden serta sejumlah pembesar negara tidak menyingkir dan ditawan oleh tentara Belanda. Tetapi sebelumnya, Pemerintah telah memberikan mandat kepada Menteri Sjafruddin Prawiranegara yang berada di Sumatra untuk membentuk dan memimpin Pemerintah Darurat Republik Indonesia.
Hingga 50 tahun Indonesia merdeka, nyaris tidak ada sejarawan yang peduli dengan PDRI. Pemerintah daerah Sumatera Barat melalui Gubernur Hasan Basri Durin pernah berusaha mengangkat masalah PDRI ke pemerintah pusat menjelang peringatan Ulang Tahun Emas Kemerdekaan RI (1995).
Sebagai salah seorang tim speech writer gubernur, saya ingat, Sekretaris Pribadi (Sespri) Gubernur, Gamawan Fauzi, pernah ditugaskan menyusun agenda yang akan diusulkan gubernur ketika menghadap kepada Presiden Soeharto. Salah satu agenda tersebut adalah mengusulkan sejarah PDRI dimasukkan dalam penulisan buku sejarah Indonesia.
Permintaan Gubernur Sumbar bertemu Presiden disetujui, tetapi agenda membicarakan masalah PDRI ternyata dicoret oleh Sekretaris Negara sehingga tidak pernah sampai kepada Presiden. Beberapa waktu kemudian, saya mendapat penjelasan dari Brigjen (waktu itu Kolonel) Dr Saafroedin Bahar, Staf Ahli Mensesneg Mayjen TNI Moerdiono. Beliau mengatakan kepada saya, bahwa selama Pak Harto masih jadi Presiden, PDRI tidak akan dapat tempat yang memadai dalam penulisan sejarah Indonesia. Lalu saya bertanya, kenapa begitu?
Menurut Dr Saafroedin Bahar, Pak Harto sebagai orang Jawa, memerlukan simbol-simbol tertentu berupa peristiwa sejarah untuk menopang kekuasaannya. Simbol yang disukai oleh Pak Harto itu di antaranya adalah tanggal 1 Maret dan 11 Maret. Tanggal 1 Maret mengacu kepada 'Serangan Umum 1 Maret 1949' terhadap Yogyakarta yang dipimpin oleh Letkol Soeharto sendiri. Sedangkan tanggal 11 Maret merujuk 'Surat Perintah Sebelas Maret' atau 'Supersemar' yang menjadi sumber 'legitimasi' pengalihan kekuasaan Presiden Sukarno kepada Presiden Soeharto.
Karena 'kecintaan' Pak Harto kepada dua tanggal bersejarah itulah maka selama masa Orde Baru Sidang Umum MPR sekali lima tahun selalu dimulai pada tanggal 1 Maret dan ditutup pada 11 Maret.
Lalu, apa hubungannya tanggal-tanggal tersebut dengan PDRI? "Kita harus ingat, Serangan Umum 1 Maret 1949 itu terjadi atas perintah Penglima Besar Jenderal Soedirman dalam rangka menunjukkan eksistensi PDRI kepapa dunia. Mengangkat sejarah PDRI tentu akan mengecilkan arti Serangan Umum 1 Maret. Ini akan menganggu kebanggaan Presiden Soeharto," kata Dr. Saafroedin Bahar.
Oh, begitu rupanya. Barulah saya paham, kenapa selama Orde Baru peristiwa PDRI harus diselubungi, termasuk dalam penulisan buku sejarah Indonesia. Karena membesarkan PDRI akan menganggu simbol-simbol dan kebanggaan milik pemimpin yang sedang berkuasa.
Reformasi dan Presiden SBY Membuka Kesempatan
Reformasi 1998 yang menandai berakhirnya era Orde Baru memberi kesempatan untuk mengubah banyak hal, termasuk penulisan sejarah PDRI. Bersamaan dengan itu, terbit buku hasil penelitian Mestika Zed berjudul Somewhere In The Jungle: Pemerintah Darurat Republik Indonesia sebuah mata rantai sejarah yang terlupakan. Buku yang menggambarkan secara komprehensif PDRI sebagai "Penyelamat Republik" ini dipilih Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta Ikapi sebagai buku terbaik 1998 di bidang ilmu-ilmu sosial.
Mestika Zed juga berjasa mengubah secara signifikan porsi PDRI dalam penulisan sejarah Indonesia. Sebagai penulis dan editor Jilid 6 buku Indonesia dalam Arus Sejarah (IDAS) (Departemen Pendidikakn dan Kebudayaan RI dan Ichtiar Baru van Hoeve, 2004), menurut sejarawan Asvi Warman Adam, Mestika berhasil menambah satu kalimat tentang PDRI dalam SNI menjadi puluhan halaman dalam buku IDAS.
Seingat saya, Fadli Zon yang kini menjabat Menteri Kebudayaan RI, termasuk tokoh yang giat dan aktif melakukan kajian, penelitian, dan mengangkat isu mengenai PDRI dan juga PRRI. Berkaitan dengan hal itu, saya sendiri pernah diundang Fadli Zon - melalui Institute for Policy Studies (IPS) yang dipimpinnya-sebagai narasumber bersama Mestika Zed dan Farid Prawiranegara dalam seminar PDRI yang diadakan di Padang tahun 2005.
Sementara itu, tersadar dari memori ketika menulis surat Gubernur kepada Presiden Soeharto tahun 1995, Gamawan Fauzi yang terpilih menjadi Gubernur Sumatera Barat dalam Pilkada langsung pertama tahun 2005, melihat momentum ketika daerahnya menjadi tuan rumah Pertemuan Bilateral Indonesia Malaysia di Bukittinggi tanggal 11-14 Januari 2006.
Pertemuan empat mata antara Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Perdana Menteri Malaysia Datuk Abdullah Ahmad Badawi hanya berlangsung selama 2 jam pada 12 Januari 2006. Sementara Presiden SBY berada di Bukittinggi selama empat hari tiga malam. Melihat ada peluang, Gubernur Gamawan Fauzi bersama Irman Gusman (waktu itu Wakil Ketua DPD RI, Senator dari Sumatera Barat) 'melobi' SBY untuk menerima tiga delegasi tokoh-tokoh masyarakat Sumatera Barat yang ingin bersilaturahmi dengan Presiden.
Melalui Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Presiden SBY mengabulkan permintaan tokoh-tokoh Sumbar tersebut. Ketiga delegasi terdiri dari Kelompok Pejuang Angkatan 45 dan Yayasan Peduli PDRI dipimpin Thamrin Manan; Kelompok "Tigo Tunggu Sajarangan" terdiri dari Ketua LKAAM, MUI, dan Bundo Kanduang dipimpin H.KR. Dt. P. Simulia dan Rangkayo Hj. Nur Ainas Abizar; serta Kelompok 11 orang wartawan dan budayawan yang antara lain terdiri dari tokoh pers H. Basril Djabar, Ketua PWI Sumbar M. Mufti Syarfie, dan saya sendiri yang juga ditunjuk sebagai salah satu juru bicara.
Sebelum bertemu langsung Presiden SBY di Istana Negara Bung Hatta Bukittinggi, ketiga rombongan terlebih dahulu mengadakan pertemuan dan mengatur strategi bersama Gubernur Gamawan Fauzi. Selain merumuskan berbagai pernyataan, aspirasi, harapan dan permintaan kepada Presiden, setiap rombongan yang diterima dalam waktu berbeda sepakat menyampaikan satu permintaan yang sama. Yaitu, agar PDRI diberi tempat dan kedudukan dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Dalam rombongan wartawan dan budayawan, saya sebagai salah satu juru bicara dapat giliran bicara terakhir. Dalam kesempatan itu saya menyampaikan permintaan dengan kalimat kira-kira begini: "Bapak Presiden, kita mengetahui peristiwa PDRI mempunyai arti penting dalam perjalanan sejarah Republik Indonesia. Mohon kebijakan Bapak Presiden untuk menetapkan kedudukan PDRI dalam sejarah negara kita..."
Selesai saya bicara, Presiden SBY yang didampingi Gubernur Gamawan Fauzi, Wakil Ketua DPD Irman Gusman, dan Jubir Presiden Andi Mallarangeng, langsung merespon dengan spontan: "Ini kali ketiga saya menerima permintaan yang sama dari masyarakat Sumatera Barat. Saya faham, PDRI adalah peristiwa penting dalam sejarah bangsa kita," kata Presiden SBY.
Tak cukup sampai di situ. Malah Presiden langsung meminta Andi Mallarangeng menghubungkannya via telepon dengan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra yang berada di Jakarta. Setelah tersambung, masih di depan delegasi wartawan yang budayawan, Presiden SBY menyampaikan kepada Mensesneg bahwa beliau baru saja menerima aspirasi dari tokoh-tokoh masyarakat Sumatera agar menetapkan kedudukan PDRI dalam sejarah kenegaraan Indonesia.
Untuk itu, Presiden menginstruksikan dua hal kepada Mensesneg: pertama, mengundang para ahli sejarah bertemu Presiden untuk dimintai pendapat dan pandangan mengenai PDRI; kedua, mengadakan rangkaian seminar nasional tentang PDRI di beberapa perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.
Arahan Presiden SBY tersebut langsung ditindaklanjuti Mensesneg. Di antaranya mengadakan seminar nasional di Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, dan Universitas Andalas dengan narasumber para ahli sejarah seperti Taufik Abdullah, Anhar Gonggong, Mestika Zed, dan lain-lain.
Seminar juga menghadirkan pelaku PDRI yang masih hidup, termasuk putra-putra Alm. Sjafruddin Prawiranegara seperti Chalid dan Farid Prawiranegara. Bersamaan dengan itu, Gubernur Sumatera Barat juga mengirim surat kepada Presiden mengusulkan agar hari lahir PDRI tanggal 19 Desember 1948 ditetapkan sebagai "Hari Bela Negara".
Singkat cerita, tak sampai setahun, tatkala berkunjung ke Sumatera Barat pertengahan Desember 2006 dalam rangka acara peringatan Hari Nusantara, Presiden SBY memberi tahu Gubernur Gamawan Fauzi bahwa Kepala Negara sudah menanda tangani Keputusan Presiden (Keppres) tentang PDRI.
Keppres Nomor 28 tanggal 18 Desember 2006 itu menetapkan tanggal 19 Desember sebagai Hari Bela Negara, yaitu hari besar nasional bukan hari libur. Hari Bela Negara ini setara kedudukannya dengan hari nasional lainnya seperti Hari Pahlawan 10 November dan Hari Sumpah Pemuda 28 Okktober, yaitu sama-sama hari besar nasional bukan hari libur yang diperingati setiap tahun.
Penetapan hari lahir PDRI sebagai Hari Bela Negara secara tidak langsung kemudian menjadi dasar yang kuat pula bagi ditetapkannya Ketua PDRI Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai Pahlawan Nasional dengan Keppres No. 113/TK/2011 tanggal 7 November 2011. Penetapan ini sekaligus mengakhiri kontroversi posisi Sjafruddin selaku Ketua PDRI yang juga selalu dikaitkan dengan keterlibatannya dalam Peristiwa PRRI.
Peringatan pertama Hari Bela Negara dilakukan pada 19 Desember 2006 di Bukittinggi dengan Inspektur Upacara Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro. Sejak itu sampai hari ini, peringatan Hari Bela Negara rutin dilakukan setiap tahun dan dipusatkan di Sumatera Barat. Sebagai inspektur upacara selalu berganti-ganti, kadang seorang menteri dan kadang Gubernur Sumatera Barat. Namun belum pernah peringatan Hari Bela Negara dengan inspektur upacara langsung Presiden RI.
Sebagai hari besar nasional, kedudukan Hari Bela Negara sebenarnya sama dengan Hari Pahlawan 10 November dan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober yang ditetapkan dengan Keppres No. 316 Tahun 1959. Bedanya, Hari Bela Negara adalah satu-satunya hari nasional yang dmerujuk peristiwa sejarah yang terjadi di luar Pulau Jawa. Hari nasional yang lain, ditetapkan berdasarkan peristiwa yang terjadi di Pulau Jawa.
Penetapan hari lahir PDRI sebagai Hari Bela Negara, telah membuka mata seluruh bangsa Indonesia bahwa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia di seluruh Tanah Air. Bukan hanya di Ibu Kota Negara atau di Pulau Jawa saja.
Sejak penetapan Hari Bela Negara pula, mata dunia pun tertuju ke Sumatera Barat, karena banyak kegiatan dan proyek yang berkaitan dengan peringatan PDRI dan Hari Bela Negara dialokasikan pemerintah di daerah ini. Salah satu yang terbesar dan terpenting adalah Museum PDRI yang telah menelan biaya ratusan miliar rupiah dari APBN, dan 19 Desember 2024 ini diresmikan oleh Menteri Kebudayaan RI Dr. Fadli Zon, M.Sc.
Meskipun hari lahir PDRI sudah ditetapkan sebagai Hari Bela Negara sejak 18 tahun silam, namun kalau kita mau jujur, belum terasa sebagai sebuah hari nasional. Peringatan Hari Bela Negara yang dipusatkan di Sumatera Barat, dengan inspektur upacara seorang menteri atau Gubernur Sumatera Barat, masih mengesankan Hari Bela Negara terbatas sebagai 'milik' Sumatera Barat. Tidak ada peringatan di provinsi lain di seluruh Indonesia.
Sebagai hari besar nasional, sama-sama ditetapkan dengan Keputusan Presiden, sudah seharusnya peringatan Hari Bela Negara sama derajat dan cakupannya dengan peringatan hari besar nasional lainnya seperti Hari Pahlawan dan Hari Sumpah Pemuda. Yaitu diperingati dengan Inspektur Upacara Presiden RI dan dilaksanakan secara serentak di seluruh daerah oleh semua instansi pemerintah, sekolah dan kampus di seluruh Indonesia.
Semoga harapan ini menjadi kenyataan pada peringatan Hari Bela Negara (HBN) di tahun-tahun selanjutnya, sehingga HBN benar-benar menjadi milik bangsa Indonesia.
Hasril Chaniago Wartawan senior pemegang Press Card Number One (PCNO) dan sertifikat Wartawan Utama Dewan Pers, penulis buku sejarah dan biografi, anggota Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sumatera Barat.(rdp/rdp)
Sumber:
0 notes
jalananrian · 2 months ago
Text
Matematika Sosial & Pembacaan Sistematis
Menariknya dalam pembahasan sebelumnya bahwa pesan rencana kontribusi unggul sudah Allah arahkan pada Al-Quran dan berbagai inspirasi tokoh dan kejadian-kejadian inspirasi para pendahulu. 
“ Rencana kontribusi unggulan diarahkan oleh sebuah pesan kehidupan yang Allah titipkan. Juga oleh inspirasi sejarah yang memberikan spirit dan mendongkrak obsesi. Bahwa target-target kontribusi pemuda harus level tinggi, seperti para pahlawan sejarah yang dibacanya” 
Inspirasi dan pesan kehidupan diposisikan sebagai instrumen dalam memahami realitas yang sesuai konteks zamannya. “history repeats itself”  bisa diyakini bisa terulang, disesuaikan dengan banyaknya bacaan sejarah yang luas yang sudah terjadi dan berbagai fenomena dalam memahami konstelasi dunia. 
Analytical skill, critical skill, gap analyze menjadi kesempatan mengaktualisasikan diri dalam memahami kondisi faktual mengarah kepada kondisi ideal. memahami kondisi terkini atau dalam bahasa sebelumnya adalah sebuah bacaan sejarah yang luas dalam memahami matematika sosial. Memahami matematika sosial secara komprehensif berorientasi pada solusi secara konkret.
“Kemajuan umat tidak dibangun dengan dugaan, perkiraan dan angan-angan. Ia Membutuhkan matematika sosial. Memahami realitas dengan perkiraan, berarti membuat proyek perbaikan yang bersifat percobaan. Adakah pasien yang sudi ditangani dokter yang masih percobaan? Beranikah melahap obat dari analisis serampangan atau artikel kesehatan serabutan” 
Membaca dan pembacaan secara sistematis berarti membuat peta realitas yang bersifat global, nasional hingga lokal dalam pikiran pemuda. Peta itu diklasifikasi atas kategori persoalan besar umat lalu mencari inti permasalahan di masing-masingnya tanpa harus masuk ke detail dahulu.  
0 notes
nusatimesid · 2 months ago
Text
Beri Penghormatan kepada Para Pahlawan Bangsa, Menteri Nusron dan Wamen Ossy Ikuti Upacara Peringatan Hari Pahlawan
Nusatimes.id – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid beserta Wakil Menteri (Wamen) ATR/Wakil Kepala (Waka) BPN, Ossy Dermawan mengikuti Upacara Peringatan Hari Pahlawan, Minggu (10/11/2024). “Pagi ini, di Taman Makam Pahlawan Kalibata saya hadir untuk melaksanakan upacara dan menabur bunga sebagai bentuk penghormatan kepada para pahlawan bangsa…
0 notes