#Kursi Koper Bata
Explore tagged Tumblr posts
littlethingsaround · 6 years ago
Text
Tumblr media Tumblr media
Turki. Hari ke sekian.
Malam minggu, saat kami sedang kesulitan berbahasa 'isyarat' dengan penjual dondurma (turkish ice cream), seorang laki laki yang juga peserta lomba lewat dan membantu kami mentranslate maksud kami dengan bahasa Turki. It is that random, mengingat penginapan kami jauh dari tempat acara, dan laki laki yang juga peserta ini randomly muncul di pinggir jalan tepat saat kami butuh bantuan.
Esok harinya saat kami mempersiapkan presentasi di Starbucks bersama peserta lainnya dari Indonesia, tetiba sesosok laki laki mengambil kursi, dan duduk disebelahku. Siapa sangka, ternyata dia laki laki random yang semalam. Saat kenalan, dia baru ngeh aku adalah orang yang selaman dibantunya membeli eskrim. Dia hanya ingin catch up dengan peserta muslim, makanya dia ikut nimbrung. Oke, kali ini lebih random lagi haha, tapi ya sudah.
Namanya J, dari Palestina. J tinggal di Gaza. Diceritakannya tentang petak 43 kilometer yang dihuni ratusan ribu manusia berdesakan. Diceritakannya tentang bom yang saling silang datang. Tentang studinya, bahkan keponakan keponakannya yang lucu. Sedikit ngobrol tentang hafalan Al-Qur'an, dan bagaimana dia bisa 'nyasar' di Turki. Di tengah tengah obrolan tentang hak asasi manusia di palestina sana, aku nyeletuk.
"YaAllah, you must've lost numbers of friends there .."
Tahu? Tanpa diduga, dengan wajah sopan dan tangan kanan diletakkan menyilang di dada, J berkata lembut "I'm sorry, I can't tell more stories about it .." wajahnya sedih. As if he said 'I can't stand how hurtful this scars, don't open it anymore..'
Aaat itu aku melihatnya dengan jelas. Sebuah luka. Luka yang mungkin lebih dalam dan menyayat dibandingkan dengan kerusakan yang bom itu hasilkan. Luka tak berdarah yang lebih ngilu dibandingkan dengan kaki kaki yang patah. Luka yang penyembuhannya bisa lebih lama ketimbang renovasi bangunan bangunan rusak. Efek dari perlakuan tidak baik Israel, menanamkan suatu kesedihan tak berkesudahan di hati J. Kasat mata, tapi sungguh tampak jelas. Sebentuk rupa yang tak kubayangkan akan kusaksikan sebelumnya.
YaaAllah ga tega. Seketika terbayang poster2 dan video yang menggambarkan mayat dimana mana. Aku berusaha pindah topik, membahas hal hal lain agar dia tidak sedih lagi. Maafkaan, ndak maksud bikin kamu sedih, J :(
Lalu kami pulang bersama, bertiga. Abisyau banyak ngobrol dengannya terkait finance, kuliah, dan lain lain. Lalu kami berpisah di metro.
Karena berangkat dengan sponsor dari bagian fashion, mereka meminta kami foto full outfit gitu disana agar di post dan di promote. Saat pulang di malam hari aku meminta Abisyau mengambil gambarku di jalan depan flat tempat menginap, mumpung belum ada fotonya samsek. Waktu itu sekitar jam 10 malam. Temanku berdiri didepan apartemen tetangga, mengambil gambarku yang berdiri di jalan. Dan karena itulah foto banyak yang blur sehingga harus retake beberapa kali.
"Blur maa.." "Coba ulang lagi.." "Kurang ke kanan sedikit.." "Anglenya ga begitu .."
Kalau tahu aku dan temanku, sungguhan kita bukan tipe yang ribut kalau ambil foto. Sekedarnya saja, ga hebring hebring. Berkatanya pun pendek pendek, dan tidak sekeras yang dibayangkan.
Tiba tiba, sebuah bungkus rokok kosong melayang dari atas temanku, dan jatuh tepat di kepalanya. Kami melihat ke arah datangnya, dan ternyata ia jatuh dari jendela yang terbuka. Suatu hal yang janggal, mengingat orang Turki paling anti membuka jendela lebar2 karena menjaga privasi.
Kulihat temanku. Diam dia disana, lumayan lama sampai kami membuka pintu. Ketika jalan menuju flat, jendela itu ditutup kembali. Sungguh kaget, mendapat perlakuan seperti itu. Memang sebelumnya kami di 'alert' oleh Bakti, kalau orang Turki galak galak dan paling anti sama yang ribut ribut. Tapi tidak menyangka atittude yang kami terima seekstrim itu untuk ukuran orang Indonesia yang menjaga tata krama dengan sesama.
Temanku diam, diam sampai kami duduk di ruang tamu. Dia duduk di sofa ujung ruangan, sambil termenung. Aku ikut diam, aku tahu dia sedang marah. Aku rasakan dia sedang sedih. Aku ingin datang dan memeluknya, tapi akan awkward sekali. Temanku anti diibakan dan dianggap lemah, ia berkali kali berkata kalau ia kuat dan bisa. Bermenit menit berlalu tanpa suara, sampai kak lisa turun dari lantai dua membawa makan malam untuk disantap.
"Kak, orang Turki emang gitu ya?" Temanku bertanya diantara kunyahan nasi kebuli. Ia ceritakan hal tadi pada kakaknya. "Mereka tidak suka sekali dengan suara.. apalagi malam hari. Tapi ya ndak gitu jugak lah.." kak lisa menjawab sedikit acuh. Aku mengambil ayam berbumbu kari itu dari atas nampan makan. Kami lalu naik keatas untuk tidur.
Di kamar tidur sunyi. Kami terdiam, tapi kepalaku berkali kali memintaku untuk segera memeluk temanku. Tanganku berkali kali gatal untuk usap punggungnya. Bibirku gatal untuk bertanya, "Kamu tidak mungkin tidak apa apa. Aku bisa bantu apa?" Tapi aku sadar temanku punya prosesnya sendiri. Jadi kupikir dia butuh lebih banyak waktu.
Kotak rokok itu jatuh di kepalanya. Kotak rokok kosong, yang dilempar dari lantai 4 flat tetangga kami. Siapapun tahu, ditimpuk kotak rokok tidaklah sakit. Tapi hal itu tidak hanya mengenai kepalanya, ia jatuh lebih dalam, menghujan di hatinya. Kuyakin sakit di kepalanya sudah hilang sebelum kami membuka pagar flat kami. Tapi aku ragu bekas luka pada hatinya sudah benar benar pulih.
Kami tidur dengan kontemplasi masing masing.
Esok saat bangun, Abisyau berkata : "Kita salah. Kita berisik. Kita minta maaf yuk.." lalu dikeluarkannya bekal snack dari Indonesia dari koper. Dimasukkannya ke kresek pink mungil yang kami dapat dari toko. Lalu dia membuka google translate, menuliskan kata maaf satu paragraf dengan tulus diatas secarik kertas dan menempelkannya di plastik itu.
"Aku minta maaf dan ngasih ini, bukan karena ingin dia ngerasa gaenak. Aku minta maaf, karena memang aku salah. Dan aku ingin ini benar2 tuntas dengannya, di hatiku, maupun di mata Allah. Kalau dia terima, ya alhamdulillah. Kalau ndak sampai, yang penting sudah usaha.."
Sebelum kami berangkat, kami mampir di flat kemarin. Menghitung jumlah lantai, dan menulis dengan bahasa Turki di suratnya : Teruntuk yang tinggal di Flat lantai 4. Memencet bel, lalu pergi ke tempat acara.
Diujung jalan, kudengar pintu flat dibuka. Tidak ada fikiran ingin mengintip, merasakan lapang hati teman disebelahku saja aku sudah bahagia. Seorang temanku bisa melakukan itu, adalah hal yang sungguh kusyukuri di hari itu. Sebelum menghadapi hari, ia berusaha memperbaiki ketenangan hati orang yang diganggunya. Tapi hal tersebut sungguh berdampak baik pada ketenangan dirinya.
---
Ingat dulu, pernah baca Tere Liye post status di facebook. Intisarinya seperti ini : Mengatakan hal hal buruk dan berlaku buruk itu seperti melempar batu di lautan. Tidak semua batu jatuh pada permukaan yang dangkal. Kita tidak tahu batu mana yang jatuh dalam, dalam sampai di kegelapan. Belum tentu batu besar, belum tentu juga batu yang kecil.
Seperti halnya kisah J, dan apa yang dialami temanku malam itu.
Tetiba ingat, selama masih sering berlaku buruk dan mengatakan hal hal yang tidak baik pada waktu yang tidak tepat. Lalu mengingat hati hati yang pernah secara langsung atau tidak kusakiti..
Aku sadar. Aku akan selalu menyusun banyak batu bata agar diri peka. Akan selalu berdoa agar tidak menjadi penyebab luka. Agar bibir lugas dengan kalimat positif dan membangun. Agar laku tegas dengan membantu dan tidak menjatuhkan. Belajar seumur hidup, lagi dan lagi.
Manusia berbuat salah, lalu ia memperbaiki diri. Manusia berbuat baik, lalu ia bertumbuh. Lalu ia berbuat salah lagi, dan ia memperbaiki diri dengan sebuah perbaikan yang jauh lebih berarti dari sebelumnya.Lalu ia berbuat baik lagi, dan ia bertumbuh dengan pertumbuhan yang jauh lebih tinggi dari sebelumnya.
Evaluasi, improvisasi. Evaluasi, improvisasi .. sampai Allah perintahkan waktu untuk memberhentikannya.
Begitu.
Pi pernah bilang, selama kita menjaga perasaan orang lain Allah akan jagakan perasaan kita.
Semoga Allah selalu jaga lisan, hati, perbuatan kita, secara langsung ataupun tidak, secara offline maupun online, dari menyakiti orang lain.
Semoga setiap hal yang dititipkannya pada diri kita (entah itu perkataan, ekspresi, gestur tubuh, waktu, tenaga, postingan di sosial media, tulisan entah dimana, apapun.. apapun yang diri ini keluarkan) selalu menjadi perantara orang lain tersenyum, perantara urusan mereka dipermudah, menjadi perantara masalah mereka terselesaikan, dan perantara agar hati mereka lebih tenang dari badai hidup yang melanda.
Allah.
Jadikan apa apa yang ada dari diri kami menjadi penghapus lara, bukan penyebab duka.
Menjadi yang giat hasilkan kebaikan, bukan terus mengkompori keburukan.
Menjadi perantara yang akan selalu membangun dengan cinta dan ketulusan, bukan menjatuhkan dengan kesoktahuan dan dendam.
Allah.
Ampuni kami, jika kami pernah menyakiti hati orang lain.
Beritahu pada kami, jika ternyata hati yang tersakiti masih belum sembuh dan kami diberi amanah untuk memperbaikinya.
Beri getar pada hati kami, agar peka dari menyinggung perasaan orang lain sehingga kami dapat segera memperbaiki agar tidak hasilkan luka tanpa disadari.
Maafkan khilaf dan kesalahan yang kami sadari atau tidak, dan kumpulkan kami beserta orang orang yang kami sayangi dengan damai di taman surgaMu.
Allah.
Hilangkan rasa gusar, berburuk sangka, keras hati, amarah, iri dengki, dendam, terburu buru, dan dari perasaan merasa benar dari hati kami.
Murnikan hati kami agar lebih jernih dalam menerima banyak hal yang datang dari luar ke dalam diri, maupun dalam memberi hal hal yang ada pada diri kepada sesiapapun diluar sana.
Lembutkan hati kami untuk memaafkan,
Lembutkan lisan kami untuk menenangkan,
Lembutkan laku jiwa kami untuk meredakan.
Allah. Terimakasih banyak atas pembelajaran berharganya. Semoga kami selalu ingat.
Fatih, 29 April 2019.
(Pagi ini kami menyelesaikan yang hati kami perlu selesaikan sebelum berangkat dan menghadapi final pitch. Ndak nyangka dapat juara, dan dapat lagi lesson yang penting juga disana. Tapi sudah gatal mau kelarin tulisan ini dari malam. Alhamdulillah alaa kulli hal.)
7 notes · View notes
dogwoodrose · 6 years ago
Text
3days
Ingin menulis cerita disini karena imperishable
Jadi April 26 wktunya ku menonton Ed Sheeran di Singapore. Kenapa di SG? pertama, sebelum beli tiketnya ku takut dia bakal batal lagi konser di indo. Kedua, udah pernah cobain nonton di SG indoor stadium hasilnya adalah satisfied bgt (coldplay wktu itu ofcourse). Terakhir, melihat perbandingan tiket konser SG dan Indo kaya mendingan beli di SG yaa wlopun budget lain2 psti lbh bsr di SG but yaudala take it or leave it aja.
Terpilihlah org yg mau ntn disana adalah reva, yauda deh intinya udah beli nih tiket pp jkt-sg hari jumat-minggu. Hari H (jumat subuh) caw, trus malem nya nonton Ed di SG stadium trus hari kedua itu waktu nya jalan2 seharian dan hari ketiga pulang ke indo. Ingin cerita hal zonk yg ku dan rev alamin. Ga ada yg mulus di perjalanan ini, ada aja masalahnya di hari pertama pas lagi jalan kaki+gerimis tbtb box makanan curry kita bocor smpe ke tas dan koper alhasil beleberan ke barang2, dpinggir jalan ada kursi disamping stasiun gt, akhirnya kita makanin si curry itu supaya ga makin beleberan dan lgsg abisin. Orang2 dsana biasa weh ngeliat kita kaya mind their own business. Thats what i like about them. Semacam kl di indo psti udh diliatin kaya gembel tp dsana bodo amat terserah lu. HAHAH
Hal zonk lainnya yang paling berkesan adalah di hari ke 3 which is....jeng jeng jeng.... jadi umm dari pagi dulu ya ceritanya. Ohiya disini gue nginep di hostel yang sekamar ada 8 orang. Bunkbed. Ramean. Kamar mandi luar. Di Indo banyak orang yg nethink ketika gue pergi sm reva doang berdua, dicengin inilah itulah, duh, jaman skrg banyak fasilitas yg bisa dipilih, karna ingin menimalisir budget, gue pake hostel dan aman kok (btw liat review dulu sblm pesan apapun). Jadi flight ke jkt 10.20 AM, kita siap pergi jam 7 AM tp sampai lobby mba2 resepsionis nya blm ada, baru dtg jam 7.30 AM. mau ngembaliin kunci ke resepsionisnya krna ada duit deposit $10, trus mikir yaudah deh cobain tunggu smpe jam 7.30 aja kl resepsionis nya ga dtg2 yaudah kita iklasin aja si $10 (padahal takut telat flight juga karna mepet). jam 7.30 an si mba nya dateng dan yaudah deh ngembaliin kunci sekalian ambil deposit kita. stelah itu lari ke stasiun MRT buat ke airport, it takes about 45 minutes. Sesampainya di Changi yang airportnya segede gaban itu, kita bandel malah kepoin jewel, ada bbrp pengumuman di pajang yg intinya “dahulukan penerbangan anda trlebih dahulu”, udah gt jalan ke sana jauh bgt kaya beda gedung gt dari terminal sblmnya (lupa trminal brp), udah sampai, foto2 trus kagum kok bisa, lalu balik ke terminal 4 buat penerbangan kita. jalan jauh. butuh waktu banyak. Tapi kita ttp mikir masih keburu kok masih ada waktu. Sampai di check in, imigrasi dll, pas periksa koper cabin, si petugas minta bukain koper dan ketauan lah masker Lush yg 315 gr (baru dibeli) disuruh dbuang. sedih bgt. gue ga sadar kl 315gr tuh udah kelewat batas buat cabin, udah ga ada bagasi koper. si rev ngide mau cariin botol kecil dulu di dalem bandara jadi dia lari2 cari botol, gue nunggu di tmpt pemeriksaan itu smbil khawatir ini keburu ga ya flightnya....jam 10 AM reva dtg bawa botol kecil ada 4, muka dia udah capek gt agaak kasian gue huhu trus masukin deh bbrp masker ke dlm botol itu dan SUSAH BGT MASYAALLAH. masknya gamau turun dari botol karena itu likuid yg tebel padat gt lho bukan cairan yg gampang ngalir, alhasil cuma 1/4 bisa msk ke botoll kecil dan sisanya dbuang dan lgsg lari ke gate. sesampainya ke gate..........................gate nya udah tutup. udah gabisa buka. kita telat pesawat.
Pihak maskapai inisial AA udah gabisa bukain lagi, walaupun pesawatnya msh ada......... dan baru sadar drtd perhitungan kita salah patokan kita itu 10.20 itu tuh open gate, dan seharusnya 10.20 itu jam pesawatnya takeoff. such a moron me. udah berkali2 naik pesawat tp hari ini bloon bgt. yaudalah. si pihak maskapai nawarin next flight malem dan harganya hampir 6x lipat. ARE YOU KRAZY???? akhirnya cek tiket online dan ada yg harganya paling murah 2xlipat dari harga awal tp beda maskapai, jadi kita harus keluar imigrasi dulu buat bisa check in lagi. Ini pengalaman baru bangeeeeeeeeeeeeeeet, ketinggalan pesawat dan keluar imigrasi dipandu sm staff airport nya plus baiiiiiik bgt ibunya. kaya di film Ultimate Airport Dubai yg di NatGeo channel, yang ada staff nya gt. trus ibu staff changi itu kaya pemberi arah sm nasihat gt pokonya (karena prosesnya agak ketat di bandara changi), blablablabla akhirnya bs keluar dan kita pindah terminal buat check in maskapai lain yg udah dbeli online (thanks madam! whoever you are, i wish you a happy life), dan setelahnya lancar alhamdulillah sampai jakarta.
Ada banyak masalah, ada juga hal menyenangkan lainnya. intinya itulah manis pahitnya cerita traveling, yang bikin berkesan. walaupun zonk tp yaudah ada aja cerita seru nya dbalik itu. padahal cuma 3 hari. pokonya terimakasih buat partner nonton konser ku dan travel singkatku (cc:rv)
Trims!
Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media Tumblr media
1 note · View note
31daysofconfinement · 5 years ago
Text
5
“Bagaimana, kau lebih bebas bergerak kan sekarang?”
“Iya sih, tapi aku jarang berani meninggalkan tas dan laptopku di tempat penitipan seperti ini sebenarnya,” ucap Nina dengan ragu setelah mereka menitipkan koper dan beberapa barang bawaannya.
“Aku janji kita tak akan terlalu lama, dan aku rasa di sini cukup aman,” kata Oscar. “Eh, tapi kau yakin tidak lelah? Mungkin butuh istirahat sebentar atau ingin ke toilet?”
“Ya, toilet! Aku lebih membutuhkannya."
“Perfect! Kita bisa jalan ke British Library dulu, dekat sekali dari sini.”
Tanpa pikir panjang, Nina mengiyakan saja kata Oscar dan mengikuti langkahnya. Memang hanya terletak di seberangnya saja dan jauh lebih kondusif daripada di stasiun. Tapi ternyata, tempat ini jauh dari perkiraannya tentang perpustakaan umum yang biasanya juga ramai. Lumayan masih banyak orang, tapi cukup longgar karena sangat luas. Bangunan serta eksteriornya juga masih senada dengan bangunan St. Pancras tadi, yaitu dominan berwarna merah bata. Di depannya terdapat piazza—istilah bagi arena publik yang biasanya luas dan sangat lapang, tampak patung besar berwarna hitam figur seorang laki-laki berambut pendek dan berkacamata yang sedang duduk membungkuk tanpa mengenakan busana.
“Itu siapa?” tanya Nina menunjuk ke arah patung.
“Newton. Newton after Blake, lebih tepatnya.”
“Isaac Newton?”
“Ya. Kenapa, tampak berbeda ya?”
“Setahuku Isaac Newton berambut ikal panjang.”
“Jadi itu karya Paolozzi, tapi ia membuat patung itu berdasarkan perspektif William Blake tentang Newton,” jelas Oscar. “William Blake… Adalah sosok yang cukup multitalenta menurutku. Ia penyair, pelukis, juga printmaker. Jadi kalau tidak salah, patung yang dibuat oleh Paolozzi itu diambil dari karya monotype nya Blake.”
“Hmm.. Menarik!” Nina masih mengangguk-angguk sambil menatap patung tersebut.
“Paolozzi sangat mengagumi Blake. Aku dengar, ia juga berteman baik dengan Colin St John Wilson, arsitek bangunan ini,” lanjutnya.
“Kau cukup tahu banyak ya. Padahal bukannya kau tidak tinggal di London?”
“Memang tidak. Aku tinggal di kota Canterbury. Satu setengah jam dari sini jika dengan kereta. Tapi aku cukup sering ke London untuk urusan pekerjaan,” jelasnya sambil berjalan menuju ke tengah piazza.
Terlihat mereka mendekati beberapa tenda kotak berwarna hitam lengkap dengan meja dan kursi, serta satu petak bangunan seperti kafe yang terbuat dari peti kemas.
“Jadi, aku akan menunggumu di sini sambil menenggak satu cangkir kopi. Sedangkan kau, bisa masuk ke toilet di dalam perpustakaan,” kata Oscar.
“Tidak apa-apa?”
“Tidak apa-apa, masuk saja tanya resepsionisnya. Menjelajahlah! Aku tunggu di sini,” perintah Oscar seraya mengedipkan matanya.
Kemudian Nina jalan menuju pintu masuk dan melewati pemeriksaan security. Setelah itu ia melihat meja resepsionis dan bertanya di mana letak toiletnya. Petugas memberi petunjuk arah yang ternyata cukup jauh, tapi juga cukup mudah diraih, karena tinggal lurus saja dan mengikuti papan penanda. Setibanya di toilet Nina langsung berbenah diri, seperti buang air kecil, cuci muka, menyisir rambut, dan memakai parfum. Tidak terasa ia sudah lebih dari 24 jam belum mandi sejak perjalanan jauh. Yikes!
Sambil berjalan untuk kembali menyusul Oscar ke kafe tadi, ia melewati lobby dan pandangannya kembali tercuri oleh salah satu pameran yang sedang berlangsung di sudut ruangan.
James Cook: The Voyages, bacanya.
Banyak hal menarik yang Nina ingin lihat, tapi sepertinya jika ingin melihat beberapa bagian pamerannya harus membayar, sedangkan ini baru hari pertama NIna sampai, ia tidak ingin gegabah untuk menghabiskan uangnya karena perjalanan masih sangat panjang. Namun ada satu bagian yang bisa dilihat untuk umum secara gratis, yaitu bagian penjualan merchandise dan buku. Jadi sepertinya, itu adalah pameran dari beberapa seniman, ilmuwan, hingga pelaut yang mendedikasikan karya-karyanya berdasarkan jurnal perjalanan James Cook. Pikiran Nina kemudian melayang jauh membayangkan pelayaran James Cook, apalagi kisah perjalanannya yang cukup kontroversial bagi beberapa penganut bumi datar yang percaya bahwa Antartika bukanlah benua, melainkan daratan besar yang mengelilingi bumi. Nina tersenyum kecil membayangkan kesimpulan-kesimpulan serta perdebatan yang kerap terjadi. Namun baginya, semesta dan kehidupan tetaplah sebuah misteri terbesar yang tak akan ada habisnya, dan tidak ada alasan untuk dapat mempercayai hanya dari satu teori saja...
Tumblr media
0 notes
10bulanmatahari · 7 years ago
Text
Kalimat-Kalimat Di Jendela
Tumblr media
Hendak bicara apalagi Sari pada dunia yang aduhai sudah kepalang kurang ajar ini. Pertumbuhan kota yang semakin pesat. Penggusuran lahan desa yang tergolong cepat. Kampus-kampus yang memakan lahap lahan warga tanpa mempertimbangkan apa-apa. Atau mal-mal besar yang doyan makan ruas jalanan. Ah, Sari bingung dan lelah betul menghadapi hal-hal semacam itu.
Dimulai setahun lalu, desa Sari mulai dipangkas. Perlahan-lahan, rumah tetangganya dihancurkan. Kendaraan-kendaraan pejabat datang berbondong-bondong. Ia ingat waktu itu Pak Kepala Desa tersenyum lebar di sana. Sekoper uang sudah ia dapat. Matanya terlanjur buta oleh hal-hal semacam itu. Dan dibiarkannya pejabat-pejabat itu mulai menghancurkan rumah-rumah tetangganya. Ia lihat tetangganya ditarik keluar dengan paksaan. Beberapa diseret dengan tangan, kaki, tubuh, dan kepala yang terikat. “Kurang ajar!” Ujar Sari dalam hati.
Manusia senang menjual apa saja, termasuk kemanusiaannya. Demi sebuah harga yang tak seberapa. Ia tak sadar kalau harga dirinya bisa saja lebih berharga dari sekadar uang-uang di koper itu. Tapi dasar negeri ini. Kita terlatih tamak dalam segala hal. Kita terlatih mendapatkan banyak uang buat mengisi perut ketimbang ilmu yang banyak buat mengisi otak. Perut yang lapar selalu doyan menjepit hati yang kosong.
Pejabat-pejabat itu, kata Sari, sering mengatasnamakan pembangunan agar dapat menggusur atau membunuh mereka. Tapi sialannya, orang-orang macam mereka, mau berganti orang ataupun tidak, masih sama, masih ada saja. Mungkin karena kita selalu memilih mereka yang doyan memberi uang lebih di amplop-amplop waktu kampanye. Hasilnya, harga diri kita dibeli pakai uang-uang itu, diseretlah kita, diikat, dijambak, dipukul, ditendang, dan diapakan juga terima.
***
Sari yang sedari tadi duduk memperhatikan kalau hari ini, tetangga sebelah rumahnya yang dapat giliran dipangkas haknya. Pemerintah yang membuat hirarki kebutuhan sandang, pangan, papan, pemerintah pula yang memangkasnya. Sialan! Sari tahu betul kalau mereka, orang-orang suruhan pemerintah itu, mereka yang menggebuk anak kecil yang enggan minggat dari rumahnya itu sebetulnya punya hati. Mereka punya perasaaan. Sari tahu kalau mereka sendiri enggan melakukannya. Tapi sekali lagi, hidup mereka sudah dibeli.
Dilihatnya rumah tetangga sebelah atapnya dibongkar perlahan. Sang suami, juga sang istri, dan anak-anak mereka yang berjumlah 4 orang itu kini menangis di depan rumah. Mereka meratapi nasib mereka yang kepalang malang itu.
Setahu Sari, sang istri sering buat masakan yang enak kalau ada acara hajatan di desanya. Sang istri cukup punya nama yang baik di desanya. Usaha catering yang diam-diam dia buka sudah mengantarkan ibunya pergi umroh berkali-kali. Si suami, sering pergi pagi dan pulang larut malam, si suami bekerja sebagai jurnalis di kota, tiap pagi dan malam ia mesti menempuh perjalanan sekitar satu jam lebih. Kantornya jauh di kota sana. Ia berkali-kali hampir kena tembak karena tulisannya yang kritis. Sari salut betul pada si suami.
Pak Kepala Desa seharusnya tahu kalau mereka jangan sampai tak punya tempat tinggal. Apalagi sang istri punya pengaruh besar bagi kehidupan perkulineran di desa. Seharusnya ia bisa membayangkan, bagaimana kalau nantinya sang istri pindah ke desa lain. Membuka usaha kuliner di sana, besar di sana, hingga desanya bisa jadi pusat dalam hal kuliner. Tentu banyak uang yang akan datang. Banyak koki-koki dunia yang rela membuang uangnya berjuta-juta hanya untuk mencicipi masakan sang istri. Tapi apa daya, sekarang sang istri mesti dibuang oleh Pak Kepala Desa.
Sari lihat dari balik jendelanya kini, para suruhan pejabat itu perlahan mulai menghancurkan temboknya. Tiap bata dipreteli satu persatu, detail sekali. Dari 3000 bata yang tersusun di sana, barangkali sekitar 2000 bata yang sudah hancur lebur jadi debu. Besi-besi penyangganya sudah bengkok-bengkok kena kendaraan-kendaraan proyek besar. Kaca jendelanya sudah pecah bercecer tenggelam pada reruntuhan. Bisa dilihat Sari isi rumah tersebut: lemari, meja, kursi, perabot dapur, pakaian, televisi, computer, kamera, dan perkakas-perkakas lainnya.
Sari lihat anak-anaknya yang berjumlah empat itu menangis keras sekali, ia tak punya lagi tempat bermain yang menyenangkan buat mereka. Sari sering lihat mereka bermain di pekarangan rumahnya. Main benteng-bentengan seru sekali. Atau membangun tenda dari kain selimut dan tali jemuran yang membuat mereka dimarahi sang istri. Beberapa kali dilihatnya mereka main petak umpet di sana. Sang kakak, anak pertama biasanya bersembunyi di balik tong sampah, adiknya anak kedua bersembunyi di bawah kain selimut, sprei, dan sarung yang sedang dijemur, adik ketiga mereka sering bersembunyi di balik pagar belakang rumah mereka, dan si anak terakhir, asyik sendiri menghitung sambal menunggu mereka bersembunyi.
Mereka kini mesti kehilangan rumahnya, kehilangan apa yang sudah dibangun selama bertahun-tahun itu. Demi membayar ketamakan Pak Kepala Desa yang kurang ajar.
Ah, ya, Pak Kepala Desa pindah ke apartemen di kota. Ia melarikan diri dari tanggungjawabnya sebagai kepala desa. Buat orang yang tujuan menjabatnya adalah uang. Kalau tujuannya sudah tercapai bakal minggat juga. Selalu begitu.
***
Sari seruput teh yang sedari tadi mulai mendingin, sambil menahan air mata yang perlahan menjadikan matanya mata air paling deras di dunia. Air mata mengucur deras membasahi pipinya yang merah itu. Make up yang dikenakan seminggu lalu itu turut memudar.
Rupanya seruput teh itu tidak bisa menutupi kesedihannya. Hari ini mungkin jadi hari terakhirnya di rumah itu, di jendela tempat ia memperhatikan perkembangan dunia yang kurang ajar.
Sebagai seorang perawan tua yang menolak dinikahi para pria kota, Sari diam saja. Ia bisa apa. Toh selepas kepergian kedua orangtuanya, ia perlahan jatuh miskin. Hutang orangtuanya yang terlampau besar mesti dia bayar pelan-pelan. Pakai apa saja yang ada di rumahnya. Ia jual banyak sekali harta yang dikumpulkan orangtuanya. Tapi hutang-hutang itu masih saja ada.
Malangnya Sari kini. Untuk makan sehari-harinya, ia mesti menunggu kawannya dari ujung desa yang berbaik hati membawa makanan buat Sari. Kawannya mesti berjalan berjam-jam untuk sampai ke rumah Sari, ia rela mesti melawan kemalasannya, dan mesti melakukannya setiap hari.
Sari kini termenung sendiri di dekat jendela rumahnya, di lihatnya hari mulai petang. Langit yang biru perlahan memerah. Wajah-wajah warga desa berangsur mereda. Burung-burung mulai berterbangan ke pantai. Ombak di laut mulai berdebur pelan. Sari duduk termenung, Sari belum beranjak. Koper-koper yang sudah ia siapkan untuk esok sudah berdebu. Sari siap pergi seminggu yang lalu. Barang-barang yang tersisa dan bisa dijual Sari tahan dalam genggamannya. Lilin-lilin untuk malam ini belum dinyalakan. Sari menangis sekali lagi. Kali ini ia tahu, kalau mau tak mau, ia mesti menerima kenyataan-kenyataan itu.
1 note · View note
givatriputriguntari · 5 years ago
Text
Belajar Resiko
Tumblr media
Siapa yang usia anaknya 31 bulan? Senang loncat? Senang naik-naik/penekan/tlajigan? Yuhu, Mumtaz sedang ada di fase ini. Anak yang sangaaaat aktif. Ayah datang, peluk, cium, salim lalu manjat badan ayah. Begitu terus. Tapi, selama puluhan kali memanjat jendela, kursi, meja, rak piring ia sangaaaat jarang sekali terjatuh, jikapun terjatuh, ia masih bisa menjaga diri. Naik kursi, loncat ke koper yang kami tidurkan, tepat. Lama-lama kami berbincang, ini anak sepertinya punya bakat deliberative--berhati-hati, berpikir sebelum meloncat. Naik, loncat, selalu tepat, tidak pernah meleset. Ia sangat tahu mana yang membahayakan, mana yang bisa diatasi. Naik ke pundak ayah, berdiri, lepas tangan, tepuk tangan. Lalu turun dengan meloncat. Tepat. Happy. Tak ada cedera.
Begitupun dengan melompati adiknya, seringkali saya berteriak kaget, Mumtaaaaaaaz No sayaaang. Padahal, tak sedikitpun adiknya tertimpa atau tersentuh. Adiknya sering dijadikan target lompatan, dan mereka berdua bahagia: baik yang dilompari atau yang melompati. Jika saya sedang masak di dapur, sering sekali ia memanggil hanya untuk memastikan saya melihat atraksinya:lari kencang dari dapur, lompat melewati adiknya. MasyaAllaaaah bikin deg-degan. Tapi, ujar seorang senior, usia Mumtaz sudah lebih dari 2 tahun, saatnya ia mengontrol berbahaya atau tidak apa yang ia lakukan. Pun jika ia terjatuh, sebagai orangtua kita dapat menakar, mana yang beresiko/ berbahaya, jika masih dalam batas terjatuh standar, biarkan saja, agar Mumtaz tahu, bagaimana rasanya sakit terjatuh dan selanjutnya akan lebih berhati-hati. Seringkali kita berdiskusi, jika nanti sampai usia diatas diata 6 tahun masih senang loncat dan sebagainya, bisa jadi ia ikut pelatihan olahraga parkour.
"Permainan paling baik untuk anak usia dini adalah tubuh ayah dan ibunya" (Elly Risman, Psikolog)
#Tantangan10hari
#hari7
#Level7
#KuliahBunsayIIP
#BintangKeluarga
@institut.ibu.profesional
0 notes
sanulrizal · 8 years ago
Text
Ketibaan
Tumblr media
Tanangis tipis terdengar dari benda tipis yang sedang tergenggam ringan oleh tangan kananku. Ibuku, itu ibuku yang menagis tipis jauh di indonesia sana. Akupun juga tidak tau kenapa. Tentunya bukan karen aku berbuat melampaui batas dan berdurhaka padanya. Bukan.  Suara paraunya mulai terdengar ketika aku bercerita tentang tugas dan kegiatanku disini. Aku berfikir, mungkin tangisnya muncul karena rasa bangganya kepadaku. Anak bungsunya, anak ternakal dan tekurang ajar. Dengan dada yang mulai dipenuhi rasa bangga, aku dengan seksama mendengarkan setiap perkataanya. Pesan klise yang selalu di sampaikan seorang ibu pada anaknya. Terus ia sampaikan setiap kali kami hendak selesai berbicara. Tapi tidak pernah membuatku bosan untuk memperhatikan. Mungkin karena besarnya cinta dan kasih yang terbendung di setiap kata-katanya. Ya, aku rindu padanya. Ya, aku sangat jauh sekarang. Di negri orang yang jauh dari dekap hanganya. Jauh dari tempatku bisa melepas seluruh beban dan keluh tanpa harus merasa ragu. Ya, aku rindu. Padahal baru beberapa hari yang lalu ia melepasku pergi sejauh ini. Baru beberapa hari yang lalu, aku melihat ekspresi kawatirnya kepadku. Di balik raut kusut, sebagai penggambaran seberapa tua dia. Malam ini aku sangat rindu. Ya, rindu.
---
Tepat sebelum subuh kami sudah siap untuk berangkat. Segala barang yang akan kami bawa ke bandarapun telah tertata rapi di dalam koper. Kami melaksanakan shalat subuh ketika rambut sudah tersisir klimis, baju rapi wangi. serta yang terpenting, kami sudah mandi. Mungkin hanya dua kali dalam setahun anak-anak dekil seperti kami mandi sebelum subuh. Yaitu ketika kami hendak melaksanakan shalat hari raya. Tapi kali ini, kami sudah mandi. Untuk melaksanakan shalat subuh berjama'ah. Yaa memang bukan untuk itu utamanya. Kami mandi sepagi ini untuk bersiap di berangkatkan ke negar tetangga, Malaysia. Menjadi mubalig-mubalig muda Muhammadiyah. Dalam pogram 'Hubalig hijrah Internasional'. Sebagai seorang santri Madraasah Mua'llimin Muhammadiyah Yogyakarta, bukan hal yang luar biasa dikirim ke baebgai tempat, untuk mengabdikan diri dan berdakwah. Tapi ini lain, kita hendak di berangkatkan ke luar negri. Bukan hanya ditugaskan berdakwah dan mengabdi di plosok negeri. Kali ini kami di tugaskan untuk berdakwah ke luar negeri. Tepatnya Malaysia dan Thailand. Bersama 42 kawan, terdiri dari 30 santri Muallimin dan 12 santriwati dari sekolah tetangga. kami akan di berangkatkan ke Kuala Lumpur pagi ini. 3 jam lagi. Barang dibopong ke dalam bus yang akan mengantar kami kebandara. Duduk dengan bendempetan banyak barang. Nyaman ataupun tidak, kami tetap duduk dengan senang. Sebelum berangkat. Tepat sebelum bus berangkat, kami di minta mendengarkan petuah dari kyai pondok atau kerenya kami sebut direktur madrasah. Ustaz Aly Aulia Lc. M.Hum. Orang dengan perawakan yang sangat besar apabila di bandingkan dengan orang Indonesia kebanyakan. Dengan suara berat dan intonasinya yang khas, ia berpesan kepada kami. “Bahwa ini bukan lagi waktunya bagi kalian untuk banyak mengeluh, banyak bingung, banyak ragu, ini waktunya kalian berinovasi dan mengabdi" seingatku seperti itulah ini petuahnya, kalau-kalau tidak tercampur dengan pikiranku sendiri. Berkobarlah kepercayaan diri kami. Sebagai seorang santri yang telah melakukan penggemblengan selama 5 tahun. Entah berhasil secara maksimal ataupun tidak. Tami siap untuk di berangkatkan sebagai mubaligh muda Muhammadiyah.
Hamparan gedung terlihat terus menyusut semenjak roda-roda mesin pesawat melepaskan diri dari halusnya asapal bandara. Terangnya matahari menyinari gumpalan awan yang mulai terlihat begitu menumpuk dari balik kaca jendela pesawat. Para pramugari yang bersliweran menjadi pemandangan tambahan bagi kami. Terkhusus bagi para laki-laki. Duduk dengan tenang menjadi kegiatan utama kami di dalam kabin pesawat. Sebagian mendengarkan lantunan musik mereka sendiri.sebagian lagi hanya membolak balik halaman majalah. Dan aku yakin mereka sudah selesai melihat keseluruhan isinya setengah jam lalu. Sedangkan aku, hanya mencoba tidur di kursi pesawat kelas ekonomi yang tidak nyaman ini. Dua jam berlalu aku lewati tanpa adanya kegiatan yang berarti. Hanya berfikir kejadian apa saja yang mungkin akan terjadi di Malaysia dan dimanakan aku akan di tempatkan. Apakah di tengah perkotaan besar dengan masjid megah. Atau malah aku akan di tempatkan di sebuah desa plosok berisikan orang-orang asli. Dengan pandangan bahwa tidak berpakaian adalah suatu yang wajar. Seperti yang pernah salah seorang kakak kelasku ceritakan ketika ia melaksanakan kegiatan yang sama di tahun lalu. Tapi biarlah, diamanapun aku akan di tugaskan disitulah aku akan ikhlas, meskipun secara naluri aku tetap menginginkan tempat yang nyaman.
Suara perempuan terdengar di dalam kabin pesawat, seorang pramugari sedang menginformasikan bahwa pesawat yang sedang kami tumpangi hendak mendarat di tanah Malaysia. Ia terus berpesan kepada seluruh penumpang pesawat untuk tidak membawa pulang pelampung yang di letakakkan di bawah kursi penumpang dan tidak membawa majalah yang berada di pesawat. Aku pikir, siapa mau membawa sebuah majalah yang telah di bacanya berkali-kali hingga bosan selama berada di dalam pesawat. Barangkali hanya si bodoh mau mengambilnya. Sebuah bandara besar telah terlihat dari kaca jendela pesawat. Berputar sedikit berputar dan berbelok. Hingga pesawat benar-benar presisi untuk melakukan pendaratan. Ketinggian pesawat terus turun dan rasnya seperti menaiki roller coster yang sedang menukik turun. Sensai aneh terasa di dalam dada. Hingga akhirnya pesawat sedikit berguncang dan menempelkan lagi seluruh rodanya pada aspal halus lainya. Masih kerdengar suara mesin pesawat yang terus memekik selama perjalanan.
Semua orang bersiap turun dari pesawat. Tas tas besar diambil dari atas kanbin pesawat. Mulai berdiri dan mengante untuk keluar. Ucapan terimakasih telah diucapkan pramugari cantik di akhir jalan sebelum aku keluar dari pintu. Sensasi terik mataharinya sama persis seperti yang ada di Indonesia. Bangunan besar bandara dengan beton raksasa dan metal-metal besar membuatnya terlihat begitu megah. Dan karena aku sangat jarang pergi ke bandara, ia terlihat begitu bagus. Menyambung wifi, segera kawan-kawan lakukan ketikan kami telah masuk ke badan bangunan bandara. Jelas karena nomor sim kami tidak bisa di gunakan disini.
Antrean loket imigrsi yang mengular menahan kami untuk lebih lama lagi berada di bandara ini.ada kejadian tak biasa ketika aku baru mulai memperpanjang antrean yang ada. Segerombol orang saling beradumulut karena merasa telah mengantri terlebih dahulu. Bukan bermaksud berpandangan  buruk pada ras tertentu, tapi mereka semua bermata sipit dan berkulit putih. Saling ngeyel dan terlihat seenaknya sendiri. Aku bahkan sempat di dahului oleh seorang dintaranya ketika sedang mengantre. Pria berbadan besar berkulit hitam tiba-tiba berterian dan membubarkan keributan. Dari seragamnya terlihat bahwa dia salah seorang petugas imigrasi. Seselesainya dari bandara, kami dintar ke sebuah masjid besar dekar bandara, untuk melakukan pembagian tempat. Mata ini sulit untuk berpaling selama perjalanan menuju bandara. Jalanan halus dan luas mambawa kami sampai ke bandara dengan nyaman. Mungkinkah semua jalanan di negeri ini seperti jalan tol. Penataan bangunan yang begitu rapi menggiring mata untuk terus memperhatikan. Hingga sampai di parkiran masjid.
Pembagian tempat dilaukan di halaman masjid, bersama Mosque Care. Organisasi setempat, sebagai partner Muallimin disini. Sempat terjadi beberapa masalah dalam pembagiannya. Karena keputusan awal yang di bacakan oleh pihak Mosque care sangat berbeda dengan Muallimin. Dan siapa bersama siapa menjadi masalah utama kali ini. Sedikit berbelit dan membingungkan awalnya. tapi dapat terselesaikan dengan baik, ketika semua bersama pasangan harapanya. Bukan pasangan dalam arti lain. Tapi pasangan dalam penempatan Mubaligh Hijrah. Sedikit getir dan takut ketika tau bahwa aku dan Elang -pasanganku- bertempat di sebuah pondok pesantren besar. Thailand. Berbagai macap pertanyaan melakukan agresi mendadak pada kepalaku. Bagaiana cara berkomunikasi di sana? Bukankah ini kali pertama penempatan di Thailand? Apakah mereka akan senang dengan kedatangan kami? Dan akan sangat mengerikan apabila santri disana jauh lebih pintar dari padaku.
Terus di oper kepada berbagai macam orang seperti bola. Dari satu mobil bagus ke mobil bagus lainya. Memang kebanyakan mobil disini bagus. Berpikir setelah pembagian tempat akan langsung di larikan ke tempat tujuan, ternyata salah. Dikarenakan jarak tempuh perjalanan yang sangat jauh. Hampir 500km jauhnya. aku tepaksa menjadi pengekor banyak orang. Berawal dari sebuah hotel besar. Menumpang mobil seorang ustaz besar Malaysia. Ustaz Azmi namanya. Aku dan elang duduk di bangku belakang tanpa tau menau, apa yang akan kami lakukan.
 “gimana nih? Kita mau dibawa kemana?” tanya Elang tanpa suara. Dia terus mentap ku penuh tanya.
Dan aku hanya bisa menjawab. “mbuh”
Sedangkan Ustaz Azmi dengan tongkat dan badan besarnya duduk di bangku depan. Tentu saja bukan dia yang mengemudi. Umurnya sudah terlampau tua untuk mengemudi jarak sejauh itu. Suaranya berat dan sangat berwibawa. Hingga kelu mulutku ketkita menjadi lawan bicaranya. Bingun, perkataan apa yang harus aku lontarkan untuk menjawab pertanyaanya. Benar-benar bingung. Dan tentunya karena dia bertanya dengan bahasa Melayu aku harus menjawab dengan bahasa Melayu pula.
Kejadian mengenaskan terjadi ketika aku dan Elang diboyong ke sebuah restoran prasmanan. Kala itu tepat sebelum ustaz Azmi duduk di tempatnya, elang mengabil segelas minuman aneh dengan butiran-butiran putih di dasar gelas. Hangat dan bening. Di struputnya berlahan minuman itu. Dan yak, “kau pesan apa tadi, es teh tak? Ni minuman saya.” sambar ustadz azmi mendadak. Ekspresi menjijikkan muncul di raut wajah kami. Antar malu, bingung, sungkan, canggung dan seluruh rasa bersalah muncul disana. Sudah diajak makan malah senaknya minum, minuman orang lain. Mungkin itu yang terpikirkan oleh ustaz azmi saat itu. Kami benar-benar tidak tau bahwa es teh Malaysia menggunaan susu dan sama sekali terlihat berbeda dengan yang kami kenal selama ini. Rasanya memang agak berbeda, tapi tidak buruk. Untungnya ustaz berjenggot lebat ini tidak mempermasalahkanya sama sekali. Kami tetap diantar sampai ke Sebuah negeri di ujung negara Malaysia. Juga kampung halaman ustaz azmi. Keddah. Kami bahkan di izinkan untuk menginap semalam disana.
Silau matahari mendobrak masuk ke dalam kamar sekitar pukul 7 pagi. Matahari sedikit lebih malas disini. Ia muncul sedikit lebih lambat. Shoalat subuh telah kami dirikan sejak beberapa menit lalu. Tapi apalah daya, kekuatan gravitasi kasur begitu kuat pagi itu. Jadi aku putuskan untuk kembali menutup rolling door mata ini. Juga karena aku terlalu lelah melakukan serangkaian perjalanan panjang. Hari lalu. Tepat pukul 9:00 waktu setempat, dengan wajah segar selepas mandi. Aku dan elang keluar dari kamar kecil ber cat kuning tua tempat kami menginap semalam. Untuk diantar menuju stasiun keret api Sungan Petani. Itu nama kota. Satu jam berlalu tanpa kegiatan berarti di dalam mobil. Aku sudah lupa siapa pengemudi pagi itu. Lupa, kepada orang yang telah mentraktirku sarapan pagi. Lupa, orang yang membelikanku tiket ke Anak Bukit. Nama kota juga. Tiba di stasiun Sungai Petani aku di temani Cikgu Ruslan. Teman dari teman yang membawaku kesini. Selama dalam perjalanan, benar-benar terasa pentingnya memiliki jaringan luas. Jaringan pertemanan yan dapat membantu kita dimanapun mereka mampu. Semakin besar jarngan pertemana yang kita miliki, semakin besar pula kemudahan kita dapatkan. Adapun orang-orang yang sejatinya ia tidak memiliki keistimewaan akademis tapi tetap dapat meraih kesuksesan dalam hidup. Dengan menggunakan jaringan pertemanan. Bukan bermaksud untuk memanfaatkan orang lain. Bukan. Sebagai makhluk sosial kita di tuntut untuk selalu tolong menolong dalam berbagai macam kegiatan. Bahkan manusia tidak akan pernah bisa bertahan hidup tanpa adana bantuan orang lain di sekitarnya. Jadi jaringan pertemanan untuk saling tolong menolonglah yang harus kita miliki. Bukan, pertemanan searah. Memanfaatkan orang lain di kala sulit tapi enggan menolong ketika dimingtai pertolongan.
Perjalanan terus berlanjut di dalam gerbong kereta. Setelah meninggalkan stasiun besar dan sangat rapih. Untuk ukuran stasiun plosok. Pemandangan kampung terus bersliweran di hadapan ku. Menghadap ke luar jendela. Menikmati pemandangan yang berlalu. Nyaringnya mesin lokomotif tidak menggangguku menikmati syahdunya perjalanan. Lebih lagi, suara konstan mesin malah mempernyaman suasana. Orang-orang duduk berdampingan tanpa saling memperdulikan. Bermacam-macam jenis orang terkumpul di gerbong ini. Penggambaran keanekaragaman rakyat Malaysia. Bermata sipit, berkulit putih, bermuka oriental. China. Gelap, besar, berhidung mancung. Orang india. Berjilbab dan bermuka mirip tetanggaku. Itu pasti orang melayu. Hampir semua orang melayu yang ketumui di negeri ini menggunakan jilbab. Entah jilbab sebagai penghijab dengan syahwat orang lain, ataupun jilbab sebagai formalitas. Tapi semua wanita melayu yang aku temui berjalbab. Telihat keren memang, berbagai macam ras dan budaya dapat terkumpul menjadi satu. Tapi berbeda dengan di Indonesia. Dimana seluruh budaya yang ada melebur menjadi satu. Melebur, ya tidak hanya berkumpul tapi melebur. Di sini kamu akan dapati banyak orang-orang berwarga negara Malaysia tapi sama sekali tidak bisa ber bahasa melayu. Mereka dengan kental menguunakan bahasa lamanya. Orang keturunan china kental berbahasa china. Orang india kental berbahasa india. Semua itu dengan mudah dapat kamu temui di daerah perkotaan Malaysia. Sedangkan di indonesia, kamu tidak akan kerkejut ketika menemui orang bermata sipit dan berkulit putih fasih berbahasa jawa. Bahasa daerah.
Setelah melakukan perjalanan kurang lebih 1 jam. Sampailah kami di stasiun Anak Bukit. Telah disiapkan sebaris nomor telpon yang dapat kami hubungi. Suasana stasiun begitu sepi siang itu. Hanya segelintir orang berlalu-lalang melewati kami yang duduk di emperan satasiun. Mungkin karena ini kota perbatasan. Dan jauh dari kota besar. Pikirku. Kaki yang sudah tidak bisa diajak kompromi ini memaksaku untuk merebahkan diri di ujung pintu masuk satasiun. Tidak peduli apa kata orang dengan bahasa melayunya itu. Yang aku tau, kaki ku lelah dan harus di istirahakan. Sembari bergembel-gembel ria. Aku menelpon seorang pemilik nomer ini. Nomor yang sejak tadi sudah siap aku panggil. Bang Udin namanya. Menganggkat denga tegas dan keras.
“Rizal dari Indonesia kah? Sudah sampai? Tunggu sebentar sedang sibuk ni!” katanya lantang dari balik telpon.
Dan aku hanya bisa menjawab “ya”. samalam berlalu dan yak. Panggilan berakhir.
Hatiku terasa mulai gelisah sejak aku. Dengan percayadirinya pergi berdua menggunakan kereta. Perlu di ingat! ini negri orang. Hanya ber dua, tanpa tau tujuan pasti. Dan sekarang Kami dudul malas di pojok pintu masuk stasiun. Menunggu seseorang yang tak pasti kehadiranya. Tanpa tau raut wajahnya. Tanpa tau siapa dia. Dan aku harus terus percaya bahwa dia akan datang. Saat seperi inilah kekuatan seorang laki-laki dapat teruji. Aku dan Elang sepakat untuk tidak mengeluh sama sekali. Karena kami tau, mengeluh hanya akan menambah beban perasaan. Oleh karena itu kita sama-sama diam. Beruntunglah aku di tempatkan bersama sahabat karibku ini. Memang tidak banyak bicara dia. Tapi aku selalu mengerti apa yang ada di pikiranya. Bukan karena kami pasangan homo. Mungkin karena kebersamaan kami di banyak perlombaan silat yang Menuntut kami untuk saling percaya tanpa keraguan.
Menunggu dengan diam di bawah sini. Jemputan datang dengan di tandai bunyi hon mobil sedan usang di bunyikan berulang kali. Dua orang menggunakan jubah putih duduk di kursi depan. Satu berbadan sangat besar dan ber jenggot sangat lebat memegang kemudi mobil. Di sisi kirinya dudulah seoran tua yang kemudian aku kenal denan nama Cikgu Zein. Orang tua dengan wawasan yang sangat luas. Seolah-olah ia mengetahui semua ceritaku tentang Indonesia. Seluruh kejadian besar yang telah berlalu. Bahkan permasalahan politik baru-baru ini. Kakek berjenggot putih ini terus saja mengulang sebuah kata untuk mengingat sesuatu.
Ia terus berkata. “Jogja, Jogja, jogja, Jogja” ketika hendak mengorek seluruh ingatanya tentang Jogja.
Kami berhenti di debuah masjid besar untuk melaksanakan ibadah shalat jum'at sebelum diantar melewati perbatasan Malaysia-Thailand.
Aku tidak bisa berhenti kagum dengan masjid-masjid Malaysia. Seluruh bangunan masjid yang ada di selalu terlihat nyaman. Penuh dengan fasilitas peribadatan. Bahkan setiap masjid memiliki ruang musafir pula. Ruangan khusus bagi para pelancong untuk mengistirahatkan otot-ototnya. Semua dana geagaman mengalir bak angin yang berhembus dari pemerintah. Mengingat Islam adalah agama resmi disini. Seleruh keperluan keagamaan di tanggung oleh pemerintah. Bahkan Imam dan Khatib disini seluruhnya adalah pegawai negri sipil. Dengan gaji tetap dan sertifikasil.memiliki mobil lebih dari 2 menjadi hal yang wajar bagi wagra Malaysia. Terlebih lagi bagi para imam besar. Sekolah-sekolah tahfidzpun banyak di dirikan oleh pemerintah. Dengan beasiswa penuh dan uang saku bulanan. Mendorong perkembangan kesolehan masyarakat dengan maksimal. Tapi sayangnya, Ulama di malaysia tidak memiliki kekuatan suara di perpolitikan. Semua telah di bungkam habis dengan segala fasilitas yang telah berikan. Seluruh praktik keagmaan telah terkendali oleh pemerintah sepenuhnya. Kata bang Udin, ustaz berbadan besar yang sejak tadi menjadi supir mobil tumpangan kami. Sedangkan di Indoneisa, ulama memiliki pengaruh besar bahkan di dalam pemerintahan.
Selesai shalat dan tepat sebelum kami diantar ke pebatasan. Kedua ustaz yang ternyata ayah dan anak ini mentraktir kamu makan di pinggir jalan. Kuambil sayur nanas dengan rasa manis memuakkan. Aku merasa tertipu kali ini. Sayur coklat dengan gumpalan daging mirip rendang pikirku. Bukan potongan nanas manis dicampur kuah manis seperti ini.
Petugas imigrasi perbatasan Malaysia terlewati dengan mudahnya. Tanpa ada kesulitan sedikitpun disana. Selepas tepat berada di kawan perbatasan. Mobil berputar-putar menunggu jemputan lainya. Tidak perlu menunggu lama. Mobil berplat nomor Thailnd datang mendekat. Saling salam dan saling sapa sebelum barang-barangku berpindah sepenuhnya ke bagasi mobil lain. Pria berprawakan lucu dengan gigi majunya menjadi menjeput sekaligus tuan rumahku di Thailand. Perlunya ijin tambahan bagi kendaraan pribadi menjadi faktor utama kenapa aku dan Elang tidak dantar langsung ke tempat tujuan.
Gerbang imigrasi Thailand terlihat di depan mata. Mobil lewat dengan mulus tanpa adanya kendala. Tapi ada rasa tidak nyaman di dalam pikiranku. Seperti ada hal penting lewat berlalu. Terlupakan mungkin. Atau sengaja di lewatkan. Aku tidak tau pasti. Yang aku tau, itu sangat penting. Beberapa menit berlalu hingga mobiil yang kami tumpangi sampai di sebuah sekolah besar. Dengan berbagai macam tingkatan. Mulai dari TK, SD, SMP, SMA atau orang sini sering bilang tingkat kecil dan menengah. Jalanan utama sekolah membagi dua buah gedung megah berwarna kuning dan merah muda. Terus bergerak masuk ke pusat sekolah dan aku dapati sebuah konstruksi bangunan. Mungkin akan ada bangunan besar lagi yang akan mereka bangun. Hingga akhirnya mobil berhenti di rumah minimalis. Tempat kami beristirhat untuk sementara. Dalam kamar. Luas bercat jingga dan memiliki kamar mandi dalam. Siang itu aku berencana memendamkan diri sepenuhnya di kasur empuk. Tapi tidak bisa aku lakukan karena aku adalah imigran gelap. Ya imigran gelap. Hal penting yag terlewatkan begiu saja ketika di perbatasan adalah izin memasuki negara ini. Ku urungkan niat ku untuk beristirahat. Khawatir akan statusku. Imigran gelap. Pasport yang seharusnya mendapatkan cap legal dari petugas imigrasi masih terlihat kosong ketika aku mencoba memastikanya. Aku tidak bisa tenang. Khawatir akan di tangkap mendadak dan di deportasi ke Indonesia dengan urusan yang berbelit dan sulit. Kawatir, pada kepergian pertamaku di luar negri. Aku sudah menjadi imigran gelap. Bukan karena kulitku memang gelap. Tapi karena aku masuk wilayah ini tanpa izin legal.
Baru seselesainya shalat isya aku dan elang di antar kembali ke perbatasan. Intuk meminta cap legal dari petugas imigrasi. “malas, antrean panjang jika siang hari. Malam sepi” jawab ustaz bahri ketika kutanyakan alasanya menjadikan kami imigran gelap selama beberapa jam itu. Ustaz Bahri namanya, si orang bermuka lucu yang menjadi tuan rumahku. Ingin rasanya kuberikan umpatan besar di depan mukanya. Tidak aku lakukan, karena takut di usir pulang. Aku kembali ke kamar dengan badan sangat lelah. Perasaanpun lelah. Pikiranpun lelah. Ingin ku benar-benar meninggalkan kenyataan dan memulai tidur. Tapi ibuku harus tau. Ibuku harus dengar cerita dari anak bungsunya yang manja ini. Dia harus mendengar suara anaknya yang pergi sangat jauh dari rumah ini. Dan karena aku benar benar merasa rindu. Tidak pernah serindu ini. Memang hanya ibu dan rumah, tempat ternyaman untuk berkeluh dan kembali. Kuputuskan menelpon ibuku sebelum kutinggalkan kesadaran.
8 notes · View notes
yveinthesky · 6 years ago
Text
Gampang Banget, Seperti ini Cara Web Check in Sriwijaya Air
The post Gampang Banget, Seperti ini Cara Web Check in Sriwijaya Air appeared first on Objekwisatapopuler.com.
Cara Web Check in Sriwijaya Air
Untuk penumpang pesawat udara, check in pra terbang sangat wajib hukumnya di seluruh maskapai penerbangan, termasuk maskapai Sriwijaya Air. Supaya check in gak terlalu lama antri, oleh karena itu Web check in Sriwijaya Air merupakan solusinya.
Sudah mengetahui cara web check in Sriwijaya Air belum? Jika belum, baca tips cara web check in Sriwijaya Air di bawah ini.
Cara Web Check in Sriwijaya Air
Siapkan tiket pesawat / e-ticket yang sudah kamu terima dari tour and travel ataupun situs reservasi tiket.
Buka situs resmi airlines Sriwijaya Air, kemudian pilih menu ‘web check in’.
Isi tanggal kepergian dan kode booking pemesanan tiket secara benar.
Berikutnya klik tombol “cari” / “search” yang terdapat dalam halaman web.
Tunggu sejenak hingga halaman “terms and conditions” tampil.
Beri ceklis di kolom kecil yang tersedia, Informasi data penumpang ditampilkan.
Pada sisi kanan layar ada fitur peta pemilihan kursi duduk. Silahkan pilih kursi duduk favorit kamu.
Klik “process”, informasi lengkap tentang data diri penumpang serta tempat duduk bakal ditampilkan.
Periksa apakah seluruhnya telah cocok keinginan kamu / belum.
Klik “agree” apabila kamu nggak pingin melakukan perubahan apa pun.
Sehabis itu tiket boarding pass pun bakal terbit.
Note: Web check in Sriwijaya Air cuma berlaku mulai dari 24 jam sampai 4 jam sebelum waktu keberangkatan yang tertera pada tiket pesawat. Di luar daripada itu kalian enggak diperbolehkan melaksanakan check in online.
Bukti check in online bakal dikirimkan langsung ke alamat email yang kalian pakai ketika membeli tiket pesawat. Jangan lupa tunjukkan boarding pass ketika kalian datang di bandar udara nanti.
Ketentuan Mengenai Bagasi Sriwijaya Air
Penumpang airlines penerbangan Sriwijaya Air cuma diperbolehkan membawa 1 tas koper berukuran kecil 1 tas laptop ataupun jinjing ke dalam kabin pesawat.
Sriwijaya Air Koper yang diletakkan di atas kabin nggak boleh lebih dari dimensi 56 cm x 33 cm x 23 cm Untuk tas laptop / tas jinjing lebih baik ditaruh di bawah kursi penumpang.
Barang bawaan yang berupa cairan misalnya sabun shampo parfum serta lain sebagainya lebih baik disatukan ke dalam satu wadah.
Setelah itu dimasukkan ke dalam koper kabin ataupun tas jinjing supaya gak tumpah selama masa perjalanan.
Jatah bagasi maksimal untuk penumpang penerbangan domestik yaitu 20 kg untuk kelas ekonomi 30 kg bagi kelas bisnis berlaku untuk penerbangan domestik maupun internasional.
Jatah bagasi bisa digabung bila total penumpang yang berangkat lebih dari 1 orang. Akan tetapi dengan syarat nggak melampaui kapasitas berat bagasi yang telah ditentukan.
Bila berat bagasi lebih dari batas yang diperbolehkan oleh pihak maskapai maka mau enggak mau penumpang mesti membayar kelebihan berat tersebut dengan harga Rp 20 000 / kg Harga yang dibayar berbeda beda di tiap tiap tempat keberangkatan serta destinasi perjalanan.
Catatan Penting!
Web check in Sriwijaya Air berlaku bagi seluruh jenis penerbangan kecuali penerbangan internasional. Pastikan untuk mengecek tiket ataupun boarding pass kalian ya.
Total check in online cuma berlaku maksimal untuk 9 orang penumpang pada waktu yang bersamaan. Jika total penumpang lebih dari batas yang sudah ditentukan silahkan gunakan check in secara terpisah.
Bila bukti boarding pass hilang kalian dapat ngeprint kembali. Caranya ialah dengan menjumpai website resmi Sriwijaya Air dan kemudian pilih menu “reprint ticket” guna memperoleh boarding pass yang baru.
The post Gampang Banget, Seperti ini Cara Web Check in Sriwijaya Air appeared first on Objekwisatapopuler.com.
From : https://ift.tt/2ZMzopt
0 notes
samimarsch · 6 years ago
Text
Gampang Banget, Begini Cara Web check in Sriwijaya Air!
Untuk penumpang pesawat udara check in pra terbang amat wajib hukumnya di seluruh maskapai penerbangan, termasuk maskapai Sriwijaya Air. Supaya check in gak terlalu lama antri, oleh karena itu Web check in Sriwijaya Air merupakan solusinya.
Cara web check in Sriwijaya Air
Sudah mengetahui cara web check in Sriwijaya Air belum? Jika belum, membaca tips cara web check in Sriwijaya Air di lembah ini.
Siapkan tiket pesawat alias e-ticket yang sudah kamu terima dari tour and travel ataupun situs reservasi tiket.
Buka situs formal airlines Sriwijaya Air and lalu seleksi menu 'web check in'.
Isi tanggal ketewasan dan kode booking pemesanan tiket secara benar.
Berikutnya klik tombol "cari" alias "search" yang terdapat pada halaman web.
Tunggu sejenak hingga halaman "terms and conditions" tampil.
Beri ceklis di kolom kecil yang ada, Informasi data penumpang ditampilkan.
Pada sisi daksina layar ada fitur rancangan pemilihan kursi duduk. Mangga seleksi kursi duduk kekasih kamu.
Klik "process", informasi pasti tentang data diri penumpang serta tempat duduk bakal ditampilkan.
Periksa apakah semuanya telah cocok khayalan kamu / belum.
Klik "agree" apabila kamu nggak pingin melakukan perubahan segala sesuatu pun.
Sehabis itu tiket boarding pass pun benih terbit.
Note: Web check in Sriwijaya Air cuma berlaku mulai dari 24 jam sampai 4 jam pra waktu keberangkatan yang tertera pada tiket pesawat. Di luar daripada itu kalian tidak diperbolehkan melaksanakan check in online.
Petunjuk check in online bakal dikirimkan langsung ke alamat email yang kalian pakai ketika membeli tiket pesawat. Jangan lupa tunjukkan boarding pass ketika kalian visibel di bandar udara nanti.
Ketentuan Mengenai Perkakas Sriwijaya Air
Penumpang airlines penerbangan Sriwijaya Air semata-mata diperbolehkan membawa 1 tas koper berukuran kecil 1 tas laptop ataupun bawa ke pada kabin pesawat.
Sriwijaya Air Koper yang diletakkan di atas kabin nggak boleh kian dari dimensi 56 centimeter x 33 cm x 23 cm Untuk tas laptop / tas bawa lebih cantik ditaruh di bawah taraf penumpang.
Barang bawaan yang berupa enceran misalnya sabun batangan shampo air atar serta lain sebagainya lebih baik disatukan ke pada satu pelindung.
Setelah itu dimasukkan di dalam koper kabin maupun tas bawa supaya gak tumpah selama masa prosesi.
Jatah perkakas maksimal untuk penumpang penerbangan domestik yaitu 20 kg untuk kelas ekonomi 30 kg bagi kelas bisnis berlangsung untuk penerbangan domestik maupun jagat rat.
Jatah isi bisa digabung bila keseluruhan penumpang yang berangkat lebih dari 1 orang. Akan tetapi dengan syarat nggak melampaui kapasitas ukuran bagasi yang telah ditentukan.
Apabila berat bagasi lebih dari batas yang diperbolehkan oleh pihak maskapai maka mau enggak rencana penumpang harus membayar khasiat berat tersebut dengan pajak Rp 20 000 / kg Harga yang dibayar berbeda beda di tiap tiap tempat keberangkatan serta destinasi prosesi.
Catatan Penting!
Web check in Sriwijaya Air real bagi semua jenis penerbangan kecuali penerbangan internasional. Pastikan untuk mengecek tiket maupun boarding pass kalian ya.
Total check in online cuma berlaku maksimal untuk 9 orang penumpang di waktu yang bersamaan Jika total penumpang lebih daripada batas yang ditentukan mangga gunakan check in dengan terpisah.
Jika bukti boarding pass hilang kalian dapat ngeprint balik. Caranya ialah dengan menjumpai website resmi Sriwijaya Air & kemudian pilih menu "reprint ticket" guna memperoleh boarding pass yang baru.
0 notes
tipsographic · 6 years ago
Text
Gampang Banget, Begini Cara Web check in Sriwijaya Air!
Untuk penumpang pesawat udara check in pra terbang sangat wajib hukumnya di seluruh maskapai penerbangan, termasuk maskapai Sriwijaya Air. Supaya check in gak terlalu lama antri, sambil karena itu Web check in Sriwijaya Air adalah solusinya.
Cara web check in Sriwijaya Air
Sudah mengetahui cara web check in Sriwijaya Air belum? Jika belum, membaca tips cara web check in Sriwijaya Air di lembah ini.
Siapkan tiket pesawat / e-ticket yang sudah engkau terima dari tour and travel ataupun situs reservasi tiket.
Buka situs resmi airlines Sriwijaya Air and kemudian pilih menu 'web check in'.
Isi tanggal kepergian dan kode booking pemesanan tiket secara benar.
Selanjutnya klik tombol "cari" alias "search" yang terdapat dalam halaman web.
Tunggu sejenak sampai halaman "terms and conditions" tampil.
Beri ceklis dalam kolom kecil yang tersedia, Informasi data penumpang ditampilkan.
Pada sisi daksina layar ada fitur rangka pemilihan kursi duduk. Mangga pilih kursi duduk kesayangan kamu.
Klik "process", informasi lengkap tentang data diri penumpang serta tempat duduk bakal ditampilkan.
Periksa apakah semuanya telah cocok keinginan kamu / belum.
Faksi "agree" apabila kamu nggak pingin melakukan perubahan apa-apa pun.
Sehabis itu karcis boarding pass pun benih terbit.
Note: Web check in Sriwijaya Air semata-mata berlaku mulai dari 24 weker sampai 4 weker pra waktu keberangkatan yang tertera pada tiket pesawat. Di pendatang daripada itu kalian tak diperbolehkan melaksanakan check in online.
Petunjuk check in online bakal dikirimkan segera ke alamat email yang kalian pakai ketika mengambil tiket pesawat. Jangan lupa tunjukkan boarding pass ketika kalian datang di bandar udara nanti.
Ketentuan Mengenai Bagasi Sriwijaya Air
Penumpang airlines penerbangan Sriwijaya Air terus-menerus diperbolehkan menuntun 1 tas koper berukuran kecil 1 tas komputer jinjing ataupun bawa ke dalam kabin pesawat.
Sriwijaya Air Koper yang diletakkan di atas kabin nggak boleh lebih dari luas 56 cm x 33 cm x 23 centimeter Untuk tas laptop atau tas muncul lebih cantik ditaruh dalam bawah status penumpang.
Kira-kira bawaan yang berupa enceran misalnya sabun cair shampo air atar serta beda sebagainya lebih baik disatukan ke pada satu pelindung.
Setelah itu dimasukkan ke dalam koper kabin maupun tas muncul supaya gak tumpah selama masa masa prosesi.
Jatah perkakas maksimal untuk penumpang penerbangan domestik yaitu 20 kg untuk kelas ekonomi 30 kg bagi kelas bisnis berlaku untuk penerbangan domestik maupun internasional.
Jatah perkakas bisa digabung bila keseluruhan penumpang yang berangkat kian dari 1 orang. Walakin dengan tumpuan nggak melampaui kapasitas ukuran bagasi yang telah ditentukan.
Apabila berat perkakas lebih dari batas yang diperbolehkan oleh pihak maskapai maka rencana enggak mau penumpang mesti membayar khasiat berat itu dengan pajak Rp 20 000 atau kg Pangkat yang dibayar berbeda lain di tiap tiap tempat keberangkatan dan destinasi perjalanan.
Catatan Penting!
Web check in Sriwijaya Air real bagi seluruh jenis penerbangan kecuali penerbangan internasional. Pastikan untuk menjajal tiket maupun boarding pass kalian akur.
Total check in online cuma real maksimal untuk 9 orang2 penumpang di waktu yang bersamaan Bila total penumpang lebih dari batas yang ditentukan silahkan gunakan check in secara terpisah.
Jika bukti boarding pass lenyap kalian dapat ngeprint kembali. Caranya ialah dengan merasai website formal Sriwijaya Air serta kemudian pilih menu "reprint ticket" kegiatan memperoleh boarding pass yang baru.
0 notes
milikrahasia · 6 years ago
Text
Fall, leaves, fall; die, flowers, away -- Seoul/2018
Tumblr media
That time of year thou mayst in me behold When yellow leaves, or none, or few, do hang Upon those boughs which shake against the cold, Bare ruin’d choirs where late the sweet birds sang.
Korea bukanlah negara impian untuk dikunjungi, apalagi untuk pertama kali. awalnya aku kira yang pertama bisa jadi rusia, atau hanya sekelas singapura. tapi nyatanya, korea.
Tidak ada hal yang menarik perhatian ku tentang korea selain serial dramanya. Tidak dengan makanannya, orang-orangnya, apalagi genre musiknya. Jadi ketika kesempatan ini datang, aku pun tidak se semangat itu.
Aku sering melihat seniorku, atau bahkan temanku bisa mengikuti kegiatan akademik di luar indonesia. Aku kadang heran, sudah 3 tahun aku kuliah disini tapi aku masih begini-begini saja. Tidak begitu cemerlang di bidang akademik, hanya cukup aktif di masyarakat seni rupa. Tapi belum ada sesuatu yang bisa aku banggakan. Entahlah, kadang sempat berfikir untuk mengikuti program pertukaran pelajar. Tapi memang dasar pemalas, toh akhirnya setiap tahun siklusnya tetap sama saja. 
HIngga akhirnya ada tawaran untuk mengikuti pameran seni dari salah satu institusi seni di korea yaitu Seoul Institute of The Arts melalui email. Aku bahkan tidak mendapat emailnya, mungkin aku tidak akan pernah tau sama sekali kalau bukan ijul yang membuka obrolan tentang pameran ini. Setelah aku mengajukan diri sebagai salah satu peminat, yasudah. Aku fikir tidak akan ada kelanjutannya lagi. Hingga pada awal semester 7 ini, salah satu dosen favoritku mengambil alih tanggung jawab kegiatan ini dan aku lolos seleksi untuk bisa ikut jadi bagian dari pameran ini. Rasanya masih percaya tidak percaya.
Persiapan yang dijalani tidaklah mudah. Hampir 2 bulan. Menyiapkan karya, menyiapkan segala kebutuhan perjalanan, dari mulai passport hingga menyebar proposal sana sini demi mendapatkan bantuan dana. Belum lagi rasa khawatir takut takut visa-ku ditolak. Ada terlalu banyak kekhawatiran bahkan sebelum memulai perjalanan. 
Beberapa minggu terakhir sebelum keberangkatan, aku banyak menghabiskan waktu bersama michael dan vania. Bisa dibilang mereka adalah support system kedua setelah keluarga. Menginap, bertemu s e t i a p h a r i, main uno, minum kopi, la ice. Tak hanya itu, diawal persiapan pameran ini tentunya ada moty yang berperan sangat besar dalam segala prosesnya. Mengajarkanku bagaimana proses penciptaan karya, maklum ini kali pertama aku ikut pameran seni. Sebelumnya, boro-boro. Kesibukkan lainnya tentu dijalani bersama teman-teman lain dari project ini, bikin passport sama gun, makan ayam penyet terenak di jakarta, booking hotel sama kak ruly, ngumpulin kelengkapan visa bersama semua orang, a a a a a k u pasti akan selalu ingat.
Dan perjalanan sebenarnya pun dimulai.
Kami sampai di bandara sekitar pukul 09.30 waktu seoul. Hal pertama yang terlintas di fikiranku saat itu adalah, bagaimana suhu saat musim gugur seperti ini? katanya cukup dingin atau malah sangat dingin, aku benar-benar penasaran. Kugunakan sweater satu-satunya yang kubawa sebagai bentuk antisipasi. Kali pertama perjalananku ke luar indonesia, harus menghadapi musim yang belum pernah kualami sebelumnya. Agak berlebihan, harap maklum.
Baru kurasakan suhu 11 derajat untuk pertama kalinya saat pintu subway terbuka di salah satu stasiun. Aku bisa merasakan dinginnya dan aku sadar kalau semua baju yang kubawa di koper tidak cukup membuatku bertahan hidup disini.
Tumblr media
Kedatangan kami disambut pelangi yang kebetulan kami lihat dari dalam subway. Aku belum pernah melihat yang sebesar ini di indonesia. 
Tumblr media
Kami memutuskan untuk transit di airbnb jinho untuk menyimpan koper dan kemudian berangkat ke ansan untuk display karya di institut. 
Naik subway dari sookmyung women’s university di line 4 lalu turun di jungang station, naik bus 77 dan turun tepat didepan institut. Hal tersebut terulang setiap hari, hingga akhirnya aku jadi terbiasa. Membaca peta, menentukan rute, melihat jadwal kedatangan bus, menunggu tempat duduk kosong, mengisi t-card, mencium aroma jajanan di stasiun. Selamat datang di seoul.
Tumblr media Tumblr media
Dalam perjalanan menuju institut, kami sempat mengalami kejadian bodoh. Kami terjebak didalam subway! padahal sudah diingatkan melalui pengeras suara bahwa stasiun tersebut adalah stasiun terakhir dan kami diminta untuk transfer tapi hanya anggina yang sadar, tapi tak cukup cepat untuk keluar dari dalam subway. Saat kami mulai kebingungan karena mesin subway dimatikan, kami sibuk mencari orang yang bisa diajak bicara. Nyatanya tak ada satupun. Tapi ada satu yang tetap berusaha walau kita tak mengerti apa-apa.
Tumblr media
Malam harinya, michael mengajakku untuk menghampiri pemilik airbnb kami di bar miliknya. Namanya black whale bar. Hanya butuh 3 menit untuk kami jalan dari rumah kesana. Sesampainya disana, michael memesan minuman dan aku hanya duduk saja memakan pretzel yang diberikan secara gratis oleh jinho. Sesekali kami keluar untuk merokok, dan hampir mati kedinginan saat kami mengecek suhu udara yang ternyata sudah 3 derajat. Kami masuk lagi dan jinho mendatangi kami sambil membawa ukulele, menyanyikan beberapa lagu hingga akhirnya aku dan michael memutuskan untuk pulang.
Selasa
Kami berangkat cukup pagi, namun nyatanya tetap telat juga karena kami salah menaiki bus. Hari itu saat sampai di institut, tak banyak yang kami lakukan. Hanya (kembali) mendisplay karya. Suhu hari itu bisa dibilang paling dingin, entahlah. 
Tumblr media Tumblr media
Ah iya, hari ini kami mencoba makan di cafetaria kampus. Sebelumnya, saat aku dan michael terpisah dari rombongan karena ingin ke wc kami sempat kebingungan dan disitulah kami bertemu Ki. Salah satu mahasiswa dari Seoul Institute of The Arts. Kebetulan ia adalah bagian dari pameran yang sama juga. Jadi saat ia melihat kami dari jauh, kalimat pertama yang ia ucapkan adalah “you guys must be from Indonesia”. Dia cukup fasih berbahasa inggris yg tentunya memudahkan kami untuk berkomunikasi.
Saat itu kami menanyakan soal letak cafetaria dan ia dengan baik hati mengantarkan aku dan michael kesana. Dijalan, Ia bercerita bahwa ia pernah datang ke Indonesia, namun kota yang ia kunjungi hanya Jakarta, Jogja dan Bali. Beberapa kali ia menyebutkan kata dalah bahasa Indonesia yang masih ia ingat, dan kami hanya tertawa kemudian membalas ucapannya. Sesampainya kami di cafetaria, kami sempat kebingungan dengan cara pesan dan bahasa yang tertera di vending-machine nya. Aku dan Mic sibuk mencari orang yang kira-kira bisa mengerti bahasa inggris. Tapi nyatanya, sulit sekali. 
fyi, akan cukup sulit menemukan penduduk di korea yang bisa berkomunikasi dalam bahasa inggris. (bisa jadi ini yang dirasakan foreigner ketika berada di indonesia) ketika kami kesulitan dalam mengartikan penanda jalan, atau peta, atau harga, atau pilihan makanan, kami akan memulai percakapan dengan “excuse me, can you speak english?” dan 65% diantaranya akan langsung menjawab “no english” atau mengibaskan tangannya sambil berlalu atau bahkan hanya melengos saja. 
hingga kami temukan satu orang, ia mencoba menjelaskan. Namun ia terlihat kesulita, dan tentunya kami lebih sulit lagi dalam mengartikannya. tapi kita mulai mengerti bagaimana alur pemesanan makannya. Setelah ia selesai menjelaskan, ia pergi. Tak lama, ia kembali bersama satu orang temannya. Ia terlihat buru-buru dan bersemangat, ia bilang “his english is good” sambil menunjuk temannya. setelah kami diberi penjelasan oleh si pintar, kami lanjut memesan makanan. 
trivia, harus diakui bahwa orang-orang korea sangatlah ramah, mereka baik dan senang menolong, sebisa mereka. Salah satu hal yang membuat aku jadi sangat betah berada disana. Walau tak menutup kemungkinan selalu ada saja yang sikapnya arogan dan cenderung rasis. Seperti misalnya saat aku berada di dalam pesawat. perempuan di belakangku terus mendorong lututnya ke bagian belakang kursi yang aku duduki. Kebetulan pesawat yang aku naiki adalah Garuda Indonesia, dan menurutku ruang untuk lutut dan kaki di pesawat ini sudah cukup luas tanpa perlu mengenai kursi bagian belakang orang didepanku. Awalnya aku fikir, ia tidak sengaja. Tapi selama 7 jam, ia terus melakukan itu hingga akhirnya aku merasa risih. Saat kami sudah landing dan tengah mengantri untuk keluar dari dalam pesawat, ia yang sudah berdiri depanku, melihatku dengan pandangan sinis dan jijik. hingga akhirnya aku sadar bahwa ia memang sengaja melakukannya.
Aku memesan bulgogi, rasanya lumayan. Tapi memang tidak seenak makanan di Indonesia, maklum aku adalah penggila micin jadi menurutku makanan ini cenderung hambar. Tapi yang lain suka-suka saja. sepertinya hanya aku yang mengeluhkan soal tingkat kegurihannya. 
Setelah kami selesai makan, kami kembali ke airbnb kami dan berniat untuk memulai belanja malam di myeongdong. Lokasi airbnb kami sungguh strategis. berada di pusat kota seoul. di jalur yang mudah kemana-mana. Kami bisa melihat namsan tower dengan cukup jelas dari gang jalan. Sungguh pilihan yang tepat. Dari stasiun kami ke myeongdong hanya perlu melewati 2 stasiun dan kami akan langsung turun bersama dengan kerumunan lainnya. 
Kami semua berpencar. Aku dan michael berdua mengitari myeongdong dan mulai misi kami. Yang menarik adalah saat kami mendatangi Lush-store. Kami diberikan tutorial hampir semua produknya. Dan aku akui, bahkan kemampuan inggris pegawainya jauh lebih baik daripada aku. Sisanya, pegawai store manapun akan cenderung terbata-bata apabila diajak komunikasi dalam bahasa inggris. 
Aku hampir tidak ingat apa yang aku dan michael lakukan malam itu. Seingatku, kami hanya memasuki satu persatu toko, memfoto harga dan keluar lagi. Kami tidak punya semangat kalau urusannya skincare atau make up atau apapun itu. maklum, masing-masing dari kami tidak ada yang menggunakannya. Bahkan nonton video review di youtube pun aku tidak pernah. Pada akhirnya, kami akan mengunjungi semua store sepatu dan bisa cukup lama didalamnya. 
1 note · View note
tangansyifa-blog · 7 years ago
Text
Jogja, dan sepercik kenangan yang tertinggal
Jogja. Kota yang memang dari kecil aku sudah sering mengunjunginya. Kota tempat persinggahan sebelum kerumah si mbah di Sragen dan Blora. Hanya kota persinggahan. Pernah si bapak mengajak ke candi prambanan tapi tak pernah ke candi borobudur. Pernah bapak mengajak ke Taman Pintar dan Malioboro, tapi tak pernah ke Tugu atau Titik 0 Km. Oke, tempat yang belum ku kunjungi wajib aku datangi ketika aku kesana lagi.
Sudah berapa kali ya ke Jogja? Mmm mungkin ada 6-7 kali lebih. Aku lupa karena aku tak mengingat dari kecil aku berapa kali ke sana.
Untuk beberapa waktu terdekat ini, 3 kali pernah mengunjunginya. Pertama, saat mendaftar kuliah ke UMY. Keterima atau ngga? Alhamdulillah diterima, di Jalur CBT, dimana kamu harus tes dipagi hari dan pengumuman di sore hari. Begitu mendarat di Jogja, belum sempat menaruh koper di rumah saudara daerah Palagan, langsung cuss ke UMY.
Kedua, saat Kunjungan Industri dan Fakultas. Ini bertahan agak lama. Saat itu kunjungan industri adalah ke Pabrik Gula Madukismo, eh gagal karena telat, dan kunjungan fakultas ke UGM dan UMBY. Oke fix akhirnya ku bisa menginjak tanah di UGM, tepatnya FTP dan THPH, dimana TPHP sebenarnya keinginan pertama dari SMA kelas 3 yang sebelumnya cuma mau di MIPA Fisika. Semua jalur ludes tak diterima :'). Kedua adalah ke UMBY, penyambutan yang baik membuat kami betah di sana, matursuwun saget UMBY :)
Lanjut yaa. Yang ketiga adalah saat RUA. Oke fix cerita yang ini akan terlihat sangattt panjang, kenapa? Karena ada kenangan terselip disini.
RUA HMPPI 2017, Suatu kehormatan bisa hadir disini. Yang pertama, terimakasih ku kuucapkan pada Allah SWT, Ibu, Bapak, Adek, Teman-teman THP15, Teman-teman HIMALOGISTA, Jurusan THP UNMUL, dan Fakultas Pertanian UNMUL yang sudah mengizinkan Syifa dan mendanai kepergian hingga kepulangan untuk dapat mewakili unmul mengikuti agenda tersebut, walaupun sementara menggunakan semua uang beasiswa :) pertemuan sekaligus rapat umum dengan teman-teman Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia, teman-teman se Indonesia. Dari agenda ini ada kabar baik kok :)
Lanjut yaa. Setelah memesan tiket pesawat dan mengurus surat izin kuliah di Jurusan THP -sebenarnya surat ini belum terbit tapi udah diizinkan sama pak kajur :)- tepat jam 14.00 hari Selasa, 21 November aku meninggalkan kota Samarinda menuju Balikpapan dengan travel. Sebenarnya, ini sebuah kesalahan. Pesawat akan lepas landas pukul 18.35 WITA. Kata mba2 penjual tiket travel: mba yakin jam segini baru berangkat? Oke pertanyaan itu membuatku ragu. Tiket pesawat telah dipesan, tidak mungkin refund. Bisa refund tapi ganti hari di hari rabu. Kan ngga mungkin baru datang di hari kegiatannya. Oke dengan hati yang gelisah akhirnya aku berangkat. Dan ternyataa sampai di bandara SAMS Sepinggan pukul 17.00. Alhamdulillah banget masih sampai walaupun jaraknya cuma 1 jam dari batas check in. Sebenarnya ingin check ini via hp namun internet bermasalah :') aku baru ingat belum registrasi kegiatan. Dengan menyempatkan waktu yang ada akhirnya proses transaksi pembayaran lewat ATM berhasil! Setidaknya sampai di Jogja ngga diusir karena belum bayar ya hehe.
Setelah check ini dan menunggu, ternyata pukul 18.15 WITA udah harus naik ke pesawat. Kebetulan dapat pesawat yang denger2 sering delay. Takut bener waktu itu delay atau ngga yaa. Ternyata ngga, Alhamdulillah banget. Pesawat lepas landas tepat pukul 18.35 WITA dan mendarat pada pukul 19.10 WIB. Kalau dibilang, kita cuma setengah jam dong di pesawat. Ngga mungkin dehh. 19.10 WIB sama dengan 20.10 WITA. Artinya ada lebih dari 1 setengah jam diatas langit. Suasana malam itu cerah, namun gelap ya kan malam hehe.
Oke setelah sampai di Jogja *sugeng rawuh dulur jogja ^^*, tidak lupa untuk kabari bapak ibu di rumah. Setelah cuci wajah, ambil bagasi, lalu menunggu dijemput oleh LO. Oh ya nama LO kami adalah Andre dari INSTIPER. Kami terdampar selama setengah jam menunggu mereka. Ini karena jogja bener-bener macet! Dengan perut yang lapar, kami menahan diri dan akhirnya kami bertemu mereka. Ada 4 manusia yang menjemput kami, yaitu Danar, Tara, Andre, dan yang satunya... lupa hehe *maaf yah mas, dan hebatnya mereka menggunakan motor. Akhirnya kami berdua serasa seperti pesan gojek yaa. Drama ditengah jalan adalah salah jalan! Dan kami pun bertemu dengan jalan buntu. Oke tak apa, kami putar balik dan sampai di penginapan. Penginapan yang berbentu seperti kompleks perumahan kontrakan, letaknya di dalam gang tapi gang tersebut masih ramai. Tempat tersebut bernama Jogja Green Amazon.
Malam tersebut kami gunakan untuk beristirahat. Oh ya aku belum memperkenalkan siapa nama dibalik kata "kami". Beliau adalah kak mersiska, badan pengawas 5 di HMPPI. Tapi kami teman teman HIMA lebih sering memanggil dengan kata kak Cica. Kami dari kalimantan timur membawa 1 dus amplang dan 16 biji cinderamata kayu, makanya barang bawaan kami beratt.
Kami mengantar amplang kami ke kamar BPH Periode tahun lalu. Sebelumnya, saya kenalan dahulu dengan mereka. Pas banget ketemu sama kak aldi, kepala divisi Keilmuan dan Profesi, panutan anak-anak KP nihh. Kak aldi orangnya easy going banget, ketemu langsung akrab nih. Namun kami hanya bertemu dihari itu karena kak aldi harus kembali ke Malang karena wisuda. Selamat Kak Aldi, Congrats! Semoga ilmunya berkah kak!
Kemudian setelah mengenalkan diri, aku balik nih ke kamar. Istirahat sambil makan dan menonton televisi. Kemudian tidur dengan nyenyak ^^ oh ya belum diberitahu nihh, penghuni kamar ku ada 7 orang. 3 orang dari UNPAD (Teh Indah, Teh Thea, dan Khai), 1 orang dari Trilogi (Yusinta), 1 orang dari UMM (Riana), dan 1 lagi dari UNMUL (Kak Cica). Agenda kami jika makan selalu bareng dan tukar cerita :).
Setiap harinya adalah rapat. Yap, Rapat dan rapat. Maklumin namanya aja Rapat Umum Anggota. Ada 20 an lebih SKS kayaknya kalau dihitung perjam :') Pembahasan kami adalah Agenda Rapat, Tatib, Pemilihan Presidium Tetap, LPJ Regional 1-5, LPJ Pengurus Pusat, Pemaparan dari Bapes, AD/RT, GBHO, Renstra, Pemilihan Pembina, Pemilihan Koreg Bapes, Pemilihan Ketua Umum, Pemilihan Tempat RUA-RTP-FQB, dan masih banyak lagii. Rapat kami dimulai dari pagi hingga pagi lagi. Tidur pun tak nyenyak. Tapi selama ada makanan, aku bahagia kok ^^
Oh ya apakah aku selalu sendiri? Tidak. aku mengenali banyak orang, namun yang akrab ada 3. 3 wanita ini punya banyak kesamaan ketika kita udah bareng. Kadang outfit kita sama, kebiasaan kita sama, dan lainnya. 3 orang ini adalah Diana (Univ. Slamet Riyadhi), Nisa (Univ PGRI Semarang), dan Putri (Univ. Haluoleo). Kami jika rapat sering bersebelahan. Sering banget cerita-cerita gitu. Jalan cari oleh-oleh bareng jugaa. Pokoknya selama RUA paling banyak foto mereka dehh. Dan kami pun membuat grup WA: LDR RUA, Karena kondisinya kita memang lagi LDR banget nihh. Grup WA kita terkadang berisi makanan. Yap, makanan dan makanan.
Karena rapat kami mulai dari selasa sampai minggu, jalan-jalan kami pun terbatas. Kebetulan jogja sedang mendung-mendungnya dan sering banget hujan deras. Pernah suatu hari, rapat dipending berjam-jam. Alhasil, aku, putri, dan arwan menyelip keluar, pergi mencari oleh-oleh, dan jalan ke malioboro. Oh ya Arwan ini Koor. Regional 5 nih. Cerita tersembunyi nya adalah seharusnyabkami pulang jam 9 malam. Tapiii, sewaktu mau pesan gojek, HP MATI! Alhasil kami terpatung2 ke sebuah toko batik yang masih buka. Ada bapak2 yang punya toko lagi makan didepan tokonya. Oke, ku datangi dan minta izin untuk memgisi daya baterai. Apa responnya? Boleh! Duh bapak2 yang baik semoga dagangannya laris yah pakk. Saat itu jam menunjukkan pukul 9.30. Oke kami lewat dari batas waktu yang ditentukan. Akhirnya pesan gojek dan... 7 km bayarnya 60 an ribu. Ini nih mahal amat dahh. Ternyata pas jam macet. Baiklah daripada ngga bisa pulang, kami pun pulang dengan bayaran segitu. Ternyata yang muncul adalah taksi! GOCAR sekarang pakai taksi ya :') Sesampainya di kamar... ternyata zonk. Belum ada rapat. Baiklah kami beristirahat dulu. Setelah itu pertempuran berlanjut kembali.
Pada hati minggunya, panitia mengadakan seminar nasional di INSTIPER. Semknar kali itu didatangi oleh Wakil Ketua II PATPI, dan 2 orang lain yang memang mengerti dalam hal perkebunan. Karena kantuk akut, pasti tahu deh apa yang kukakukan: tak fokus. Namun ada doorprize disini. Cek kebawah kursi anda dan anda akan memdapat hadiah. Memang hanya selembar kertas yabg tertulis disana: selamat anda mendapatkan hadiah. Benar sekali, hadiahnya adalah... lem kertas hehe.
Disini aku mendapat teman baru lagi. Ada 4 orang!. 2 dari UGM, dan 2 dari Univ. Sriwijaya. Mereka adalah Diatari, Fitri, Puput, dan satunya lagi.... lupa hehe.
Setelah selesai seminar nasional, kami melaksanakan aksi pangan. Sebenarnya aksi pangan akan kami lakukan di Malioboro, namun karena hujan, kami aksi pangan di tempat sekaten. Saat itu daerah tersebut ada sekaten dan sedang hujan, tapi tetap ramaii. Aksi pangan selesai di sore hari. Setelah itu kami kembali ke penginapan untuk melanjutkan rapat pleno. Saat itu, akan ditetapkan pengurus BPP, namunn... tidak ada pengganti sekretaris umum karena sekretaris umum menjadi ketua umum: Fauzi Gunawan. Karena ku mengantuk beratt sampai tak bisa buka mata lama-lama, akhirnya aku kembali ke kamar dan langsung tertidur. Saat itu jam menunjukkan pukul 11 malam. Tidurku semakin tidak enak, karena... ada yang membangunkanku. Aku tidak dapat dibangunkan. Mereka mengira aku sakit, padahal mengantukk. Oke, aku bisa bangun jam 1 pagi. Sedang apa aku di jam segitu? Mataku masih sayu, aku tak sadar. Okelah aku menuju ke ruang rapat dan ada yang mencariku. Dan... jeng jeng.... aku ditunjuk jadi sekretaris umum. Namun aku masih mengantuk dan langsung menggangguk. Setelah mengisi daftar BPP, Aku masih belum sadar sepenuhnya. Setelah minum, aku sadar ternyata aku masuk sekretaris umum.
Di hari senin, kami jalan jalan ke BOROBUDUR! Akhirnya ke borobudur untuk yang kedua kali yaa. Untungnya cuaca lagi baik baik saja, tapi mendung dan gerimis kecil! Tak apa yang penting foto tetap jalan! Kami mengambil beberapa foto. Foto bareng berempat, foto pribadi, sampai foto bareng yang lain. Setelah kami menikmati suasana borobudur, kami langsung menuju ke Malioboro. Untuk apa? Beli oleh oleh~ saat itu sedang gerimis. Kami ditemani 1 LO untuk 4-6 orang. Borong makanan, baju, dan barang lain. Saat itu hujan semakin deras, tapi kami tetap berusaha untuk dapat foto di tulisan Malioboro hehe.
Malamnya, kami gala dinner. Makan malam, saling bercanda, dan berkenalan dengan teman lainnya. Kami bernyanyi lagu milik nella kharisma hingga malam hari. Setelah itu kami foto. Muncul 2 sosok orang baru. Dia adalah Mas Gerry dan Ariya. Mas Gerry adalah pengurus HMPPI sebelumnya, dan Ariya adalah Bendahara 1 yang baruu. Kami BPH baru dengan Fauzi, Ariya dan Nisa berfoto. Selain itu, kami juga berfoto dengan BPH lama (Mas Malik, Mba Ida, Mba Amel, dan Mas Gerry). Setelah itu kami foto bareng dengan lainnya. Oke ini salah satu moment terbaik di hidupku *eaa.
Setelah itu kamii... lanjut rapat Pleno lagi hehe. Penentuan tempat RUA, RTP, dan FQB. Letak RUA di Univ Djuanda, FQB di UMM, RTP di...... UNMUL! Oke bebanku bertambah 1 buah lagi, harus menghandle RTP nihh.
Keesokan harinya adalah pulang. Tapi aku tak pulang karena menambah 1 hari di jogja. Sebelumnya, pagi harinya diajak makan di Saoto Bathok. Katanya enak sotonya maka langsung pergi dahh sama anggota lain. Tanpa mandi dan cuci muka. Hanya ganti baju. Oke muka lecek tanpa make up no problem!
Perjalanan ke Saoto Bathok sangat jauhh. Ditambah hari hujan dan macett. Sampai disana, ternyata konsep tempat makannya sangat sederhana. Jalanan tanah, tempat duduk lesehan dari bambu. Oke tak masalah. Setelah pesan makanan, ternyata harganya berapa? 1 porsi soto cuma 5 ribu. Asli ini murah bangett. Rasanya mirip sama soto sragen di bontang lagii. Tempe nya pun cuma 500 rupiah. minumnya murah jugaa. Daku makan tidak sampai 12 ribu udah masuk minum. Ini bener2 murah dan katanyabkalau holiday atau ngga hujan, lebih ramai lagii. Alhamdulillah masih diberi kesempatan yaa ^^ Ntar kalau ke jogja kesini lagi dahhh.
1 hari di jogja sebagai tambahan sebenarnya aku pingin ke solo. Tapi waktu yang mepet akhirnya tak jadi. Oke aku kerumah mas guntur aja, kan deket, di palagan aja kok. Perjalanan kesana naik gocar dan bener kata bapak supir: kalau saya lewat jalan utama pasti macet karena hujan deras. Maka bapak itu ngajak muter2 cari jalan tembus sambil cerita seputar jogja. Dapat ilmua tambahan dari si bapak ini dehh. sampai di rumah mas guntur, karena hujan sangat deras, akhirnya hanya dirumahnya sambil main sama bibi dan ncip ^^
Malamnya baru kami keluar dari rumah, pergi ke Hartono Mall untuk makan malam. Suasana jogja masih dalam keadaan hujan. Setelah kami pergi keluar, kami pulang dan aku bersiap untuk pulang besok pagi. Tiket pesawat adalah Citilink pukul setengah 9 pagi. Tapi... ada yang lupaa. Konsideran semua masih di panitiaa. Okedah sembari menghubungi panitia, ternyata gojek ngga ada sama sekalii karena hujan sangat deraas. Sambil menunggu, ada 1 supir yang bisa, langsung keep dahh. Dan setelah si bapak supir sampai di rumah, si bapak bilang: maaf mba lama. Soalnya macet dan hujan deras. Kata si bapak, demi kehidupan mba, malam hari saya harus ngojek juga. Makasih bapaak semoga pendapatannya selalu ngalir dengan lancar yah pakk. Konsuderannya tidak rusak sama sekali. Terbaik dehh.
Setelah itu, beres2 barang bawaan dan tidur deh. Paginya karena bangun telat, baru pergi ke bandara jam setengah 7. Walaupun bandara dekat sama rumah, tapi macetnya subhanallah~ Ini pesan gocar lagi dan dapatnya mbak mbak. Ini aku agak khawatir ngga nyampe tepat waktu. Eh ternyata si mbak ini pintar banget nyupirnya. Si mbak ini MUA, cantik, dan dia cerita seputar jogja dan perjalanan hidupnya menjadi supir gocar. Dijalan kami banyak bicara dan sampai di bandara pukul 7.30, waktunya mepet bangett. Untungnya tempat check in ngga ramai banget dann jam 8 kurang udah masuk di ruang tunggu. sembari menunggu pesawat, membeli oleh2 dahulu. Ini hampir lupaa. Harga di bandara ngga mahal juga kokk. Setelah itu naik lesawat dan lepas landas. Sebenarnya masih ngga tega buat meninggalkan jogja. Masih ada hutang kunjungan ke salah satu rekan sekolah dan ke rumah mba vita. Mungkin satu hari jika umur masih panjang dan ada waktu bisa ke jogja, nanti mampir dehh ^^
Oh ya apa keistimewaan dari jogja? Kamu. Aku tidak menceritakannya di awal dan tengah, tapi di akhir. Kamu yang aku kenal diawal hari kegiatan. Kita saling berkenalan, setelah itu membisu. Kita pernah saling berbicara di pertengahan kegiatan tapi tidak lama, hanya seputar kegiatan aja. Kamu yang selalu membiarkan aku tetap diam karena kamu bertanya kepada yang lain. Aku serasa tak dianggap. Tapi ada 1 hal yang membuatku mengagumimu: cara bicara dan bergaulmu, aku suka. Kamu yang tidak berlebihan dan sederhana, aku suka. Aku hanya menjadi penggemarmu, ku hanya menjadikanmu sebagai secret admirer mu. Kamu tidak ganteng. Kamu hanya pria biasa. Semoga sifatmu selalu seperti itu. Aku hanya mendoakanmu semoga semua harapanmu terkabul dan terwujudkan. Semoga semua keberuntungan berpihak padamu. Semoga semua masalah dan musibah tidak menempel padamu. Semoga kamu bahagia dengan semua pilihan dalam kehidupanmu. Itu aja.
Karena Jogja Istimewa karena ada sesuatu yang membuatnya istimewa. Yaitu manusia, budaya, dan keramahannya. Itu yang aku suka.
0 notes
kzrfurniture-blog · 8 years ago
Photo
Tumblr media
OPEN ORDER!!! Set kursi tamu minimalis koper bata. Bahan kayu jati perhutani finishing melamine Formasi : 2-1-1-1 + meja. Jika berminat silahkan call/wa 081390114871/082314013415. Pin bb D0194483. #kursitamuminimalis #kursitamu #kursitamujati #kursitamujatijepara #kursitamubungamatahari #kursitamuminimalis2017 #kursitamumodern #kursitamulampung #kursitamumedan #kursitamumewah #jakartashop #lampungshop #medanshop #surabayashop #balishopping #jambi #semarangshop #aceh
0 notes
andityarani · 8 years ago
Text
Biru - Cerpen 15 Januari
“Aku diterima,” suaranya pelan, khusus untukku. Tubuhnya condong sedikit, dengan matanya yang melirik jahil. “Yang mana?” tanyaku agak kaget bercampur bingung. Dia mengerakkan tangannya, berpura-pura menjadi pesawat. Terbang, melintas jauh, kemudian mendarat. Matanya masih jahil sementara tawa tanpa suaranya mengembang. Sedangkan aku hanya bisa membelalak, “Serius? Alhamdulillah! Keren banget!” Tawanya masih bertahan, kemudian telunjukknya bergerak ke ujung hidungnya, sambil menarik tubuhnya tegak. Rahasia. Informasi barusan sifatnya masih rahasia. Antara aku dan dia. Aku hanya geleng-geleng kepala, sementara dia mengacungkan gelas minumannya, “Cheers, mate,” katanya, bersulang jadul kegantengan a la Leonardo diCaprio di Titanic. Aku masih geleng-geleng kepala dan menahan tawa. Sambil meminum es jerukku, pikiranku melayang ke mana-mana. Suara empat orang lain yang semeja denganku berangsur-angsur menghilang. Tawa mereka atas sesuatu yang dari tadi aku tidak paham menjadi sepi. Pikiranku sibuk. Papua? Tapi itu jauh sekali!
Horizon Biru. Adalah garis tipis di kejauhan yang aku pandangi sedari tadi. Juga merupakan nama karibku sejak kami dipertemukan dalam sebuah program inovasi mahasiswa dua tahun lalu. Jauh, tapi tetap saja kupandangi. Cakrawala biru tetap tak bergerak, menjadi batas pandang manusia atas luasnya lautan. Sementara Biru, asyik bercengkerama dengan empat karibku yang lain: Fara, Tika, Ilham, dan Rizki. Kami ada di pantai, dua minggu sebelum hari keberangkatan Biru ke dunianya yang baru. Dunia kerja, di pertambangan ternama di tanah Papua sana. Kerahasiaan informasi denganku bertahan sekitar sepuluh hari, kemudian Biru memutuskan untuk memberitahu semua anggota geng, tepat lima belas hari sebelum ia berangkat. Dan Rizki sebagai sesepuh langsung memutuskan kami berenam pikik ke pantai. Acara ini memang acara perpisahan, namun tak ada dari kami yang menyinggungnya. Barulah ketika ikan bakar, kepiting dan cumi asam manis, juga sebakul nasi di hadapan kami, percakapan kami sudah condong ke sana. “Semoga Biru di sana masih bisa makan seafood enak-enak,” celetuk Ilham. “Semoga Biru nggak mendadak kurus,” sambung Tika. Semua tertawa, aku pun, meskipun aku merasakan gumpalan tertahan di tenggorokanku. “Makasih, semuanya, udah mau jalan-jalan sama aku. Bukan cuma hari ini, tapi juga semua jalan-jalan kita. Semoga masih ada waktu dan kesempatan untuk begini lagi,” jawab Biru tenang. Aku mengaduk tasku, pura-pura mencari jam tanganku yang tadi aku lepas ketika mencuci tangan. Kenyataannya, aku memeras mataku agar air di sana tidak menggenang, dan menahannya agar tidak mengalir lebih banyak lagi. Aku menemukan jam tanganku dan memasangnya, masih dengan menunduk. Semua sedang asyik mengomentari makan siang kami, tapi aku tidak mendengar suaranya. Ketika aku mengangkat wajahku, aku menemukan matanya. Untuk sekian kali, kami bertukar pandang, memenjarakan masing-masing tatapan dalam dunia kami, hanya melempar sorot, tanpa ada kata-kata.
Aku bergelung menghadap tembok. Mataku masih membelalak, walaupun selimut hangat telah membungkusku dan kamarku gelap total. Aku memandang tembok, seperti melihat kilasan film di sana. Kilasan hidupku, terpotong-potong, hanya ditampilkan bagian-bagian khusus aku bersama Biru. Kemudian paru-paruku serasa menyempit, oksigen disedot dari sana. Aku belum pernah merasakan seperti ini sebelumnya. Aku yakin seratus persen bahwa aku menyayangi kelompok keluarga kecilku, namun aku tidak pernah mengira bahwa membayangkan jauh dengan salah satu dari meraka akan semenyiksa ini. Jam dua dini hari. Aku melipat lututku lebih lagi, memeluknya sambil masih memandang tembok. Entah berapa lama aku seperti itu. Rasanya aku baru saja terlelap ketika adzan Subuh berkumandang. Aku bangkit dari tempat tidurku dan mematikan alarm harianku. Tepat saat aku meletakkan ponselku, nyalalah ia, menampilkan pesan masuk dari Biru.
Horizon Biru Aku kepingin nasi uduk opor :p
Aku tersenyum melihat tampilan pesan darinya. Setelah kewajibanku kepada Yang Kuasa selesai, aku membalas pesan itu. Dari pertukaran pesan di pagi buta, kami sepakat untuk sarapan nasi uduk kuah opor Mak Yani, makanan favorit Biru dan tempat kami berenam sering mengisi tenaga untuk kegiatan program inovasi sejak dua tahun lalu. Yang kadang menjadi beban pikiranku adalah, Biru selalu lebih dahulu mengajakku, atau membicarakan hal-hal lain kepadaku, sebelum mengumumkannya ke anggota geng lain. Pagi itu mendung. Kami sarapan bertiga: aku, Biru, dan Ilham, sementara yang lain merasa terlalu pagi untuk beraktivitas. Hari itu hari Sabtu, aku dan Ilham memutuskan untuk ikut ke kos Biru, membantunya mengepak barang-barang. Dua hari lagi Biru berangkat. Rizki mengatakan akan menyusul kami siang hari. Sementara Tika dan Fara tidak bisa hadir dan mengajak kami berkumpul untuk makan malam bersama. Aku memarkirkan motorku dan memandang pintu depan kos Biru, yang langsung menuju ke ruang utama, tempat kami pernah menghabiskan hari-hari penuh tekanan kami. “Kurang apa aja, Bi?” tanya Ilham begitu masuk ruang utama, menjatuhan diri di kursi sudut. Aku duduk di sebelah Ilham dengan kikuk, tidak pernah merasa nyaman berada di kawasan lawan jenis, meskipun itu kos Biru atau Ilham, rumah Rizki, atau bahkan kos kakak laki-lakiku. Biru membukakan pintu kamarnya sambil tertawa, “Banyak,” kemudian ia mempersilakan kami masuk. Kamarnya rapi. Luar biasa rapi. Barang-barang yang biasanya memang sudah teratur sekarang lebih teratur lagi di dalam kardus-kardus. Ada dua kardus besar, empat kardus kecil, dan sebuah koper di sudut kamar. Hanya rak buku yang tampaknya belum diusik. “TV, kipas angin, magic com?” tanyaku. “Udah sold, mbak,” jawab Biru sambil menyeringai. “Dispenser juga, Bi?” tanya Ilham. “Yes, Sir. Tinggal ini buku-buku, piring, gelas, panci, sama baju yang mau dipake,” Biru menjelaskan. “San, sini deh,” Biru mengajakku ke rak bukunya. Aku terkesima. Aku tidak pernah memperhatikan barang-barang di kamar Biru, meskipun sudah beberapa kali menumpang sholat ketika kosnya kebagian jatah menjadi tuan rumah diskusi. Di rak buku tiga tingkat berwarna coklat tua itu, berjajar rapi buku-buku bacaan yang sungguh beragam. Novel Dan Brown dan beberapa novel Sherlock Holmes aku memang pernah melihatnya, begitu juga set lengkap komik Samurai Deeper Kyo. Namun aku tidak pernah memperhatikan jika di sana tersusun buku-buku motivasi keagamaan, enam atau delapan buku jumlahnya. Lalu ada juga buku-buku roman Indonesia. Tiga karya Tere Liye di sebelah dua karya Kurniawan Gunadi dan satu karya Azhar Nurun Ala. Kemudian berderet buku-buku kumpulan sajak Goenawan Muhammad, Chairil Anwar, bahkan buku penyair asing yang aku belum pernah mendengar namanya. Dan mataku terpaku pada buku kumpulan sajak paling ujung: Hujan Bulan Juni. Aku mengambil buku itu, “Kamu punya ini?” Biru tertawa, terlihat agak malu. “Dan aku baru tahu bacaanmu beginian juga. Galauan?” ejekku. “Biru itu melankolis, San…,” Ilham menepuk-nepuk pundak Biru. “Aku boleh pinjem ini nggak?” pintaku, merujuk pada buku sajak Sapardi yang aku bawa. “Nah, inilah kenapa aku ngajak kamu ke sini, San. Jangankan cuma minjem,” Biru menegakkan berdirinya, berlagak seperti ksatria berbaju zirah dalam serial Game of Thrones, “Saya, Horizon Biru, dengan ini menyatakan bahwa buku-buku saya boleh dibawa pulang oleh Chairunnisa Insania, Lady of Magelang,” Kami bertiga tertawa, “Serius, Bi?” tanyaku setelah selesai menertawakan peran Biru yang gagal. “Iya, aku nggak mungkin, kan, bawa ginian. Dan kalau aku kirim pulang ke rumah juga nggak bakal ada yang baca,” Biru mengelus punggung demi punggung buku. “Barang yang lain dipaketin rumah, Bi? Berapa sampe Surabaya?” tanya Ilham sambil mengecek kardus-kardus lain. “Iya, nanti bantuin bawanya ya. Nggak tau juga, sih, habis berapa,” Biru tertawa. Semenit kemudian, Ilham dan Biru membereskan kardus-kardus yang akan dipaketkan ke rumah Biru di Surabaya, memisahkannya dengan barang yang harus dibawa ke Papua. Sementara aku memasukkan buku-buku ke kardus baru. Gerakanku lambat, sangat lambat. Setiap buku aku amati dan kubaca sinopsis di cover belakangnya. Biru sudah amat yakin bahwa semua buku boleh aku bawa, mengingat aku masih cukup lama berjuang menjadi mahasiswa profesi. Aku tentu dengan senang hati menerima hibah buku-buku yang beragam itu. Namun ada yang terusik jauh di dalam sana. Ada yang menyatakan bahwa dengan berpindahnya buku-buku Biru kepadaku, aku tidak akan pernah bisa lepas dari Biru. Dan aku nantinya akan mengalami lagi malam-malam di mana aku meringkuk dan memandang tembok berjam-jam.
Hari keberangkatan Biru. Biru dengan santai menyatakan bahwa dia akan ke bandara dengan taksi. Kami pun tidak muluk-muluk memaksa akan mengantarkannya. Maka aku hanya bergulung di kasurku, memegangi ponsel. Jam sepuluh nanti pesawatnya lepas landas. Dan aku sudah merasakan perutku terpelintir sejak Subuh tadi. Aku sedikit menyesali hari-hari terakhir Biru di Yogyakarta. Aku berandil banyak pada minggu terakhirnya sebelum dia bertolak ke Papua. Tidak peduli apakah Rizki, Ilham, Fara, dan Tika ikut atau tidak, selalu ada aku dan Biru. Kami makan bersama, jalan-jalan, nonton, membereskan barang-barangnya, siapapun partnernya, selalu ada aku dan Biru. Dan aku tidak bisa menghitung berapa kali kami bertukar sorot mata. Berbicara melalui mata, alis, dan tanpa suara. Perutku mulas. Setelah Biru pergi mengejar cita-citanya nanti, Ilham pun menyusul, juga Rizki, dan pasti aka nada saatnya Farad an Tika juga pergi. Dan tinggal lah aku sendiri, tanpa ada tempat untuk kabur dan berlari. Di antara kami berenam, tempat pelarian favoritku adalah Biru, karena tanpa banyak bicara, dia bisa membawaku ke dunia lain dari duni kampusku. Sepertinya kami berdua sama-sama pendiam jadi mengerti bagaimana rasanya. Sebuah pesan masuk ke ponselku.
Horizon Biru Masa di bandara ada yang baca Hujan Bulan Juni
Aku tersenyum. Biru selalu begitu, dunia tidak berputar di sekitarnya, walaupun dia sering jadi superhero pemeran utama. Dia tidak mau orang-orang mengkhawatirkannya. Dia selalu bisa mengalihkan perhatian orang lain untuk hal-hal selain dirinya.
Chairunnisa Insania Ajak ngobrol, lah. Siapa tau jodoh :P
Dan kami lanjut bertukar pesan sampai kami tiba di akhirnya.
Horizon Biru Boarding. Sampai ketemu lagi, San.
Chairunnisa Insania See you. Jaga kesehatan, selalu bangun pagi!
Aku mendekap ponselku, memejamkan mata, dan membiarkan air mata menelusup dan langsung diserap oleh bantalku. Sampai jumpa, Biru! Terimakasih telah menjadi pelarian favoritku. Semoga kita bisa bertemu lagi di lain kesempatan. Tenang saja, kalau aku rindu padamu, aku tidak akan bilang. Begitulah rindu. Tak ada gunanya diucap atau dipaksa bertemu. Mungkin aku hanya akan menatapmu di cakrawala biru, Horizon Biru.
0 notes
kzrfurniture-blog · 8 years ago
Photo
Tumblr media
OPEN ORDER!!! Set kursi tamu minimalis koper bata. Bahan kayu jati perhutani finishing melamine Formasi : 2-1-1-1 + meja. Jika berminat silahkan call/wa 081390114871/082314013415. Pin bb D0194483. #kursitamuminimalis #kursitamu #kursitamujati #kursitamujatijepara #kursitamukoperbata #kursitamuminimalis2017 #kursitamumodern #kursitamulampung #kursitamumedan #kursitamumewah #jakartashop #lampungshop #medanshop #surabayashop #balishopping #jambi #semarangshop #aceh
0 notes