#semoga nilainya bagus semua ya!!!!;
Explore tagged Tumblr posts
Note
besok US </3 how fun!!
SEMANGAT US🫡🫡🫡
#BISA BISA BISA#semangat oriii tidurnya jangan kemaleman#semoga nilainya bagus semua ya!!!!;#kalo SMA US nya dah selesai→mau pada utbk nih kakak kelasku#cewe sketsa gambar#jasa pos telkomsel#aku inget dulu US ku banyak soal fungsi (huek) huhuuu semoga nilaimu lebih bagus dari aku pas itu WKWKWK
2 notes
·
View notes
Text
Acceptance
Fyuh.. semua nilai semester 1 keluar semua dan seperti dugannku, gak ada yg H1 sama sekali 🤗 paling tinggi nilainya 75. Tapi karena setiap assignment di spill nilainya, jadi udh kebayang nilai akhirnya berapa.
As someone who’s not “academically excellent” menghadapi nilai pas-pasan cenderung jelek udah lebih cepet ke tahap acceptance. Apalagi, setelah ku mapping jadwal semester 2 tadi, kujadi tau kenapa aku gila dan stress bgt di semester 1 karena kuliahnya bener-bener padet 12 minggu di 3 matkul. Sedangkan di semester 2 ini yg full 12 minggu tuh cm 1 matkul, sisanya sistem blok yg cuman 6x pertemuan gitu :”) belom lagi ditambah adaptasi anak, suami, cuaca, dll kan bund jadi… mari bersyukur kpd Allah SWT sudah menguatkan diri ini menghadapi semester 1 🙂🙏
Dan seminggu ini, akutuh lagi bantuin temen-temen yg mau wawancara AAS di minggu depan, dan literally 4 org yg kubantu mock up semuanya Cum Laude pas S1-nya gilsss. Mohon maap IPK pas-pasan beneran bingung bgt gmn cara bs dapet Cum Laude itu orang2 heran ☺️🙏
Walau suamiku juga bisa Cum Laude pas S2 dan kusangat kagum krn dia juga disambi sambil bekerja tapiiii.. jujur circumstances-nya jg jauh berbeda. Apalagi kl boleh spill dikit, dulu kan Mas Mogi Cum Laude karena banyak intervensi dari aku (re: tugasnya dikerjain sm aku) kl skrg kan Mas Mogi mana pernah nyentuh segala perintilan akademikku 🤣🤣🤣
All in all, aku berharap, even nggak di akademik, aku bisa jadi excellent di suatu tempat - i dont know yet where it is. Tapi ku mulai menyadari juga bahwa aku tipikal belajarnya adalah M-Shape bukan T-Shape jadi banyak bgt yg pengen aku eksplor tp semoga aku ttp bs jadi experti di bidang tertentu (yang kebayang sekarang di bidang Breastfeeding and Planetary Health).
Long way to go. Ini aja masih galau mau nambah matkul apa nggak karena sebenernya tertarik bgt sm topic behaviour change dari zaman dulu ngerjain Emcekaqu belom kesmapean belajar topic itu. Tapi takut juga ngambil itu karena akan ada 2x + 1x assignment. Sebagai org yg gak pinter2 bgt jujur exam jadi momok buatku. Tapi kemarin diingetin sm Mbak Amal utk open minded selama masa pembelajaran krn bs jadi yg kita takutin malah kita bagus di hal tsb (bener juga, aku plg takut nilai biostatku jelek sedunia, tapi malah jadi yg paling bagus? Tapi ini berkat diajarin temen2ku juga sih).
Ya pokoknya jgn berasumsi. Fyuh.. bismillah deh, coba nanti ngajuin ke stop 1 dulu apakah bs atau nggak.
0 notes
Text
A Little Appreciation Post
Kayaknya di sini sudah terlalu banyak cerita tentangku (yang gak penting dan gak berfaedah). Oleh karena itu, mari sekarang kita cerita tentang orang lain.
Adikku hari ini ujian SNBT. Sebenarnya dia anak yang pintar, jauh lebih pintar dibandingkan kakaknya. Sering langganan ranking satu. Saat ini nggak kerasa dia udah mau kuliah lagi (yang berarti aku sudah sangat tua :). Dia sudah semakin dewasa hingga sekeluarga mulai takut padanya (bahkan ibuku). Bukan takut seperti apa, tapi takut dimarahin sama dia wkwk.
Tapi jujur, kurasa dia kurang sedikit motivasi dan serius. Bayangkan saja, kurang dari satu bulan sebelum test, dia baru benar-benar belajar. Baru langganan kelas persiapan SNBT, yang itu juga harus terpaksa aku yang belikan.
Lalu, pilihan 1-3nya, semuanya aku yang milihin, dan dia malah oke-oke aja. Padahal aku hanya milih dari jurusan yang kelihatannya bagus aja. Aku dengar podcast yang tamunya adalah alumni teknik geologi. Jadi, kayaknya jurusan itu bagus. Padahal aku sendiri hanya tahu geologi pokoknya belajar batu aja :). Begitu juga sama dengan pilihan 2 dan 3 yang aku pilihin. Milihnya cuma berdasarkan feeling yang cocok aja, dan masih mungkin dikejar dengan nilainya sekarang.
Ya, pokoknya kalau lolos, semoga memang pilihan masmu ini tepat ya dan jangan nyalahin kalau misal ga cocok wkwk. Dan kalau ga lolos (ya semoga jangan sampe), mungkin ini tandanya buat milih jurusan yang bener-bener keinginan sendiri.
Oh iya, dalam satu bulan ini, aku juga jadi "pengawas" belajarnya. Entah kenapa ibu, ayah, dan kakaku melihat bahwa aku adalah orang yang dipercaya sama dia, dimana dia bakal menuruti semua perkataanku. Mungkin karena melihat aku yang paling dekat dengannya. Padahal tetap aja mau sama aku pun dia sulit untuk disuruh belajar.
Kadang aku mikir, "Kok dia kayak kurang serius ya, masih banyak main padahal udah deket ujiannya". Tapi, aku pun tersadar...
Kalau aku pun sama aja, bahkan gak lebih baik dari dia :")
Ngerjain tesis, tapi gak pernah ada progress padahal udah satu tahun lebih...
Ya maaf dek, kamu lebih baik kok, jadi jangan seperti mas ya :')
-
Oh iya, sedikit fakta receh tentang hari ini. Jadi, hari ini ayah dan ibuku baru tahu nama SMA adikku ini :D. Lucu juga kalau dipikir 3 tahun gak tahu anaknya sekolah di SMA mana wkwk.
Jadi selama ini yang kami tahu hanyalah nama pesantrennya saja. Karena pesantrennya masih baru, untuk masalah administrasi ke pemerintahan, pakai nama SMA lain. Kurasa ini kasusnya hampir sama kayak dulu, di mana SDku yang swasta numpang UN ke SDN lain.
Ya nama sekolah gak begitu penting juga sih, yang penting belajarnya ya kan. (Sama kayak ibu dan ayahku yang mungkin gak tahu anaknya kuliah di jurusan apa sekarang :).
-
Segitu saja cerita singkat tentang hari ini. Apapun hasil akhirnya, semoga diberi jalan yang terbaik ya cip!
Baik, mari kita lanjutkan lagi menyelesaikan tesismu itu (yang semoga bisa segera ada progres ya)
p.s. Udah bulan Mei lagi aja... 🫠
0 notes
Text
VS GAME: Chapter 9 - Surprise pt. 1
Makoto: ….
…yah, aku kaget banget ama selisihnya sebanyak itu. Memang sih, livestreamingnya Hidaka-kun emang mudah dan enak dilihat untuk semua kalangan, jadi nggak heran kalo nilainya jadi lebih tinggi. Tapi, lihat aja di sisa tiga hari kedepan aku akan berusaha untuk membalik keadaan ini!
Hayo hayo, Hidaka-kun juga bilang sesuatu dong. Ucapan selamat juga banyak bermunculan itu♪
Hokuto: Hnngg.. A-ah, iya juga..
Semuanya, aku senang sekali kalian bisa menikmati livestreaming yang aku bawakan. Karena ini benar-benar hasil yang tak terduga, aku awalnya kehilangan motivasiku untuk bersaing. Ini semua berkat dukungan dari kalian. Kalau aku hanya sendirian, di tengah jalan mungkin aku juga menjadi benci dengan [VS] dan menjadi masa bodoh dengan semua ini. Meski ini pekerjaan, game ini terlalu nggak masuk akal. Tapi berkat komentar dan saran kalian yang darinya aku merasakan adanya cinta, aku bisa lanjut hingga sejauh ini.
“Pertandingan Live Gameplay” ini pun hanya tinggal tiga hari lagi. Seperti sama selama ini, aku ingin kalian selalu menikmati livestreamingku.
Mao: …benar-benar hasil yang nggak terduga ya. Jangan-jangan hal yang ingin dikatakan Subaru itu tentang ini ya?
Saat aku mengira kalau Makoto yang akan unggul, sebaliknya kau justru malah berpikir kalau Hokuto yang mungkin saja yang mendapat lebih banyak nilai. Jadi apakah karena itu kau tadi menyadari ada sesuatu yang nggak beres dari kata-kataku?
Subaru: Ya, aku pun juga nggak selalu mantengin lihat livestreaming mereka berdua. Akan tetapi orang-orang yang suka dengan [VS] atau para gamers itu biasanya sangat jarang untuk melihat livestreamingnya seorang idol ‘kan. Aku berpikiran kalau para fans kita juga lebih mudah mengerti perasaan Hokke yang pemula. Karena Hokke nggak jago main game, reaksinya pun sangat menarik untuk dilihat. Buat komen dan meresponnya jadi lebih mudah ‘kan?
Mao: Jumlah komentar juga jadi objek perhitungannya ya. Ditambah, karena dia telah banyak berusaha keras menghadapinya banyak orang juga yang menjadi suka dengan video livestreamingnya…. Jadi sebab itu ada selisih sebanyak ini.
Subaru: Yah, aku nggak tau juga sih sebenarnya. Cuma imajinasiku mungkin!
Tapi, selisihnya jauh lebih banyak dari yang kukira. Setelah ini pertandingan live gameplay ini bakalan jadi gimana ya? Selama sebuah keajaiban nggak terjadi, akan sangat sulit untuk membalik keadaan…
Makoto: ….
Hokuto: Yuuki, sebenernya aku nggak pantes bilangnya tapi jangan khawatir ya. Di pertandingan live gameplay ini yang paling penting adalah membuat tayangan yang menarik. Meskipun ada selisih nilai seperti ini, bukan berarti rasa suka dan gairahmu para game nggak dihargai ya.
Makoto: Ah, ya. Aku nggak murung kok tenang aja jangan khawatir. Aku hanya lagi sedikit berpikir dan mulai merenungkan apa yang ada selama ini.
Hokuto: B-begitukah? Bagus deh kalau nggak apa-apa…
Makoto: Yang lebih penting setelah ini ada latihan untuk konser juga kan? Sampai waktu acaranya udah tinggal bentar lagi, jadi ayo kita segera ganti baju dan segera ke ruang latihan!
(Produser)-chan juga, bisakah kau kasih pendapat mengenai penampilan yang sudah dibuat hingga sampai saat ini?
…yosh, udah diputusin ya! Ayo, (Produser)-chan ama kalian semua juga!
Mao: Humm.. Gimana ya bilangnya, kelihatan banget kalau dia cuma pura-pura riang aja.
Semoga aja deh poin sementara ini nggak ngasih pengaruh aneh ke Makoto untuk kedepannya…
Subaru: Udahlah, kalau Ukki bakalan nggak apa-apa kok. Selama ini pun mau ada masalah apapun yang menimpanya, dengan cara apapun dia selalu bisa melewatinya. Misalkan nanti dia tetap murung, baru kita pikiran lagi saat itu aja yuk?
Hokuto: Benar juga, aku juga khawatir sih tapi benar kata Yuuki kalau sekarang yang terpenting adalah waktu untuk latihan. Kita juga ayo segera bergegas ke ruang latihan. “Tim Live Sekuat Tenaga” juga selagi kami livestreaming sudah mempersiapkan banyak hal kan?
Subaru: Tentu saja! Aku sudah buat yang cocok untuk pertandingan dan [VS], juga pasti bisa membuat semua orang bisa menikmatinya suasananya! Kami pun juga sangat bersemangat agar nggak kalah ama “Tim Gameplay”. Aku rasa pasti nanti pas acara bakalan meriah banget juga!
Hokuto: Hum, aku jadi tenang kalau kau percaya diri banget kayak gitu. Sisanya tinggal si Yuuki aja. Semoga dia juga bisa kembali normal pikirannya pas latihan dance nanti.
Makoto: Anu, langkah yang bagian ini…
…maaf. Bisa nggak kau contohin bagian itu sekali lagi?
Subaru: Ok, langkah yang itu tuh caranya kakinya diangkat begini lalu… hap begini!
Makoto: Makasih. Akan aku coba lakuin sama seperti contohmu tadi ya.
Hokuto: (Hmm.. sepertinya aku nggak perlu cemas lagi ya? Aku belum lihat ada yang aneh dari perlaku Yuuki. Tapi kalau boleh ngomong, dia sepertinya terlihat jauh lebih kesulitan mengingat dan melakukan gerakannya kalau dibandingkan dengan selama ini. Bagian yang dirancang oleh Akehoshi ini sayangnya memanglah gerakan seorang jenius, dimana memang sekilas terlihat mudah tapi ternyata sulit untuk dilakukan. )
(Apakah aku benar jika aku melihat dia terlihat murung karena hasil pertandingan live gameplay tadi hanyalah emosi yang sementara dan itu tak akan berdampak ke penampilan untuk kedepannya?)
Mao: Oi, Hokuto? Nggak ada waktu buat nglamun loh~ Hokuto kali ini sudah banyak tertinggal lo karena kemarin-kemarin kau selalu latihan main game. Karena aku akan melatihmu man to man makanya tolong perhatikan benar-benar ya?
Mumpung (Produser) juga ikut melihat kita latihan. Aku tahu kau mengkhawatirkan Makoto, tapi tolong khawatirin juga dirimu sendiri ya?
Hokuto: Ah, maaf. Karena aku terlalu memikirkan Yuuki, aku jadi mengabaikan hal yang harus aku lakukan ya. Seperti yang dilakukan Akehoshi, bisa tolong mencontohkan gerakannya untukku nggak, Isara-sa—
Subaru: Ukki, salah salah! Kesan ringan dari gerakannya jadi hilang itu lo~!
Makoto: Eh? Ah, maaf. Kayaknya aku tadi lagi sedikit kebanyakan pikiran. Akan aku coba sekali lagi!
Hokuto: …kebanyakan pikiran ya.
(Mau gimanapun aku tetap penasaran. Dari tadi, si Yuuki itu tampaknya seperti memikirkan sesuatu…)
<Sebelumnya All Setelahnya>
#trickstar#enstars#ensemble stars#enstars translation#makoto yuuki#hokuto hidaka#subaru akehoshi#mao isara
3 notes
·
View notes
Text
Siapa yang Harus di Friend Break Up?
kemaren kan kita bahas friend break up ya, nah biar agak relate kita ngomongin kelanjutannya deh. kalau kata Hans F Hansen, "people inspire you, or they drain you -- pick them wisely". kita selalu punya pilihan berteman. pasti kita pengen punya temen yang selalu support dengan kegiatan kita, even hal-hal receh kaya buat post-post gini pun. tapi ada aja temen yang kalau sama dia bawaannya insecure mulu. kira-kira orang kaya gimana sih yang harus kita friend break up biar gak nge toxic di hidup kita. so, malem ini saya bakal share "tipe-tipe temen toxic". have nice reading
Disclaimer: materi ini saya dapetin dari forbes dengan judul 10 toxic people you should avoid at all cost. seperti biasa stay open minded ketika baca tulisannya. tidak perlu tersulut emosi kalau kamu merasa salah satunya HHH. maaf juga kalau bahasanya kasar, soalnya kalau ga kasar gak nampang kadang. so, stay calm. bisa jadi saya pun termasuk salah satu tipe yang bakal saya bahas. tapi semoga setelah mengetahui ini, kita bisa mulai mengevaluasi diri kalau diri kita termasuk, atau kita bisa mulai menganalisis apakah ada teman-teman kita yang masuk. kalau ada sih, tau lah ya apa yang harus kita lakuin.
1. The Gossip
"Great minds discuss ideas, average ones discuss events, and small minds discuss people" – Eleanor Roosevelt.
suka ada nih tipe temen yang kerjaannya ngomongin orang (ghibah terooooos) kebanding ngomongin events atau ideas. skill ulti (serasa mobile legends) yang sering dipake sama tipe ini tuh "eh tau gak sih si ini tuh". keramaian di saat itu bisa berubah jadi hening gegara skill ulti yang dipunyai tipe ini.
2. The Temperamental
beberapa orang gak bisa ngontrol emosinya. mereka biasanya ngelampiasinnya ke kamu. Tipe ini mikir semua nya itu gegara kamu. bayangin aja kamu baru diputusin sama doi, lagi sedih gitu. terus tiba-tiba temen satu ini marahin kamu gegara dia abis mutusin pacar nya (yang mutusin siapa, yang sedih siapa. sad!)
3. The Victim
katanya ini agak sulit buat di identifikasi. awalnya ia curhat ke kita kalau ia punya masalah, terus kita dengerin karena ceritanya kita empati. eh dirasa-rasa ko lama lama dia selalu ngedramatisir hidup gitu ya. “ko aku gak secakep dia ya”, “ko aku gak se pinter diia ya”, dan lain-lain. kEnaPa sIcH RaNg baEk kAyA aKu iNi sElalU tErSakitI. why always me? kalau disakitin pacar, ngomongnya aku selalu disakitin sama dia tuh. eh nyatanya dia yang suka nyakitin. intinya suka playing victim kalau tipe ini.
4. The Self-Absorbed
ini tipe yang mentingin diri sendiri mulu. kalau kamu jalan sama dia, bawannya kaya serasa sendiri. soalnya semuanya 'tentang dia'. kamu sebagai temen cuman dimanfaatin doang wkwkw. ini sama kaya kamu chatting-an sama doi, doi kalau cerita panjang banget terus kita dengerin (karena bucin). pas giliran kamu cerita, doi NO RESPOND HHH dan cuman bilang OH, HAHA, HEHE, Y. mamam tuh bucin!
5. The Envious
tipe ini tipe yang suka envy, rumput tetangga selalu lebih hijau (tapi belum tentu bersih loh). ini kayaknya sering terjadi deh di kampus. kamu nilai matkul perbucinan apa? ah gak mau ah jelek banget? eh aku cuman dapet C dong padahal aku udah bucin siang malem. aku jelek banget aku cuman dapet AB HHHH sial emang ini sering terjadi. ini kurang bersyucure namanya. dia compare nilainya sama yang A. iya lah si A udah sering di PHP-in jadi dah biasa. bahayanya kita punya temen kek gini itu mereka secara gak langsung buat ngajarin kita buat ngeremehin pencapain sendiri
6. The Manipulator
tipe ini tipe yang paling berbahaya sih. mereka bakal perlakuin kamu sebagai temennya. mereka tau apa kesukaan kamu, apa yang ngebuat kamu bahagia, apa yang lucu buat kamu. temenan sama kamu karena dia punya tujuan tertentu. temenan karena ada pengennya aja. pas zaman kamu banyak duit dia ada, tapi pas kamu udah kere dia ninggalin. pas kamu lagi buriq mereka ga ada, pas kamu udah glowing baru dia mau temenan. sad!
7. The Dementor
ini kaya ada yang di prisoner of Azkaban (Harry Potter Fan can relate). pas dementor masuk ke sebuah ruangan, tiba-tiba gelap, orang-orang mulai kedinginan, terus orang bakal inget kenangan-kenangan terburuk mereka. Ternyata temen bangsad kaya gini ada juga nih (boleh mulai ganti kontaknya jadi si Dementor HHH). ternyata JK Rowling buat dementor tuh terinspirasi dari tipe temen ini, yang kalau dia dateng duh langsung bawaannya negatif. kalau temenan sama si dementor, kita bawannya pesimis mulu beud
8. The Twisted
tipe ini yang paling gampang kedeteksi, mereka senang kalau kamu tuh lagi punya masalah. kalau denger punya masalah seneng bawaanya. istilah kita tuh tertawa di atas penderitaan orang lain. malah bakal ngebuat kamu merasa lebih buruk. gils gils
9. The Judgmental
ini yang paling saya kesel sih. tipe yang suka gampang ngejudge tapi gak tau aslinya gimana. sumpah ini paling kzl. dengerin dulu penjelasannya baru boleh judging. taunya cuman selewat doang tapi judgmentalnya ampuuuun. paling cepet ngasih keputusan ini bagus atau engga. bukannya menghargai dan belajar dari orang yang berbeda dari mereka, malah mandang rendah yang lain
10. The Arrogant
tipe temen yang selalu pengen menang. pas kita punya pacar, dia pengen punya pacar. pas dia tau kita dapet paket dari doi, dia bikin akuntoko online bodong yang seolah-olah ngirim paket juga buat dia. nah kalau hasil studi univ Akron nyebutin orang arogan ini cenderung lebih jelek kinerjanya, lebih gak menyenangkan, dan lebih punya masalah kognitif kebanding daripada kebanyakan orang
191 notes
·
View notes
Text
blabber: acceptance
sebelumnya aku gak tau gimana ngepost di Tumblr yg bener soalnya pas pencet button 'write' gak ada opsi jenis atau bentuk tulisan kayak dulu. kalo dulu kan ada pilihan kayak as article, conversation, quote etc. tapi sekarang gak ada. pencet, ya udah nongolnya ini. white blank space bahkan gak ada section buat title-nya :( jadi gak satisfying. hhhh ya udahlah, skip soalnya disini nggak mau ngomentarin 'perubahan' Tumblr tapi aku mau, sesuai judul, blabbering alias ngoceh aja. huft sebenernya lowkey ngeluh dengan sedikit bumbu self realization jadi ngeluhnya bakal (kayaknya) sedikit berbobot.
jadi kemarin-kemarin ini, means sampe sekarang masih, aku lagi di-state hilang arah. kata temenku yg lebih gede, ini yang namanya quarter life crisis alias problem umum mereka yang 20an terutama middle 20. huffttt aku kira aku udah ngalamin quarter crisis ini pas awal lulus kuliah, taunya berkepanjangan :" alias semakin nambah umur makin banyak crisis-nya and i think this time, the crisis already overflowing. kayak jadi banyak yang bikin tertekan dan ketakutan. apalagi kalo liat LinkedIn (akhir2 ini aku emang lagi sering buka LinkedIn, biasa nyari kerjaan), beuh, pingin aku capslock-in di profil relations ku, DAH PADA JADI ORANG Y LU PADA' hhhhh :( ya walaupun nggak mentereng banget tapi profilnya pada bagus. jenjang kerjanya jelas, terarah, kayak rapi aja gitu. meanwhile aku, dari start experience aja udah nggak appealing. kerja juga seringnya part time atau freelance. itu pun bukan di bidang yang krusial but i swear by God, i never slacking off. biar part timer tapi aku selalu manage untuk ngembangin diriku entah lewat apapun itu karena aku mikir, kalo bukan aku, siapa yang mau ngembangin aku? tempat kerja aku? boro-boro, mereka aja ngegajinya masih pake itungan jam padahal beban kerja udah ngalahin yang full time :( realita kerja di indo tuh gini. beban kerja >>>>>> apresiasi dan ini bikin sedih.
dulu pas awal lulus, tentu aja aku ambis. pengen kerja di tempat bagus, jam kerja jelas, salary menjanjinkan, ada jenjang karir, pokoknya everyone's dream job deh tapiiii balik lagi, realita kerja di indo tuh gini. kamu yang butuh ya kamu yang ngalah alias jiwa2 ambis yang kata Bung Karno bisa mengguncang dunia itu 'dipaksa' realistis instead idealis. sedih. jadi ya udah, lahir lah aku yang profesional part timer gini yang sering nggak merasa attach sama tempat kerja. jadi sering ngerasin urgensi buat keluar, pindah, nyari sesuatu yang lebih baik yang sebenarnya entah yang lebih baik itu ada apa nggak. sedih banget. sediiiihhh banget.
rasanya kayak mencurangi diri sendiri, terus-terusan ngerasa bersalah dan kasihan sama diri sendiri cs aku pribadi ngerasa i deserve more than this tapi gak tau, seiring berjalannya waktu dan seiring menjadi realistis itu, aku jadi kayak kehilangan waktu dan value.... kayak aku udah terlanjur nyebur di bidang ini, jadi part timer annually jadi ketika ngelamar kerja, mau aku memperbagus cv ku kayak apapun, aku bakal selalu punya pikiran gini:
ini bakal menarik para hr itu nggak sih? aku udah nggak fresh graduate tapi kenapa gak ada posisi yang mentereng di cv ku? hr pasti bakal sangsi sama aku.
apalagi ngeliat profil relations yang 'seenggaknya' keliatan lebih rapi dan settle dari aku :( itu sedih banget. banget. banget. mau nyalahin keadaan juga gimana? nggak bisa kan :(
but sike, sebenernya aku nyalahin keadaan. kayak, kenapa aku dulu nggak punya uang tabungan? jadi kalo wawancara ke jakarta bisa punya modal. atau, kenapa dulu aku mutusin pulang ke rumah yang literally ada di kabupaten. pelosok dan hampir nggak dikenal? banyak banget hal yang aku point out dan kambing hitamkan. pokoknya aku ini penuh sama what if's dan penyesalan2. aku se-nggak bagus itu dalemnya til the time, kemarin malem temenku ngirim chat. sederhana aja dan no context sebenernya tapi benar2 hit my core.
dia udah dewasa bgt
nggak ngoyo orangnya (then everything seems running well for her)
sementara aku, masih banyak penyakit hati
semoga aku bisa berubah ya :""(
dah gitu doang. awalnya juga gak jelas ngobrolin apaan tapi that 'aku banyak penyakit hati', really hit me. then aku keinget omongan orang2 soal acceptance. you can't really being happy, loving yourself if you're lack of acceptance. acceptance is the key of everything.
dang, aku benci banget konsep let something go or accepting something as it is or the power of now, i do really hate them karena aku ngerasa keadaan aku sekarang ini gak fair. gak bagus makanya gak layak untuk 'dimaklumi'. but then, lagi-lagi penyakit hati, huft.... kayaknya aku ini emang penuh penyakit hati. that's manifested too much til i become this kind of person: sering nyari kambing hitam dan terjebak sama masa lalu. intinya gak bersyukur. padahal tanpa aku sadari, orang yang gak bisa bersyukur adalah orang yang paling susah dibikin bahagia. they're hard to be pleased and unfortunately, i am them :(
makanya, setelah semalem nangis, tadi siang nangis, akhirnya aku mau pelan-pelan ngelakuin ini: menerima. menerima kalo aku emang masih part timer. menerima kalo aku belum pernah kerja di kantor; dengan jam kerja settle, gaji settle and everything settle di usia segini. menerima kalo usaha2ku (yg honestly setengah mati itu: ikut webinar, les, ngeluangin waktu belajar otodidak) dianggap b aja bahkan ga ada nilainya di mata rekruiter. maybe they just snapped and passed it. menerima juga kalo aku memang masih di-state yang menurutku nggak membanggakan. hilang. gak jadi apa-apa. menerima semua hal yang berlabel kurang itu. selain itu, aku juga mau belajar buat menanamkan prinsip ini lebih kuat:
dunia itu jahat tapi Tuhan baik. bahkan masih dikasih kesempatan buat hidup dan berusaha gini, bisa disebut keberuntungan. God's grace.
jadi ya nerima, accept all the shades of me tapi juga nggak menyerah untuk terus berusaha. karena aku udah pernah direbut idealisme nya, jadi akan aku kembaliin pelan-pelan. Ini bukan toxic positivity tapi aku percaya kalo Tuhan nggak akan mengingkari janjiNya. something best is about to come, i just need to wait lil longer. terus terakhir, berharap yang tadinya i am them berubah jadi i was them.
1 note
·
View note
Text
Memaknai Perjalanan (3)
Sampai akhirnya, datanglah hari H ujian skripsi pada 19 April 2021, tepat hari ketujuh Ramadhan. Banyak kekhawatiran, rasa cemas, deg-degan, dan perasaan campur aduk lainnya. Takut dosen penguji menanyakan hal yang tidak saya fahami tentang penelitian saya, takut dibantai dengan pertanyaan-pertanyaan sensitif (mengingat penelitian skripsi saya termasuk bahasan yang lumayan sensitif –kata dosbing saya). Namun dengan segenap keyakinan pada Allah dan persiapan yang sudah saya lakukan, Bismillah, saya harus menghadapi ujian skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
Di akhir sesi ujian, dosen penguji mengatakan “Revisinya minor (sedikit), nilainya bagus kok, InsyaAllah”. Seketika, semua kekhawatiran, kecemasan, langsung terbabat habis oleh pernyataan dosen penguji saat itu. ‘Ya Rabb, begitu baiknya Engkau pada hamba-Mu yang dalam sujud pada-Mu saja masih terburu-buru’. Gumam saya pada saat itu.
=============================================================
Ya, itulah sedikit perjalanan mengarungi proses penyelesaian skripsi saya. Sama sekali tidak istimewa, menyelesaikan skripsi dalam waktu dua tahun (yang bagi saya cukup lama), membuat kelulusan S1 saya tertunda, dan segenap hal-hal duniawi lainnya.
Tapi dalam proses panjang ini, saya begitu banyak menemukan makna yang membuat proses itu menjadi istimewa. Dipertemukan dengan dosen yang begitu sabar, dipertemukan dengan informan yang begitu menginspirasi, dan di support oleh teman-teman yang luar biasa. Bagi saya, semua hanya tentang cara pandang. Bagaimana kita memandang dan memaknai sesuatu dalam hidup. Sangat mungkin bagi saya untuk menyalahkan takdir karena saya lulus terlambat, dan lain sebagainya (meskipun itu juga evaluasi besar untuk saya, dan jangan dicontoh juga hehe). Tapi toh, terlalu banyak hikmah yang Allah beri dibalik itu semua dan tak ada alasan bagi saya untuk tidak mensyukurinya.
Semoga kisah yang sedikit ini bisa memberikan semangat bagi siapapun yang sedang memperjuangkan hidup dan mimpi-mimpinya. Ganbatte kudasai!
2 notes
·
View notes
Text
Lintas jurusan
Kalo diingat-ingat, hobiku tuh emang lintas jurusan ya wkwk. Back when I was in tsanawiyah pas ngebayangin sekolah di smada pare (haha padahal akhirnya enggak), aku udah niat mau ambil jurusan bahasa aja. Alasannya simpel because I am quite bad at math and other sciences, too 😂 Eh tau tau pas di aliyah, udah dijurusin aja ke IPA dari kelas satu. Mau pindah jurusan kok ya pikirku eman-eman, bisa di kelas rmbi tuh rezeki, pake tes pula masuknya. Udah sayang juga sama temen sekelas. Lagian juga ga ada jurusan bahasa, meski aku ga keberatan sih pindah ke ips. Tapi ya lagi-lagi, kok eman-eman. Akhirnya dibetah-betahin tuh tiga tahun belajar fisika, kimia, matematika, yang aku ga ngerti apaan tapi kok ya alhamdulillah nilainya lumayan bagus di rapot 😭😭 Allah memang maha baik.
Udah tuh tiga tahun ngerjain soal kimia yang aku tetep susaaaah banget bayangin atom dan struktur kimia lainnya, eh ternyata kalau mau ambil jurusan bahasa inggris tuh ga bisa kalau sbmptn nya ipa 🙃 Takdir tidak memberiku jalan mulus buat lolos snmptn meski rangking aku bagus (maaf sombong), maka mau tidak mau aku harus belajar IPS lagi dari awal. Dasar anaknya dah tau kalau lemah banget di sains, maka banting setir lagi ambil sbmptn ips aja, bukannya campuran. Lha terus ngapaiiinnn itu belajar ipa tiga tahun zuuuhhhhh??? *Insert another senyum terbalik*
Bayangin aja tapi ya, ngebut belajar ips dalam beberapa bulan. Seru sih, tapi ya susah juga ngapalin materinya banyak banget. Dah ngalah-ngalahin aksel aja yaw huhu. Alhamdulillaaahhhnyaaa kok ya lolos di jurusan impian padahal kalau diinget-inget lagi, pas ngerjain tes di gedung FIK dulu itu aku syok melihat bentuk soalnya. It was totally different from what we all expected. Itu tuh tahun pertama soal sbmptn bentuknya kayak soal terapan dan pemahaman. Jadi ga kayak soal pendek gitu tapi ada bacaannya, terus baru deh dikasih pertanyaan. Ini bukannya mau sombong, tapi aku yakin ini pasti ada doa2 terbaik dari orang tua, keluarga, dan entah siapa lagi. Terima kasih ❤️❤️❤️
Tapi kemudian aku ga jadi sedih sih gagal snmptn because gegara aku masuknya jalur sbm, aku sekelas sama orang-orang terbaik hati yang pernah kukenal. Kalau lagi baca cerita atau tweet orang2 di twitter soal temen sekelas yang nyebelin tuh aku kayak... Hah masak sih sampe segitunya? Ga bisa bayangin soalnya temen2 sekelasku semuanya pada woles, ga ambis yang nyebelin, meski yaaa kita pernah sih ya saling sebal, tapi kelasku tuh comfort zone bangetttt siihh aku ga pernah berani ambil matkul kelas lain soalnya... salah satu alasannya ya itu tadi. Belajar sekelas sama mereka tuh enjoy ajaaa gitu. Ga konflik (eh tapi pernah juga ding). Malah saling membantu pake acara drama tanya jawab wkwk atau karena ada satu orang yang bikin kita semua jadi ketularan dapet nilai bagus huhu pokoknya luvvvv
Lanjut S2, masih aman, jurusannya linier, tapi tesisnya agak melenceng lagi ke arah psikolinguistik yang mana aku juga sebenernya masih kurang paham tapi aku tertarik dengan topiknya. Glad that dosbing2 aku baik hatiii huhu maaf ya pak artikelnya masih belum selesai 🙏🙏
Laluuu... Mulai deh kerja ambil pr wkwk. Tiap kali ditanya, loh kenapa kok ga jadi dosen aja? Alasannya banyak sih wkwk sampe bingung mau jawab gimana. Maka akhirnya seminggu pertama masuk kemarin sama pak bos fav aku disuruh belajar dulu soalnya aku ga ngerti kerjaannya apaan wkwk. Yah hidup memang isinya belajar mulu. Mohon doanya semoga betah dan berkah.
Eh iya kan jadinya hidup aku lintas jurusan mulu 😁
3 notes
·
View notes
Text
Cinta untuk Perempuan yang Tidak Sempurna
Sebuah webinar atau entah apa nyebutnya, diinisiasi oleh Lentera Hati dan Cupyts dengan Bu Ela sebagai presenternya. Membawakan tiga tema yang berfokus pada perempuan, dengan tujuh narasumber yang masyaaAllah hebatnya. Satu setengah jam yang worth it dan rasanya kurang lama. Sepakat banget sama pendapat yang dikemukakan sama narasumber dan jadi tertarik pengen bahas juga.
Kepinteran
Hidup di lingkungan yang masih kental sama pertanyaan kenapa perempuan harus sekolah tinggi kalau berakhir di dapur. Ngapain sih sekolah lagi, bikin cowo minder mau deketin, dan banyak banget pertanyaan sejenis lainnya. Menormalisasi bahwa lelaki harus lebih "pinter" dari perempuan, dengan dalih "kalo cewe gue bini gue udah pinter, bisa cari duit bisa ngapa-ngapain sendiri, terlalu independent, then what i'm supposed to be? gue buat apa? dia udah ga butuhin gue lagi". Aku sendiri jujur kurang sepakat dengan asumsi itu, karena ya apakah hierarki dalam kepinteran itu memang harus ada? Atau ini cuma sebuah kebiasaan yang akan terus dibudayakan? Kenapa perempuan tidak perlu punya pendidikan padahal ia akan menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya? Dan "pinter" ini sendiri memang maknanya apa sih. Pinter kalau menurutku adalah suatu hal yang nggak bisa dibandingkan, si A lebih pinter dari si B. Dalam hal apa? Linguistik, penalaran, kreatifitas, etika, atau apa? Pinter adalah semakin kita banyak tahu, semakin kita ngerasa nggak tahu. Justru kalau kita udah ngerasa pinter, kita akan bingung harus apa? Mau apalagi? Banyak banget hal di dunia ini yang masih perlu kita pelajari. Soft skill, hard skill. Cara kita komunikasi, bersosial, sains, berpendapat, dan lainnya. Pinter adalah saat kita mampu untuk acknowledge diri kita, minat kita, capability kita, tahu mana yang harus dikembangkan dan mau terus mengembangkannya. Untuk para perempuan, semoga kita bisa tetap semangat untuk memperjuangkan pendidikan kita dan mau terus belajar. Itulah kodratnya manusia; harus dan akan terus belajar. Orang yang well-educated akan mampu memahami lebih banyak situasi dan memandangnya dari berbagai perspektif. Cara kita dalam mendidik anak kita kelak, akan membawa dampak yang besar dalam pertumbuhannya. We should make something bigger and better than us. Semoga dipertemukan dengan laki-laki yang open minded, mau diajak bertukar pikiran, tidak lelah mengingatkan dan mau diingatkan. Asal tetap ingat kodrat kita sebagai makmum, bahwa setinggi apapun pendidikan kita, setinggi apapun jabatan kita, suami harus tetap dihormati, karena di sanalah surga kita berada.
Cantik dan Body Image
Di usia remaja, kita sering banget dibikin insekyur sama penampilan. Apalagi saat direndahkan karena kondisi fisik tidak sesuai standar kecantikan yang ditetapkan oleh sekitar. Ketika fisik jadi penghalang buat bisa berkarya, saat disuruh di balik layar aja karena nggak bagus kalau on cam, eh tapi idenya dipake. Nggak bisa dipungkiri kalau good looking have a previlige. Orang yang sebenernya nggak capable bisa punya posisi karena fisiknya. Ada juga yang bisa famous karena karya tapi direndahkan, dianggap "bisa gitu pasti karena cantik/ganteng". Menuruti omongan orang, mengikuti standart yang mereka buat, cuma buat kita capek karena cuma lari tanpa tau apa yang dikejar dan kemana tujuannya. Orang akan selalu punya celah buat lihat kesalahan kita. Nggak ada manusia yang punya 100% pro dalam hidupnya. Semua perempuan itu cantik. Mau gimana bentuk rambutnya, mau berapa berat badannya, apa warna kulitnya. Cantik saat kita bisa connected sama diri, jiwa, dan pikiran kita. Cantik saat kita bisa ngerasa damai dan nerima diri kita apa adanya. Seperti apapun rupa kita, itu adalah sebaik-baik yang telah Tuhan berikan. Nggak ada yang bisa bersinar lebih terang dari kecantikan hati dan spread positivity. Aku pernah di titik itu, merasa nggak nyaman sama diri sendiri. Seiring berjalannya waktu, kita pasti mengalami proses pendewasaan. Bahwa ada lho yang harusnya kita kasih concern lebih than standar kecantikan yang kadang nggak masuk akal. Menerima bukan berarti tidak merawat. Justru harus dirawat, makan yang sehat dan teratur, istirahat yang cukup. Jangan terlalu keras dan berambisi memenuhi standart cantik kalau cuma bikin kita ngerasa gak nyaman. Kalau tubuh kita bisa displit nih, mungkin bagian tubuh kita yang lain akan protes "udah nih, gue udah berusaha semampu gue. lu masih mau yang gimana". Belajar untuk menyayangi diri sendiri dulu, sebagaimana kita berharap untuk disayangi orang lain seperti itu.
Ambisi
Kalau kata Dewi Sandra dan Dian, setiap dari kita harus punya yang namanya ambisi agar kita tau mau ngelakuin apa. Kalau cuma diem-diem aja, ngikutin arus, kita jadi nggak bisa nemuin apa sih meaning dari hidup kita. Kenali dirimu, minatmu, maumu, find your purposes. Goals yang ada di kepala kita bukan hadir sembarangan, kita pasti akan cari gimana cara untuk sampai ke sana. Kita nggak selamanya ada di dunia, lalu setelah kita sudah pergi, apa yang mau kita tinggalkan? Apa yang udah kita lakukan untuk bisa beri manfaat buat orang lain? Cita-cita dan mimpi kita saat kecil mungkin beda sama apa yang ada sekarang, and it's okay. Kita sudah melalui banyak proses yang mengajarkan kita, membantu kita, membentuk diri kita sampai jadi yang sekarang. Kalau dulu kita mikir dunia ini just about "me", semakin dewasa kita akan mulai kontemplasi lagi nih "how should I do to help others", what's my impact, am I live or just breathing? Ketika mimpi kita ngga kesampean, selalu ada pelajaran yang diberikan sama Tuhan buat kita. Bahkan bisa jadi hal baik yang kita punya sekarang, karena Tuhan detach keinginan kita di masa lalu. This world is not just about us, how our existence have a meaning for the others. Kalau saya sendiri, lebih baik kita sama-sama nggak dapet apapun, daripada keuntungan saya harus merugikan orang lain. Saya selalu ingin punya pekerjaan yang nggak cuma ngasih saya "job", but allowed to help others. Di situlah saya merasa hidup, menemukan arti, dan lebih memberi semangat kalau apa yang saya lakukan akan ada lho dampaknya buat orang lain. Kalau dulu saya suka gerombolan, keliatan keren ni temennya banyak. Makin ke sini ngerasa, temen paling dua tiga cukup selama itu bisa saling support dan bisa dipercaya. Saya seneng punya relasi banyak, tapi nggak begitu nyaman untuk mengizinkan semuanya bisa masuk dan tahu tentang dunia saya.
Sebagai sesama perempuan, kita harus lebih sadar dan peduli sama perempuan lain. Saling support bukan malah mencibir, karena sekarang kayanya lawan perempuan justru perempuan itu sendiri. "Eh lu masih belum nikah aja badan udah segini gimana kalau udah punya anak", "alah cuma gitu doang biasa, lu aja yang baper", "eh iya ya badan lu tu tapi gede banget", dan banyak banget ucapan lain yang entah sadar atau enggak, diucapkan dengan santai tapi melukai perempuan lain. Hargai orang lain. Apa yang baik buat kita, belum tentu baik juga buat orang lain. Apa yang menurut kita nilainya 4, bisa jadi itu 10 buat orang lain. Jangan karena kamu ngerasa nyaman sama hidupmu, kamu jadi mikir kalau orang lain juga nyaman sama hidupnya. Sesekali kita perlu tengok kanan kiri, masih banyak banget orang yang butuh bantuan kita. This world is full of good person. If you cant find one, be one!
https://youtu.be/A-BqFW0gjF8
3 notes
·
View notes
Text
Effort
“Kenapa sih nilai saya segini-gini aja padahal udah belajar mati-matian sampai sakit?”
“Kok dia belajarnya selow kek siput tapi nilainya A mulu?”
“Udah apply kerja kemana-mana tapi belum dipanggil wawancara. Ada orang sekali apply langsung keterima kerja”
“Udah kerja capek-capek tapi ga dihargain...”
Have you ever heard this before? or maybe mengalami secara langsung? Pasti ada beberapa dari kita yang pernah mikir or at least denger dari orang lain. Gak papa. Di dunia yang ngelihatnya hasil (result), emang kayanya kalau belum menghasilkan atau punya pencapaian apa-apa tuh bisa bikin down banget. Tingkat kepercayaan diri bisa turun, meragukan diri sendiri dan meragukan Tuhan (eh jangan deng ya).
Kira-kira dua hari lalu, dengerin ceramahnya Ust Nouman Ali Khan yang mana ini menampar saya berkali-kali dan sengaja dituliskan supaya jadi reminder (terutama buat diri sendiri). Soal effort (usaha) dan hasil (result).
Kalau boleh jujur, saya juga beberapa kali sempat ngerasa minder, sama orang-orang dengan usia way younger than me yang pencapaiannya udah luar biasa. Udah conference di luar negeri, jadi dosen PNS, punya usaha sendiri, dan pencapaian-pencapaian lain. Pas diingat-ingat, waktu kuliah juga ada beberapa mata kuliah yang belajarnya udah mati-matian tapi nilainya ga sesuai harapan.
Waktu itu sih mikir, “Oh ya mungkin ada orang lain yang usahanya lebih lebih di atas saya. Yang doanya lebih kenceng dia atas saya.” Atau “Mungkin ada alasan kenapa saya udah belajar maksimal (di standar saya) tapi nilainya belum maksimal”
Ketika ragu-ragu dan mikir begini, sepertinya kita lupa kalau yang punya hak untuk memberikan hasil itu cuma Allah. Yang punya rencana dibalik hasil itu (apapun) ya cuma Allah. Mungkin kalau kita belajarnya setengah-setengah kemudian dapat nilai A, Allah bisa lihat kita nya bakalan jadi malas belajar di masa depan. Padahal esensi belajar/kuliah itu bukan cuma soal nilai. Tapi lebih dalam dan lebih luas dari itu.
Sempet mikir ga sih, ngapain waktu sekolah atau kuliah, belajar matematika seperti linear, kurva, aljabar, bahkan matriks, turunan dan diferensial padahal mungkin jurusan utama kita itu kedokteran, gizi, kesehatan masyarakat atau social science? Kan ga kepake tuh. Sehari-hari juga orang jarang menggunakan ilmu-ilmu dasar untuk menyelesaikan masalahnya.
Kalau menurut pandangan saya pribadi, esensi belajar itu selain memperdalam wawasan dan pengetahuan sama perspektif, juga untuk melatih diri melawan semua ketakutan yang muncul dari keraguan karena tidak paham. Contoh, pernah gak mau mengerjakan sesuatu tapi udah khawatir atau takut duluan kalau nanti gak bisa? Saya pernah. Belajar crochet (recent event haha). Pertama kali lihat temen dengan lihat crochetting itu kaya takjub, kok bisa? Ribet banget kelihatannya karena benangnya disangkut-sangkutin gitu ke hakpen. Ternyata pas udah diniatin mau belajar dan nekad aja nyoba terus, alhamdulillah bisa. Meski belum bagus, at least bisa bikin wadah kartu (tapi dipakenya buat simpen obat karena terlalu longgar hahaha).
Orang selalu bilang, kita harus menghargai prosesnya. Meanwhile untuk ukuran manusia, proses atau usaha itu sulit diukur. Standarnya apa? Karena effort ini mirip data kategorik tapi ga bisa dikategorikan haha (naon). Yang jelas bukan data numerik yang bisa diukur pakai angka. Kalau hasilnya mungkin bisa diukur pakai angka. Makanya kata Ust Nouman Ali Khan yang bisa mengukur atau menilai effort seseorang itu hanya Allah. Manusia itu bisanya ngukur result atau hasil.
Ya kan kita ga tahu kalau ternyata teman kita yang nilai matkulnya dapat B ternyata belajarnya 3 kali lipat dari kita. Meanwhile kita belajar kebut semalam tapi Alhamdulillah dapat A. Tapi hal ini bukannya menjadi sumber kesombongan ya, karena kita genius atau pintar, melainkan harus disyukuri karena Allah segitu baiknya ngasih kita hasil terbaik dengan usaha yang mungkin hanya setengah dari teman kita. Temen kita yang usahanya berkali lipat tapi resultnya gak sesuai mungkin Allah sudah siapkan rencana sendiri.
Nouman juga menyampaikan kalau sebenarnya yang Allah ukur itu bukan berapa besar gaji kita, berapa banyak aset kita, atau pangkat kita, tapi effort kita. Misal, kegiatan non-profit yang gak keliatan sama orang banyak.
Kalau buat diri sendiri, ketika udah bekerja mati-matian tapi apresiasinya rendah, kalimat ini semoga bisa menjadi pengingat : “Cuma Allah yang bisa lihat usaha kamu. Seberapa mati-matiannya kamu bekerja untuk menjadi bermanfaat. Kalau penghargaan dari manusianya rendah, ya gak papa. Karena mereka ga bisa lihat. Sementara Allah bisa”.
4 notes
·
View notes
Text
Pandemic and Everything in Between
Waktu itu aku janji ya, akan nulis lagi tapi nggak nunggu naik kelas dulu? (Maaf, ini ditulis sebelum aku naik kelas dan ternyata lagi-lagi mengendap di draft, jadi ternyata janjiku tidak ditepati huft)
Baiklah, maka disinilah aku sekarang, mencoba menulis tentang cerita sebulan ke belakang. (eh, kok berima?)
Serius, banyak banget yang mau aku ceritain, tapi bingung mulai darimana.
Jadi, apa kabar kalian semua? Aku baik, Alhamdulillah, abis shalat teraweh dan iseng buka laptop ngestalk blog himpunan IEI UI, haha. Oiya, tadi aku juga abis minum jahe hangat. (ini too much information banget, maafin)
Kita semua udah tau kan ya, kalo sebuah virus yang katanya akan selalu bermutasi ini sedang menyebar di seluruh dunia. Katanya, Allah pasti menyelipkan sesuatu yang memiliki sisi positif di setiap ciptaannya. Alias pasti Allah punya alasan kenapa virus covid-19 ini harus ada di dunia.
Dan aku merasa aku merasakan manfaatnya.
Jadi, sebelum-sebelumnya, aku sama keluargaku itu jarang bangeeeet sholat berjamaah. Papa pasti ke masjid, adikku yang cowok di pesantren (dan kalau lagi pulang pasti sholat di masjid), trus aku dan adik cewekku kadang suka susah kalo diajak sholat berjamaah sama mama. Serius, pasti ada aja alasannya.
Tapi semenjak ngumpul di rumah gini, sholat lima waktu bener-bener selalu berjamaah. Trus kadang abis Maghrib, pasti papaku gelar kajian kecil-kecilan, alias ceramah. Paling sering ngomongin makna di balik surat yang dibaca pas sholat sebelumnya.
Kadang papa nanya, “Jadi, tadi papa baca surat apa?” Trus kadang kita nggak ada yang jawab HAHAHA. Berarti kemana-mana kan tuh, ya, pikiran pas lagi sholatnya. Astagfirullah.
Mungkin kalau pandemi ini nggak ada, aku sama keluargaku akan tetap berjauhan dan nggak meluangkan waktu yang “begitu banyak” untuk ngobrol dan ngelakuin hal bareng-bareng.
Trus, aku ngerasain manfaat selanjutnya.
Karena semua jadi serba “from home” termasuk sekolah, UKK-ku juga jadi dilaksanain di rumah. Aduh, tau lah, ya, kalau ujian di rumah dan nggak ada yang memantau pasti ada keinginan buat berlaku curang.
Aku mikir-mikir lagi, kan. Trus aku langsung membuat kesimpulan gitu di pikiranku (dan abis baca thread di twitter juga);
“Kalo gamau nyontek dan dapet nilai bagus, ya satu-satunya jalan itu dengan belajar.”
Yaaaaa ini tuh kayak hal universal banget nggak, sih? Tapi kalo aku baca di masa itu, hal sekecil ini jadi relate banget dan mencoba buat nanemin juga di dalam hati.
“Yaudah belajar, Al. Cuma belajar jalannya.”
(Oiya, dan doa. Udah tau lah, ya.)
Jadi aku mulai buat jadwal tuh, kan, sebulan sebelum UKK. Pas itu juga aku udah nyoba tanyain beberapa guru-guru aku kayak, “Bu, nanti UKK materinya BAB berapa aja, ya?” dan hal semacam itu.
Tapi tetep aja sih aku baru bener-bener seriusnya kayaknya dua minggu-seminggu sebelum UKK, karena memang suka goyah :( Asli, memang harus selalu menampar diri sendiri biar inget sama tujuan awal.
Sampai akhirnya tiba UKK. Aku bener-bener berusaha buat nggak liat buku atau google sama sekali. Buku-buku aku taro jauh-jauh sebelum mulai ujian. Kalo pas ujian ada yang nggak bisa, aku biasanya ya..... ngasal. HAHAHAHA aku anaknya gini maaf kalo udah berkali-kali mikir gak nemu juga yaudah gitu, mau apalagi, asal aja. (Dan aku nggak yakin sama cap-cip-cup wkwkwkw, abis kadang cap-cip-cup juga salah, jadi cuma kaya modal Bismillah, dah.)
Sampai akhirnya nilainya keluar.....
Trus aku mau nangis banget wkwkwkwkwk :’)
Soalnya bener-bener dibikin sama Allah jadi ngerasa, ternyata ini loh hadiahnya kalo kamu kerja keras. Allah tuh pasti adil. Aku bahkan nggak tau ngedeskripsiin perasaan yang aku rasain pas itu, kaya kerja kerasku kebayar semua. Walaupun mungkin ada yang 80-an dan bahkan ada yang 70 dan remed satu tapi tetep ..... seneng :”)
Dan di sini aku dibikin kaget sama nilai matematika, hahaha. Beneran ini disclaimer ya, nggak niat sombong atau apa (Bahkan orang lain banyak yang lebih-lebih-lebih keren daripada aku), tapi matematikaku paling tinggi sekelas alias 98 alias salah satu..... Wow.
Kayaknya seinget aku pas aku tau ini aku jejeritan, sih. Soalnya, ya, beneran ini mah, aku tuh kalo ngerjain soal matematika pas ulangan (terutama seringnya di ulangan tengah dan akhir semester) itu aku nggak pernah nyelesain semua soal. Pasti ada ajaaaa yang udah muter-muter tapi nggak nemu jawabannya alias ngasal, dan nggak kejawab sama sekali (jadi ngasal juga). Tapi pas UKK kemarin, aku nyelesain semua soal dan waktunya masih nyisa. Aku sendiri aja kaget, gitu, hah ini seriusan bgt aku nyelesain semuanya?????!??!?!
Hard work pays off tuh beneran ada.
Trus pertama kali aku dapet nilai 91 di Bahasa Indonesia. Hah, Alhamdulillah bangeeeeet :(
Makanya sejak kejadian ini aku berdoa semoga semangat aku buat belajar (yang salahnya masih berorientasi pada nilai sih tapi yaudah aku bisa apa huhu) nggak surut-surut. Aamiin.
Nah, ternyata aku, tuh, dikasih hikmah lagi dari hasil ujian-ujianku ini. Aku, kan dapet remed satu, ya. Dan itu, tuh, udah langsung disuruh ngerjain soal sama gurunya pas hari terakhir UKK. Dikumpulin hari itu juga. Jadi aku mikir kayak, wah oke aku bisa istirahat.
Tapi ternyata, minggu depannya, aku harus ke Bandung karena kakek aku meninggal... Di sini bener-bener sedih banget, sih, soalnya aku ada pas kakek aku menghembuskan nafas terakhirnya gitu. Abis ke Bandung juga aku langsung ke Tasik, karena dimakamkannya di sana, kan. Aku sekitar seminggu lebih di Bandung-Tasik.
Trus aku jadi mikir lagi ... Coba kalo ternyata nilai aku ada yang remed? Bakal agak nyusahin nggak, sih? Kan, nggak mungkin aku bisa fokus dengan remed pas kondisi keluarga lagi berduka gini. Jadi aku kayak .... Ya Allah, emang rencana Allah tuh... apa, ya? Mau bilang indah tapi, kan, kakekku meninggal.
Eh tapi mungkin emang Allah udah ngatur segalanya di waktu yang terbaik, soalnya kakek-ku meninggal karena sakit juga dan udah 15 tahun kurang lebih (aku kurang hapal juga), dan daripada harus ngerasain sakit terus, kan :(
Jadi, gitu.
Sebenernya ada satu hal lagi, sih, yang bikin aku pandemi ini, tuh, nggak selamanya buruk, kok. Dan hal ini bikin aku yakin juga kalo apapun yang terjadi tuh pasti ada sisi positifnya. Tapi kayaknya aku nggak bisa cerita di sini soalnya bukan masalah yang aku bisa bahas dengan aku yang seperti ini (Yaudah kalo nggak ngerti maafin aja ya aku nggak tau harus gimana mengekspresikannya, HAHAHA).
Btw aku kelas sebelas dong, sekarang hehe.
Semangat!
(aku nggak ngerti kenapa endingnya gini but okay let me end this here, i’ll see you on the next post!)
6 notes
·
View notes
Text
Memperlebar Langkah : Cerita soal LoA dan IELTS
Bag. #2
"Akar ilmu memang selalu pahit, namun buahnya manis."
Sebelum saya cerita soal IELTS saya, saya mau cerita soal sebuah fakta bahwa saya sudah empat kali ambil TOEFL ITP dan nggak ada yang nyentuh 550. Rincianya : 1. 487 2. 497 3. 533 4. Belum sempat diambil, agak trauma juga wkwk
Padahal, saya bener-bener belajar buat toefl itp itu. Sebelum kerja, dan sepulang kerja. Berminggu-minggu. Berbulan-bulan. Karena toefl itp cuma bisa diambil sebulan sekali, maka saya sudah bergelut dengan itu semua selama empat bulan, beli buku-buku toefl, bayar tes pake gaji yang yah segitulah - dan hasilnya bahkan belum memuaskan. Yah, saya memang ga pintar hehe.
Alhasil, di akhir tahun 2016 saya memutuskan resign dari kantor, setelah cukup menabung untuk membayar biaya tes ielts, kursus di pare plus biaya hidup di sana. Di awal tahun, saya mengalokasikan satu bulan untuk fokus belajar di Global English, Pare. Biayanya 1.3 utk program intensif ielts plus camp-nya. Biaya hidup juga terhitung murah. 1 juta cukuplah sebulan utk makan, sewa sepeda, laundry, dan fotokopi catetan temen wkwk.
Sepulang dari sana, saya menyisakan waktu sekitar 8 hari untuk belajar mandiri. Ya, saya belajar seserius mungkin. Rata-rata nilai listening dan reading kalo pas ngehabisin serial cambridge dan barron sih memuaskan. <-- Ini tips saya soal reading dan listening juga. Kemudian saya ambil tes tgl 18 Februari dan keluarlah hasilnya hari ini.
Oke saatnya berbagi tips. 1. Reading. Seperti yg tadi sudah saya bilang, saya banyak ngerjain soal2 dari modul di atas, plus dari longman juga. Nah, untuk reading, metode saya sih umumnya baca dan pahami soalnya, cari kata kunci, kemudian cari jawabannya di teks dengan menggaris bawahinya, setelah itu konfirmasi atau yakinin diri bahwa jawabanny bener. Emang kudu rajin-rajin dan gaboleh bosen baca, khususnya skimming. Biasanya, letak jawabanny pun berurutan. Jadi misal nomor 1 jawabannya di baris ke 8, maka nomor 2 dan seterusnya ada di bawahnya. Biasanya ga lompat jauh. Tapi, awas hati-hati sama paraprase yang suka bikin terkecoh. Misal, di soal ditulis aku makan sayur bayam, nah di teks bisa jadi dibilang semangkok sayur bayam dikonsumsi oleh aku. Kemudian, pastiin familiar dengan tipe True-False-Not Given, atau Right-Wrong-Not Given. tulis sesuai apa yang diminta, jangan disingkat jadi T-F-NG atau R-W-NG. Tulis yang jelas. Karena, saya beberapa kali terbingungkan sama ginian. Kalau perlu, utk Listening dan Reading, tulis aja jawabannya pakai huruf kapital biar ga bingung sama penulisan hurif besar utk negara, nama tempat, dll.
2. Listening. Ga jauh beda sama reading, bahwa tugas kita tuh tinggal copy and paste. Jangan nyari sinonim, atau parafrase dari kata yang kita dengar/baca di teks. Kalau diminta satu kata ya tulis satu kata. Kalau diminta maksimal 2 kata dan/atau 1 angka ya tulis maksimal segitu. *Satu angka bukan selalu berarti harus satu digit. Toh, nomor hp juga bisa dibilang 1 angka. Kemudian, hati-hati dengan penulisan plural/singular, v1/v2, spelling kata dan sebagainya. Karena, rain dan rained ga terlalu beda jauh di kuping, tapi kalau salah tulis walau satu kata ya tetep salah. No negotiation. Terlebih, listening ielts tuh super baik kalo menurutku. Karena, sebelum soal dibacakan, kita dipersilakan utk membaca dulu. Ketika dibilang bahwa kita bisa baca dulu soal nomor 1-4, maka cukuplah mengamati soal itu aja. Gausah baca dulu soal lain di luar batasan itu. Perhatiin baik-baik, garisbawahi kata kuncinya, prediksi kira-kira jawabannya seputar apa. Kemudian, tiap 10 soal, kita dipersilakan untuk ngecek jawaban. Ketika 40 soal udah beres, kita dapet 10 menit utk transfer coret2an/jawaban kita di soal ke lembar jawab, plus ngoreksi spelling dan aturan2 yang ada semisal jumlah kata maksimal di tiap jawaban. Nah, dengan kemudahan ini, biasanya reading dan listening jadi penyelamat skor ielts secara keseluruhan.
3. Writing. Jujur, aku sendiri lebih suka writing dan speaking ketimbang dua tes yang lain meskipun nilainya juga ga lebih bagus. Writing kan dibagi dua ; writing task 1 untuk mendeskripsikan apa adanya tentang grafik/tabel/peta/diagram/gabungan yang ditampilkan. Iya, apa adanya. Gausah pake asumsi macem-macem, pake prasangka dan kepekaan *tsaah. Uniknya, soal writing task 1 tuh selalu sama dan jadi jawabannya udah hampir jadi kayak template (parafrase pernyataan, overview, body 1 (grup pertama), body 2(group kedua)). Gini penjabaran soalnya : A. Summarise the information : jelasin trendnya. Naik? Turun?berubah? tetap? B. Selecting and reporting main features : selalu ada grouping. Ntah yang paling atas, paling bawah, yg stabil. Dan cuma main features nya aja. Gausah disebut per poin dari data yang ada. Yg paling pnting pengelompokkannya. C. Make comparison : Bisa the highest X the lowest, otherwise X likewise. Nanti dua grup ini bisa dipisah di body 1 dan body 2.
Untuk writing task 2, strukturnya biasanya: A. Paragraf awal (prafrase pernyataan, tambahin detail, thesis.) B. Body 1 (biasanya ide yang kita kurang sepakat/siap dibantah) C. Body 2 (ide yang kita dukung/bilang di thesis statement di paragraf awal) D. Summary (jelasin main issue, kemudian re-state thesis dengan parafrase)
Untuk body1 dan body2 sebenernya tergantung soal. Ada yang nanya agree-disagree, to what extent do you agree, your opinion, cause-effect, problem-solution, dll. Pastiin aja paham diminta nulis apa, dan bagaimana menjelaskannya. Nah, untuk itu dalam menulis body1 dan body2 jangan lupa reason-detail-example nya biar makin kuat. Jelasin si A tuh gimana, efeknya apa, contohnya di mana dengan scope yang besar. Yah kota lah minimal. Jangan ngasih contoh pribadi, curhat entar wkwk. Kemudian, karena ini academic writing, jadi hindari pakai kata-kata slang (what'up mblo!), singkatan (don't), general (thing, good, bad) maupun speaking language (really).
Saya sendiri kemarin cara belajarnya ada dua. Pertama, saya banyak-banyak baca contoh writing task 1 dan 2 dari cambridge, collins, ieltsbuddy.com, dan lainnya. Catat kata-kata spesial utk writing task 1 dan 2, dan kata2 spesifik untuk beragam topik kayak kesehatan, kriminalitas, pekerjaan, keluarga, hiburan, transportasi, lingkungan, makanan, dll. Kedua, adalah membiasakan menulis sesuai waktu yang disediakan. saya biasanya task 1 butuh 30 menit, task 2 butuh 25 menit, dengan 5 menit utk memahami soal dan membuat kerangka tulisan utk masing2 task 1 dan 2 - pastiin menjawab soal ! Catatan, kemarin ketika test saya salah bawa pensin mekanik. Ternyata mata pensilnya agak besar, jadi tulisan jelek saya makin jelek.
4. Speaking. Untuk bagian ini, jadwalnya suka beda-beda. Ada yang dilangsungkan di hari yang sama dgn test lainnya, ada yang beda. Kalo saya bersamaan sih - dan sempet nonton batman lego the movie di jeda antara ketiga test dengan test speaking. Saya dijadwalin jam 16.05 tapi nyatanya dipanggil mendadak jam 15.30an, jadi jangan kemana-mana. Nah, saya kemarin belajar dengan latihan terus-terusan, baik mandiri maupun bareng temen yang juga serius (gamau kalo cengegesan dan cuma 1 jam) kemudian juga download banyak video speaking di youtube yang band 7.0 ke atas. Bagi saya, kunci pertama utk tes ini adalah memahami karakteristik dari masing2 bagian: A. Part 1, sifatnya nanya soal keseharian. Saya kemarin ditanya soal hometown, temen dekat, dan robot. Kuncinya, jawab sesuai pertanyaan, cukup 2-4 kalimat (sesuai soal). Seperti writing task 2 dan tes speaking secara keseluruhan, penting banget apal diluar kepala kata-kata spesifik untuk topik-topik tertentu, dan jelaskan dengan reasons/examples/details/speculation/evidences. Misal, kemarin saya ditanya soal mau punya robot ga? Saya jawab, iya, saya mau punya robot, kayak doraemon yang dengan alat-alatnya bisa bantuin kerjaan rumah. Selain itu -seperti writing dan speaking secara keseluruhan- penting banget untuk ngasih jawaban yang menjawab, elaboratif, logis, mudah dimengerti. 2. Part 2, yakni ngomong 2 menit, dan dipersilakan nulis rancangannya selama 1 menit usai dikasih soal. Selain pastiin bahwa kita udah menjawab semua soal yang dikasih, jangan lupa tulis kata sambung (furthermore, moreover, on the other hand, dll) dan idioms terkait di kertas coret-coretan itu. Kalau saya, biar yakin bisa ngomong selama 2 menit, saya nulis 8-10 topik kecil di kertas coret2annya. Misal, ketika disuruh jelasin hometown, saya nulis beberapa poin kayak : lokasi, suhu/suasana, hal yg disuka, hal yg gadisuka, pekerjaan umum warganya, kapan terakhir saya ke sana, ngapain aja saya di sana. 3. Part 3 adalah diskusi (sebenernya engga sih, karena satu arah) yang topiknya terkait sama part 2 dan sifatnya general. Jadi, scope contoh yg kita jelasin gabisa cuma personal kayak di part 1, melainkan kayak people in my country.... Di sisi lain, perlu agak berbelit dengan nyiapin kalimat pembuka semacem "in my opinion...". Untuk itu, jawaban part 3 ini umumnya lebih panjang dikit, biasanya sekitar 5-8 kalimat (tergantung soal). Nah, sekali lagi, jangan lupa reasons-examples-details-speculate-evidences, kemudian pakai idioms dan kata-kata spesifik untuk topik terkait. Misal, kata semacam zat aditif, nutrisi, bahan pengawet, menu, dll untuk topik makanan.
Yup, segitulah tips seadanya dari saya. Semoga ga puas, dan tergugah buat terus belajar serta gacuma nyari tips tips doang hehe. Semangat !!
Oia berapa nilai ielts saya? Kan toefl itp saya aja cuma segitu :(. Hmm alhamdulillah, insyallah cukup kok buat daftar beasiswa dan kampus di luar sana. Berikut rinciannya : L : x.5 R : x.5 W : x.0 S : x.0 Overall : x.5
52 notes
·
View notes
Text
be very comfortable with your own skin
sejak kecil, saya di bully karena fisik.
when I was at school. people called me ‘ketek bulek padek’ yang artinya kecil bulat padat. Saya tahu saya datang dari kampung dan senang bernain panas panasan, meski badan saya gempal tapi keras. Anak gaul versi tetangga tetangga saya adalah yang jago lari, manjat pohon, jago ngebut naik sepeda, nangkep ikan di empang, dan ngga takut sama biawak. But still, at some point, untuk setiap kali melakukan salah dan diteriaki “dasar ketek bulek padek” dasar “hitam” dasar “cebol”.. rasanya sakit :) sampai kadang saya pernah nangis di kamar mandi sambil beberapa kali ngeliat ke cermin bilang “kau nda boleh lemah.” eh ujung ujungnya saya keluar dengan menunduk.
selama di pesantren saya ngga dapet cercaan karena fisik, sama sekali. semua diterima apa adanya, sebagai santri. Kepercayaan diri saya kembali lagi.
Then that ‘pretty confident me” went to the college, where real world tortured her in a way social perspective does. Saya ngga nyangka banyak banget orang temenan karena orang lain cantik, ada aja yang nilainya bagus dan dibaikin dosen karena rupawan.. bahkan saya pernah jalan sama temen yang mereka malu jalan sama saya yang hitam gendut dan ga gaul ini. Dan gapunya hp BB ini, dan ga mainan twitter ini. And that calling came back to life. Dalam inner circle saya, saya biasa dipanggil “bantet” dan gembil. Bahkan beberapa bagian dari tubuh saya seringkali di highlight “kok lengannya kaya bogem, itu betis atau talas bogor?” .. sampai saya ingat teman saya (yang memang senang bercanda pakai hati dan nda sadar kalau panggilan2 begitu berimpact) sering bilang “ah.. kamu mah emang terbuat dari kesalahan ..” setiap kali saya bikin salah.
Awalnya saya berkaca kaca, sedih, sakit. tapi dibilang baperan, dibilang cengeng. Akhirnya untuk meredakan itu semua, sebelum saya diejek, saya yang duluan ngejek diri saya sendiri. “iyaa emang gue jelek.” “iyaa emang lengan gue bogem” begitu. Setiap hari. Selama 3 tahun :)
Pada tahun akhir kuliah, saya memisahkan diri dari teman teman saya yang itu dikosan baru. Tapi bahkan ejekan saya ke diri sendiri gabisa dihentikan. I was trained to do that. Disana saya terkena depresi. Ngga mau keluar kamar. Sampai pernah coba bunuh diri karena ngerasa worthless dan ngapain hidup kalau aku lahir dari segala kesalahan di muka bumi. Kedengeran lebay, ya. Tapi entah kenapa itu yang dirasakan. Bermalam malam cuma bisa nangis yang ga berasa sambil melukai diri. Saya gigitin bagian dari diri yang saya benci sampai lengan saya biru biru. Melukai diri terasa menyenangkan. Terasa kembali ke hakikatnya, kalau saya berhak dapet yang buruk buruk dari hidup. Saya berhak disakiti .. Bahkan saat itu saya turun 12 kg, sudah putih dan langsing tapi tetap merasa itik buruk rupa. luar biasa. Luar biasa nyeri hati bila ingat ingat.
Lulus kuliah, saya kursus ke pare dan berat badan saya naik, lagi. Dan disana pertamakali saya bulimia. saya belajar memuntahkan semua makanan yang saya makan. Dan saya terus menerus memuntahkan makanan selama dua tahun. Dari yang tadinya sulit harus dikorek, sampai ke yang loss aja. Gendut sedikit perutnya, saya muntahin. Sampai ingat buang air hanya beberapa hari sekali sangking gaada yang masuk nya. Saya baru masuk kerja dan selalu ingin terlihat bagus memakai baju apapun. Jadilah muntah memuntahkan menjadi makanan saya sehari hari.
Saya pindah kantor dan memutuskan untuk puasa daud. Dan disana, semua nya jadi membaik. Alhamdulillah sudah berhenti dan sembuh dari bulimia. apalagi ada motivasi internal kalau ternyata bulimia itu haram.
Tapi apakah insekuritas saya dengan diri saya sendiri makin membaik?
nyatanya tidak. jauh di dalam hati, diri masih meringis merasa kalau saya tetaplah si itik buruk rupa, yang tidak peduli sebanyak apapun achievement yang saya dapatkan, tidak akan menaikkan level ketidakberhargaan menjadi berharga :)
Saya jarang banget post muka sendiri, karena malu. kalau ada pipi sedikit, saya bisa mengutuki foto itu berhari hari. Saya masih sering menghindari cermin, menghindari pantulan diri. kamera depan ngga pernah dibuka. sama sekali ngga pernah. kalau ada yang manggil saya ‘ibu’, hati saya ngilu. kalau ada yang nyebut bagian dari diri saya atau bilang ’gendutan’, saya murung berhari hari. kalau ada yang bilang cantik dan lucu, adalah pernyataan yang paling ngga bisa saya percaya di muka bumi.
bayangkan betapa hari saya seringkali menjengkelkan. saya jalan sama temen temen ke pameran lukis, eh mas masnya manggil saya ‘bu’.. hati bisa kemerungsung sampe makan rasanya ga napsu. separah itu? iya, separah itu. sampai saya pernah nge hide semua tagged post saya karena malu sama fisik sendiri.
ya Allah (peluk diri dengan erat)
hal hal itu, masuk ke alam bawah sadar saya. Saya baru ngeh dulu saya senang pakai sepatu lusuh dan totebag lusuh. Saya pikir yaa emang itu saya banget. sekarang sekarang baru nyadar kalau dulu saya ngerasa diri emang harganya segitu, jadi cocoknya disandingkan sama tas dan sepatu yang udah usang. dulu saya gasuka make up an. kerudung ga disetrika. pakai baju ga match, bukan karena saya memang begitu, saya merasa yaa emang segitu aja harga saya. siapalah harus pake yang rapi rapi.
saya ngga tau saya sukanya baju apa. karena selama ini beli baju tergantung lingkungan sosial saya. saya sering milih hal yang ngga saya sukai.. entah kenapa saya jadi orang nomer satu yang jahat sama diri sendiri, meski saat itu banyak teman teman saya sudah menyayangi saya. Kan ada yang dia paling sayang sama dirinya sendiri, meskipun dunia jahat padanya. Kalau saya kebalikan. And no matter how the world loves you so much, you can’t really accept it if you dont love yourself. ini truth. karena saya punya perbandingan keduanya :)
saya punya beberapa teman yang saya percaya mereka menyayangi saya apa adanya. memang mereka jadi nampak seberharga itu di mata saya, ketika saya merasa dengan sudut pandang saya waktu itu, dunia jahat sama saya karena sayangnya sama yang rupawan dan ‘ideal’ aja. Tapi hal ini juga merupakan bumerang buat saya. Sekalinya ada salah satu diantara mereka yang menyinggung2 fisik saya, rasanya kaya di betray sama orang yang paling kita trust. rasanya satu orang itu sama dengan seribu orang yang meneriaki jelek ke wajah saya. kaya dikecewakan sama orang yang paling kita percayai. wkwkwk
mohon maaf banyak yang ngga masuk akal. tapi kalau ada yang mental health nya keganggu, itu bener bener rasanya selebay itu. padahal kita tau kalau pake logika yaa ngga gitu. dia ngga salah, orang lain ngga salah bilang ibu. kan wajar aja toh ngga tau toh aku emang jelek dan emang pakai gamis gitu. tapi entah mengapa sekalinya insekuritas tersentil. tuiiiing rasanya ingin kabur ke pluto saja. That’s why it matters, that mental health. that children inside. dan rasanya hidup dengan hal itu nemplok di kita tuh gaenak bangeeet :((
wahaha panjang ya. tapi saya ingin berbagi. sekarang semua sudah tertangani, alhamdulillah.. ketika saya memutuskan pergi ke ahli untuk konsultasi masalah lain, tp atas izin Allah hal ini terselesaikan :)
saya ingin memberitahu kalau gestur dan kalimat negatif itu powernya kuat sekali. kalau rasa benci itu dampaknya jauh sekali. kalau dendam dan amarah yang disalurkan dengan cara tidak baik itu bisa menyakiti sampai menyakiti jariyah. saya ingin memberitahu, kalau kalimat negatif itu bukan ringan timbangannya. kalau mau ngeluarin dari bibir, tolong berfikir berulang ulang ulang kali. karena kita ngga tahu jenis luka apa yang akan muncul. karena kita ngga akan tahu sedalam apa jatuhnya batu yang kita lempar ke lautan.
nanti akan menulis tentang apa yang saya rasakan setelah recovery.. alhamdulillah rasanya ngga berat lagi nulis salah satu dari banyak hal yang mengganggu di masa remaja saya. biar ada disini agar suatu hari nanti bisa dibaca sebagai pelajaran untuk diri maupun orang lain.
wahai diri, semoga gak telat ya. setelah 25 tahun, aku baru bisa sayang kamu dan nerima kamu seutuhnya sebagai manusia. maaf selama ini aku perlakukan kaya monster yang tampak membahayakan. maaf selama ini aku baik ke seisi dunia tapi ke kamu aku keji banget. maaf selama ini fokus memperhatikan, membantu, menghangatkan, memeluk, menyayangi banyak orang diuar sana tapi kamu kutelantarkan dengan bengis.
ayo kita jalan bersama sebagai aku, dengan penuh cinta pada diri, semoga dari kebahagiaan batin lahir banyak padang bunga yang jariyah. kebahagiaan yang lebih longlast untuk diri dan banyak orang. makasih ya, kamu selama ini kuat banget. I LOVE YOU SO MUCHIE <3
10 notes
·
View notes
Text
Review: Gundala Putra Petir
Tadi nonton gundala. Spoiler alert ⚠
Untuk permulaan film series sih cukup bagus menurutku. Nilainya B+ lah yaa. Kenapa cuma B+? Karena menurutku dibanyak sisi masih banyak yg agak kurang oke. Buat CGI nya lumayan, tapi ada beberapa yg masih wagu. Jalan ceritanya oke, tapi keliatan loncat-loncat banget. Yg paling mengecewakan dibagian perpindahan scene. Kurang alussss dibanyak scene, maksa juga. Apalagi pas bagian sancaka kecil jd dewasa, shoot angle-nya kok kyk geser, jadi aneh huhu (padahal itu yg ditunggu2 penonton pastinya). Banyak cerita yg ga klimaks dan tokoh yg ya udah gitu aja. Dateng trus dibuang.
Buat enemy, cie elah enemy wkwk, kurang greget ceritanya. Anak-anak "Bapak" pas gelut nih kurang gitu rasanya. Aktingnya yg bagian lawan gundala rada slow kurang cepettt (kecuali yayan sm hannah). Tapi ini menurutku sih. Kalo yg lain latar waktunya yg masih rancu.
Filmnya lebih kyk Batman gitu ya, kebanyakan remang-remang alias agak dark (nyebutnya apa ya?), jokesnya dikit (tapi mayan lucu lah), lebih serius dan spaneng dikit. Kalo ga ngikutin dialognya bisa luput ceritanya, jd kudu fokus.
Give applause to Abimana, Tara Basro, dan semua aktor pendukung yg main. Bagus bgt mainnya. Ekspresinya oke, dandanannya realistis, suka aku tu. Abimana cool abez, Tara Basro cantik abezz. Paling suka dibagian akhir pas tiba-tiba ada Sri Asih. Wah itu mantap sih, singkat tp pemunculan yg oke. Sama musuh selanjutnya juga okeee, keliatan Indonesia bgt soalnya pake bahasa Jawa kuno.
But, good job for Joko Anwar and team. He made a great debut on this heroes series. Banyak pesan-pesan nasionalis. Salah satu film yg ga bikin aku ngelirik jam tangan samsek selama di dalem bioskop 👏 Ga ngebosenin karena penasaran sama alur ceritanya dan diakhir bener-bener pgn tau kapan film selanjutnya bakalan release! Semoga kedepannya makin memuaskan lah yaww
.
.
04/09/2019
IMBRE DPT DISKON BERTUBI-TUBI DI TIX ID SAMPE NONTON GUNDALA CUMA RP 500 OMGGG PADAHAL AKU YG MESENIN 😂
1 note
·
View note
Text
Nilai Tinggi atau Rendah. Mana yang Lebih Baik?
Belum lama ini sedang ada pembagian KHS (Kartu Hasil Study) di kampus saya. Sebelumnya, buat temen-temen yang engga kuliah, silahkan lanjutkan bacanya engga apa-apa, saya engga mau cerita soal kuliah, cuma saya membuka cerita saya dengan cerita di kampus.
Ada teman-teman yang bisa mengambil 24 SKS, itu berarti IPS-nya di atas 3,5. Sebagian yang lain ada yang dapat di bawah 3,5 ada yang 2, ada yang 1.
Saya menemukan beberapa anak yang merasa beramit-amit dengan IPS yang rendah, anggap saja IPS yang rendah 1 atau 2. Memang engga secara langsung mengamit-amitkan, tapi kita tahu betul cara orang menilai orang lain hanya dari sikap dan isi bicaranya. Sebagian lagi, ada yang merasa jumawa karena berhasil mendapatkan 24 SKS, ada yang merasa lebih tinggi dari yang lain, tapi juga ada yang sederhana, biasa saja dapat 24 SKS, engga mengamit-amiti, engga jumawa, bersyukur iya, tapi biasa aja.
Terus mau cerita apa? Mau cerita kalau sekolah dan kampus sebagai tempat untuk mendidik kadang malah tidak mendidik kita menjadi terdidik. Contohnya? Ya tadi, mengamit-amiti orang lain yang nilainya tak sebagus dirinya, merasa lebih tinggi hanya karena punya nilai yang lebih dari teman-temannya. Bukan salah kampusnya, bukan salah sekolahnya. Salah pribadinya masing-masing karena engga bisa mendidik diri. Nyatanya masih ada yang dapat prestasi terbaik, tapi biasa saja, bersyukur iya, tapi bukan lantas yang nilainya tidak setinggi dirinya tidak lebih baik dari dia.
Berulang kali saya cerita. Saya punya teman, lulus kuliahnya 6 tahun. Tapi saat kuliah sudah punya beberapa cabang restoran, saat lulus dia engga lagi mencari kerja, tapi fokua menyediakan lapangan kerja, IPK nya berapa ma? Engga bagus-bagus amat, engga cumload juga. Ada juga yang lulus 7 tahun, tapi sebelum masuk kampus udah punya bisnis, sebelum lulus, udah punya ratusan cabang bisnis makanan di seluruh Indonesia, sering diundang menjadi narasumber seminar di berbagai kampus, IPK rendah bangey dia. Ada juga, teman saya sendiri, kuliah di kampus negeri favorit, lulus tepat waktu, dengan IPK yang bagus, aktif organisasi, tapi setelah lulus frustasi karena menganggur tak kunjung dapat panggilan kerja.
Apakah teman saya yang lulus lama lebih baik dari pada teman saya yang lulus cepat? Engga juga. Apakah yang lulus cepat lebih baik dari pada yang lulus lama? Engga juga. Kenapa? Karena setiap orang punya prioritas yang berbeda dalam hidup ini. Siapa yang tau? Kalau teman saya yang lulus lama ini juga frustasi? Frustasi karena dihujani komentar engga segera lulus? Siapa yang tau? Kalau teman saya yang lulus cepat ini frustasi? Frustasi karena engga kunjung dapat panggilan kerja seperti kebanyakan teman-temannya.
Engga ada yang lebih ringan kesedihannya, semua pilihan memang punya resiko yang akhirnya membuat kita merasa begitu jatuh. Sekalipun lulus cepat lantas dapat pekerjaan. Selalu ada masanya saat hidup berulang kali menjatuhkan kita. Entah kapan, cuma Tuhan yang tau.
IPS tinggi, medium, dan rendah bagi saya semuanya sama saja. Karena semua manusia punya prioritas yang berbeda. Ada yang bekerja sambil kuliah, ada yang kuliah sambil bekerja. 2 hal ini tentu jelas berbeda prioritasnya. Yang satu lebih memprioritaskan pekerjaannya, satunya lagi lebih memprioritaskan sekolah/kuliahnya. Urusan karena mereka males atau karena kurang usaha, saya rasa itu bukan bagian dari pekerjaan manusia untuk menghakimi. Itu hak Tuhan, Tuhan yang paling tau dia totalitas berusaha atau engga. Sebagai manusia, cukup semangat-menyemangati, dukung-mendukung dan stay positive.
Sama halnya dengan teman-teman yang kuliah atau dengan yang engga kuliah. Yang kuliah bukan berarti lebih berpendidikan. Engga. Karena pendidikan itu soal karakter. Sekolah dan kampus cuma wadah buat orang-orang yang ingin terdidik. Urusan, terdidik engganya pribadi yang di dalam sekolah/kampus, balik lagi ke diri sendiri. Mau engga jadi manusia berpendidikan.
Sampai sini dulu ya. Semoga tulisan gue ini bermanfaat. Semoga, jumlah orang-orang yang rendah-merendahkan orang lain semakin berkurang di muka bumi ini. Boleh banget share tulisan ini kalau kalian ngrasa ini bermanfaat. :)
1 note
·
View note
Text
Coping Stress Mechanism
Well, disiang hari yang terik ini, saya ingin sedikit menulis mengenai sedikit hal yang bermanfaat (biasanya ngga bermanfaat soalnya haha). Ini mengenai stress, stressor dan bagaimana mengolahnya. Apa yang ingin saya tulis disini sebagian besar kuambil berdasarkan jurnal maupun materi materi perkuliahan. Entah mengapa, tiba tiba tertarik untuk membahas hal ini. Mungkin, karena saya sendiri butuh untuk memadamkan stressor yang berlalu lalang dihidupku? Entahlah.
Pertama, apa sih sebenarnya stress itu? kalau misal diliat liat, orang akan selalu mendeskripsikan stress sebagai suatu bentuk perasaan tertekan saat melakukan sesuatu. Misal, siswa stress karena PR, pekerja stress karna lembur, dokter stress karna pasiennya ngga sembuh sembuh, koass stress karena tugas banyak, jaga mulu, dan salah mulu (iye, koass mah ngga pernah bener). Gitu kan? Tapi, kalau menurut Hans Selye, stress didefinisikan sebagai suatu respon tubuh terhadap suatu tuntutan. Nah, respon ini dapat di definisikan ke banyak hal, bukan? Dan perlu diingat, bahwa setiap manusia itu unik, memiliki tubuh dan pikiran yang unik. Makanya, seringkali kita melihat, suatu masalah hal yang sama, dapat menjadi stressor terhadap seseorang, namun dapat juga hanya menjadi angin lalu bagi orang lain. Pola-pola seperti itu berbeda, dan ada teorinya juga (tapi ini ngga saya bahas, nanti bahasannya melenceng kemana mana dan ngga selesai selesai) Makanya, berhentilah men-judge seseorang sebelum tahu bagaimana pola orang itu.
Kembali ke persoalan stress tersebut. stressor stressor itu butuh untuk dipadamkan, dan diselesaikan. nah, disinilah muncul istilah coping stress dan defense mechanism (untuk defense mechanism, dibahas lain kali saja ya, soalnya ini teori yang terpisah dan panjang). Untuk coping sendiri, terdapat beberapa definisi. Namun yang paling dikenal adalah menurut Lazarus dan Cohen (1979), coping didefinisikan sebagai suatu usaha yang berorientasikan kepada aksi dan usaha intrapsikis untuk mengatur lingkungan dan tuntutan internal, dan konflik diantara keduanya, yang melebihi kapasitas seseorang. Pada tahun 1984, Lazarus dan Folkman mendefinisikan ulang coping sebagai perubahan kebiasaan dan kognitive secara konstant untuk mengatur konflik internal atau eksternal yang melebihi kapasitas seseorang. Jadi, secara garis besar, coping ini adalah usaha untuk mengurangi konflik.
Nah, coping sendiri memiliki 2 bentuk yang paling umum dilakukan.
1. Problem-focused coping
2. Emotion-focused coping. Jenis ini dibagi pula menjadi 2 subgroup, yaitu active dan avoidant. Secara garis besar, active didefinisikan sebagai cara coping dengan mengadaptasikan diri terhadap stress, sedangkan avoidant adalah bentuk coping sebagai suatu penghindaran atau bahkan self-distruction sebagai respon terhadap stress tersebut.
Secara garis besar, contohnya seperti ini:
Misalkan, ada seorang mahasiswa yang memiliki stressor berupa ujian. Dia benar benar panik dan takut nilainya tidak membaik, dan dia tidak ingin mendapat nilai jelek karena tidak ingin mengecewakan orang tuanya. Dia selama ini sudah merasa belajar, namun entah kenapa, dia tetap panik.
Nah, disini, kita ketahui bahwa masalahnya adalah : Mau ujian, takut nilai jelek. secara kasat mata, pilihan jalan keluarnya adalah belajar. Namun, itu bila kita fokus kepada problemnya. Coba kita fokus pada emosi yang dirasakan si mahasiswa tersebut. Dia merasa takut dan cemas. Nah, 2 jenis coping yang berbeda, memiliki sasaran yang berbeda pula. pada tipe problem-focused coping, orang cenderung melihat dari sisi ‘apa masalah yang ada? apa yang bisa dilakukan?’ Dalam kasus ini, masalahnya adalah ujian, maka yang dilakukan adalah belajar. Nah, pada tipe emotion-focused coping, yang menjadi titik utama adalah ‘apa yang dirasakan’. Dikasus ini, mahasiswa merasa panik dan takut, maka yang dapat dilakukan adalah mengatasi perasaan itu.
Jika ditanya, lebih bagus menggunakan coping tipe apa? Tentu saja jawabannya adalah.. semua baik dilakukan. Mungkin beberapa dari kita (bahkan mungkin saya sendiri) selalu berfikir bahwa promblem-focused adalah yang terbaik. Karena tampak dewasa, tampak tegas, berwibawa, tidak menye menye dan banyak alasan lain. Padahal bukan seperti itu. Coba bayangkan menjadi sosok mahasiswa yang dicontohkan diatas. Dia tau dia harus belajar karena ujian, namun, dengan rasa panik yang amat sangat, bisakah dia menyerap ilmu yang ia baca dari buku? Tentu saja tidak. Maka dari itu, emotion-focused juga dibutuhkan.
Apakah ada perbedaan gender? Mungkin sebagian dari kita berfikir bahwa laki-laki akan cenderung menggunakan problem-focused, sedangkan perempuan sebaliknya. Ternyata, menurut penelitian Folkman & Lazarus (1980) dan penelitian Hamilton & Fagot, tidak ditemukan adanya perbedaan gender dalam penggunaan tipe coping, meskipun menurut penelitian Stone & Neale (1984), laki-laki cenderung menggunakan problem-focused.
Jadi, intinya gimana? Nah, daripada berlama lama dengan teori, takutnya tulisan ini makin mirip sama laporan referat, mari kita berdiskusi aja. Intinya :
1. Setiap orang pernah memiliki masalah hidup (yang ngerasa ngga pernah punya masalah hidup, ayo bicara. Sepertinya hidup Anda menyenangkan haha). Masalah hidup ini bisa saja sama antara satu orang dan orang lain, tapi dapat memberikan respon yang berbeda, tergantung dari tingkat respon seseorang, (tergantung genetik yang diturunkan, tergantung pola asuh yang diterapkan, tergantung lingkungan yang membentuk, tergantung neurotransmitter yang ada, dsb).
2. Coping mechanism adalah mekanisme yang digunakan dalam menangani stressor tersebut. Terserah mau lebih fokus pada masalah yang ada, atau pada perasaan yang dirasa. Semuanya baik untuk dilakukan, tergantung masing masing individu. Tidak memalukan bila seorang laki-laki ingin berfokus pada apa yang dirasa, dan tidak pula salah bila seorang perempuan ingin lebih berfokus pada masalah yang ada. Berhentilah untuk mengklasifikasikan banyak hal hanya berdasarkan gender, karena suatu pilihan itu tidak hanya terkait dengan ‘laki laki’ dan ‘perempuan’, karena kita tahu, pilihan itu dipertimbangkan dari banyak hal, bukan hanya dari gender.
3. Coping mechanism ini mengajarkan pada kita, bahwa mendiamkan masalah bukanlah hal yang baik. Pilihlah suatu cara untuk menyelesaikannya, dan jangan menghindarinya.
4. Bentuk dari coping ini dapat disesuaikan dengan masalah yang ada dan dengan bentuk dan pola kepribadian masing masing individu.
Siapapun Anda, diluar sana, dengan apapun masalah Anda yang ada saat ini, semoga segera diberikan jalan keluar, semoga diri selalu kuat dalam menangani apapun yang dirasa dan ketika semua masalah selesai, berterimakasihlah pada diri Anda yang tetap kuat hingga Anda dapat berdiri tegak seperti saat ini.
P.s : Hei para mahasiswa/i kedokteran dimanapun Anda berada!! beruntunglah kalian, karena menurut Al-Dubai,et al (2011), mahasiswa kedokteran memiliki prevalensi tingkat stress yang cukup tinggi. 31.2% di Bristish medschool, 41.9% di Malaysian medschool, dan 61.4% di Thailand Medschool.
------------------------------------------------------------------------------------------
Source :
Baqutayan, Shadiya M.S. 2015. Stress and Coping Mechanism. Mediteranian Journal of Social Science, vol 6 (21).
Bowins, Brad. 2004. Psychological Defense Mechanism : A New Perspective. The American Journal of Psychoanalysis, vol 64 (1).
Ryan, Kate. 2013. How problem focused and emotion focused coping affects college students’ perceived stress and life satisfaction. Department of Psychology
Al-Dubai, et al. 2011. Stress and Coping Strategies of Students in a Medical Faculty in Malaysia. Malaysian Journal of Medical Science, vol 18 (3).
1 note
·
View note