#teh kotak
Explore tagged Tumblr posts
Text
0 notes
Text
made tea. pain is no longer excruciating. big w for rexes everywhere
#jasmine we dont have chamomile#but i miss. teh kotak. dearly.#i drank exclusively the 300ml boxes the whole time we were in indonesia#so sweet though i wish i found the reduced sugar one earlier#teh botol is mid as fuck#it tastes oversteeped
6 notes
·
View notes
Text
I made this Draw for my WhatsApp sticker :P,and yeah...That's for my cheeky friend-
translates : bottled tea boxed tea you're stupid and have no brains-
And yeah,teh botol and teh kotak is just tea..
You can use it-
15 notes
·
View notes
Text
Gimana ya, kalo ga sampai?
Siang tadi selepas aksi untuk Palestina, kami duduk sambil ngobrol-ngobrol ringan. Kami yang udah lama ngga ketemu ini, cerita apa aja sejak nostalgia lagu, memori masa kecil dari lagu-lagu yang diputer, sampe ke kotak infaq yang beredar di tengah-tengah aksi. Lalu seorang teman melempar pertanyaan, yang sebenarnya lebih berupa sekelebat pemikiran yang lewat di kepalanya.
"Dari semua kotak infaq yang beredar tadi, kalo ada yang manipulatif dan memanfaatkan kesempatan gimana ya?"
Kami semua terdiam, karena obrolan yang tadinya ringan jadi ketambahan beban.
"Yaah, itung-itung sedekah juga buat yang nerima" selorohku menanggapi obrolan dengan santai.
"Lagian kan, tadi dikabarin juga sama penyelenggara kalo infaq officialnya ada di kotak bertanda official" ucap yang lain menambahkan.
"Tapi kalo salah masukin gimana, kalo infaq kita ga sampe buat mereka?" Lanjutnya masih belum terima.
"Insyaallah dihitung sesuai niatnya, infaq buat Palestina." Jawabku, sejauh yang aku pahami.
***
Obrolan lain, saat aku dan seorang teman pergi kembali ke parkiran untuk mengambil kunci yang tertinggal.
"Menurutmu, apa yang bikin orang-orang ini mau berangkat ke sini buat aksi? Kalo dilihat-lihat, latar belakangnya beda-beda banget. Ada orang tua, anak-anak, pesantren, pekerja kantor, pengusaha, pekerja lepas, bahkan wibu. Apa yang bikin mereka mau berjuang, atau seengganya bersuara untuk Palestina ya?" tanyaku penasaran.
Soal ini, aku yakin ga semua orang tau persis apa yang sedang terjadi di Palestina, bahkan orang yang hadir dalam aksi tadi sekalipun. Beberapa mungkin juga tengah ikut-ikutan karena yang lain juga berangkat, sedang dia masih berusaha memahami dan belajar soal perjuangan Palestina. Sekelas pedangang asongan bahkan ikut menyumbangkan jualannya di tengah panasnya aksi. "Es teh ini gratis mba, ambil aja" katanya ringan.
Aku, jelas bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya sedang orang-orang ini lakukan di siang hari aksi yang panas? Aku belum paham.
Sambil berjalan, kami berdua melanjutkan obrolan. "Kalo aku sih, karena bisa apa lagi kita selain ikut hadir di sini? Selain materi dan media, walaupun mungkin juga ga seberapa dibanding perjuangan para pejuang Palestina. Cuma pengen ikut memperjuangkan, ya walaupun lagi-lagi gini doang."
Sambil menyebrang, aku menganggukkan kepala. "Iya sih, selagi bisa ya kenapa engga gitu ya" kataku sambil lalu.
***
Lain halnya saat kami berangkat. Di pinggir jalan, seorang pemulung berkata: "Ngapain sih repot-repot Palestina, Indonesia aja belum kelar"
Perkataan yang, gabisa begitu saja ditelan mentah-mentah dan dibalas saat itu juga. Karena pada faktanya, bapak tersebut mungkin belum menerima haknya di tengah kita yang memperjuangkan hak warga negara lain (walaupun ini bukan hanya soal warga negara lain, dan saat itu aku pun rasanya ga terima wkwk).
***
Cerita perjalanan hari ini dan perjuangan untuk Palestina, ternyata banyak banget pelajarannya. Sejak ilmu kenapa kita harus bergerak untuk Palestina misalnya, apa yang mendasari perjuangan untuk Palestina, dan apa yang sebenarnya sedang diperjuangkan. Apakah tanahnya, apakah perdamaiannya, atau muslimin di sana?
Karena Allah gasuka, kalo diibadahi tanpa kita punya ilmunya kan?
Terus soal niat dan Allah yang membukakan dan memperkenankannya, juga perkataan bapak pemulung.
Jangan-jangan, itu bukan bentuk ketidakpedulian. Karena bisa jadi, perkataan itu muncul, karena hak orang-orang terdekat di sekitar kita belum tertunaikan.
Semoga perjuangan buat Palestina diterima Allah, dan dikasih kemenangan. Semoga Allah jadikan kita orang-orang yang berperilaku adil.
***
Jumat, 13 Oktober 2023
Habis aksi mode ukhti, setelah sekian masa ga mode ukhti aksi 🙏
14 notes
·
View notes
Text
desain-desain tentang Titi waktu masih belum nikah~ Titi sekarang di ruangan sebelah, lagi rebutan buat maen komputer sama Arsya soalnya ada game baru. Raska tidur pules di kamar soalnya diajak jalan-jalan seharian. Mili sama Miko udah anteng di singgasananya masing-masing. Bahagia soalnya dibelikan makanan kucing baru. Dulu, di akhir masa kuliah, pernah ada teman yang tanya soal apa mimpi masa depanmu. Agak lama mikir soal itu. Dulu mikirnya pengen jadi creative director terkemuka. Jadi terkenal dan diakui. Kerja di company luar negeri dengan gaji tinggi biar bisa hepi-hepi untuk diri sendiri. Tapi lama-lama kok mimpi semacam itu jadi sama sekali nggak menarik ya. Jadi lembek kayak tempe mendoan kemarin. Selalu aja muncul pertanyaan "Lha kalau udah terkenal terus mau apa? Apa ya kerja kerasmu itu cuma buat mencari approval dari orang lain? Terus sampai mana akhirnya?".
Setelah dipikir-pikir, yang saya inginkan itu ya cuma punya rumah kecil, terus tiap hari bisa antar jemput anak sekolah dan pulang kerja disambut istri. Sesekali keluar jalan-jalan sore naek motor. Beli bakso di warung langganan atau cuma beli teh kotak di Indomaret. Cerita bareng sama anak soal dinosaurus atau binatang favoritnya sambil baca buku bagus di kamar. Udah. Gitu aja. Sempet diketawain juga sama teman lain waktu denger jawaban itu. Kok sederhana banget. Mimpi itu ya mestinya tinggi, katanya. Tapi pada titik itu rasanya saya sudah pada fase menerima bahwa apa yang dianggap sebagai 'kesuksesan' mungkin tidak selalu berjalan paralel dengan kebahagiaan. Dan akhirnya saya memilih untuk bahagia dan hidup dengan tenang. Walaupun pilihan hidup semacam itu terdengar seperti seorang pecundang atau orang kalah di dunia seperti sekarang ini. Dunia yang seakan mengharuskan orang untuk tampil bersinar dan selalu jadi pemenang. Tapi ya mau bagaimana lagi. Kalau ada hal yang saya sadari di usia 34 tahun itu ya kenyataan bahwa saya itu ternyata ya orang biasa. Dan itu nggak apa-apa. Saya sudah menerima bahwa saya tidak perlu membuktikan pada dunia di luar sana tentang apapun karena saya sudah memiliki tempat di dunia kecil milik saya sendiri. Dan Alhamdulillah ternyata jawaban saya itu ternyata dikabulkan Gusti Allah. Semuanya.
4 notes
·
View notes
Text
Nasi Box Premium dan Terjangkau hanya di Kuehany Jakarta! Pesan Sekarang WA/CALL 0811-9877-099!
Nasi Box Premium Terjangkau Kuehany Jakarta
Kuehany.com – Bagi kamu yang tinggal di ibukota dengan segala kesibukan, mencari makanan murah dan mengenyangkan seringkali menjadi tantangan. Tak jarang, pengeluaran untuk makan pun membengkak.
Nasi Box Kuehany: Solusi Tepat untuk Kebutuhan Makan Kamu
Kuehany hadir sebagai solusi tepat bagi kamu yang mencari nasi box premium dengan harga terjangkau di Jakarta. Kami menawarkan berbagai pilihan menu nasi box yang diolah dengan bahan-bahan segar dan berkualitas tinggi, tanpa bahan pengawet dan pewarna.
Cita Rasa Autentik Indonesia dengan Porsi Mengenyangkan
Nasi Box Kuehany menghadirkan cita rasa masakan Indonesia yang autentik. Setiap menu diolah dengan sepenuh hati oleh para koki berpengalaman kami, menjamin hidangan yang nikmat dan porsi yang mengenyangkan.
Lebih dari Sekedar Nasi Box Biasa
Nasi Box Kuehany cocok untuk berbagai jenis acara, mulai dari rapat kantor, seminar, wisuda hingga pesta pernikahan. Kemasan yang rapi dan menarik, serta rasa yang lezat, menjadikan Nasi Box Kuehany pilihan tepat untuk menambah kesan istimewa pada acara kamu.
Harga Terjangkau untuk Kualitas Premium
Tak perlu khawatir soal harga, Kuehany menawarkan berbagai paket nasi box dengan harga yang bersahabat tanpa mengurangi kualitas rasa dan bahan-bahannya.
Paket Lengkap untuk Berbagai Acara
Kami menyediakan paket (Lunch Box, Rice Box, dan Rice Bowl) mulai dari harga Rp 13.000 – Rp 25.000.
Jasa Pesan Antar Nasi Box Kuehany Jakarta
Tahukah Kamu?
Untuk area pesan antar Nasi Box Kuehany meliputi :
Nasi Box DKI Jakarta
Nasi Box Jakarta Timur
Nasi Box Jakarta Selatan
Nasi Box Jakarta Utara
Nasi Box Jakarta Barat
Nasi Box Jakarta Pusat
Nasi Box Bogor
Nasi Box Depok
Nasi Box Bekasi
Nasi Box Banten
Note:
Pemesanan 1 hari sebelum hari H
Nasi Box bisa request (hub Kuehany)
Tambahan Air Mineral gelas Rp.500/cup
Tambahan AQUA Gelas Rp.1.000/cup
Tambahan Teh Kotak Rp.4.000 /box
Apabila butuh informasi tambahan, hubungi Nasi Box Kuehany melalui situs resmi kami:
Whatapps : wa.me/628119877099
Email : [email protected]
Facebook : facebook.com/kuehany
Instagram : instagram.com/kuehany
Website : kuehany.com
#nasi box premium jakarta timur#rice box#nasi box kuehany#nasi box jakarta#nasi box murah#lunch box#rekomendasi nasi box jakarta timur
2 notes
·
View notes
Text
Drama sakit dan outing class
Dari hari minggu udah kerasa flu yg bukan alergi biasa gapake mikir panjang minum obat flu yg ada kotak obat. Masuk ke senin makin parah, tenggorokan jg sakit. Habis anter anak krn bapaknya pagi bgt udah harus brangkat, aku mampir apotek beli obat flu dan SP torches bukan FG yg mengandung antibiotik yaa. Di rumah tepar, sarapan dikit. Aduuuh harus sehat selasa harus nemenin outing nemo haaaa stressss! Ditidurin bentar sebelum jemput nemo jam 11an. Selepas jemput makin ngga enak badan sampe sore malah hareeng sampe 37,4 wlpn ngga demam bgt tp meriang badan ini. Stress mikirin bsk gmn apa aku kuat, sedangkan suamiku beneran gabisa aplus krn ditunjuk jadi pelaksana lomba. Ya Allah sembuh dong.. Malemnya udah ngga bgt, pgn tiduran terus.
Alhamdulillah besoknya mendingan sedikit wlpn msh bindeng dan bersin2 ada sedikit dan ingsrek2an. Suami nanya kuat ngga yaa gmn lg dikuat2in aja hiks. Persiapan ini itu dirumah, jam 8 ngumpul di sekolah. Alhamdulillah jg ngga kebagian jd perwakilan jagain anak2 kalopun terpilih monmaap lg sakit aku tak sanggup. Anak2, guru2 dan ortu perwakilan naik bis AU kek biasalah. Kami ortu2 yg mendampingi nyusul pake kendaraan pribadi, aku nebeng mama zen, wlpn diajak umi fahri dan mama zella jg. Di mobil mama zen ber4 sama mama Cheryl dan freiya nyusul ikut dicegat dijalan haha.
Nyampe kesana kita sampe duluan, anak2 lama jg dtgnya. Buibu kelaperan tp belom boleh order makanan sampe jam 10 jd kita beli kopi, teh dan minuman lainnya. Buibu A1 alhamdulillah mayan banyak yg ikut weeyy jrg2, bbrp ibu2 yg kerja bisa ambil cuti/izin, bbrp lg gabisa ambil cuti hiks. Jd mayan banyak sebetulnya kumpul skrg tuh tumbeeen kan. Oiya kebetulan posisi tempt duduk kita dkt seperangkat mic dan sound lalu mas2 parlornya nyuruh kita karokean cenah sambil nunggu anak2. Walaaah mulai lah lsg yg pede2 nyanyik dong yaa hahaha. Keren tapi baragus suaranyaaaa sambil joged teu aya kaisin gustiii. Sambil order ngopi2 dan bbrp makanan sambil menyaksikan buibu nu motah wkwkwk
Mama2, nenek2 A1. Biduan kami wkwk
Sementara anak2 diatas bersenang2 motah jg nemu playground yg banyaaak. Ini foto2 beberapa kegiatan anak2.
Say cheese A1!
Karena para ortu dah bayar ternyata kita bisa main jg boleh milih antara gokart atau flying fox. Sebagai besar gokart sih 2 org doang flying fox
Hahahaha seruuu tp meni lambat euy, kayanya ini heuseus yg anak2. Yg dewasanya di lantai dasar.. Yaa gpp lah refreshing setitik sampe lupa lg sakit haha.
Balik ke rumah capeeeee bgt, sakitnya mendingan tp masih tp knp mata ini ngga ngantuk2 haaaaa
2 notes
·
View notes
Text
Kemarin Kalandra diajak pergi mall ke tempat main, tapi karena ku sedang negatif, ku ngomong sekali saja "Tidak usah yah, Nak."
Dia yang tadinya girang sekali mau pergi jalan-jalan sampai bertanya, "Yah, kenapa?"
Ku jawab, "Tak usah saja."
Ditanya berkali-kali sama sepupunya, "ayok Accam ikut ayuk"
Tapi dijawab sendiri, "Hmm, tidak usah aja." Lalu lanjut cari mainan, main slime sendirian.
Sampai akhirnya kami berdua di rumah, dan ku ajak jajan untuk menghibur hatinya -padahal ku sendiri paling butuh dihibur-
"Accam sedih tidak pergi ke mall? Atau biasa saja?"
Jawabnya sungguh di luar ekspektasiku sebagai Mamak.
"Accam sedih, tapi tidak apa-apa. Accam lebih sedih kalau Mamak tidak ikut."
Air mataku tumpah dan akhirnya hanya bisa bilang, "Maaf yah Nak, lain kali kita pergi yah."
Dijawab "Iya" sama si anak sambil jalan ceria nenteng teh kotak dan momogi. 😭😭
Coba duniaku bisa sesederhana pikiran anakku, bahagia kayaknya yah. 🥲🥲🥲🥲
2 April 2024.
2 notes
·
View notes
Text
Susu Stroberi
Dering bel sekolah sudah berbunyi sejak lima menit lalu, namun kaki Blu yang menggantung itu masih terlalu sibuk menendang-nendang ke udara. Harusnya sudah istirahat, tapi kenapa Ibu Dwi belum segera menyelesaikan kelasnya?
“Capek banget. I want this to end soon…” Suara rengek-nya menggumam pelan, namun ia bisa melihat ke sekelilingnya—semuanya juga sudah sibuk dengan diri mereka sendiri. Bukannya melewatkan jam pelajaran harusnya menjadi pelanggaran?
Sementara itu, Samael diluar sana sudah menunggu di depan kelas Blu. Beberapa kali ia mengintip dari jendela, wajah bu Dwi masih terlalu tegang untuk ia bisa menyelonong masuk dan menarik Blu begitu saja.
Menarik, lebih tepatnya, menculik? Dia kan anak kecil yang harus diculik keluar untuk makan.
Keduanya memang sudah tidak terpisahkan dari lama. Samael dan Blu sama-sama anak tunggal yang tidak punya kawan bermain diluar lingkup keluarga mereka. Ketika mengetahui Ibu mereka adalah sahabat baik, Samael tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Katanya, Blu sudah resmi menjadi ‘Adik’ yang ia adopsi secara ilegal. Begitulah, dari sekolah dasar, keduanya sudah seperti perangko dan lem yang tidak bisa dipisahkan.
Namanya menjadi seorang Adik, Blu juga tidak keberatan memiliki seorang kakak. Katanya, ia seperti merasa terlindungi. Ada sosok yang memperhatikan dia ketika Ibu dan Ayah tidak berada di sekolah. Blu yang banyak tingkah itu jadi lebih kalem kalau ada di sekitar Samael. Setidaknya dengan Samael, dia nggak berkali-kali melukai lututnya karena tersandung batu di trotoar.
Meski mereka harus berpisah saat SMP, syukur bagi Blu bahwa mereka kembali bertemu saat SMA. Dan, disinilah mereka sekarang. Seluruh kawan-kawan mereka sudah tahu apa yang ada diantara keduanya. Ya, meskipun, tidak menghilangkan adanya ejekan-ejekan dari mereka yang iri akan kedekatan keduanya.
“Class dismissed. Silakan beristirahat anak-anak. Mohon maaf atas keterlambatannya.” Bu Dwi mengucap tegas sembari keluar kelas. Tidak berselang lama, murid-murid saling mengikuti, derap kakinya berlomba untuk segera menuju ke kantin.
Melawan arus, Samael pun masuk ke dalam kelas tersebut.
“Blu! Waktunya makan!” Suaranya yang lantang, dibuat-buat nada mengancam ala preman pinggiran. Diikuti dengan gelak tawa kawan-kawan Blu yang mengetahui pola keduanya.
“Aah! Iya, iya, ini mau makan!” Blu mengeluarkan sekotak bekalnya yang bermotif Cinnamoroll itu. “Lihat, tebak aku bawa apa.”
Bekal Blu tidak pernah gagal. Ibunya selalu membawakan Blu bekal yang kreatif. Hari ini, omelet yang dibentuk seperti kelinci, beberapa potong onigiri, dan sosis gurita.
Seperti biasa, Samael bagian yang mengospek rasa masakan Ibu Blu.
“Pencuri!” Blu menyeletuk, “Octopusnya jadi gak punya kaki lagi.” Mulutnya mengerut, kemudian melengos pada Samael. Pria itu hanya tertawa sembari mengeluarkan bekal susu kotak Indomilk stroberinya yang ia simpan di kantong celana depan sebelum duduk di samping Blu. Ibunya tidak terlalu repot-repot untuk membuat motif imut, namun bekal Samael selalu datang dengan porsi yang lebih banyak.
Dan ekstra susu Indomilk stroberi.
“Tobeli lagiiiii.” Blu menggeram gemas. “It doesn’t taste that good tau! Kakak nggak akan pingsan juga kalau nggak minum yang tobeli!”
Samael terkekeh, “Ya memang enggak. But I still like this one. Kamu minum apa?”
Blu baru menyadari bahwa dirinya lupa membawa air minum. Pantas, sedari tadi kerongkongannya terasa kering.
“Yeee nakal. Enggak bilang daritadi. Ayo ke kantin dulu sebentar.” Ajak Samael, menarik tangan kecil Blu untuk ke kantin yang tidak jauh dari kelasnya itu.
Syukur, antrian tidak begitu panjang. Samael dan Blu membawa kotak minuman kesukaan mereka masing-masing. Satu teh kotak less sugar, dan tentunya, satu kotak susu stroberi lagi.
“Kak! Berhenti tobeli terus.” Blu masih terus menggoda Samael yang sibuk menyeruput susu stroberinya itu.
“Tapi hidup kakak jadi terasa sempurna selama ada susu Indomilk tobeli.” Ujar Samael, melihat ke arah kotak susunya yang sudah hampir setengah itu.
Dengan usil, Blu menundukkan kepalanya dan menyeruput beberapa teguk susu stroberi milik Samael. Pria itu sempat terkejut, tapi membiarkan adiknya menikmati rasa favoritnya itu.
“Do you understand now?” Tanya Samael, mencoba melihat gerik Blu yang sedang mengecap rasa susu stroberinya itu.
“Oke! Oke kalau begitu. Aku mau belikan kakak saham pabrik susu tobeli. Gimana?” Suaranya yang lantang hampir menarik perhatian satu sekolah. Sungguh lucu keduanya bila dilihat dari ratusan mata memandang yang melewatinya.
“Dih, emang kamu punya uangnya?” Samael mencemooh, sekaligus tidak mampu menahan tawanya.
“Ada!” Blu mengeluarkan sejumput uang dari sakunya, “Ada 10.000! Aku bisa tanam saham!”
Keduanya jatuh dalam gelak tawa, lekas berjalan beriringan menuju kelas kembali. Dengan Blu menikmati teh dan bekal onigirinya, dan Samael kembali menikmati kotak susu stroberinya yang sudah habis dua kotak itu.
2 notes
·
View notes
Text
Menjepit di Ujung Jari
Tiba waktu keempat dalam satu minggu. Hari pertama pada bulan yang baru. Mentari mulai menyapa meski cakrawala sedikit kelabu. Seakan pertanda akan datangnya hujan seiring berjalannya waktu. Sayup-sayup terdengar dua raga berbincang dengan merdu.
Secangkir teh hangat dan sepiring pisang goreng tersaji rapi. Sang tuan dan nyonya tengah berbincang dengan perasaan lega hati. Meski pada sang tuan sedikit tersendat bunyi. Perihal rendahnya angka yang muncul pada tubuhku kemarin hari. Namun, segala yang terjadi tak mengurangi kebiasaan antara mereka setiap hari.
Terkenang kejadian malam lalu. Seketika sang tuan amat berat mengambil napas kala beradu. Seperti kesusahan mencari oksigen pada saat itu. Tak perlu waktu lama diambilnya aku dari balik kotak biru. Lantas dijepitnya pada telunjuk jari yang lesu. Hingga terbaca angka sembilan puluh satu. Sedangkan seharusnya tertulis angka diatas sembilan puluh lima untuk batas minimal itu. Penawar ampuh pun langsung diberikan tanpa menunggu.
Masa ini sang tuan tak genting lagi. Sembari menikmati teh hangat, kembali dijepitnya aku pada telunjuk ujung jari. Terbaca angka sembilan puluh delapan pada diri ini. Pertanda kadar oksigen pada tubuhnya normal kembali. Dibuktikan dengan meningkatnya saturasi. Tanpa terasa aku pun ikut berlega hati.
Ukuran tubuhku begitu mini. Meski demikian aku amat membantu untuk mendeteksi kadar oksigen pada jasmani. Dikenal juga sebagai pembaca tingkat saturasi. Aku adalah oksimeter, mampu membaca kadar oksigen hanya dengan menjepit pada ujung jari.
3 notes
·
View notes
Text
Of all the tea brands in my country, Teh Kotak the only one to stay true to its name.
Teh Botol started its life as a tea in the bottle.
Teh Gelas started as a tea in plastic glass cup.
Hence the name, 'botol' and 'gelas' meant bottle and glass respectively.
Yet, later, their packaging changed to boxed carton and plastic bottle.
Only Teh Kotak continued as boxed carton. There were never Teh Kotak in a bottle or glass cup.
2 notes
·
View notes
Text
Tuan Topi.
Enak sekali.
Aku menyesap lagi teh vanilla buatanku untuk kedua kalinya. Aku memejamkan mataku saat rasa hangat menjalar masuk ke tenggorokanku. Teh vanilla dengan poffertjes adalah perpaduan yang pas untuk sarapan.
Mataku terkunci pada bunga-bunga yang menghiasi teras rumahku, kebun kecil-kecilan yang ku buat satu tahun lalu. Aku memilih bunga matahari untuk ku tanam dan ku urus bak buah hati sendiri.
Ternyata, melihat mereka tumbuh sebesar dan seindah ini, membuatku tenang. Ah, rasanya aku betah berlama-lama memandangi bunga-bungaku tanpa melakukan apapun.
Aku berjalan mendekati mereka, ku hirup aroma tubuhnya yang menenangkan, ku bersihkan pelan-pelan dari kotoran atau sekadar daun-daun yang berjatuhan di sekitar bunga-bungaku.
Sembari membersihkan buah hati, pikiranku melayang ke memori satu tahun silam, tepat hari ini, adalah satu tahun aku bertemu sekaligus berpisah dengan seseorang yang masih terus saja ada di ingatanku.
Pertemuan singkat yang sangat berkesan— dan yang paling membuatku bahagia, sepanjang aku menghirup udara gratis di dunia ini. Pertemuan dengan Tuan Topi, sesungguhnya aku tidak tahu siapa namanya, namun wajah dan postur tubuhnya masih teringat jelas. Aku memanggilnya Tuan Topi, karena ketika kami bertemu, ia memakai topi berwarna hitam yang basah karena terkena rintik hujan.
Tuan Topi, aku baik-baik saja di sini. Jika kau masih mengingatku— dan mungkin sedikit penasaran dengan kabarku, aku mulai berkebun untuk mengisi waktu luangku yang semakin hari semakin banyak saja, aku tidak lagi berpindah tempat setelah gempa melanda kota Magnolia Springs tahun lalu, rumahku ambruk, hanya menyisakan sedikit barang, itupun barang-barang yang memang kokoh dan padat, sisanya aku tidak tahu di mana, ada yang hilang, ada juga yang hancur tak terbentuk.
Aku menyewa rumah setelah satu bulan mengungsi di balai kota bersama warga lainnya, ketika keadaan dirasa sudah aman, kami diperbolehkan pergi dari pengungsian untuk melanjutkan hidup.
Nasib hidup sendiri dan tak punya sanak saudara, aku kebingungan, kemana lagi aku harus pulang? Tak ada lagi tempat pulang yang biasa ku sebut rumah, ini artinya, aku harus membangun rumah baru, dan ini artinya, aku harus mengocek tabunganku yang harusnya ku pakai untuk berlibur ke negara lain.
Untungnya, ada pemilik rumah berbaik hati yang rela menyewakan rumahnya untukku dengan harga murah sesuai dengan kantong, rumah ini sempit, tapi cukup besar untukku tinggali seorang diri, jika kau belum punya rumah, bolehlah bergabung denganku suatu hari nanti, Tuan Topi. Masih muat untuk tambah satu orang lagi.
Tuan Topi, aku masih sering menggerakan jemariku di atas piano, memainkan lagi Nocturne Op 9 no 2 yang pernah ku mainkan untukmu. Semua masih sama, yang berbeda tak ada lagi tepukan tangan darimu.
Tuan Topi, aku masih setia membuat susu vanilla hangat untuk menghangatkan tubuh di kala hujan datang, semua masih sama Tuan Topi, yang berbeda tak ada lagi yang berkata bahwa susu vanillaku adalah yang paling enak.
Tuan Topi, semua masih sama, aku masih sendiri dan tak punya suami, mungkinkah kau juga sama? Belum ada perempuan yang mendampingi. Tapi, kalau sudah ada, tidak apa-apa juga, sih. Itu hak mu.
Itu hak mu, tapi hak ku juga bukan, berdoa semoga kau masih sendiri. Maaf ya, aku mungkin sudah mulai gila.
Gila karena rindu.
Tapi, aku ingin berterima kasih kepada Tuhan, sudah memberikanku kesempatan bertemu denganmu walau sangat sebentar, setidaknya, aku diizinkan untuk merasakan kehangatan di dalam hati, Tuhan baik sekali, ya?
Tuan Topi, jika kau masih hidup, ku doakan kau agar selalu sehat dan bahagia, namun jika kau telah mati, ku doakan pula agar kau bisa tenang dan bahagia di kehidupan yang baru. Namun aku yakin, kau masih hidup, setidaknya selalu hidup di dalam pikiranku.
Tuan Topi yang berbahagia, ingatlah aku walau hanya satu detik di setiap waktu yang kau lalui,
kenanglah aku di dalam kotak memorimu yang mungkin mulai memudar karena usiamu tak lagi muda,
pikirkanlah aku di malam sebelum kau masuk ke dalam mimpimu walau sebentar, siapa tahu kita bisa bertemu di sana,
sebutlah aku setidaknya satu kali ketika kau sedang berdialog dengan Tuhanmu, siapa tahu malaikat mendengarnya dan ikut mengaminkan,
Tuan Topi yang berbahagia,
tutuplah rapat kotak kenangan manis kita— setidaknya untukku, simpanlah kotak itu di jiwamu, dan bukalah kembali ketika kita bertemu lagi, jika Tuhan mengizinkan untuk kedua kalinya.
Tuan Topi yang berbahagia,
aku baik-baik saja di sini, dan aku selalu merindukanmu.
9 notes
·
View notes
Text
Rangkul.
Walau malam tiba di atas kota kembang, bukan berarti hiruk pikuk akan berhenti layaknya kota mati. Kebalikannya, akhir pekan adalah waktu di mana mungkin semua orang berpikir untuk keluar dari rumah—bersua dengan kawan atau kekasih, mungkin.
Poinnya adalah, jalan protokol jadi makin macet dan Roy tidak terlalu menyukainya. Menyetir di antara kendaraan yang mengantri penuh sesak itu merepotkan.
Hari itu ia harus datang ke kantor untuk merampungkan beberapa laporan yang tersisa. Belum lagi ada kasus kejahatan baru yang harus dia tangani seorang diri karena hanya dia yang sedang piket hari itu. Untung saja kasusnya tak terlalu rumit sehingga dia hanya perlu mencari pelakunya. Sebenarnya dibilang seorang diri juga tidak, ia meminta beberapa orang yang sedang bertugas dari unit sebelah untuk membantu. Singkatnya, kasus tersebut sudah selesai dan bisa ditangguhkan hingga Senin depan.
Hanya kasus kekerasan biasa. Setiap hari juga bakal ada. Tapi rasanya hari itu sudah begitu melelahkan buat Roy. Belum lagi dia masih menunggu respon karibnya yang bertugas di resnarkoba. Sudah hampir dua minggu ia melobby kawannya itu agar bergabung saja dengan reskrim bersamanya tapi sepertinya Agus masih belum yakin.
Pukul 10 malam Roy sampai di kontrakannya. Ia melihat Everest milik kakaknya telah terparkir rapih di garasi. Tentu saja, ini sudah malam. Dan tidak ada satupun dari mereka yang bilang akan keluar malam sepertinya. Kalaupun iya, Roy mungkin melewatkannya.
Waktu masuk, Roy disambut oleh kakak kembarnya yang mengenakan kemeja terusan berwarna hitam. Roy mengangkat alisnya sedikit. "Mau kemana?" ia refleks bertanya.
"Hah? Kemana apanya?" Rei mengerutkan kedua alisnya.
"Itu." Roy memandangi set pakaian formal yang dikenakan perempuan tersebut. "Kok rapi banget."
Rei menunduk memandangi pakaiannya sendiri sebelum menggeleng. "Enggak. Gua juga baru balik."
"Oke... dari mana?" tanya Roy sambil menutup pintu pelan-pelan. Matanya menyapu seisi ruang tamu sebelum melirik ke arah pintu menuju ruang tengah. "Ajeng?"
"Udah tidur. Capek katanya seharian nugas di kampus." jawab Rei singkat.
"Sabtu ke kampus?" tanya Roy lagi.
"Memangnya salah ke kampus hari sabtu?" Rei balik bertanya.
"Kok jadi salah??" Roy mengernyit. "Oh, lo belum jawab tadi emang dari mana?"
Rei menoleh. "Kantor." singkatnya cuek sambil berjalan ke arah dapur. "Mandi sana, gua baru masak nasi doang. Biar gua bikinin lauknya dulu buat makan malem."
Si adik malah mengekor di belakang kakaknya yang hanya selisih 5 menit lebih tua darinya. Menyadari itu di dapur membuat air muka Rei berubah dongkol. "Apa?"
"Lo kenapa?" tanya Roy, penasaran.
"Kenapa apa?" Rei balik bertanya.
"Sumpek banget muka lu." sahut Roy menerka-nerka.
"Gua emang capek, kan gua udah bilang gua juga baru pulang." ujar Rei sambil mengisi teko pemanas dengan air.
Di sampingnya, Roy membuka lemari dapur dan mengambil kotak teh sebelum ia letakkan di atas meja. "Ngapain di kantor sampe malem, Rei?"
"Nyusun kerjaan, ada yang dioper ke gua." jawab Rei pelan.
Roy pun menoleh, memandangi Rei yang mengetuk-ngetukan jarinya di atas meja. Selama beberapa saat ia tak mengatakan apapun sampai Rei sendiri menghela napas panjang. Roy tahu kakaknya tidak mau diganggu tapi di sisi lain ada yang mengganggu rasanya.
"Mandi sana, Roy." Rei bersuara lagi.
"Lo... baik-baik aja?"
Rasanya familiar. Roy tahu saudara kembarnya itu memang lebih sering terlihat cemberut ketimbang tersenyum. Tapi kali ini berbeda, dan rasanya tidak mungkin Rei memasang muka lesu hanya karena beban pekerjaannya ditambah. Kalau dia marah itu malah lebih masuk akal menurut Roy.
Pertanyaannya dijawab dengan tatapan datar dari perempuan itu. Roy mengerjap beberapa kali sebelum menyandarkan pinggangnya ke meja dan menghadap ke Rei. "Lo mau cerita?"
"Enggak ada yang perlu diceritain." Rei mendengus tawa. "Polisi kenapa sih kepo aja bawaanya ke orang sipil."
"Lah, gua nanya sebagai sodara lo. Kenapa jadi bawa-bawa polisi?" Roy mengernyit. "Ada apa? Lo kena masalah sama polisi?"
"Enggak." Rei menggeleng. "Gua cuma dengar dari kolega gua...."
"...ya?"
"Yaudah."
"Lah."
Roy menghela napas panjang. Ia membuka rentangan tangannya pada Rei. Sesuatu terasa tak beres dan benaknya sangat ingin tahu kenapa. Saudaranya yang satu itu hampir selalu memasang badan untuknya sedari kecil, setidaknya jika Rei tak butuh balasan yang sama, Roy hanya ingin menyediakan tempat aman untuknya berkeluh kesah.
Melihat itu membuat Rei menyeringai sebal. "Apa?"
"Yakin nggak mau cerita?"
"Gak. Gua gak apa-apa." Rei bersikukuh.
"Yaudah... Lo... nggak harus cerita kalau memang enggak mau." balas Roy sambil menggerakan tangannya sedikit. Memberi isyarat agar Rei mendekat. "Sini."
Rei menatapnya tak percaya. "Apa-apaan."
"Ayo lah..." bujuk si adik.
Tanpa menunggu jawaban Rei, Roy pun mendekat. Lengannya terangkat perlahan merangkul perempuan itu dengan lembut. Rei tidak menolak sedikit pun, yang ada dia malah membenamkan mukanya di pundak Roy.
Nah, kan. Pikir Roy, pasti ada yang tidak beres.
Tapi tak apa, tidak masalah jika Rei tidak mau cerita. Roy mengerti, dia juga tidak terlalu suka menceritakan masalahnya sendiri pada orang lain. Ia percaya dirinya dan Rei sudah sama-sama tahu.
Roy pun mengusapi punggung Rei pelan-pelan, berharap saudaranya itu jadi merasa sedikit lebih baik. Ia mendengar helaan napas.
"Lo tau, lo tuh saudara gua yang paling bangsat, Roy." ucap Rei yang masih membenamkan mukanya di pundak Roy.
"Terserah." singkat Roy.
Pria itu tak berhenti mengusapi saudaranya. Meski hanya balasan singkat yang ia suarakan, hatinya merasa sedikit lega ketika kakaknya masih mau membuka diri di pelukannya. Mereka berdua sudah sama-sama dewasa dan dunia memang tidak pernah terlalu ramah. Jika memang caranya untuk selalu ada hanya bisa disalurkan tanpa kata-kata, baguslah. Meski akan sulit menerkanya untuk Roy, setidaknya tugasnya tidak terlalu berbelit jika bisa diselesaikan seperti ini.
4 notes
·
View notes
Text
Perjalanan kereta Jakarta-Yogyakarta(YK)-Jakarta yang unik
Jakarta-YK Di perjalanan ini aku ketemu sama serombongan oma-oma dari Makassar yang mau reuni ke Yogyakarta. Kata salah satu oma disitu, mereka alumni Universitas Hasanuddin Makasar angkatan 1979. Kalo dihitung, kira-kira kita selisih 36 angkatan lah wkwkwk
Aku yang pingin sarapan sekalian ngurusin kerjaan di gerbong kantin, diserbu oma-oma yang udah ga kebagian kursi. Aku awalnya duduk di 1 meja untuk empat orang diserbu mereka. Alhasil jadilah mereka bertiga, aku seorang.. hmm lengkap sudah. Ga cuma itu, layaknya rombongan reuni, di kereta yang grujak grujuk dan ada aku yang nyempil mereka tetep foto-foto. Aku yakin sebagian besar dari foto yang mereka ambil pasti blur wkwk.
Sarapan pagi itu, aku memesan menu bakso KAI, menurutku makanan ini cocok untuk AC kereta yang super dingin. Bakso ini wanginya emang semerbak banget, eh ternyata oma-oma jadi pengen juga wkwkwk, yaudah mereka pesan bakso juga. Jadi kita semeja makan bakso semua, bedanya oma-oma minumnya teh panas, sedangkan aku es teh. Setelah makan bakso, mereka keluarin 1 kotak roti yang mereka bawa dari Jakarta dan aku disuruh mengambil beberapa. Setelah kenyang, romobongan tersebut balik ke gerbong mereka dan gerbong kantin sepi seketika.
-------sekian untuk perjalanan Jakarta-Yogyakarta, sekarang cerita perjalanan balik, yaitu Yogyakarta-Jakarta--------
YK-Jakarta Perjalanan kembali ke Jakarta aku duduk sebelahan dengan seorang Ibu yang keliatannya sudah masuk usia gendong cucu. Awalnya si Ibu sibuk sendiri, dan aku menyibukkan diri dengan main HP. Diawali mas-mba KAI yang menawarkan jajanan, disitulah obrolan basa-basi dimulai. Di Jakarta tinggal dimana, ke Jogja ngapain, dulu kuliah dimana blablabla. Dari situ obrolan mengalir, Ibu ini cerita tentang tujuan dia ke Jakarta dan blablabla, aku menangkap banyak nama yang familiar dan akhirnya obrolan ini menjadi semakin menarik.
Katanya, si Ibu mau ke Jakarta untuk bertemu dengan beberapa orang (tokoh besar) untuk mengurus sejumlah bidang tanah, dia ceritakan kronologisnya secara detail dan aku menyimak. Dia sampaikan juga betapa sulitnya mengurus sengketa tanah di Indonesia karena sistem birokrasi dan birokrat yang lemah akan godaan duit wkwk. Dari sela-sela obrolan ini aku ngebatin "ibu ini siapa ya? kenapa getol banget bantuin orang-orang di usia dia saat ini? apa mungkin ibu ini LSM?"
Kenyang ngobrolin serba-serbi tanah, pengalaman pembebasan tanah, sengketa tanah, mafia tanah, dan sebagainya, Ibu itu ke toilet dan aku ketiduran. Setengah jam setelahnya aku terbangun, entah gimana awalnya, obrolan sama Ibu ini dimulai lagi, tapi topiknya ganti.
Kali ini si Ibu nanya "kamu tertarik sama bangunan cagar budaya ga?" aku menyambutnya dengan semangat, Ibu tersebut lalu menjelaskan pengalaman dia yang luar biasa tentang perjuangannya melestarikan cagar budaya di Indonesia. Dia terlibat di beberapa lembaga pelestarian, bekerja sama dengan lembaga asing, memberi masukan terkait kebijakan bangunan cagar budaya, berbagi pengalaman menyelamatkan warisan cagar budaya, memelihara museum-museum di Jakarta dan sebagainya. Aku si paling excited ini senang banget dengar cerita-cerita si ibu. Banyak sekali pertanyaanku terjawab dari obrolan ini wkwkwk. Aku juga nunjukin beberapa akun instagram yang sering share foto "Dulu dan Kini" bangunan peninggalan Belanda di Indonesia. Eh si Ibu jadi kilas balik pas liat bangunan Blok M versi jadul, katanya dulu masa SMA dia banyak main disekitar situ wkwkwk.
Obrolan dari agak siang ke sore itu dipenuhi dengan saling berbagi cerita dan pengalaman. Sampai akhirnya kita berbagi kontak whatsapp. Setelah berpisah dari kereta, aku iseng searching nomor ibunya di Getcontact dan dari situ aku tau kalo Ibu tadi adalah istri dari salah satu Guru Besar Ilmu Budaya UGM. Oya, di tengah obrolan tadi, si Ibu juga nyebut usia dia saat ini sudah 72 tahun.
Lengkap sudah perjalanan Jakarta-Yogyakarta-Jakarta ini dikelilingi Oma-Oma hihihihi.
4 notes
·
View notes
Text
Yang Lekat dari Yang Lalu: Bagian Terakhir
Aku bangun lagi. Di tempat yang sama dengan terakhir kali aku terbangun. Kulihat seorang lelaki yang kulihat juga saat terakhir kali aku terbangun. Suara berdenging itu tak lagi ada, tapi badanku sangat lemas. Kian jelas kulihat sekelilingku. Aku di ruangan serba putih, terbaring di ranjang yang empuk, memakai piama yang bagus dan nyaman.
“Udah bangun, Gen?” tanya lelaki itu. Sekarang aku ingat. Dia Bono. Dia, nyala lilinku di gelapnya hidup.
“Bono? Kamu kemana aja?” tanyaku dengan suara parau. Aku mulai menangis. Air mata mengalir begitu saja dan mataku yang tadinya bisa dengan jelas melihat apapun di sekelilingku, menjadi buram lagi karena dipenuhi air mata.
“Kenapa nangis? Udah jangan nangis, kamu aman sama saya.” Bono mengusap air mataku. Bono memakai snelli yang sudah agak kusam, tapi aroma tubuh Bono begitu wangi. Aku sangat rindu Bono bahkan hingga ke aroma tubuhnya. Aku tak langsung bertanya apa yang terjadi. Bono membantuku makan karena aku cukup lapar. Melihat sekelilingku, aku tahu bahwa aku sudah berada di masa yang seharusnya. Jiwaku sudah kembali seutuhnya ke dalam tubuhku yang sejati.
Selepas makan, Bono mengajakku berkeliling. Aku tahu bahwa aku berada di rumah sakit, tapi tidak tahu di rumah sakit yang mana. Bono mendorong aku yang terpaksa duduk di kursi roda karena tubuhku masih lemas.
“Kamu tau, gak? Saya nyulik kamu.” Katanya mengawali pecakapan.
“Nyulik dari?”
“Rumah sakit jiwa di Jogja.” Jawabnya. Aku agak heran karena aku merasa tidak pernah masuk ke rumah sakit jiwa. Pikiranku normal, nalarku berjalan. Aku hanya bingung dan tidak mengerti apa yang terjadi padaku beberapa waktu yang lalu. Bagaimana mungkin aku berubah menjadi tempat pembuangan sampah, lalu melompat menjadi anak TK, lalu kembali ke masa ketika aku remaja?
“Saya ditelfon orang RSJ di sana karena biaya rawat kamu udah menggembung dan kamu gak stabil-stabil.” Oh. Ya. Memang nomor telfon Bono adalah nomor darurat yang selalu kucantumkan di formulir apapun. Entah dari mana RSJ tahu nomor Bono. Aku tidak ingat pernah menulisnya.
“Saya dateng, dan lihat tangan-kaki kamu diiket ke ujung ranjang. Saya bener-bener pengen marah sama pihak RSJ.” Nadanya terdengar kesal. Aku mendengarkan sambil mengerutkan alis karena tetap bingung. Tidak apa-apa, katanya kalau bingung berarti berpikir. Kalau aku masih bisa berpikir, berarti sebenarnya aku tidak perlu masuk RSJ. Masalahnya, aku sangat tidak ingat momen apapun dan bagaimana bisa aku masuk RSJ.
“Saya langsung bayar biaya rawat kamu, terus ngajuin untuk rujuk kamu ke sini.”
“Ke mana?”
“Jakarta.” Kursi roda terus bergulir, begitu pula dengan cerita Bono.
“RSJ melarang karena kamu belum stabil. Saya memaksa, tapi karena status saya cuman saudara satu panti, saya dianggap bukan keluarga dan gak punya hak untuk mindahin kamu ke luar kota.”
“Terus gimana ceritanya kamu bisa nyulik aku dari RSJ?” Tanyaku penasaran.
“RSJ-nya emang kecil. Jadi malem-malem saya nyogok satpam buat bukain pintu dan langsung bawa kamu diem-diem.” Bono menjelaskan sambil tersenyum usil. “Emang manusia kalau udah berhadapan sama duit, langsung apapun oke.” Aku ikut tersenyum mendengarnya.
“Pak satpam dibayar berapa bantuin kamu ngeluarin aku dari sana?” tanyaku iseng.
“Sejuta.”
“Aku punya hutang berarti sama kamu.” Aku berucap sambil tersenyum.
“Bayar pake Teh Kotak sejuta, ya.” Timpal Bono sambil tertawa.
“Terus perjalanan dari Jogja ke Jakarta gimana caranya?” Aku masih belum puas dengan cerita Bono.
“Aku sewa mobil. Terus selama di jalan emang kamu tidur terus, sih. Kamu baru sadar pas udah di sini. Bangun-bangun kamu gak kenal sama saya. Kalau kata kolega saya, kamu perlu minum obat sama psikoterapi.” Bono lalu berhenti mendorong kursi rodaku, lalu berjongkok di hadapanku.
“Kemarin-kemarin, gimana sesi psikoterapinya?” Bono bertanya dengan lembut. Meski sudah bertahun-tahun tidak bertemu, ternyata ia masih memedulikanku.
“Aku jadi tempat pembuangan sampah, jadi anak TK yang ngeliat diriku sendiri waktu TK, terus jadi aku waktu masih remaja.” Kusingkat perjalanan meranaku itu dalam satu kalimat singkat.
“Berarti kamu udah inget, ya?” Tanya Bono. Aku mengangguk.
Kami melanjutkan berjalan-jalan keliling rumah sakit. Aku dirawat beberapa hari setelahnya dan boleh pulang dengan membawa sekantung penuh obat-obatan yang harus rutin kuminum. Bono sering menjengukku karena ia juga menjadi dokter jaga di IGD rumah sakit tempat Bono membawaku. Aku pulang ke kontrakan tempat Bono tinggal. Isi kontrakannya adalah teman-teman Bono yang semuanya adalah dokter. Aku jadi punya teman lain selain Bono. Mereka semua baik kepadaku.
Bono lalu mengenalkanku kepada teman kuliahnya yang punya café di dekat rumah sakit di mana Bono bekerja. Tujuannya adalah agar aku bisa punya kegiatan dan pekerjaan. Temannya ini bertama Wijaya, tapi akrab dipanggil Koh Yaya. Koh Yaya mengajariku menjadi barista di café miliknya. Dalam dua minggu, aku sudah lihai membuat es kopi susu. Bayaranku lumayan juga untuk membayar hutangku pada Bono. Saat gajian pertama, aku langsung membeli beberapa dus Teh Kotak dan menyerahkannya kepada Bono.
“Dasar aneh!” dua kata itu yang langsung muncul saat Bono melihatku membawa dus-dus berisi minuman manis kesukaannya.
Bono merawatku hingga aku cukup mandiri untuk tinggal sendiri. Aku belum diperbolehkan jauh-jauh dari Bono, tapi aku tidak mau merepotkan dengan menumpang hidup dengannya. Sudah cukup lama aku menumpang dan menumpang. Sudah saatnya aku menopang diriku sendiri.
Di suatu malam saat aku dan Bono mencari makan, aku tiba-tiba merasa begitu bersyukur telah bertemu lagi dengan Bono. Kubilang, “Bon, makasih, ya, udah bikin aku hadir penuh dan sadar utuh di momen ini.” Bono tersenyum dan menjawab, “Yang penting kamu sekarang udah damai sama masa lalu yang melekat sama kamu selama ini.”
We accumulating tiny traumas, adaptation, and coping mechanism that all of which have compounded over time. –Brianna Wiest
Tamat
3 notes
·
View notes
Text
6 RAMADHAN 1444 H
Alhamdulillah hari keenam ramadhan ini diizinin Allah lagi buat taraweh bareng tipa dan papah meskipun bonceng tiga wkwk
Akhir-akhir ini lg pengen banget mindfull sama hal-hal yang terjadi. Karena kalo dipikir-pikir gatau kapan lagi kita ngelakuin dan ngerasain hal yang sama:" taraweh di mesjid; ngabuburit kemana-mana sampe pulang-pulangnya hujan sampe akhirnya setelah sekian lama ngerasain lagi dibonceng pas hujan dibalik ponco yang dipake papah yg ngebuat gabisa liat jalan wkwkw; ngetawain mamah yg selalu pengen baju kotak-kotak setiap kali ke toko baju padahal baju kotak-kotak nya dah banyak; tipaa yg selalu nanyain kapan aku pulang dan selalu sedih tiap kali aku balik lg ke bdg; si kucle yg selalu bisa ngebuat aku ketawa sama hal-hal kecil dan aku baru sadar arti bahagia itu sederhana dan gak perlu uang banyakk.
Aaah masyaallah yaa, part di hidup kita teh gak lamaa, makannya itu mungkin yaa Allah pengen kita fokus sama hidup saat ini aja, jangan takut sama masa depan, jangan sedih dengan masa lalu, sewajarnya ~
2 notes
·
View notes