#Sebagai Pahlawan Nasional
Explore tagged Tumblr posts
bidiktangsel · 2 years ago
Text
Pendiri Mathla'ul Anwar Diusulkan Pemprov Banten Sebagai Pahlawan Nasional
Serang, bidiktangsel.com – Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar mengungkapkan, dirinya telah menandatangani usulan KH Raden Mas Abdurahman Saleh, pendiri Mathla’ul Anwar sebagai Pahlawan Nasional. Hal itu diungkap Al Muktabar usai menghadiri Silaturahmi Akbar Keluarga Besar Mathla’ul Anwar di Gedung Nusantara IV DPR/MPR RI Jl. Gatot Subroto No.1, Minggu (29/1/2023). “Mathla’ul Anwar telah…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
wasalimnaa · 2 months ago
Text
Kebutuhan Guru Berbeda-beda
Melihat banyaknya fenomena "Guru" di Indonesia akhir-akhir ini, membuat saya merasa sedih. Bagaimana guru-guru di Indonesia ini banyak yang diperlakukan tidak adil hanya karena menasihati muridnya. Walaupun juga banyak oknum-oknum guru yang tidak layak disebut sebagai guru. Padahal sejatinya kebutuhan setiap guru itu berbeda-beda. Ada yang butuh gaji untuk menafkahi keluarga, ada yang butuh penghasilan untuk menghidupi diri, ada yang ingin menambah relasi, ada juga yang tidak butuh gaji banyak tapi mereka cukup dengan bersyukur, bahkan ada yang mereka tidak butuh uang tapi hanya butuh suasana yang mendukung mereka untuk bahagia. Yaa bahagia!😊
Mungkin rumah bisa jadi tempat mereka tidak merasa didukung atau dihargai, tapi dengan mereka berangkat ke sekolah menyapa anak-anak bisa membuat hati mereka merasa damai. Disaat mereka menyampaikan ilmu yang mereka miliki mereka merasa ada kelegaan tersendiri karena berhasil menyampaikan sesuatu yang bermanfaat pada hari itu. Belum lagi curhatan anak-anak yang tidak bisa didengar orang tua, tapi guru bersyukur anak-anak mau dan percaya membagikan cerita mereka kepada guru.
Dengan gaji yang tidak seberapa bagi seorang guru, mereka memang layak desebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka mencerdaskan anak bangsa dan turut serta dalam membersamai perkembangan anak-anak didik mereka. Semua guru. Guru TK/PAUD, Guru SD, Guru SMP, Guru SMA, Bapak/Ibu Dosen, Ustadz/Ustadzah, Guru Kursus, Guru Les Privat, bahkan Guru Setir Mobil pun mereka adalah seorang guru. Kita benar-benar tidak tahu apa kebutuhan terselubung mereka saat menjadi seorang guru. Muliakanlah para gurumu, sebab saat kamu menjadi murid kamu belajar dari gurumu, dan saat kamu menjadi guru kamu belajar dari muridmu. Kita semua harus saling merangkul. Selamat Hari Guru Nasional✨️💝🙏🏻🤗💐
9 notes · View notes
journal-rasa · 1 year ago
Text
My Greatest Achievement
Kupikir, sejauh ini pencapaian terbesarku sebagai seorang anak adalah berhasil memaafkan kedua orang tuaku dan mulai menumbuhkan rasa sayang pada mereka dengan sejujur-jujurnya, dengan cara terhormat, tanpa perlu ada kepura-puraan.
Pencapaian terbesarku adalah ketika aku bisa melepas "kamaa rabbayaani saghiira."(sebagaimana mereka mendidikku semasa aku kecil) dan menggantinya dengan, "waj'alnii sababan fii sa'aadatihim, walaa taj'alnii sababan lihuznihim." (Dan jadikanlah aku sebagai penyebab kebahagiaan mereka. Dan janganlah menjadikanku sebagai penyebab kesedihan bagi mereka).
Karena aku tak mau orang tuaku mengalami hal sebagaimana yang dahulu mereka lakukan padaku. Aku tak mau Tuhan menyayangi mereka dengan memberikan kesakitan dan kehampaan sebagaimana yang mereka berikan padaku sewaktu aku kecil. Aku hanya ingin Tuhan menyangi mereka dengan sebentuk kasih sayang yang indah. Bentuk kasih sayang yang tidak serumit seperti yang Dia berikan padaku melalui tangan kedua orang tuaku dahulu.
Dulu aku sering bertanya perihal mengapa aku harus terlahir pada tanggal yang dinobatkan sebagai Hari Pahlawan Nasional ini. Beberapa tahun setelahnya, aku menemukan jawabannya pada sebuah novel, Wandering Star.
"When one forgives, two are healed". Ketika salah seorang bersedia memaafkan, maka keduanya akan tersembuhkan.
Selama belasan tahun ke belakang, konsep makna dibalik kata "maaf" tak pernah terbentuk jelas di benakku. Aku hanya tahu kata "maaf" sebagai "penghapus ajaib" yang sering digunakan seseorang ketika mereka berbuat suatu kesalahan, untuk kemudian mereka pergi tanpa beban dan tak peduli pada luka-luka yang mereka berikan.
Tapi sekarang aku mengerti. Iya, aku mengerti bahwa tugas mereka memang hanya sebatas kata "maaf". Mereka tak perlu peduli dengan luka-luka yang mereka torehkan pada kita. Sungguh, mereka memang tak perlu peduli. Karena itu tugas kita. Bukan tugas mereka.
Membersihkan luka, mencari obatnya, mengobatinya, merawatnya hingga sembuh, lalu belajar berhati-hati agar tidak kembali terluka oleh hal serupa. Itu memang tugas kita. Bukan mereka. Sungguh, kini aku mengerti bahwa maaf dan memaafkan adalah dua kata dengan fungsi yang berbeda, meski keduanya kadang terasumsikan sama.
Ada yang bisa memaafkan, meski orang yang menyakitinya tak pernah meminta maaf.
Ada juga yang tak kunjung bisa memaafkan, meski orang yang menyakitinya sudah bersujud ribuan kali memohon maaf.
Tangan di atas memang selalu lebih baik dari tangan di bawah. Memberi maaf sungguh menjadi pekerjaan yang lebih berat dibanding sekedar meminta maaf. Tapi ketika seseorang berhasil memberi maaf—maaf yang sebenarnya, dengan kejujuran, ketulusan, keikhlasan—maka dia akan menyembuhkan banyak orang, terutama dirinya sendiri.
Ketika akhirnya kau berhasil memaafkan orang yang menyakitimu, maka kau juga berhasil menyembuhkan luka-lukamu, juga luka pada orang yang menyakitimu. Karena mereka yang menyakiti pun adalah orang yang tersakiti.
11 notes · View notes
salmancs · 8 months ago
Text
PENDIDIKAN
mengobrol #1
Tumblr media
HARI PGN ( Hari Pendidikan dan Guru Nasional )
Tanggal 2 Mei 2024 kemarin diperingati Hari Pendidikan Nasional,sebagai hari dimana di tetapkannya untuk memperingati salah satu pahlawan nasional kita ,beliau Ki Hajar Dewantoro ,ialah tokoh pelopor pendidikan di Indonesia sekaligus pendiri Pendidikan Taman Siswa.
Ada hal manarik yang dimana kala mendengar Hari Pendidikan Nasional selalu teringat juga Hari Guru, kala saat waktunya memperingati Hari Guru teringat juga hari Pendidikan Nasional
Yang mana Hari Guru pula diperingati setiap tahunnya pada tanggal 25 November untuk menghormati jasa-jasa guru dan mengenang berdirinya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada tahun 1945.
2 hal yang sebenarnya tak terpisah kala dari kita jika benar benar memahaminya dalam membicarakan Sistem Pendidikan maupun Kualitas serta Kesejahteraan Guru.
Taun ke taun dengan perkembangan dinamika yang selalu berubah2 mendorong bagaimana sistem pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan setiap generasinya, disamping memajukan sistem pendidikan yang lebih berkualitas tak lupa bagaimana menengok kualitas dan kapasitas setiap guru maupun kesejahteraan seorang guru yang ada.
Begitu pula kurikullum kian berubah² menyesuaikan dinamikanya,disamping memiliki kelebihan maupun kekurangan,pastinya ada tujuan lain yang diharapkan dari pengelola sistem di pendidikan kita yang mana pastinya untuk dapat memenuhi kemampuan setiap individual kala nanti dalam mempersiapan era dimana era bonus demografi.
Disamping bagaimana mencapai hal semua tersebut, terkadang setiap dari kita terlupakan.
Bagaimana mencetak/mengkaderisasikan
Bagaimana mengelola/memberdayakan
Bagaimana mengkaryakan/mensejahterakan
Begitu pula akhir akhir ini pasti berbagai isu maupun berita seharunya membuat kita sadar akan bagaimana kondisi pendidikan kita baik dari sistemnya, fasilitasnya,maupun kualitas ataupun kesejahteraan seorang tenaga pendidik.
Masih adanya beberbagai tindak pidana baik siswa maupun tenaga didik yang terjadi di berbagai sekolahan atau bahkan pondok pesantren yang akhirnya membuat kekhawatiran orang tua mensekolahkan di luar dan akhirnya memilih sistem home schooling.
Masih adanya fasilitas maupun kebutuhan yang seharusnya di setiap sekolah2 yang sangat memprihatikan di berbagai daerah terutama daerah 3T.
Masih adanya politisasi uang dalam sistem pendidikan di sebuah lembaga pendidikan,yang akhirnya memberatkan para pelajar maupun orang tua dalam menbiayai proses pendidikanya yang berakibat terhenti dalam meraih mimpinya, hingga pernah adanya statment "pendidikan hanya untuk orang kaya"..
Masih adanya kesejahteraan guru yang cukup memprihatikan ,seperti guru honorer baru menerima gaji setelah 7 tahun menunggu.
Dan mungkin masih banyak lagi pastinya
Dari hal hal tersebut menjadi suatu hal yang perlu dipahami ,yang akhirnya dan seharusnya moment peringatan hari pendidikan nasional maupun hari guru menjadi sebuah reminder penting bagi setiap diri kita terhadap kondisi pendidikan saat ini di indonesia. Bahwasanya masih perlu adanya perbaikan dari berbagai sektor yang ada serta yang terlibat dalam proses sebuah pedidikan.
Dan kedepan, 2 hari sekali disini , coba kembali kita mengobrol bertukar insight bersama akan esensi sebenarnya masing2 peran dalam dunia PENDIDIKAN ..baik selaku tenaga pendidikan,orang tua, lingkungan, pengelolaan sistem pendidikan dlsb.
Terimakasih Aku terima kasih Terimalah kasihku
#BISMILLAHRUMAHCENDEKIA2045
5 notes · View notes
muftimages · 11 months ago
Text
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
Tari Bedhaya “Harjuna Wijaya” yang diciptak an oleh Sri Sultan Hamengku Buwana X kali ini menjadi garapannya yang ketiga. Karya Perdana beliau Tahun 1997 berjudul “Arjuna Wiwaha”. Di Tahun 2004 bertepatan dengan peringatan Sri Sultan Hamengku Buwana IX sebagai pahlawan nasional terciptalah “Amurwo Bumi” yang menjadi wujud penghormatan beliau kepada ayahnya (Sri Sultan Hamengku Buwana IX). Dibantu R Riya Kusumaningrat (RAy Sri Kadaryati) selaku penata tari se- nior yang sekaligus mendapat Dhawuh dari Sri Sultan untuk menggarap tari bedaya ini, proses pencarian gerak diawali dengan menerjemahkan sinopsis cerita yang ditulis langsung oleh Sri Sultan. (mufti/indonesiaculture.net)
2 notes · View notes
juliarpratiwi · 1 year ago
Text
Pendidik Sejati
Ketertarikan saya pada dunia pendidikan mungkin dikenalkan dan muncul ketika saya duduk di bangku sekolah dasar. Kala itu saya terpilih mewakili sekolah dalam lomba menulis dan mengarang Bahasa Sunda dengan tema pahlawan nasional. Lalu wali kelas saya menyajikan beberapa pilihan tokoh yang akan saya karang dan pelajari. Kemudian saya memilih tokoh 'Raden Dewi Sartika' alasannya karena saya pernah diceritakan tentang beliau oleh Mamah dan Bapak juga Mamah punya beberapa buku tentang beliau yang menurut saya akan memudahkan saya dalam berlatih, selain itu tokoh pahlawan nasional ini menjadi idola baru untuk saya karena menjadi pelopor yang memperhatikan pendidikan bagi perempuan khususnya di Tanah Sunda.
Dilain waktu, kesempatan itu hadir kembali, saya terpilih kembali mewakili sekolah untuk lomba menulis dan mengarang Bahasa Indonesia dengan tema pendidikan. Karena atas pengalaman sebelumnya, saya mengajukan sendiri tokoh yang ingin saya ceritakan yaitu Ki Hajar Dewantara, sebagai bapak pendidikan Indonesia.
Karena lombanya adalah menulis dan mengarang kembali tokoh-tokoh tersebut, maka saya diwajibkan untuk membaca literasi tentang beliau. Mungkin inilah yang memantik rasa penasaran terhadap pendidikan dan motivasi untuk memberikan kebermanfaatan. Rasa sosial dan empati itu mulai tumbuh melalui cerita-cerita mamah dan bapak, melalui teladan-teladan yang Mamah dan Bapak contohkan. Maka spontanitas saya berkata "Mah doain aku pengen jadi guru seperti mamah."
Saya bersyukur bahwa Mamah telah menjadi guru terbaik untuk saya, saya juga menyadari bahwa peran bapak juga tidak kalah penting pada fase-fase saya tumbuh. Setiap kali saya meminta doa restu kepada bapak ada nasehat yang membuat saya tumbuh berani dan tidak takut menerima apapun hasilnya.
"....ingat terpilihnya kamu bukan karena lebih hebat dari yang lain. Jangan sombong ya, jadikan kesempatan ini menjadi pengalaman yang akan memperkaya wawasanmu. Bapak akan selalu bangga dengan kamu."
Mungkin waktu saya belajar dengan mereka hanyalah sedikit, tapi mereka telah menjadi pendidik sejati untuk saya. Mereka yang menanamkan nilai-nilai hidup yang menemani perjalanan saya sampai saat ini meski raganya telah tiada, meski sosoknya telah pergi.
Alhamdulillah ditengah ketidak sempurnaan mereka sebagai orang tua. Saya percaya bahwa mereka telah dan selalu mengusahakan yang terbaik untuk anak-anaknya.
Semoga segala kebaikan ini menjadi pahala jariyah yang akan menemani Mamah dan Bapak di alam sana.
Terima kasih, pendidik sejati. 🌻🌻
6 notes · View notes
batuter · 15 days ago
Text
Resensi buku "AYAH... Kisah Buya Hamka"
Tumblr media
Siapa yang tidak kenal dengan Buya Hamka? Sosok nama yang selalu menjadi rujukan para ulama, penulis bahkan pahlawan di seantero Indonesia. Konon, Buya Hamka tidak hanya termashur di negaranya namun juga di asia tenggara. Rekam jejak pemikiran dan perjalanan kehidupannya hingga kini selalu menjadi inspirasi siapapun. Ulama sekaligus sebagai tokoh yang luas akan cakupan ilmunya telah meninggalkan 'legacy' yang hingga kini belum ada yang mempu mengunggulinya baik itu dalam menulis buku, keteguhan keyaninan dan sebagainya. Buku “AYAH… Kisah Buya Hamka” karya Ifran Hamka, bercerita tentang sosok Buya Hamka yang bukan hanya berperan sebagai seorang ayah bagi keluarganya. Akan tetapi, Buya Hamka juga seorang ulama, cendikiawan, politikus, negarawan, sastrawan, bahkan terkenal dengan ilmu beladiri yang mumpuni. Bagian satu, pembaca diajak mengenang nasehat-nasehat bijak Buya Hamka tentang kehidupan berumah tangga. Nasehat yang sangat indah bagaimana mempertahankan keluarga agar tidak cerai, suami-istri harus takut kepada Allah. Serta bagaimana menasehati anak agar tidak menjadi anak yang pandai berbohong. (hal 1-11). Selanjutnya pembaca diajak menelusuri perjuangan Buya Hamka demi menyelamatkan keluarga. Semua dilakukan untuk menghindari cengkraman penjajah Belanda. Pada bagian dua ini penulis juga mengisahkan peran Buya Hamka sebagai seorang ayah, suami, guru ngaji, pegawai negeri, politikus dan pendekar silat. Jiwa keberanian, ketegasan, serta kewibawaannya tetap tidak pernah hilang. (hal 13-55). Pada bagian ini, penulis mengisahkan dengan apik bagaimana Buya Hamka dapat berdamai dengan Jin di rumah baru mereka. Keberanian Buya Hamka dalam melakukan dialog dengan makhluk ghaib membuat jin tersebut tunduk kepada perintah Buya Hamka. Kisah tegang sekaligus kocak dalam bagian tiga ini. (hal 57-77). Kisah bagaimana Buya Hamka, istrinya (Ummi Siti Raham) dan penulis naik Haji. Peristiwa yang sangat menegangkan, dari Baghdad menuju Mekkah ketika melewati gurun Sahara mereka dikejar oleh angin topan gurun pasir, kemudian tentang supir mereka yang tertidur saat menyetir dan rintangan ketika mereka hampir diterjang air bah di pegunungan granit hitam. Dengan detail dijelaskan penulis dalam bagian empat dan lima. (hal 79-169). Di bagian ini penulis begitu piawai menguras air mata pembaca. Bagian enam dan tujuh penulis menjelaskan tentang keluasan pemahaman Buya Hamka terhadap ilmunya agama (tasawuf). Selanjutnya penulis mengisahkan bagaimana akhlak Ummi yang santun dalam bersilaturrahim dengan keluarga. Kesetiaan, ketegaran, kehebatan Ummi dalam menghadapi fitnah dan hinaan. Namun perempuan yang tegar itu terlebih dahulu meninggalkan Buya Hamka. (hal 171-214).Khusus bagian delapan ini, penulis mengisahkan tentang “si kuning” kucing kesayangan Buya Hamka. Sampai ketika Buya Hamka meninggal si Kuning duduk di atas kuburan majikannya itu. (hal 215-227). Bagian sembilan, pembaca akan dibuat kagum dengan jiwa besar dan pemaaf seorang Buya Hamka kepada tiga tokoh nasional Soekarno, Mr. Moh. Yamin dan Pramoedya Ananta Toer. Soekarno yang memasukkan Buya Hamka penjara selama dua tahun empat bulan. Namun, diakhir hayat Soekarno, Buya Hamka lah yang mengimami shalat jenazahnya. Mr. Moh. Yamin dari tokoh nasionalis yang menentang keputusan Buya Hamka ketika UUD’45 dengan Dasar Negara Berdasarkan Islam. Namun ketika Mr. Moh. Yamin sakit, Buya Hamka menjenguknya dan membacakan syahadat ketika sakaratul maut. Pramoedya Ananta Toer, melalui koran Harian Bintang Timur memfitnah buku Roman Buya Hamka. Tapi, Buya Hamka berkenan menerima anaknya Pram yang ingin belajar Islam kepada beliau. (hal 229-272). Pada bagian akhir, penulis mengisahkan bagaimana Buya Hamka mengalami sakit paru-paru, ginjal, otak dan akhirnya meninggal. Dengan dishalatkan oleh ribuan jama’ah sampai dengan proses pemakamannya. (hal 273-287). Judul Buku  : Ayah… Kisah Buya Hamka Penulis         : Irfan Hamka Penerbit       : Republika Cetakan       : I. Mei, 2013 Tebal           : xxvii + 321 halaman
ISBN           : 978-602-8997-71-3 Ikuti kami untuk konten inspiratif setiap hari: Facebook: @batutercom Instagram: @batutercom Twitter (x): @batutercom Telegram: @batutercom Tiktok: @batutercom Youtube : @batuter
0 notes
holopiscom · 15 days ago
Text
Kemenpora Kolaborasi dengan Bumilangit, Bumikan Gundala hingga Sri Asih
JAKARTA – Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora) RI berkolaborasi dengan Bumilangit sebagai langkah mendukung intellectual property (IP) nasional. Kemenpora akan membantu Bumilangit membumikan karakter-karakter pahlawan lokal seperti Gundala hingga Sri Asih. Kolaborasi pertama yang dilakukan berupa peluncuran kalender resmi Kemenpora 2025 yang menampilkan ikon-ikon…
0 notes
cinews-id · 20 days ago
Text
Yenny Wahid Mengapresiasi Usulan Prabowo Jadikan Gus Dur Pahlawan Nasional
JAKARTA, Cinews.id – Putri Presiden ke-4 Republik Indonesia Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Yenny Wahid, menyatakan apresiasinya atas pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang mengusulkan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Menurut Yenny, keluarga Gus Dur menghormati siapapun yang mengajukan gelar pahlawan nasional untuk tokoh yang dikenal sebagai Bapak Pluralisme tersebut. Ia juga menegaskan…
0 notes
ypkm · 24 days ago
Text
Hasril Chaniago: PDRI dan Peringatan Hari Bela Negara
Hari Bela Negara 19 Desember seyogyanya diperingati secara nasional di seluruh Tanah Air, sama dengan Hari Pahlawan 10 November atau Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober. Sebab, jika dilihat dari intensitas dan luasnya cakupan peristiwa, lama kejadian, dampak serta besarnya pengorbanan rakyat, tak diragukan lagi bahwa peristiwa Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berlangsung selama hampir tujuh bulan (19 Desember 1948-13 Juli 1949) jelas mengandung bobot sejarah.
PDRI muncul pada 19 Desember 1948, saat tentara Belanda melancarkan Agresi Militer II dengan menyerang Ibu Kota RI Yogyakarta dan Kota Bukittinggi di Sumatera Barat. Kedua kota utama basis perjuangan itu, terutama Yogyakarta, dengan mudah diduduki Belanda karena telah dikosongkan oleh TNI yang sudah siap bergerilya. Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan para pemimpin lain ditangkap dan ditawan di Berastagi dan Bangka.
Sebelum ditangkap dan ditawan, Sukarno dan Hatta sempat mengirim kawat kepada Menteri Kemakmuran Sjafruddin Prawiranegara di Sumatera serta Menteri Luar Negeri AA Maramis dan Sudarsono di India.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Isinya, bila Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat menjalankan kekuasaannya, maka diberikan mandat kepada Sjafruddin untuk membentuk Pemerintah Darurat di Sumatra. Bila Sjafruddin tidak dapat melaksanakan mandat tersebut, Sudarsono diberi kuasa untuk membentuk pemerintah dalam pengasingan.
Telegram itu tidak pernah diterima Sjafruddin. Namun, Menteri kemakmuran itu berada di Bukittinggi adalah atas anjuran Hatta untuk mempersiapkan pemerintahan darurat bila Yogyakarta jatuh. Makanya, begitu mendengar berita radio bahwa Yogya telah diduduki Belanda serta Sukarno, Hatta dan sejumlah menteri ditawan Belanda, Sjafruddin langsung menggelar rapat darurat di kediaman Komisaris Pemerintah Pusat TM Hassan di Bukittinggi. Bersama Panglima Tentara Sumatera Kolonel Hidayat dan didukung Residen Sumatera Barat Mr. Sutan Mohammad Rasjid, mereka memutuskan untuk membentuk PDRI pada hari itu, 19 Desember 1948. Kabinet PDRI diumumkan Sjafruddin pada 22 Desember 1948 di Halaban.
Dengan terbentuknya PDRI, maka terpatahkanlah propaganda Belanda bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada. Sebab, melalui siaran radio, seperti dikutip dari penelusuran Mestika Zed, Sjafruddin berhasil menyampaikan pernyataan ke dunia internasional bahwa Indonesia masih ada.
Jatuhnya Yogya dan ditawannya sejumlah pemimpin menyebabkan kekuatan perjuangan Republik di Jawa sempat kacau. Tapi hal itu tidak lama karena para pemimpin militer di bawah komando Panglima Besar Soedirman dan pemimpin sipil seperti Sultan Hamengku Bowono IX, I.J. Kasimo, Soekiman Wirjosandjojo, dan Soesanto Tirtoprodjo, segera berhasil mengkonsolidasikan seluruh kekuatan perjuangan.
Pada 22 Desember 1948, tiga hari setelah membangun basis pertahanan di dekat Prambanan, Panglima Jawa Kolonel AH Nasution mengeluarkan maklumat tentang berdirinya pemerintahan militer di seluruh Jawa. Nasution mengangkat panglima-panglima divisi di Jawa sebagai gubernur militer di daerah masing-masing, seperti Kolonel Abimayu di Jawa Barat, Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah, dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur.
Prakarsa juga diambil oleh empat menteri yang berada di Solo. Mereka adalah Menteri Dalam Negeri Soekiman Wirjosandjojo, Menteri Kehakiman Soesanto Tirtoprodjo, Menteri Pembangunan dan Pemuda Soepeno, serta Menteri Kemakmuran dan Persediaan Makanan Rakyat IJ Kasimo. Mereka bersama tokoh sipil, anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), dan beberapa perwira militer berapat dan memutuskan pembagian pekerjaan pemerintah pusat.
Saat itu, para pemimpin di Jawa belum tahu bahwa PDRI telah berdiri di Sumatera. Setelah mereka tahu, maka struktur pemerintahan militer maupun sipil di Jawa menyatakan tunduk dan berada di bawah koordinasi PDRI. Hal ini secara resmi disampaikan melalui laporan Kepala Staf Angkatan Perang Kolonel T.B. Simatupang kepada Ketua PDRI Sjafruddin dan Panglima Sumatera Kolonel Hidayat.
Setelah komunikasi yang intensif dan koordinasi, maka pada 31 Maret 1949 dilakukan penyempurnaan dengan memasukkan sejumlah tokoh, seperti Soekiman, IJ Kasimo, Jenderal Soedirman, Kolonel Hidayat, dan Kolonel A.H. Nasution ke dalam Kkabinet PDRI.
Selanjutnya, sudah dicatat dalam sejarah, PDRI berhasil menjalankan tugasnya "menyelamatkkan Republik" hingga kemudian Mr. Sjafruddin bersama Jenderal Soedirman menyerahkan kembali mandat yang tidak pernah diterima itu kepada Presiden Sukarno di Yogyakarta pada 13 Juli 1949.
Selama hampir tujuh bulan PDRI menjalankan fungsi pemerintahan RI dengan segala suka dan dukanya, terutama di Sumatera Tengah dan Jawa, para pemimpin sipil maupun militer serta para prajurit pejuang sama sekali tidak menerima gaji dari negara.
Mereka semua disokong dan dibiayai oleh rakyat di antaranya dengan menyediakan nasi bungkus dan dukungan logistik yang diperlukan untuk perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Itulah inti dari bela negara, di mana rakyat dengan ikhlas, tanpa pamrih dan tanpa janji-janji kampanye, menyerahkan harta benda bahkan nyawa untuk membela negara dan mempertahankan kemerdekaan bangsa dari bekas penjajah yang ingin kembali berkuasa.
Tertutup oleh Simbol Kekuasaan
Meskipun PDRI merupakan peristiwa sejarah yang telah menyelamatkan nyawa Republik Indonesia, tetapi selama nyaris setengah abad seolah-olah sengaja ditutupi, terutama di masa Orde Baru. Peristiwa yang begitu penting hanya dituliskan dalam kalimat pendek saja, terselip di antara ribuan halaman buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI) yang disunting Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-Balai Pustaka (1993).
Pada halaman 161 buku SNI jilid 6 soal PDRI hanya disinggung sambil lalu saja dalam rangkaian kalimat sebagai berikut: Yogyakarta ibukota RI berhasil direbut dan diduduki dengan menggunakan pasukan payung. Presiden dan Wakil Presiden serta sejumlah pembesar negara tidak menyingkir dan ditawan oleh tentara Belanda. Tetapi sebelumnya, Pemerintah telah memberikan mandat kepada Menteri Sjafruddin Prawiranegara yang berada di Sumatra untuk membentuk dan memimpin Pemerintah Darurat Republik Indonesia.
Hingga 50 tahun Indonesia merdeka, nyaris tidak ada sejarawan yang peduli dengan PDRI. Pemerintah daerah Sumatera Barat melalui Gubernur Hasan Basri Durin pernah berusaha mengangkat masalah PDRI ke pemerintah pusat menjelang peringatan Ulang Tahun Emas Kemerdekaan RI (1995).
Sebagai salah seorang tim speech writer gubernur, saya ingat, Sekretaris Pribadi (Sespri) Gubernur, Gamawan Fauzi, pernah ditugaskan menyusun agenda yang akan diusulkan gubernur ketika menghadap kepada Presiden Soeharto. Salah satu agenda tersebut adalah mengusulkan sejarah PDRI dimasukkan dalam penulisan buku sejarah Indonesia.
Permintaan Gubernur Sumbar bertemu Presiden disetujui, tetapi agenda membicarakan masalah PDRI ternyata dicoret oleh Sekretaris Negara sehingga tidak pernah sampai kepada Presiden. Beberapa waktu kemudian, saya mendapat penjelasan dari Brigjen (waktu itu Kolonel) Dr Saafroedin Bahar, Staf Ahli Mensesneg Mayjen TNI Moerdiono. Beliau mengatakan kepada saya, bahwa selama Pak Harto masih jadi Presiden, PDRI tidak akan dapat tempat yang memadai dalam penulisan sejarah Indonesia. Lalu saya bertanya, kenapa begitu?
Menurut Dr Saafroedin Bahar, Pak Harto sebagai orang Jawa, memerlukan simbol-simbol tertentu berupa peristiwa sejarah untuk menopang kekuasaannya. Simbol yang disukai oleh Pak Harto itu di antaranya adalah tanggal 1 Maret dan 11 Maret. Tanggal 1 Maret mengacu kepada 'Serangan Umum 1 Maret 1949' terhadap Yogyakarta yang dipimpin oleh Letkol Soeharto sendiri. Sedangkan tanggal 11 Maret merujuk 'Surat Perintah Sebelas Maret' atau 'Supersemar' yang menjadi sumber 'legitimasi' pengalihan kekuasaan Presiden Sukarno kepada Presiden Soeharto.
Karena 'kecintaan' Pak Harto kepada dua tanggal bersejarah itulah maka selama masa Orde Baru Sidang Umum MPR sekali lima tahun selalu dimulai pada tanggal 1 Maret dan ditutup pada 11 Maret.
Lalu, apa hubungannya tanggal-tanggal tersebut dengan PDRI? "Kita harus ingat, Serangan Umum 1 Maret 1949 itu terjadi atas perintah Penglima Besar Jenderal Soedirman dalam rangka menunjukkan eksistensi PDRI kepapa dunia. Mengangkat sejarah PDRI tentu akan mengecilkan arti Serangan Umum 1 Maret. Ini akan menganggu kebanggaan Presiden Soeharto," kata Dr. Saafroedin Bahar.
Oh, begitu rupanya. Barulah saya paham, kenapa selama Orde Baru peristiwa PDRI harus diselubungi, termasuk dalam penulisan buku sejarah Indonesia. Karena membesarkan PDRI akan menganggu simbol-simbol dan kebanggaan milik pemimpin yang sedang berkuasa.
Reformasi dan Presiden SBY Membuka Kesempatan
Reformasi 1998 yang menandai berakhirnya era Orde Baru memberi kesempatan untuk mengubah banyak hal, termasuk penulisan sejarah PDRI. Bersamaan dengan itu, terbit buku hasil penelitian Mestika Zed berjudul Somewhere In The Jungle: Pemerintah Darurat Republik Indonesia sebuah mata rantai sejarah yang terlupakan. Buku yang menggambarkan secara komprehensif PDRI sebagai "Penyelamat Republik" ini dipilih Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta Ikapi sebagai buku terbaik 1998 di bidang ilmu-ilmu sosial.
Mestika Zed juga berjasa mengubah secara signifikan porsi PDRI dalam penulisan sejarah Indonesia. Sebagai penulis dan editor Jilid 6 buku Indonesia dalam Arus Sejarah (IDAS) (Departemen Pendidikakn dan Kebudayaan RI dan Ichtiar Baru van Hoeve, 2004), menurut sejarawan Asvi Warman Adam, Mestika berhasil menambah satu kalimat tentang PDRI dalam SNI menjadi puluhan halaman dalam buku IDAS.
Seingat saya, Fadli Zon yang kini menjabat Menteri Kebudayaan RI, termasuk tokoh yang giat dan aktif melakukan kajian, penelitian, dan mengangkat isu mengenai PDRI dan juga PRRI. Berkaitan dengan hal itu, saya sendiri pernah diundang Fadli Zon - melalui Institute for Policy Studies (IPS) yang dipimpinnya-sebagai narasumber bersama Mestika Zed dan Farid Prawiranegara dalam seminar PDRI yang diadakan di Padang tahun 2005.
Sementara itu, tersadar dari memori ketika menulis surat Gubernur kepada Presiden Soeharto tahun 1995, Gamawan Fauzi yang terpilih menjadi Gubernur Sumatera Barat dalam Pilkada langsung pertama tahun 2005, melihat momentum ketika daerahnya menjadi tuan rumah Pertemuan Bilateral Indonesia Malaysia di Bukittinggi tanggal 11-14 Januari 2006.
Pertemuan empat mata antara Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Perdana Menteri Malaysia Datuk Abdullah Ahmad Badawi hanya berlangsung selama 2 jam pada 12 Januari 2006. Sementara Presiden SBY berada di Bukittinggi selama empat hari tiga malam. Melihat ada peluang, Gubernur Gamawan Fauzi bersama Irman Gusman (waktu itu Wakil Ketua DPD RI, Senator dari Sumatera Barat) 'melobi' SBY untuk menerima tiga delegasi tokoh-tokoh masyarakat Sumatera Barat yang ingin bersilaturahmi dengan Presiden.
Melalui Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Presiden SBY mengabulkan permintaan tokoh-tokoh Sumbar tersebut. Ketiga delegasi terdiri dari Kelompok Pejuang Angkatan 45 dan Yayasan Peduli PDRI dipimpin Thamrin Manan; Kelompok "Tigo Tunggu Sajarangan" terdiri dari Ketua LKAAM, MUI, dan Bundo Kanduang dipimpin H.KR. Dt. P. Simulia dan Rangkayo Hj. Nur Ainas Abizar; serta Kelompok 11 orang wartawan dan budayawan yang antara lain terdiri dari tokoh pers H. Basril Djabar, Ketua PWI Sumbar M. Mufti Syarfie, dan saya sendiri yang juga ditunjuk sebagai salah satu juru bicara.
Sebelum bertemu langsung Presiden SBY di Istana Negara Bung Hatta Bukittinggi, ketiga rombongan terlebih dahulu mengadakan pertemuan dan mengatur strategi bersama Gubernur Gamawan Fauzi. Selain merumuskan berbagai pernyataan, aspirasi, harapan dan permintaan kepada Presiden, setiap rombongan yang diterima dalam waktu berbeda sepakat menyampaikan satu permintaan yang sama. Yaitu, agar PDRI diberi tempat dan kedudukan dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Dalam rombongan wartawan dan budayawan, saya sebagai salah satu juru bicara dapat giliran bicara terakhir. Dalam kesempatan itu saya menyampaikan permintaan dengan kalimat kira-kira begini: "Bapak Presiden, kita mengetahui peristiwa PDRI mempunyai arti penting dalam perjalanan sejarah Republik Indonesia. Mohon kebijakan Bapak Presiden untuk menetapkan kedudukan PDRI dalam sejarah negara kita..."
Selesai saya bicara, Presiden SBY yang didampingi Gubernur Gamawan Fauzi, Wakil Ketua DPD Irman Gusman, dan Jubir Presiden Andi Mallarangeng, langsung merespon dengan spontan: "Ini kali ketiga saya menerima permintaan yang sama dari masyarakat Sumatera Barat. Saya faham, PDRI adalah peristiwa penting dalam sejarah bangsa kita," kata Presiden SBY.
Tak cukup sampai di situ. Malah Presiden langsung meminta Andi Mallarangeng menghubungkannya via telepon dengan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra yang berada di Jakarta. Setelah tersambung, masih di depan delegasi wartawan yang budayawan, Presiden SBY menyampaikan kepada Mensesneg bahwa beliau baru saja menerima aspirasi dari tokoh-tokoh masyarakat Sumatera agar menetapkan kedudukan PDRI dalam sejarah kenegaraan Indonesia.
Untuk itu, Presiden menginstruksikan dua hal kepada Mensesneg: pertama, mengundang para ahli sejarah bertemu Presiden untuk dimintai pendapat dan pandangan mengenai PDRI; kedua, mengadakan rangkaian seminar nasional tentang PDRI di beberapa perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.
Arahan Presiden SBY tersebut langsung ditindaklanjuti Mensesneg. Di antaranya mengadakan seminar nasional di Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, dan Universitas Andalas dengan narasumber para ahli sejarah seperti Taufik Abdullah, Anhar Gonggong, Mestika Zed, dan lain-lain.
Seminar juga menghadirkan pelaku PDRI yang masih hidup, termasuk putra-putra Alm. Sjafruddin Prawiranegara seperti Chalid dan Farid Prawiranegara. Bersamaan dengan itu, Gubernur Sumatera Barat juga mengirim surat kepada Presiden mengusulkan agar hari lahir PDRI tanggal 19 Desember 1948 ditetapkan sebagai "Hari Bela Negara".
Singkat cerita, tak sampai setahun, tatkala berkunjung ke Sumatera Barat pertengahan Desember 2006 dalam rangka acara peringatan Hari Nusantara, Presiden SBY memberi tahu Gubernur Gamawan Fauzi bahwa Kepala Negara sudah menanda tangani Keputusan Presiden (Keppres) tentang PDRI.
Keppres Nomor 28 tanggal 18 Desember 2006 itu menetapkan tanggal 19 Desember sebagai Hari Bela Negara, yaitu hari besar nasional bukan hari libur. Hari Bela Negara ini setara kedudukannya dengan hari nasional lainnya seperti Hari Pahlawan 10 November dan Hari Sumpah Pemuda 28 Okktober, yaitu sama-sama hari besar nasional bukan hari libur yang diperingati setiap tahun.
Penetapan hari lahir PDRI sebagai Hari Bela Negara secara tidak langsung kemudian menjadi dasar yang kuat pula bagi ditetapkannya Ketua PDRI Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai Pahlawan Nasional dengan Keppres No. 113/TK/2011 tanggal 7 November 2011. Penetapan ini sekaligus mengakhiri kontroversi posisi Sjafruddin selaku Ketua PDRI yang juga selalu dikaitkan dengan keterlibatannya dalam Peristiwa PRRI.
Peringatan pertama Hari Bela Negara dilakukan pada 19 Desember 2006 di Bukittinggi dengan Inspektur Upacara Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro. Sejak itu sampai hari ini, peringatan Hari Bela Negara rutin dilakukan setiap tahun dan dipusatkan di Sumatera Barat. Sebagai inspektur upacara selalu berganti-ganti, kadang seorang menteri dan kadang Gubernur Sumatera Barat. Namun belum pernah peringatan Hari Bela Negara dengan inspektur upacara langsung Presiden RI.
Sebagai hari besar nasional, kedudukan Hari Bela Negara sebenarnya sama dengan Hari Pahlawan 10 November dan Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober yang ditetapkan dengan Keppres No. 316 Tahun 1959. Bedanya, Hari Bela Negara adalah satu-satunya hari nasional yang dmerujuk peristiwa sejarah yang terjadi di luar Pulau Jawa. Hari nasional yang lain, ditetapkan berdasarkan peristiwa yang terjadi di Pulau Jawa.
Penetapan hari lahir PDRI sebagai Hari Bela Negara, telah membuka mata seluruh bangsa Indonesia bahwa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia di seluruh Tanah Air. Bukan hanya di Ibu Kota Negara atau di Pulau Jawa saja.
Sejak penetapan Hari Bela Negara pula, mata dunia pun tertuju ke Sumatera Barat, karena banyak kegiatan dan proyek yang berkaitan dengan peringatan PDRI dan Hari Bela Negara dialokasikan pemerintah di daerah ini. Salah satu yang terbesar dan terpenting adalah Museum PDRI yang telah menelan biaya ratusan miliar rupiah dari APBN, dan 19 Desember 2024 ini diresmikan oleh Menteri Kebudayaan RI Dr. Fadli Zon, M.Sc.
Meskipun hari lahir PDRI sudah ditetapkan sebagai Hari Bela Negara sejak 18 tahun silam, namun kalau kita mau jujur, belum terasa sebagai sebuah hari nasional. Peringatan Hari Bela Negara yang dipusatkan di Sumatera Barat, dengan inspektur upacara seorang menteri atau Gubernur Sumatera Barat, masih mengesankan Hari Bela Negara terbatas sebagai 'milik' Sumatera Barat. Tidak ada peringatan di provinsi lain di seluruh Indonesia.
Sebagai hari besar nasional, sama-sama ditetapkan dengan Keputusan Presiden, sudah seharusnya peringatan Hari Bela Negara sama derajat dan cakupannya dengan peringatan hari besar nasional lainnya seperti Hari Pahlawan dan Hari Sumpah Pemuda. Yaitu diperingati dengan Inspektur Upacara Presiden RI dan dilaksanakan secara serentak di seluruh daerah oleh semua instansi pemerintah, sekolah dan kampus di seluruh Indonesia.
Semoga harapan ini menjadi kenyataan pada peringatan Hari Bela Negara (HBN) di tahun-tahun selanjutnya, sehingga HBN benar-benar menjadi milik bangsa Indonesia.
Hasril Chaniago Wartawan senior pemegang Press Card Number One (PCNO) dan sertifikat Wartawan Utama Dewan Pers, penulis buku sejarah dan biografi, anggota Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sumatera Barat.(rdp/rdp)
Sumber:
0 notes
jalananrian · 1 month ago
Text
Matematika Sosial & Pembacaan Sistematis
Menariknya dalam pembahasan sebelumnya bahwa pesan rencana kontribusi unggul sudah Allah arahkan pada Al-Quran dan berbagai inspirasi tokoh dan kejadian-kejadian inspirasi para pendahulu. 
“ Rencana kontribusi unggulan diarahkan oleh sebuah pesan kehidupan yang Allah titipkan. Juga oleh inspirasi sejarah yang memberikan spirit dan mendongkrak obsesi. Bahwa target-target kontribusi pemuda harus level tinggi, seperti para pahlawan sejarah yang dibacanya” 
Inspirasi dan pesan kehidupan diposisikan sebagai instrumen dalam memahami realitas yang sesuai konteks zamannya. “history repeats itself”  bisa diyakini bisa terulang, disesuaikan dengan banyaknya bacaan sejarah yang luas yang sudah terjadi dan berbagai fenomena dalam memahami konstelasi dunia. 
Analytical skill, critical skill, gap analyze menjadi kesempatan mengaktualisasikan diri dalam memahami kondisi faktual mengarah kepada kondisi ideal. memahami kondisi terkini atau dalam bahasa sebelumnya adalah sebuah bacaan sejarah yang luas dalam memahami matematika sosial. Memahami matematika sosial secara komprehensif berorientasi pada solusi secara konkret.
“Kemajuan umat tidak dibangun dengan dugaan, perkiraan dan angan-angan. Ia Membutuhkan matematika sosial. Memahami realitas dengan perkiraan, berarti membuat proyek perbaikan yang bersifat percobaan. Adakah pasien yang sudi ditangani dokter yang masih percobaan? Beranikah melahap obat dari analisis serampangan atau artikel kesehatan serabutan” 
Membaca dan pembacaan secara sistematis berarti membuat peta realitas yang bersifat global, nasional hingga lokal dalam pikiran pemuda. Peta itu diklasifikasi atas kategori persoalan besar umat lalu mencari inti permasalahan di masing-masingnya tanpa harus masuk ke detail dahulu.  
0 notes
nusatimesid · 1 month ago
Text
Beri Penghormatan kepada Para Pahlawan Bangsa, Menteri Nusron dan Wamen Ossy Ikuti Upacara Peringatan Hari Pahlawan
Nusatimes.id – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid beserta Wakil Menteri (Wamen) ATR/Wakil Kepala (Waka) BPN, Ossy Dermawan mengikuti Upacara Peringatan Hari Pahlawan, Minggu (10/11/2024). “Pagi ini, di Taman Makam Pahlawan Kalibata saya hadir untuk melaksanakan upacara dan menabur bunga sebagai bentuk penghormatan kepada para pahlawan bangsa…
0 notes
sumbartodaynews · 1 month ago
Text
PEMKAB DHARMASRAYA GELAR UPACARA HARI PAHLAWAN DAN HARI KESEHATAN NASIONAL DHARMASRAYA.
SUMBAR,SUMBARTODAYNEWS.COM — Bupati Dharmasraya, Sutan Riska Tuanku Kerajaan yang diwakili oleh Sekda Dharmasraya, Adlisman bertindak sebagai Pemimpin Upacara pada Peringatan Hari Pahlawan ke-79 Tahun 2024 dan Hari Kesehatan Nasional ke-60. Upacara ini dilaksanakan di halaman kantor Bupati Dharmasraya, pada hari Minggu, (10/11/24). Sekda dalam kesempatan itu, membacakan sambutan Menteri Sosial…
Tumblr media
View On WordPress
0 notes
fauzi-nurrahman · 1 month ago
Text
Refleksi Hari Guru (25 November) : Kesejahteraan Guru
Pagi ini, setelah membuka Instagram, saya tiba-tiba terhenti pada sebuah kalimat yang cukup menyentuh di sebuah konten video:
"Upah minimum adalah syarat mutlak menghargai guru sebagai manusia, sebab sering dilupakan bahwa kelayakan gaji guru bukanlah karena guru profesi yang mulia dan penting bagi negara, tapi karena guru adalah manusia. Guru jangan dilihat karena profesinya, tapi lihatlah dia sebagai manusia."
Saya setuju. Banyak guru yang hari ini harus hidup dengan gaji yang bahkan nggak cukup buat memenuhi kebutuhan dasar mereka. Ratusan ribu per bulan. Jauh dibawah upah minimum untuk hidup layak. Guru di jebak dengan narasi guru pahlawan tanpa tanda jasa. Profesi yang mulia. Bentuk pengabdian. Panggilan jiwa. Sehingga kemudian, guru dieksploitasi dengan pewajaran gaji yang kecil. Kita lupa, bahwa guru juga manusia. Mereka butuh makan, butuh bayar tagihan dan butuh hidup yang layak. Guru bukanlah robot yang bisa terus mengabdi tanpa diperhatikan kesejahteraannya. Pekerja lain punya standar upah minimum sesuai standar kebutuhan mereka. Kalau pekerja lain punya, kenapa guru nggak? Bukan karena guru itu profesi istimewa ataupun mulia, tapi karena ini soal keadilan. Karena nggak ada alasan satu manusia harus hidup di bawah standar layak, apalagi saat dia berkontribusi besar buat generasi masa depan. Sekali lagi, bukan semata karena profesi ini mulia atau penting untuk negara, tapi karena guru juga manusia. Mereka butuh penghidupan yang layak, yang jauh lebih memanusiakan. Selamat Hari Guru Nasional untuk Cikgu:-)
29-11-2024
FNR
0 notes
th3f4milybusin3ss · 1 month ago
Text
Persembahan Gol untuk Indonesia.
Sepakbola bukan cuma olahraga di Indonesia. Sepakbola adalah bahasa universal yang menyatukan orang dari berbagai latar belakang. Nggak peduli kamu fans Persib atau Arema, saat nonton tim nasional bertanding, kita semua bersatu jadi Indonesia. Garuda di dadaku, bukan sekedar lagu, tapi sudah jadi moto dan kepercayaan.
Di tengah euforia ini, BRI hadir sebagai pendukung utama sepakbola tanah air. Lewat sponsor utamanya di BRI Liga 1, BRI nggak cuma memajukan kompetisi, tapi juga membawa manfaat besar untuk atlet, klub, dan masyarakat luas.
BRI Liga 1 bukan cuma soal pertandingan di lapangan. Ini adalah ekosistem yang mendukung perkembangan sepakbola dari akar rumput hingga level profesional.
Dukungan Finansial untuk Klub Dengan dana sponsor yang besar, klub-klub peserta Liga 1 bisa memperbaiki fasilitas, membayar gaji pemain tepat waktu, dan bahkan merekrut pelatih berkualitas.
Pengembangan Bakat Muda Kompetisi ini juga menjadi panggung bagi pemain muda untuk unjuk gigi. Siapa tahu, bakat-bakat yang muncul dari Liga 1 akan jadi pahlawan timnas di masa depan.
Kegiatan Ekonomi di Sekitar Stadion Liga 1 juga berdampak positif pada ekonomi lokal. Pedagang kaki lima, tukang parkir, hingga UMKM di sekitar stadion ikut merasakan manfaat dari setiap pertandingan.
Kisah Inspiratif: "Mimpi Kecil, Prestasi Besar"
Joko, seorang anak desa di Jawa Timur, punya mimpi jadi pemain sepakbola profesional. Tapi, fasilitas latihan di desanya sangat minim. Berkat kompetisi yang semakin berkembang di Liga 1, Joko punya motivasi lebih untuk berlatih. Kini, dia berhasil masuk ke salah satu klub besar, dan mimpi jadi pemain timnas sudah semakin dekat.
Sepakbola dan Kebanggaan Nasional
Sepakbola adalah cerminan kita sebagai bangsa. Saat tim Indonesia menang, seluruh negeri ikut bahagia. BRI memahami ini, dan itulah sebabnya mereka tidak hanya fokus pada aspek bisnis, tapi juga pada aspek emosional.
Investasi Jangka Panjang: Dukungan BRI membantu menciptakan sistem sepakbola yang lebih profesional.
Peningkatan Popularitas: Dengan eksposur media yang luas, Liga 1 jadi semakin dikenal, bahkan hingga luar negeri.
Keterlibatan Masyarakat: BRI sering mengadakan acara seperti nobar (nonton bareng) untuk mendekatkan sepakbola dengan penggemar.
BRI bukan cuma sponsor, tapi partner yang berdedikasi untuk memajukan sepakbola Indonesia. Dengan dukungan yang konsisten, BRI membantu menciptakan mimpi-mimpi besar untuk pemain, klub, dan masyarakat.
Jadi, ayo kita dukung BRI Liga 1, karena ini bukan cuma tentang sepakbola, tapi juga tentang kebanggaan kita sebagai bangsa.
0 notes
turisiancom · 2 months ago
Text
TURISIAN.com – Komunitas Bogor Sketcher menggelar acara napak tilas bertajuk "Kapten Muslihat" yang berlangsung dengan semarak. Program ini bertujuan untuk menggali sejarah dan memperkenalkan sosok pahlawan lokal, Kapten Muslihat, kepada masyarakat melalui seni sketsa. Acara ini sendiri, sebetulnya bagian dari rangkaian besar kegiatan lainnya yang masih akan digelar hingga Desember 2024 mendatang. Para peserta yang terdiri dari anggota komunitas dan masyarakat umum diajak untuk mengikuti perjalanan sejarah Kapten Muslihat. Seorang pejuang kemerdekaan yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Faisal, salah satu pengurus Bogor Sketcher mengatakan bahwa kegiatan ini tidak hanya memperingati jasa Kapten Muslihat. Tetapi juga menjadi momen bagi seniman lokal untuk mendokumentasikan warisan sejarah melalui karya seni. "Napak tilas ini adalah cara kami untuk mengenang dan menghormati perjuangan Kapten Muslihat. Dengan medium sketsa, kami ingin mengabadikan semangat perjuangan beliau dan memperkenalkannya kepada generasi muda," ujarnya. Sekilas tentang Komunitas Sketsa Bogor Sketcher, diman komunitas ini berdiri sejak 2011 yang di inisiasi oleh Benny Karismana. Kini, roda kegiatan komunitas ini digerakkan oleh Agus Ramdani sebagai Ketua Harian, dengan semangat yang tak pernah surut. Selama ini Bogor Sketcher dikenal sebagai komunitas yang gigih menghidupkan seni sketsa di tingkat lokal hingga internasional. Agenda komunitas ini begitu beragam. Salah satu kegiatan utama adalah Napak Tilas, program bulanan yang menghidupkan kembali kenangan sejarah lewat sketsa. Bulan ini, Napak Tilas digelar pada Minggu, 24 November 2024, dengan tema Kapten Muslihat, seorang pahlawan kemerdekaan asal Bogor. Kawasan Bersejarah ) [caption id="attachment_23219" align="alignnone" width="768"] Salah satu hasil sketsa dari peserta Komunitas Sketcher Bogor. (Foto: Ist)[/caption] Napak tilas berlangsung di kawasan bersejarah—perempatan Jalan Merdeka, Jembatan Merah, dan Jalan Kapten Muslihat. Lokasi ini,  yang dipercaya sebagai tempat gugurnya sang pahlawan dalam pertempuran melawan pasukan Inggris pada 25 Desember 1945. Selain itu, ada Kumpul Sketcher, pertemuan spontan di lokasi tertentu untuk berkarya bersama, dan Ngos-ngosan, ajang berbagi ilmu antaranggota komunitas. Tidak berhenti di situ, Bogor Sketcher juga aktif mengedukasi anak-anak sekolah dasar, mendorong mereka menggambar tanpa terbebani oleh anggapan tentang bakat. Komunitas ini juga memiliki perhatian mendalam pada sejarah. Salah satunya dengan mengkurasi koleksi Museum Lukis Sejarah Siliwangi di Bumi Parawira, Kota Bogor. Oleh sebab itu, tak heran jika komunitas ini digadang-gadang sebagai salah satu kelompok sketsa paling militan di Indonesia. Kerja sama dengan Indonesian Sketchers telah membawa nama mereka ke berbagai forum nasional dan internasional. Kecintaan Bogor Sketcher pada Kapten Muslihat terasa dalam Napak Tilas kali ini. Sosok pahlawan yang lahir di Pandeglang pada 26 Oktober 1926 ini sempat tinggal di Panaragan Kidul dan bekerja di Balai Penelitian Kehutanan, Gunung Batu, Bogor. Rumah Sakit Kedung Halang Sebelum itu, ia juga pernah menjadi juru rawat di Rumah Sakit Kedung Halang. Dalam perjuangannya, Kapten Muslihat gugur di markas pasukan Inggris di Jalan Banten. Dimana, kini dikenal sebagai Jalan Kapten Muslihat—dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Dreded, Bogor. Di lokasi yang kini berdiri patung Kapten Muslihat, kisah heroik itu dihidupkan kembali lewat coretan para anggota Bogor Sketcher. Sementara itu, mereka merangkai sejarah dalam goresan, merawat kenangan melalui seni. Sejarah, seperti halnya sketsa, adalah jejak yang mesti terus diabadikan. Para peserta diajak membuat sketsa di lokasi-lokasi bersejarah yang menjadi saksi perjuangan Kapten Muslihat. Karya-karya ini nantinya akan dipamerkan dalam sebuah galeri mini yang terbuka untuk masyarakat. Antusiasme masyarakat terlihat dari banyaknya peserta yang ikut serta, baik dari kalangan pemula hingga seniman profesional.
Salah satu peserta, Rina (25), mengungkapkan kebanggaannya dapat ikut ambil bagian dalam acara ini. "Melalui kegiatan ini, saya jadi lebih memahami sejarah lokal sekaligus menyalurkan hobi menggambar," ungkapnya. Acara napak tilas "Kapten Muslihat" menjadi momentum penting untuk menghubungkan seni, sejarah, dan budaya dalam satu kegiatan yang edukatif dan kreatif. Bogor Sketcher berharap kegiatan serupa dapat terus diadakan di masa mendatang untuk melestarikan sejarah lokal sekaligus membangun semangat cinta tanah air. ***
0 notes