#Festival Film Pendek
Explore tagged Tumblr posts
Text
Film Where The Wild Frangipanis Grow Tayang Perdana di Busan International Film Festival
BANTEN – Where The Wild Frangipanis Grow, film pendek arahan Nirartha Bas Diwangkara, akan tayang perdana (world premiere) di BUSAN International Film Festival (BIFF) 2023. Film ini terpilih sebagai salah satu film pendek yang akan ditayangkan dalam sebuah program khusus berjudul Renaissance of Indonesia Cinema. Where The Wild Frangipanis Grow diproduseri oleh John Badalu, diproduksi oleh Film…
View On WordPress
0 notes
Text
Balai Litbang Agama Jakarta dan LD PBNU Gelar Festival Film Pendek Moderasi Beragama 2023
Balai Litbang Agama Jakarta dan LD PBNU Gelar Festival Film Pendek Moderasi Beragama 2023
Pewarta Nusantara, Jakarta – Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) dan Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) akan menyelenggarakan Festival Film Pendek Moderasi Beragama tingkat pelajar 2023 (FFPMB 2023).
Festival ini bertujuan untuk mendorong pemahaman dan penguatan moderasi beragama di kalangan pelajar. Kepala BLAJ, Samidi, menjelaskan bahwa melalui festival ini, mereka percaya bahwa film pendek memiliki kekuatan untuk menginspirasi dan menyampaikan pesan-pesan penting secara efektif kepada generasi muda di Indonesia.
Melalui film, mereka berharap dapat menyosialisasikan moderasi beragama kepada audiens yang lebih luas, sehingga masyarakat dapat memahami moderasi beragama sebagai landasan yang kuat untuk menciptakan harmoni sosial.
Ketua LD PBNU, KH Abdullah Syamsul Arifin, memberikan apresiasi yang tinggi terhadap penyelenggaraan FFPMB. Baginya, festival ini merupakan inisiatif penting dalam mempromosikan kehidupan beragama yang damai dan harmonis.
Abdullah Syamsul berharap festival ini dapat menjadi kesempatan bagi pelajar di seluruh Indonesia untuk mengekspresikan pemikiran mereka tentang moderasi beragama melalui medium film pendek.
Dia juga berharap festival ini dapat meningkatkan kesadaran dan penghargaan yang lebih besar terhadap keragaman agama di lingkungan sekolah, pesantren, dan masyarakat sekitar.
Pendaftaran untuk Festival Film Pendek Moderasi Beragama Tingkat Pelajar 2023 akan dibuka mulai tanggal 1 Juli hingga 1 Agustus 2023.
Pengumuman pemenang festival akan dilakukan pada akhir September 2023. Para peserta akan dinilai oleh juri yang terdiri dari tokoh-tokoh film, tokoh agama, dan budayawan.
Festival ini memiliki tiga kategori pemenang, yaitu kategori Pelajar, kategori Mahasiswa, dan kategori Film Favorit. Para pemenang dalam masing-masing kategori akan mendapatkan total hadiah sebesar 60 juta rupiah. (*Ibs)
Syarat dan Ketentuan FFPMB 2023
Terbuka untuk pelajar SLTA, santri pondok pesantren, dan mahasiswa (dibuktikan dengan kartu anggota/surat rekomendasi pimpinan lembaga).
Peserta merupakan kelompok dengan jumlah minimal 3 orang dan maksimal 15 orang.
Perwakilan kelompok mengisi link pendaftaran di linktree (menyesuaikan).
Durasi Film minimal 3 menit dan maksimal 10 menit (sudah termasuk opening dan closing title).
Video dikirimkan dalam format landscape, MP4, dengan Resolusi 1280 x 720 25 Fps (720p).
Video yang dikirim merupakan video produksi tahun 2023 dan belum dipublikasikan di media manapun juga belum pernah diikutkan dalam lomba, festival, dan kompetisi manapun.
Video merupakan karya original, bebas dari plagiarisme dan hak cipta pihak manapun.
Video peserta lomba yang dinyatakan menang, menjadi hak milik penuh panitia.
Video peserta tidak mengandung ujaran kebencian, kekerasan, tidak bertentangan dengan SARA, dan menjunjung tinggi nilai kesetaraan dan kemanusiaan.
Materi video berisi cerita bebas dengan muatan nilai-nilai moderasi beragama.
Peserta wajib mengikuti akun sosial media dan dibuktikan dengan screenshot, pada saat pendaftaran: instagram: @blajakarta ; subscribe youtube channel blajakarta; facebook Balai Litbang Agama Jakarta; dan twitter @bla_jakart
Peserta wajib mengikuti semua syarat dan ketentuan yang berlaku.
Video peserta boleh berupa film dokumenter dan film drama.
Tema materi video; moderasi beragama.
Video peserta akan diunggah di youtube channel blaJakarta, link akan dikirimkan kepada peserta untuk dipromosikan pada medsos peserta dengan hastag #ffpmoderasiberagam2023 dan di tag ke Instagram @blajakarta.
Kriteria Penilaian:
Kesesuaian dengan tema besar yaitu Moderasi Beragama.
Kualitas video dan audio.
Orisinalitas keaslian karya.
Kesesuaian scenario, penyutradaraan, acting, editing.
Pemenang untuk kategori film favorit dilihat dari akumulasi jumlah viewers, like, share, dan comment di semua sosial media Balai Litbang Agama Jakarta.
New Post has been published on https://www.pewartanusantara.com/balai-litbang-agama-jakarta-dan-ld-pbnu-gelar-festival-film-pendek-moderasi-beragama-2023/
0 notes
Text
Bigfoot Cultural Perceptions
People worldwide are fascinated by Bigfoot, a big, hairy, human-like creature. Generations have rumored Bigfoot, yet cultural views vary by location and community. Local folklore, traditions, environment, and media shape these variances. These variants show how myths and tales change to different circumstances and how groups express their relationship with the unknown. North America depicts Bigfoot as a lone, elusive creature living in dense Pacific Northwest forests. North American indigenous peoples, including the Coast Salish and Haida, have long told legends about "Sasquatch." Many of these groups hold the belief that Sasquatch is a spiritual creature, deeply rooted in nature and the woods. These myths depict the creature as a protector of the woodland, deserving respect and solitude. Indigenous peoples see Bigfoot as a symbol of the wild and a reminder of humanity's duty to coexist with it.
In modern American and Canadian culture, Bigfoot is more sensationalized and popularized. Media coverage of Bigfoot as a biological abnormality has sparked interest in TV shows, films, and festivals. Typically, media portrays Bigfoot as a mysterious, almost humorous entity, focusing more on entertainment than spiritual reverence. The creature has become a cultural image rather than a religious figure as society commodifies folklore for public consumption. Different cultural and environmental elements shape Bigfoot-like entities in other countries. In the Himalayas, the Yeti, or "Abominable Snowman," is a similar figure believed to live on the frozen slopes. The Himalayas' harsh climate makes the Yeti more feared and mysterious than the North American Bigfoot. The Yeti is sacred to many Himalayan cultures and mythologies. Tibetan Buddhists believe the Yeti protects sacred mountains from humans. The Yeti stories underline the mountains' grandeur and spiritual significance. Australian Aboriginals tell stories of the Yowie, another Bigfoot-like creature. Similar to the North American Sasquatch, the Yowie is a giant, hairy woodland creature associated with spiritual realms. Strongly rooted in their culture, Yowie Aboriginal legends frequently impart lessons about respecting the land and nature. Similar to Sasquatch, Yowie not only connects with nature but also symbolizes Australia's distinct landscapes and ecosystems. Similar to Bigfoot in North America, Australian popular culture has commercialized Yowies, merging legend and entertainment. The Orang Pendek of Indonesia and the Barmanou of Pakistan are Southeast Asian Bigfoot-like monsters. These creatures are smaller and less human-like than North American Bigfoot or Himalayan Yeti. These animals are often associated with local beliefs and thought to be remains of an undiscovered primate species. The Sumatran people's legend depicts the Orang Pendek as a quiet, intelligent forest inhabitant. These cultural conceptions emphasize the creatures' strong link with the region's lush, tropical woods and their position as emblems of the secrets of these dense and inaccessible habitats.
Community perceptions of Bigfoot can differ even within the same place. People generally consider Bigfoot as a real, actual presence in rural and forested locations, where they are more likely to encounter the woods. Urban Bigfoot is more likely to be a myth or a hilarious pop culture figure. This split shows how geography and lifestyle affect unknown beliefs. An emblem of the wild and unknown, Bigfoot remains a mystery in a world increasingly devoid of them. Others see it as a modern fairy tale, a humorous representation of humanity's love of the weird and fantastic. Culture's view of Bigfoot, Sasquatch, Yeti, and other such species says more about the storytellers than the animals. These perspectives reveal how people interpret nature, spirituality, and the unknown. Whether revered as spiritual guardians, feared as unknown forces, or praised as popular culture icons, bigfoot-like figures adapt to the values, beliefs, and settings of their civilizations. Their versatility keeps them relevant across time and space, capturing the imagination of individuals from all backgrounds.
#yeti#abominable snowman#bigfoot#sasquatch#cryptids#north american cryptid#cryptozoology#cryptid#bigfoot art
2 notes
·
View notes
Photo
Memperkenalkan: Rumah Beribu Bintang (Home of The Thousand Stars) karya debutan dari Animation Director-nya Lanting, kak @runayaart Film ini adalah hasil kontemplasi yang cukup panjang dari sang sutradara, berawal dari perjalanannya belajar mengenal dan memahami orangutan sebagai titik tolak cerita yang dibangunnya. Sempat menyandang judul Home, film pendek ini juga sempat berpartisipasi dalam program dokumenter IF/THEN 2018, Docs By The Sea 2018, hingga MIFA South East Asia dari Annecy International Animation Film Festival sebagai salah satu shortlisted participant-nya di 2020. Sekarang film ini masih mencoba peruntungan untuk dapat menembus lingkaran festival di mancanegara sebelum akhirnya diputar di Indonesia. Mohon doanya agar perjalanannya lancar, dan filmnya memberikan dampak yang baik untuk semua yaa 😊🙏🏼🙏🏼 Oh iya, bila teman-teman ingin tahu lebih banyak tentang projek2 film yang pernah dan sedang dikerjakan tim kami bisa langsung cek link di profil untuk menuju ke website kami. Mohon dukungannya! Much appreciated 🙏🏼🙏🏼 #lantinganimation #lantingstudio #lantingfilms #arunayagondhowiardjo #rumahberibubintangfilm #orangutan (at Lanting Animation) https://www.instagram.com/p/CqZsG8OP5Ow/?igshid=NGJjMDIxMWI=
3 notes
·
View notes
Text
Palestina adalah Puisi (Saras Dewi)
Palestina sebagai kumparan kesadaran adalah ingatan yang kelam tentang kekerasan, pengusiran, dan trauma antargenerasi. Palestina adalah kata yang memuat sejarah kekejian, ratapan kematian, dan penjajahan yang tidak berkesudahan. Palestina juga adalah harapan tentang tanah, bangsa, dan kemerdekaan.
Palestina dalam hati para sastrawan dan penyair adalah metafora yang getir. Itu yang disampaikan oleh Mahmoud Darwish, puisi-puisinya yang terinspirasi perjuangan rakyat Palestina, adalah soal tanah yang tidak terbatas pada bentangan bukit dengan pohon-pohon zaitun, tetapi tanah sebagai kerinduan mereka terhadap keluarga, rumah, dan kedamaian.
Palestina sebagai tanah tidak saja meliputi ruang hidup secara fisik, tetapi di khayalan para seniman, tanah itu adalah diri mereka, yang membentuk dunia kultural mereka. Darwish mengatakan, ”Aku menyadari bahwa tanah itu rapuh..; aku pelajari bahwa bahasa dan metafora tidak cukup mengembalikan tempat pada tempatnya. Tidak dapat mencari tempatku di bumi. Aku berusaha mencarinya dalam sejarah, tetapi sejarah tidak dapat direduksi sebagai kompensasi geografi yang hilang…���
Bagi Darwish, lamentasi kehilangan rumah dan bangsanya adalah kesedihan yang sulit diwakilkan oleh perubahan garis-garis batas wilayah yang tertera dalam peta dunia. Dihilangkannya Palestina, adalah penghapusan keberadaan diri, keterasingan yang selalu ia sebut dalam puisinya. Palestina adalah surga yang malang, dan kecintaan terhadap Palestina adalah cinta sejati kepada yang tidak sanggup dimiliki.
Alangkah sembilu saya pikir, sebab apa yang tidak diberitakan oleh media-media ketika tanah di Palestina diledakkan adalah untaian hidup antara seorang ibu kepada anaknya, seorang kakek kepada cucunya, atau pertalian keluarga dan komunitas dalam suatu pemukiman. Apa yang tampak di layar kaca maupun gawai kita adalah gambar tumpukan puing-puing, debu dan patahan kerangka, yang menimbun peristiwa hidup yang dahulu bahagia dan semarak.
Dunia melupakan Palestina dalam wajah kesehariannya. Diskursus yang diangkat terkait kekerasan yang tengah terjadi, berputar-putar pada kerumitan yang melingkupi diskursus geopolitik. Padahal, di balik itu orang-orang perlu melihat keseharian yang dilenyapkan dalam penjajahan Palestina. Keseharian ini tersimpan dalam karya-karya penting para sastrawan; Mahmoud Darwish, Ghassan Kanafi, Adania Shibli, Susan Abulhawa adalah sebagian penulis yang ingin mempertahankan narasi-narasi yang menyuarakan kehidupan warga Palestina dalam kesehariannya.
Keseharian inilah yang perlu terus dibicarakan. Selain karya sastra, kehidupan di Palestina dapat kita amati melalui karya-karya para sineas. Saya mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Jemaah Sinema Madani Film Festival bekerja sama dengan kampus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI yang menayangkan film-film pendek yang berkisah tentang Palestina. Film Maqloubeh (2012) karya Nicolas Damuni menceritakan tentang lima pemuda yang hidup di Ramallah, mereka memasak hidangan khas Palestina bernama Maqloubeh.
Film itu menyampaikan keadaan yang tragis, bagaimana warga Palestina harus hidup dengan rongrongan kontrol Pemerintah Israel. Normalisasi dan internalisasi kekerasan inilah yang disiratkan dalam film tersebut. Bagi orang-orang Palestina, hidangan ini lekat dengan perjuangan rakyat Palestina. Menikmati Maqloubeh bersama-sama menjadi simbol pembangkangan terhadap kekuasaan penjajahan.
Dukungan masyarakat dan Pemerintah Indonesia terhadap Palestina perlu dimaknai sebagai solidaritas yang melampaui golongan, agama maupun etnis. Begitu pula di mata global, sewajarnya pembebasan Palestina bukan saja tanggung jawab solidaritas dunia Arab, lebih besar dari itu, pembebasan Palestina adalah cita-cita humanitarian yang penting disokong oleh siapa pun.
Filsuf teori kritis dan jender, Judith Butler, menyatakan dengan tegas bahwa kekerasan yang terjadi di Gaza adalah genosida. Butler, seorang filsuf dengan akar ajaran dan budaya Yahudi, menulis dalam renungan filosofisnya yang berjudul ”Parting Ways, Jewishness and the Critique of Zionism”, ia menjelaskan bahwa etika Yahudi perlu dimaknai secara kritis, yang menolak opresi pengambilalihan tanah di Palestina pada tahun 1948, yang menyebabkan eksodus besar-besaran yang dikenal sebagai Nakba.
Samera Esmeir seorang periset dan pengajar di UC Berkley yang fokus pada sejarah politik, hukum, dan HAM di Timur Tengah, ia menulis esai yang menggugah dengan mendedah Palestina sebagai situs kolonialisme modern. Ia menganalisis pengertian tentang Nakba, yang dalam bahasa Arab berarti katastrofe, ia berargumen bahwa terpisahnya orang Palestina dengan tanahnya memengaruhi keseluruhan eksistensinya sebagai manusia.
Itu mengapa kata genosida ataupun penyingkiran etnis tidak memadai menggambarkan apa yang terjadi terhadap orang-orang Palestina, sebab yang terjadi tidak saja penghancuran secara fisik dan biologis, tetapi pembasmian dan pemusnahan ingatan dan sejarah Palestina. Esmeir menguraikan bahwa dengan lensa kritis kita dapat mencermati praktik kekerasan militer yang menyasar pemutusan orang Palestina dari tanahnya dengan cara; iqtila (mencerabut), tarhil (deportasi), tahjir (pengasingan), dan tashrid (pengusiran).
Saya kesulitan menutup tulisan ini, sebab kata-kata ini tidak akan pernah cukup menuturkan duka tapi sekaligus asa untuk Palestina. Beberapa tahun yang lalu saya pernah membaca esai karya seorang guru asal Palestina bernama Refaat Alareer dalam buku yang berjudul Gaza Unsilenced, ia bercerita dengan lirih tentang kerinduannya kepada adiknya yang bernama Hamada. Adiknya terbunuh oleh serangan bom pada tahun 2014, ia mengatakan bahwa Hamada adalah martir nomor 26 di keluarga besarnya.
Awal Desember ini saya membaca bahwa Alareer telah meninggal dunia disebabkan serangan udara yang menimpa wilayah Gaza, ia meninggal bersama 6 anggota keluarga lainnya. Ia meninggalkan dunia yang bengis ini dengan mewariskan sepenggal puisi, ”Jika aku harus mati, kau harus hidup untuk menceritakan kisahku..— Jika aku harus mati, biarkanlah ia membawa harapan, biarkanlah ia menjadi cerita.”
Sumber: https://www.kompas.id/baca/opini/2023/12/22/palestina-adalah-puisi
0 notes
Text
Kedaulatan Bahasa Indonesia jadi inti perayaan Bulan Bahasa 2024
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa ada di bawah Kemendikdasmen yang baru saja dibentuk di bawah Presiden Prabowo membawa semangat baru, dan kedaulatan Bahasa Indonesia menjadi roh dalam kegiatan Bulan Bahasa dan Sastra tahun 2024
Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Ganjar Harimansyah menyatakan kedaulatan Bahasa Indonesia menjadi inti perayaan Bulan Bahasa dan Sastra tahun 2024 yang sekaligus memperingati Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 2024 mendatang.
“Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa ada di bawah Kemendikdasmen yang baru saja dibentuk di bawah Presiden Prabowo membawa semangat baru, dan kedaulatan Bahasa Indonesia menjadi roh dalam kegiatan Bulan Bahasa dan Sastra tahun 2024,” katanya dalam taklimat media di Jakarta, Sabtu.
Bulan Bahasa dan Sastra tahun 2024 mengusung tema “Berbahasa Cerdas untuk Generasi Emas” dengan tujuan mengajak masyarakat meningkatkan kecerdasan berbahasa Indonesia melalui berbagai ajang untuk bertukar gagasan, berkompetisi, dan berbagi apresiasi, khususnya bagi para generasi muda yang akan menentukan masa depan bangsa.
“Bulan Bahasa dan Sastra tidak pernah lepas dari sumpah pemuda yang menjadi titik berangkat, renjana, dan saujana (sejauh mata memandang, cinta kasih tetap pada Indonesia), jadi kita tentu ingin menjunjung Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Kita juga ingin Bulan Bahasa tidak untuk segelintir saja, tetapi masyarakat secara umum,” ujar dia.
Baca juga: Budayawan: Sumpah Pemuda mesti jadi momentum hidupkan Bahasa Indonesia
Berbagai rangkaian peringatan Bulan Bahasa dan Sastra tahun 2024 telah diselenggarakan baik di balai maupun kantor bahasa yang tersebar di 30 provinsi di Indonesia, antara lain penghargaan sastra Kemendikdasmen bagi sastrawan yang memiliki karya sastra berkualitas dan konsisten dalam berkarya, penghargaan wajah bahasa lembaga tingkat nasional, serta anugerah tokoh cermat berbahasa Indonesia.
“Penghargaan wajah bahasa kami lakukan melalui pembinaan kepada 45 lembaga di pemerintahan, baik pemerintah daerah maupun swasta, dan pembinaan ini tidak sekali suluh lalu ditinggal, kami lakukan secara konsisten sehingga penggunaan Bahasa Indonesia di dalam ruang publik bisa lebih tertib,” paparnya.
Ganjar melanjutkan rangkaian kegiatan lain yang dilakukan yakni apresiasi giat Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) yang ditujukan kepada pelajar SMP dan SMA/sederajat, festival musikalisasi puisi tingkat nasional, dan festival film pendek berbahasa daerah.
Kemudian festival handai Indonesia untuk para penutur asing yang mampu berbahasa Indonesia, dimana mereka bisa berkompetisi dalam berbagai lomba mulai dari berpidato, bercerita, berpuisi, berpantun, dan lain sebagainya.
Baca juga: Bey: Syukuri Bahasa Indonesia jadi pemersatu, indah & banyak kosa kata
Selain itu terdapat pemilihan duta bahasa tingkat nasional, lomba cerdas mengulas buku, lomba mendongeng bagi penyandang disabilitas netra, lomba monolog pesan pujangga, hingga menjalin Indonesia.
“Menjalin Indonesia bertujuan untuk mengintegrasikan kebahasaan dan kesastraan yang dilaksanakan oleh Badan Bahasa, sekaligus bertujuan untuk memperkenalkan program unggulan dari tiap-tiap balai atau kantor bahasa,” ucapnya.
Ia menegaskan inti dari seluruh rangkaian kegiatan Bulan Bahasa 2024 telah disesuaikan dengan semboyan yang diusung yakni bangga, mahir, dan maju dengan Bahasa Indonesia.
"Itu juga sudah sesuai dengan semangat dan kesadaran untuk mengutamakan Bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing,” demikian Ganjar Harimansyah.
0 notes
Text
Indosat Ooredoo Hutchison Serukan Anti Hate Speech Lewat Festival Film Pendek SOS - Gosulsel
MAKASSAR, GOSULSEL.COM - Indosat Ooredoo Hutchison berkolaborasi dengan Narasi menyelenggarakan ajang Festival Film Pendek Save Our Socmed (SOS) 2023. Kompetisi pembuatan film pendek ini diadakan dengan tujuan menginspirasi anak muda Indonesia agar bijak dalam menggunakan media sosial sekaligus...
http://gosulsel.com/2023/11/18/indosat-ooredoo-hutchison-serukan-anti-hate-speech-lewat-festival-film-pendek-sos/
#IndosatOoredooHutchisonIOH
0 notes
Text
TURISIAN.com - Sejak tanggal 2 hingga 5 November 2023, Japanese Film Festival (JFF) yang diselenggarakan oleh Japan Foundation resmi membuka tirainya di tanah air. JFF 2023 ini menghadirkan 17 film pilihan serta satu serial drama dari negeri Sakura yang sangat dinantikan. Acara pembukaannya sendiri berlangsung di Grand Indonesia, Jakarta Pusat hari Kamis, 2 November 2023 dengan menghadirkan nuansa khas Okinawa, Jepang. Dimulai dengan pertunjukan musik tradisional Sanshin yang memukau, yang dipersembahkan dengan apik oleh grup musik Umaku Sanshin. BACA JUGA: Film Pendek Berjudul Pulang Sabet Anugerah Festival Film Terbaik TVRI 2023 Acara yang meriah ini turut dihadiri oleh Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Kanasugi Kenji, beserta staf diplomatiknya yang menghiasi malam pembukaan. Tak tanggung-tanggung, festival ini akan mengunjungi enam kota di Indonesia, yaitu Jakarta, Makassar, Bandung, Surabaya, Palembang, dan Yogyakarta. "Tahun ini, kami akan berkunjung ke enam kota, yaitu Jakarta, Makassar, Bandung, Surabaya, Palembang, dan Yogyakarta," ujar Director General The Japan Foundation Jakarta, Takahashi Yuichi. BACA JUGA: Bioskop Online Gelar Asian Film Festival, Tayangannya Keren-keren Lho 17 Film Spektakuler Pada edisi tahun ini, penonton akan dimanjakan dengan 17 film spektakuler yang berasal dari Jepang, yang akan tayang di CGV Grand Indonesia, Jakarta, hingga Minggu, 5 November 2023. Deretan film yang akan menghiasi layar lebar di Jakarta antara lain: A Man MONDAYS See you ‘this’ week! The Lines That Define Me Father of the Milky Way Railroad We Made a Beautiful Bouquet Brave: Gunjo Senki The Water Flows To The Sea And Yet, You Are So Sweet Gold Kingdom and Water Kingdom The Forbidden Play Lesson in Murder Lupin The 3rd, The Castle of Cagliostro Takeshi Yashiro Stop Motion Animation The Island kitchen We’re Broke, My Lord! Lonely Castle in The Mirror". BACA JUGA: ASEAN Panji Festival 2023 akan Mampir ke Beberapa Kota Besar Indonesia 1 Serial Drama Jepang Tak hanya itu, di Japanese Festival Film Jakarta juga akan ditayangkan 1 serial drama Jepang berjudul “Downtown Rocket” sebanyak 2 episode, yang akan memanjakan penggemar serial Jepang. Sementara itu, di kota Makassar dan Bandung, akan ada 12 film menarik yang akan memanjakan penonton, dengan tambahan 2 film Jepang ekstra. Yaitu “Monster” dan “Perfect Days”. JFF di kota Makassar juga akan menjadi wadah bagi sineas Indonesia untuk berkiprah, dengan ditayangkannya 2 film pendek berjudul “Ride to Nowhere” dan “Adam (Far Away From the Memories)”. Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Kanasugi Kenji, juga turut mengungkapkan bahwa acara ini merupakan bagian dari perayaan hubungan diplomatik. Yaitu, antara Jepang dan Indonesia yang memasuki usia ke-65 tahun. BACA JUGA: Festival Pelajar Nusantara, Membangun Semangat untuk Berprestasi CGV Grand Indonesia Ini merupakan peluang baik untuk mempererat ikatan antara kedua negara dengan menghadirkan Festival Film Jepang yang meriah di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia. Sebagai pelengkap yang tak kalah penting, pembukaan JFF 2023 di CGV Grand Indonesia Jakarta dibuka dengan pemutaran film "A Man" karya Sutradara Ishikawa Kei. Film ini dipilih karena meraih penghargaan sebagai film terbaik di Japan Academy Awards ke-46 dan berbagai penghargaan lainnya. Ini menjadi bukti kekuatan dan kualitas perfilman Jepang yang tak terbantahkan. BACA JUGA: Halloween Festival 2023 Hadirkan Sensasi Serem-sereman Untuk para penikmat film, tiket di JFF 2023 memiliki harga yang sangat terjangkau. Di Jakarta, harga tiket dibanderol sebesar Rp25-30 ribu. Sedangkan di Makassar dan Bandung seharga Rp15-20 ribu. Untuk harga tiket di Surabaya, Palembang, dan Yogyakarta dapat diperoleh dengan harga Rp15 ribu. Kecuali Yogyakarta yang seharga Rp20 ribu. Nah, untuk informasi lebih lanjut, kunjungi situs resmi dan media sosial JFF 2023. Dengan begitu, penikmat film di Indonesia dapat menikmati tayangan spektakuler.
Khususnya, dari negeri matahari terbit tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam. ***
0 notes
Text
Dari Ajang DDFF 2023, Wawali Arya Wibawa : “Denpasar Siap Wadahi Kreativitas Sineas Muda Lahirkan Karya Hebat”
BALIPORTALNEWS.COM, DENPASAR - Denpasar Documentary Film Festival (DDFF) kembali digelar. Pada gelaran yang ke-14 kalinya, tahun ini DDFF menjadi bagian dari Makin Dekat Film Festival, yang perhelatannya dirangkaikan bersamaan dengan ajang D’Youth Fest 3.0. Beberapa kegiatan pun turut digelar dalam rangkaian DDFF 2023, antara lain pelatihan, pameran, dan kompetisi film, termasuk juga di dalamnya "Malam Anugrah DDFF", yang memuncaki rangkaian kegiatan itu pada Sabtu (21/10/2023) di Taman Kota Lumintang. Hadir langsung pada kesempatan itu, Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa. Wawali Arya Wibawa dalam kesempatan itu mengemukakan, Kota Denpasar melalui perhelatan DDFF siap untuk untuk menjadi wadah aktualisasi kreatifitas para sineas, tak terkecuali kalangan pelajar dalam menelurkan karya-karya perfilman. "Kita perlu bangga, karena Kota Denpasar lewat DDFF ini bisa merangkul para sineas berbakat di bidang perfilman untuk menunjukan karya karyanya. Dihadirkan di kegiatan D'Youth Fest 3.0, pelaksanaan DDFF tentu sejalan dengan komitmen Pemerintah Kota Denpasar untuk dapat memfasilitasi anak muda dalam berkreasi dengan karya-karya yang hebat," ungkapnya. Arya Wibawa menambahkan, selaras dengan hal tersebut, Kota Denpasar senantiasa konsisten menjadikan ekonomi kreatif sebagai salah satu poros kebangkitan pembangunan. Potensi para generasi muda yang berkarakteristik kreatif, adaptif, dan inovatif adalah pondasi kuat menjadikan Kota Denpasar sebagai kota kreatif berbasis budaya. Direktur DDFF, Maria Ekaristi menjabarkan, pada gelaran tahun ini, pihak penyelenggara DDFF sebelumnya telah mengelompokkan karya dari para sineas berbakat tersebut menjadi dua kategori. Yakni, Kategori Umum dan Kategori Pelajar. "Pada DDFF tahun ini kami menerima banyak karya para sineas, baik kategori umum sebanyak 79 film maupun kategori pelajar sebanyak 35 film. Ada 10 nominasi karya unggulan yang diputar di Ruang Audio Visual Dharma Negara Alaya. Pemutaran film-film unggulan disertai juga dua film tamu dari Perancis, yakni film Bali Aga dan film Rahasia Fixer karya Henri Boudart bersama Halida Illahude," katanya. Adapun jawara kompetisi film dokumenter DDFF 2023 untuk kategori umum jatuh pada “Memories of Moluccas” karya Sutradara Risang Panji Kumoro. Film ini menyisihkan empat film unggulan lain yakni “Lahbako” karya Daris Dzulfikar, “Ludruk Dahulu, Kini dan Nanti” (Reni Apriliana), “Sang Punggawa Laut Sumbawa” (Harsa Perdana dan M.Farhan), dan “Wulla Poddu dan Padi” (Widya Arafah). Sedangkan pada kategori pelajar tampil sebagai Juara 1 adalah “Topeng dalang Klaten” karya Latifah Rahma. Untuk juara 2 dan 3 diraih oleh “Story of bus Scalper” (Muhammad Ardi Rizqi), dan “Nguri Uri” (Auliya Qori'ah Dzulkarnaen). Para tokoh yang terlibat sebagai juri pada kompetisi tersebu adalah Tonny Trimarsanto, Erlan Basri, Rio Helmi, I Wayan Juniartha, Dwitra J Ariana, dan Agung Bawantara. Seperti disebutkan di awal, perhelatan DDFF yang menjadi bagian dari Makin Dekat Festival Film (MDFF), penyelenggaraannya dirangkaian dengan D’Youth Fest 3.0. MDFF sendiri merupakan festival yang mendekatkan beberapa festival dan aktivitas yang terkait dengan film. Acara tersebut antara lain menghadirkan pemutaran dan diskusi film dokumenter tentang Bali era 1930-an. Film-film tersebut merupakan hasil repatriasi (pemulangan kembali) film-film dokumenter lama tentang Bali produksi sineas Barat yang tersebar di berbagai museum dan lembaga arsip di seluruh dunia. Repratriasi tersebut dilakukan oleh Yayasan Arsip Bali 1928 pimpinan Marlowe Bandem. “Film-film tersebut merupakan rekaman tentang lingkungan alam dan masyarakat Bali pada tahun 1930-an dari berbagai aspek budaya, tradisi, hingga kehidupan sehari-hari,” ujar Marlowe Bandem. Selain itu, diputar pula film “Mesatya” karya Rai Pendet dan Gung Ama Gama (Produksi Silur Barong) serta pemutaran film-film pendek produksi Komunitas Searah Creative Hub.(bpn) Read the full article
0 notes
Text
Denny JA: Menghadirkan Inspirasi dan Keberuntungan dalam Setiap Naskahnya
Dalam dunia sastra Indonesia, ada seorang penulis yang mampu menghadirkan inspirasi dan keberuntungan dalam setiap naskahnya. Namanya adalah Denny JA. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi perjalanan karirnya, karyakaryanya yang luar biasa, dan pengaruh besar yang ia miliki dalam dunia sastra Indonesia. Denny ja lahir pada 1 November 1956 di Magelang, Jawa Tengah. Sejak kecil, ia telah menunjukkan potensi dan minat yang besar dalam dunia sastra. Ia sering menghabiskan waktunya di perpustakaan, membaca Puisi EsaiPuisi Esai berbagai genre, dan menulis cerita pendek. Bakatnya yang luar biasa segera dikenali oleh gurugurunya, dan ia didukung untuk mengejar karir di dunia sastra. Pada tahun 1976, Denny ja memulai studinya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Selama masa perguruan tingginya, ia aktif dalam berbagai kegiatan sastra, termasuk menjadi anggota Teater Kecil UI dan mengikuti berbagai festival sastra nasional. Keaktifannya ini membantunya merangkai jaringan yang luas dengan para penulis dan seniman lainnya, serta memperluas wawasan sastranya. Setelah lulus dari universitas, Denny JA mulai mengejar karirnya sebagai penulis dan pengajar. Ia telah menulis puluhan naskah teater, Puisi Esai, cerita pendek, dan skenario film. Karyakaryanya yang penuh inspirasi dan keberuntungan berhasil menarik perhatian pembaca dan penikmat seni di Indonesia. Bahkan, beberapa Puisi Esainya telah diadaptasi menjadi film yang sukses di layar lebar. Salah satu karya terkenal Denny JA adalah Puisi Esai "Pulang", yang diterbitkan pada tahun 2015. Puisi Esai ini mengisahkan tentang perjuangan seorang pria dalam menemukan jati diri dan identitasnya, setelah mengalami pengasingan selama bertahuntahun. Kisah yang mengharukan dan penuh makna ini berhasil meraih hati pembaca, dan kemudian diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama. Film ini menjadi salah satu film sukses di Indonesia, dan mengantarkan Denny JA meraih berbagai penghargaan. Selain menjadi penulis, Denny JA juga aktif dalam mendukung perkembangan sastra Indonesia. Ia mendirikan komunitas sastra bernama "Komunitas Salihara" pada tahun 2008. Melalui komunitas ini, Denny JA berusaha memberikan wadah bagi para penulis dan seniman Indonesia untuk bisa berkolaborasi, berdiskusi, dan tumbuh bersama. Komunitas Salihara telah menjadi tempat berkumpulnya banyak penulis dan seniman berbakat, dan telah melahirkan berbagai karya yang berdampak positif dalam dunia sastra Indonesia. Pengaruh Denny JA dalam dunia sastra Indonesia tak terbantahkan. Karyakaryanya yang penuh inspirasi dan keberuntungan telah menginspirasi banyak penulis dan seniman muda di Indonesia. Ia juga dihormati sebagai salah satu tokoh sastra Indonesia yang mampu menciptakan karya yang orisinal, berani, dan berdampak. Melalui perjalanan panjangnya dalam dunia sastra, Denny JA telah memperkaya sastra Indonesia dengan karyakarya yang menghadirkan inspirasi dan keberuntungan. Ia telah membuka jalan bagi generasi muda penulis dan seniman untuk mengeksplorasi potensi kreativitas mereka. Denny JA adalah bukti nyata bahwa dengan dedikasi, kerja keras, dan semangat yang tak kenal lelah, setiap orang dapat mencapai impian mereka. Dalam penutup artikel ini, mari kita mengapresiasi karyakarya luar biasa Denny JA yang telah memperkaya dunia sastra Indonesia. Karyakaryanya yang menghadirkan inspirasi dan keberuntungan telah membawa warna baru dalam kehidupan kita.
Cek Selengkapnya: Denny JA: Menghadirkan Inspirasi dan Keberuntungan dalam Setiap Naskahnya
0 notes
Text
Jejak Karya Denny JA dalam Memajukan Sastra Nusantara
Dalam dunia sastra Indonesia, nama Denny JA menjadi tidak asing lagi. Ia adalah seorang tokoh penting dalam memajukan dan mengembangkan sastra Nusantara. Denny JA dikenal sebagai penulis, penyair, dan juga seorang aktivis sastra yang menginspirasi banyak orang dengan karyanya yang kreatif dan bernuansa lokal. Salah satu jejak karya Denny ja dalam memajukan sastra Nusantara adalah melalui penerbitan Puisi EsaiPuisi Esai berbahasa Indonesia. Denny JA telah menerbitkan banyak karya sastra yang telah memperkaya khazanah sastra Indonesia. Puisi EsaiPuisi Esai karyanya meliputi puisi, cerita pendek, Puisi Esai, dan Puisi Esai nonfiksi. Karyakarya ini tidak hanya menghibur, tetapi juga memperkenalkan budaya dan kekayaan Nusantara kepada pembaca. Selain menjadi penulis, Denny ja juga aktif dalam menggelar berbagai kegiatan sastra. Ia sering mengadakan seminar, lokakarya, dan diskusi sastra untuk menginspirasi para penulis dan penggemar sastra. Denny JA juga aktif dalam mengadakan festival sastra yang melibatkan penulis Indonesia maupun mancanegara. Melalui kegiatankegiatan ini, Denny JA berusaha membangun komunitas sastra yang kuat dan mendorong kolaborasi antara penulis dari berbagai daerah. Tak hanya itu, Denny JA juga menjadi pendiri dan pengelola Taman Sastra Indonesia, sebuah lembaga yang fokus pada pengembangan dan pemajuan sastra Nusantara. Taman Sastra Indonesia menjadi tempat bagi penulis, penyair, dan pecinta sastra untuk berbagi karya, ide, dan pengalaman. Lembaga ini juga mengadakan berbagai kegiatan untuk memperkenalkan sastra Nusantara kepada masyarakat luas. Dalam karyanya, Denny JA sering mengangkat tematema lokal yang menjadikan sastra Nusantara semakin hidup dan berwarna. Ia menulis tentang kehidupan seharihari, keindahan alam, mitologi, sejarah, dan juga isuisu sosial yang ada di masyarakat. Karyakaryanya mencerminkan keberagaman budaya, suku, dan tradisi Indonesia. Dengan demikian, Denny JA berperan penting dalam melestarikan dan mempromosikan warisan budaya Nusantara melalui sastra. Karyakarya Denny JA telah mendapatkan banyak pengakuan dan penghargaan. Ia telah meraih berbagai prestasi, termasuk penghargaan sastra nasional dan internasional. Karyakaryanya sering kali menjadi bacaan wajib di sekolahsekolah dan universitas, serta menjadi referensi bagi para peneliti sastra. Denny JA bahkan telah membawa sastra Indonesia ke panggung dunia melalui partisipasinya dalam festival sastra internasional. Dalam perjalanan kariernya, Denny JA terus berupaya untuk menciptakan inovasi dalam sastra Nusantara. Ia tidak hanya mengandalkan tulisan, tetapi juga memperluas karyanya ke dalam bentukbentuk lain, seperti pementasan teater, film, dan musik. Denny JA selalu mencoba hal baru untuk menghadirkan sastra dengan cara yang segar dan menarik bagi khalayak. Jejak karya Denny JA dalam memajukan sastra Nusantara tidak hanya melahirkan karyakarya indah, tetapi juga menginspirasi generasi muda untuk mencintai dan mengembangkan sastra. Denny JA adalah contoh nyata bahwa sastra Indonesia memiliki potensi besar dan dapat dikenal di dunia internasional. Melalui dedikasi dan kecintaannya terhadap sastra, Denny JA telah memberikan kontribusi yang berharga bagi perkembangan sastra Nusantara. Dengan segala kesuksesan dan dedikasinya, Denny JA telah menjadi ikon dalam memajukan sastra Nusantara. Karyakaryanya menjadi cerminan keindahan dan keunikan budaya Indonesia.
Cek Selengkapnya: Jejak Karya Denny JA dalam Memajukan Sastra Nusantara
0 notes
Text
Membuka Jendela Peluang Cerita Sukses dan Keberuntungan yang Menggetarkan Hati Dalam Karya Denny JA
Dalam dunia sastra Indonesia, tidak ada nama yang lebih berkibar daripada Denny JA. Nama ini bukan hanya dikenal sebagai seorang penulis sukses, tetapi juga sebagai seorang motivator terkenal yang mampu menginspirasi jutaan orang dengan katakata bijaknya. Dalam artikel ini, kita akan membahas perjalanan Denny JA dalam menciptakan karyakarya yang menggetarkan hati, serta peran keberuntungan dalam kesuksesan hidupnya.
Denny ja, yang memiliki nama asli Denny Januar Ali, lahir di Yogyakarta pada tanggal 19 Januari 1956. Sejak usia muda, ia telah menunjukkan minat yang tinggi dalam dunia sastra. Ia mulai menulis cerita pendek dan puisi sejak masih duduk di bangku SMP. Dalam menciptakan karyakaryanya, Denny JA sering mengambil inspirasi dari kehidupan seharihari dan pengalamannya sendiri. Salah satu karya terkenal Denny ja adalah Puisi Esai berjudul "Di Bawah Lindungan Kabah." Puisi Esai ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1982 dan segera mendapatkan sambutan hangat dari pembaca. Kisah tentang perjuangan seorang pemuda bernama Hamid yang berjuang untuk mencapai citacitanya di tengah tantangan kehidupan yang sulit menginspirasi banyak orang. Puisi Esai ini telah diadaptasi menjadi film pada tahun 2011 dan berhasil meraih penghargaan di festival film internasional. Namun, kesuksesan Denny JA tidak hanya terbatas pada dunia sastra. Ia juga dikenal sebagai seorang motivator yang mampu menginspirasi orangorang dengan katakata bijaknya. Melalui seminar dan Puisi Esainya, Denny JA telah mengubah hidup banyak orang yang merasa terjebak dalam rutinitas dan keputusasaan. Ia menekankan pentingnya memiliki mimpi besar dan berusaha untuk mewujudkannya. Namun, di balik semua kesuksesan dan inspirasi yang ia berikan, Denny JA juga menyadari peran keberuntungan dalam hidupnya. Ia percaya bahwa setiap kesuksesan tidak hanya bergantung pada kerja keras dan bakat, tetapi juga faktor keberuntungan. Dalam beberapa kesempatan, Denny JA telah mengungkapkan bahwa ada momenmomen di mana keberuntungan datang menghampirinya, membuka jendela peluang yang tak terduga. Salah satu contoh keberuntungan dalam hidup Denny JA adalah ketika ia pertama kali memperkenalkan Puisi Esainya kepada penerbit besar. Meskipun ia tidak memiliki koneksi atau pengalaman sebelumnya di dunia penerbitan, ia berhasil menarik perhatian penerbit yang melihat potensi dalam tulisannya. Keberuntungan ini membuka pintu bagi Denny JA untuk menerbitkan Puisi EsaiPuisi Esai lainnya dan memperluas pengaruhnya sebagai seorang penulis. Selain itu, ada juga momen ketika Denny JA mendapatkan kesempatan untuk menjadi seorang motivator terkenal. Ketika diundang untuk berbicara di sebuah acara besar, ia memberikan pidato yang menginspirasi banyak orang. Pidato tersebut mendapat tanggapan yang luar biasa positif dan membuat nama Denny JA semakin dikenal. Keberuntungan ini membawa dia ke panggung yang lebih besar dan memberinya kesempatan untuk menginspirasi jutaan orang di seluruh Indonesia. Meskipun mengakui peran keberuntungan, Denny JA juga tidak melupakan pentingnya kerja keras dan tekad untuk mencapai kesuksesan. Ia selalu menekankan bahwa kesuksesan tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus diraih melalui usaha dan dedikasi yang tak kenal lelah. Ia merangkul gagasan bahwa keberuntungan hanyalah faktor tambahan yang dapat mempercepat perjalanan menuju sukses. Dalam dunia sastra Indonesia, Denny JA telah menciptakan karyakarya yang menggetarkan hati dan menginspirasi banyak orang.
Cek Selengkapnya: Membuka Jendela Peluang: Cerita Sukses dan Keberuntungan yang Menggetarkan Hati Dalam Karya Denny JA
0 notes
Text
Menyingkap Makna Tersembunyi di Balik Karya Terpilih Denny JA ke 52: "Cinta Tuhan Semata"
Dalam festival Denny JA ke52, yang berjudul "Cinta Tuhan Semata", terdapat karyakarya yang memiliki makna tersembunyi yang menarik untuk diungkap. Karyakarya tersebut merupakan hasil kreativitas para seniman Indonesia yang menghadirkan berbagai perspektif tentang cinta dan kehidupan. Salah satu karya yang menonjol adalah puisi berjudul "Cinta yang Tersembunyi". Puisi ini ditulis oleh seorang penyair muda bernama Rani Indah. Melalui katakatanya, Rani membawa kita dalam perjalanan yang memperlihatkan betapa cinta sejati sering kali tersembunyi di balik kehidupan seharihari. Ia menekankan pentingnya mendalami dan memahami setiap tindakan kecil yang dilakukan oleh orang yang kita cintai, karena di situlah terdapat makna cinta yang sebenarnya. Selain itu, terdapat juga Puisi Esai berjudul "Misteri Cinta" yang dilukis oleh seorang seniman berbakat bernama Widya Arini. Puisi Esai ini menggambarkan sosok seorang perempuan yang mengenakan gaun merah misterius dengan latar belakang yang gelap. Melalui karya ini, Widya ingin menggambarkan bahwa cinta sejati seringkali datang dengan misteri yang belum terpecahkan. Ia menunjukkan betapa sulitnya memahami dan mengungkapkan perasaan cinta yang terkadang begitu rumit, namun juga indah. Tidak hanya itu, ada juga film pendek berjudul "Cinta dalam Detik" yang disutradarai oleh Budi Santoso. Film ini mengisahkan kisah cinta dua remaja, Rama dan Sita, yang harus berjuang melawan waktu yang terus berlalu. Dalam waktu yang singkat, mereka mencoba menjalin hubungan yang tulus dan penuh cinta. Budi ingin menyampaikan pesan bahwa cinta sejati tidak selalu membutuhkan waktu yang lama untuk tumbuh, tetapi bisa hadir dalam hitungan detik yang berharga. Selain itu, ada juga instalasi seni yang menarik perhatian pengunjung. Instalasi ini berjudul "Memori Cinta" yang dibuat oleh seniman asal Bandung, Ika Setiawan. Dalam instalasi ini, Ika menggunakan berbagai benda vintage, seperti fotofoto lama, mainan, dan barangbarang jadul lainnya untuk menciptakan suasana nostalgia yang menggambarkan ingatan tentang cinta yang pernah ada. Ika ingin mengajak pengunjung untuk merenung dan mengingat kembali momenmomen indah dalam hubungan cinta yang telah terjadi di masa lalu. Karyakarya di atas hanya merupakan beberapa contoh dari beragam kontribusi seniman Indonesia dalam festival Denny ja ke52 ini. Setiap karya memiliki pesan dan makna yang unik, dan mampu menginspirasi pengunjung untuk melihat cinta dari sudut pandang yang berbeda. Kreativitas para seniman tersebut telah berhasil memberikan pengalaman yang mendalam tentang cinta dan kehidupan kepada pengunjung festival. Melalui festival ini, Denny ja ingin mengajak masyarakat untuk lebih mengapresiasi seni dan keindahan yang terkandung dalam setiap karya. Dalam dunia yang serba sibuk dan terkoneksi secara digital ini, seringkali kita lupa untuk menyelami makna di balik setiap karya seni yang ada. Festival ini menjadi wadah yang tepat untuk merenung dan menikmati keindahan dari karyakarya seni yang bermakna. Kami berharap festival Denny JA ke52 ini tidak hanya menjadi ajang pamer karya seni semata, tetapi juga menjadi sarana untuk menggali makna tersembunyi di balik setiap karya. Marilah kita bersamasama menikmati dan merayakan keindahan karya seni Indonesia yang unik dan penuh inspirasi. Cek Selengkapnya: Menyingkap Makna Tersembunyi di Balik Karya Terpilih Denny JA ke 52: "Cinta Tuhan Semata"
0 notes
Text
Sambut Hari Film Nasional Vier Foundation, SAKM Serta PARFI Menggelar Festival Film Pendek Piala Gubernur Jabar.
Jakartakita.com – Tepat di Hari Film Nasional pada 30 maret ini, bertempat di TVRI Jawa Barat, Vier foundation bekerja sama dengan Sanggar Ananda Kawula Muda pimpinan Aditya Gumay, Rumah Produksi Smaradana Pro Dan PB PARFI serta Aria Production mengadakan Festival Film Pendek Piala Gubernur Jawa Barat. Program yang tanpa menggunakan anggaran APBD dan APBN serta […] The post Sambut Hari Film Nasional Vier Foundation, SAKM Serta PARFI Menggelar Festival Film Pendek Piala Gubernur Jabar. appeared first on Jakartakita.com. https://jakartakita.com/2023/03/31/sambut-hari-film-nasional-vier-foundation-sakm-serta-parfi-menggelar-festival-film-pendek-piala-gubernur-jabar/?utm_source=dlvr.it&utm_medium=tumblr jakartakita.com
0 notes
Text
Tiga Hari Penuh Kebahagiaan Saat Joyland Festival Bali 2023 Digelar
Joyland Festival Bali 2023 telah tuntas diselenggarakan. Sepanjang tiga hari, lebih dari 25.000 pengunjung datang dan membagi kebahagiaan. Secara simultan, mereka menyaksikan 61 penampil, menonton 11 film pendek, mengikuti 13 lokakarya dan aktivitas keluarga selama tiga hari penuh pada 17-19 Maret 2023. Ini merupakan kali kedua Joyland Festival diselenggarakan di Bali. Tahun ini, penyelenggaraan…
View On WordPress
0 notes
Text
Cerita Dian Sastrowardoyo baru jadi sutradara jelang usia 40-an
Jakarta (ANTARA) - Aktris serba bisa Dian Sastrowardoyo berbagi cerita seputar dirinya yang baru memulai karier sebagai sutradara menjelang usia 40-an dengan film debutnya bertajuk "Nougat" yang menjadi salah satu bagian dari antologi Quarantine Tales saat pandemi beberapa tahun lalu.
"Saya mau kasih pesan ke perempuan-perempuan di luar sana bahwa life begins at 40, jadi jangan ragu untuk memulai hidup kamu," kata Dian saat ditemui dalam gelaran Jakarta Fashion Week 2025 di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Sabtu.
Menurutnya, tidak ada kata terlambat dalam memulai sesuatu yang baru dalam hidup, termasuk melakukan eksplorasi passion di bidang yang diinginkan. Bahkan, banyak orang yang meragukan keputusannya itu karena menilai usia menjelang 40-an sudah cukup terlambat untuk memulai sesuatu yang baru.
Baca juga: Dian Sastro siap berakting dalam film terbaru "Mothernet"
"Aku sendiri yang sudah above 30, tahun ini aku (berusia) 42, kadang-kadang kita seperti harus menerima status quo dalam hidup kita," kata pemain serial "Gadis Kretek" itu.
"Aku melihat kenapa kita nggak bisa reenventing ourself terus-menerus, apalagi setelah pandemi dan itu adalah kesempatan untuk belajar. Akhirnya aku di usia 41 aku memberanikan diri untuk belajar script writing dan akhirnya aku mulai menulis karyaku sendiri," sambungnya.
Berkat kegigihannya, Dian berhasil merampungkan karya film perdananya "Nougat". Film pendek tersebut mengisahkan hubungan keluarga yang terpisah jarak selama masa pandemi, dan memperlihatkan upaya mereka untuk tetap terhubung dan berdamai dengan situasi yang tidak menentu.
Baca juga: Dian Sastrowardoyo pamerkan film "Kotak" karyanya di INTUR 2024
Dian pun mengajak Adinia Wirasti, Marisa Anita, dan Faradina Mufti untuk ikut terlibat dalam film garapannya itu.
Setelah itu, Dian semakin mantap mengembangkan karier penyutradarannya lewat film "Dini Hari (Daybreak)" pada tahun 2022 dan tayang di sejumlah festival lokal, antara lain JAFF dan Jakarta Film Week 2022.
Terbaru, Dian kembali menelurkan karya film pendek teranyarnya berjudul "Kotak" yang menjadi refleksi tentang hubungan manusia dengan alam, dan dikemas melalui bahasa tari. Karya filmnya itu pun berhasil ditayangkan dalam ajang Indonesia Bertutur 2024 yang digelar di Indonesia beberapa waktu lalu.
Baca juga: Dian Sastro nilai seni tradisional perlu dikemas modern
"(Di usia) 42 tahun, akhirnya saya memberanikan diri untuk menulis dan menyutradarai film pendek saya yang pertama," kata Dian.
"Itu adalah sebuah gerakan untuk gaining up of the comfort zone, itu cukup menakutkan, tapi saat kita jalani kayak melakukan sesuatu yang baik untuk diri kita sendiri," katanya mengakhiri percakapan.
0 notes