Tumgik
#kapal asing
penaalmujahidah · 3 months
Text
Nama dalam Cerita
Tumblr media
#Part 1 (Prolog)
Pada akhirnya sejauh apa pun jarak, selama apa pun waktu, dua jiwa yang ditakdirkan untuk bersatu pasti bertemu.
Terkadang, dalam hidup kita jumpai kebetulan-kebetulan yang tidak pernah kita sangka akan terjadi. Padahal sejatinya kebetulan hanyalah wujud nyata dari rentetan takdir yang telah lama tertulis dalam kitab-Nya.
Kita sebagai manusia yang sangat terbatas dalam segala hal, terkadang menganggap lucu sebuah alur yang Tuhan gariskan dalam hidup.
Berapa banyak dari kita yang tidak pernah saling mengenal, bahkan berpapasan pun tidak, tetapi ternyata akhirnya bersatu. Berlayar di atas kapal yang sama, dengan harapan dapat berlabuh di surga-Nya.
Dulu, aku bertanya-tanya setiap kali menyaksikan orang-orang yang menikah dengan sosok yang belum pernah mereka kenal sebelumnya "Mengapa mereka bisa yakin dengan seseorang yang baru saja mereka temui dalam episode kehidupannya?"
Ternyata aku tahu jawabannya. Karena dua jiwa yang telah ditakdirkan untuk bersama seperti dua kutub magnet berlawanan yang saat didekatkan akan langsung merekat. Bukan saling menjauhi. Bukankah dalam suatu hadits juga dikatakan bahwa "Ruh-ruh itu bagaikan pasukan yang dihimpun dalam kesatuan. Jika saling mengenal di antara mereka maka akan bersatu. Dan yang saling merasa asing di antara mereka maka akan berpisah."
Bersambung...
36 notes · View notes
kurasasaja · 11 days
Text
Silva4d : Tanah di Ujung Galaksi
Tumblr media
Bab 1: Panggilan dari Bintang
Langit malam tak lagi asing bagi Kapten Arka. Sudah sepuluh tahun ia memimpin ekspedisi luar angkasa, mengarungi kegelapan abadi yang dipenuhi bintang-bintang jauh. Namun, perjalanan kali ini berbeda. Ia tidak lagi mengejar planet asing untuk kolonisasi atau menambang mineral langka. Kali ini, ia mencari sesuatu yang bahkan teknologi tercanggih Bumi pun tidak bisa jelaskan: sebuah sinyal.
Sinyal itu muncul dari tepi galaksi, dari wilayah yang belum pernah dijelajahi manusia. Sebuah pesan yang tak diketahui asalnya, tetapi sangat jelas. Seperti panggilan personal, satu kata yang berulang-ulang: "Pulangkan."
Arka duduk di ruang komandonya, memandang laju bintang yang melebur jadi garis-garis cahaya saat The Horizon, kapalnya, melesat dalam kecepatan warp. Pikirannya penuh pertanyaan. Siapa yang mengirim pesan itu? Dan mengapa terdengar seperti berasal dari rumah, meski berada di ujung galaksi yang tidak terjangkau?
Di belakangnya, pintu otomatis berderak terbuka, dan Letnan Sari masuk dengan wajah serius.
"Kapten, kita akan memasuki wilayah tak dikenal dalam dua jam," lapor Sari sambil menyerahkan peta holografis ruang angkasa. "Belum ada tanda-tanda bahaya, tapi sebaiknya kita siap-siap."
Arka mengangguk. "Siapkan tim penjelajah. Begitu kita tiba, kita akan menyelidiki sumber sinyal."
Bab 2: Planet Misterius
Setelah dua jam dalam mode waspada, mereka tiba di titik yang dituju. Di depan mereka membentang sebuah planet yang sama sekali tidak tercatat di peta. Warnanya biru kehijauan, atmosfernya tampak tenang, dan dari orbit, mereka bisa melihat hamparan daratan luas yang mengingatkan Arka pada Bumi. Tapi ada sesuatu yang aneh. Terlalu tenang. Tidak ada satelit alami, tidak ada kapal asing, tidak ada aktivitas sama sekali—hanya keheningan.
"Kapten, sinyal semakin kuat," kata Sari, menunjuk layar. "Sumbernya ada di permukaan."
Dengan hati-hati, Arka memimpin tim kecil turun ke planet itu. Begitu mereka mendarat, hal pertama yang mereka rasakan adalah gravitasi yang sama seperti di Bumi. Ini hampir tidak mungkin. Mereka sudah terlalu jauh dari tata surya, jauh dari rumah mereka.
"Kau merasakan itu?" tanya Arka, suaranya hampir seperti bisikan. "Ini seperti… Bumi."
Mereka mulai bergerak menyusuri daratan berbatu, meneliti setiap detil. Sampai akhirnya, mereka tiba di sebuah struktur besar di tengah lembah. Bangunan itu tampak seperti monumen tua, dihiasi ukiran yang asing namun terasa familiar.
"Tuan, Anda perlu melihat ini," kata Sari yang sudah mendekati salah satu ukiran. Dengan jari gemetar, ia menunjuk ke arah simbol di dinding batu. Sebuah lambang yang tak mungkin salah dikenali oleh Arka: lambang peradaban manusia.
"Ini mustahil," gumamnya, jantungnya berdetak kencang. "Bagaimana lambang manusia bisa sampai di sini?"
Bab 3: Peninggalan Masa Depan
Di dalam monumen itu, mereka menemukan lebih dari sekedar simbol. Ruang-ruang dalamnya penuh dengan artefak, catatan, dan bahkan teknologi yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya, tetapi semuanya bercampur dengan hal-hal yang sangat dikenal. Ada foto-foto Bumi, peta kuno, bahkan rekaman suara. Tetapi hal yang paling mengejutkan adalah, ketika mereka mencapai pusat monumen, mereka menemukan kapsul kriogenik—masih aktif.
Di dalamnya, seorang pria. Manusia. Dan wajahnya—wajahnya mirip dengan Arka. Hampir seperti melihat ke cermin.
"Ini… aku?" Arka hampir tak bisa berkata-kata.
Kapsul kriogenik itu tiba-tiba menyala, menampilkan hologram pesan. Suara itu—serupa dengan suaranya sendiri—mulai berbicara.
"Jika kau mendengar ini, berarti waktumu telah tiba," kata sosok hologram tersebut. "Aku adalah kau dari masa depan. Aku telah melakukan perjalanan ke ujung galaksi untuk menyelamatkan umat manusia, namun aku terjebak di sini. Sinyal yang kau terima adalah panggilan terakhirku. Kini, kau harus melanjutkan misi ini. Waktu Bumi hampir habis, dan jawabannya ada di sini, di planet ini."
Arka terpaku, pikirannya dipenuhi oleh ribuan pertanyaan yang tak terjawab. Apakah ini nyata? Bagaimana mungkin ia bisa bertemu dirinya sendiri dari masa depan?
"Kita harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi," kata Arka pada timnya. "Dan kita harus cepat. Jika ini benar, mungkin Bumi sedang dalam bahaya."
Bab 4: Takdir Sang Penjelajah
Sementara mereka menggali lebih dalam ke misteri planet tersebut, satu hal menjadi jelas: tempat ini bukan hanya planet biasa. Ini adalah persimpangan waktu, di mana berbagai garis masa bertemu. Di sini, Arka dari masa depan terjebak setelah mencoba memperbaiki kesalahan yang belum terjadi di Bumi.
Namun kini, segalanya berada di tangan Arka yang sekarang. Ia harus membuat keputusan besar: kembali ke Bumi dengan informasi ini, atau tinggal di planet ini dan mencari cara untuk menyelamatkan dirinya sendiri di masa depan.
Saat dia menatap ke langit planet yang misterius, Arka menyadari bahwa takdirnya sebagai penjelajah bukan hanya tentang menemukan dunia baru. Ini tentang menemukan jawaban di luar batas pemahaman manusia. Bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi untuk seluruh umat manusia.
Dan begitu dia kembali ke kapalnya, ia tahu satu hal: penjelajahannya belum selesai.
Akhir
2 notes · View notes
journeyofrskaul · 4 months
Text
Sialnya, aku mulai mencintai seseorang yang tidak pernah aku sangka-sangka sebelumnya.
Bunyi kipas dikamarku menjadi penenang di malam ini, sunyi sepi di depan kamar juga menjadi teman kesepianku disepanjang malam. Keseharianku selain bergelut dengan isi kepala, hanya membolak-balikan aplikasi, pindah kesini, lari kesana, lalu bosan, begitulah singkatnya.
Malam ini aku sibuk membuka galeri, memilih foto mana yang memang tidak seharusnya ada disini, karena memori hpku sudah mengatakan kalau ia tidak kuat untuk menampung. Namanya wanita, apapun didokumentasikan sampai lupa kalau ada batasan.
Akhir-akhir ini aku kesal sekali dengan seseorang, balasan chatku tidak pernah ia balas, perkara membalas ungkapan selamat pagi, siang, atau sore darikupun enggan. Rasanya aku ingin sekali menghampirinya dan mengatakan, "chatku sudah menjadi kapal selam ya di room chat hpmu?" Aku enggan mengatakan tenggelam, karena jika sudah tenggelam bukankah kemungkin besar tidak akan kembali lagi? Meskipun ada sepersekian kemungkinan bisa bangkit, tapi menurutku tidak akan.
Rasa kantuk mulai datang menghampiri, lekas ku lepaskan hpku dan bersiap untuk menyambut mimpi yang tidak bisa tertebak itu. Tak menunggu sepersekian jam, aku terlelap, berenang di alam mimpi, menari-nari dengan imaji, dan ada kamu disana.
Aku tidak menyangka sebelumnya, bagaimana kamu bisa datang menghampiri, menelusup ke bagian dariku dan menjadi pemeran utama disana. Disana hanya aku dan kamu, tanpa ada seorangpun yang menjadi figur orang asing.
Akhir-akhir ini interaksi kita cukup menguras energi alias cukup intens dari kebanyakan waktu belakangan, tapi tak pernah terpikirkan olehku kalau aku akan jatuh hati. Tapi setelah dipikir debar jantung setiap bertemu denganmu, senyum yang tak henti layu, dan langkah semangatku untuk bertemu denganmu, rasanya aku cukup yakin kalau aku menaruh hari, entah sejak kapan.
Alih-alih menolak jatuh hati lagi, sialnya hatiku malah berlabuh, entah sejak kapan, aku tidak tahu.
jourskaul
4 notes · View notes
faizaalbi · 1 year
Text
Sunset Bersama Rosie
Tumblr media
Penulis: Tere Liye
Tahun terbit: 2011
Halaman: 429 halm
Premis: Tegar—Laki-laki yang dulu sangat mencintai sahabatnya Rosie dan telah kehilangan kesempatan untuk menyatakannya—sangat ingin tinggal di Jimbaran, Bali untuk mendampingi anak-anak Rosie, yaitu Anggrek, Sakura, Jasmine, dan Lili, yang kehilangan sosok ayah dan berpisah dengan ibunya yang depresi, tetapi Tegar memiliki janji kehidupan bersama Sekar di Jakarta.
Tema: Keluarga, Kesempatan, Berdamai
Plot: Tragedi (Rosie dan keempat kuntum bunganya yang tiba-tiba kehilangan Nathan sebagai suami dan ayah karena kejadian meledaknya bom di Jimbaran, Bali)(Tegar yang kehilangan kesempatan mengungkapkan cintanya kepada Rosie)
POV:  Sudut pandang orang pertama, Aku (Tegar)
Alur: Campuran (Mayoritas alur maju, tapi ada alur mundur, yaitu ketika Tegar mengingat kejadian 15 tahun lalu (menyaksikan Nathan menyatakan perasaannya kepada Rosie dan kehilangan kesempatan untuk menyatakan perasaannya kepada Rosie) dan ketika Tegar tidak sengaja mengungkapkan perasaannya 15 tahun yang lalu untuk menenangkan Rosie yang kalap karena depresi berat).
Ritme: Lambat. Suasana, perasaan, raut muka, gestur tubuh digambarkan secara detail dengan bahasa yang indah.
Latar: Gili Trawangan, Pantai Jimbaran Bali, Gunung Rinjani, Bali, Jakarta
Tokoh
Tegar: 35 tahun. Bertanggung jawab. Baik dan sabar. Bisa diandalkan. Atletis, bisa mengendarai mobil, motor, dan kapal cepat dengan ngebut. Terlalu mencintai Rosie. Cintanya melebihi cinta Rosie ke Nathan ditambah cinta Nathan ke Rosie. Terlalu mencintai anak-anak. Om, uncle, dan paman yang paling hebat, keren, dan super bagi anak-anak Rosie.
Rosie: 35 tahun. Sahabat terdekat Tegar, suami Nathan, ibu dari Anggrek, Sakura, Jasmine, dan Lili. Sangat menyukai sunset. Terlambat menyadari perasaannya kepada Tegar. Mengalami depresi berat setelah ditinggal mati Nathan, suaminya.
Sekar: Gadis cantik. Lebih cantik daripada Rosie. Mudah menangis. Sangat mencintai Tegar. Cintanya melebihi cinta Tegar ke anak-anak, ditambah dengan cinta anak-anak kepada Tegar, ditambah cinta Tegar kepada Rosie, juga ditambah cinta Oma kepada anak-anak.
Nathan: 35 tahun. Suami Rosie.13 tahun menjalani pernikahan dengan Rosie dengan intensitas kebahagiaan tinggi. Lebih agresif daripada Tegar. Dua bulan mengenal Rosie, langsung menyatakan perasaannya. Meninggal dunia akibat kejadian bom di Jimbaran
Anggrek: Sulung Rosie dan Nathan. 12 tahun. Wajahnya mewarisi gurat muka Rosie. Keibuan dan bisa diandalkan. Rambutnya lurus tergerai. Senang membaca buku. Pandai menulis cerita, pandai menjelaskan banyak hal dan selalu bertanya hal aneh dan ganjil. Memanggil Tegar dengan sebutan Om
Sakura: Anak kedua Rosie dan Nathan. 9 tahun. Lancar empat bahasa asing. Menyukai segala hal yang berbau komik. Rambutnya suka dikepang.Aktif, memiliki otak kanan yang sama hebatnya dengan otak kiri. Pandai bermain musik, biola. Jahil dan super-ngeles. Memanggil Tegar dengan sebutan Uncle.
Jasmine: Anak ketiga Rosie dan Nathan. 5 tahun. Pendiam, pemerhati yang baik, penurut, dan tidak banyak membantah. Rambutnya ikal. Kalimat-kalimatnya selalu menyentuh. Bisa memerjemahkan perasaan orang lain dengan baik. Suka merajut dan merawat Lili.  Memanggil Tegar dengan sebutan Paman.
Lili: Bungsu Rosie dan Nathan. 1 tahun. Selalu digendong Jasmine. Setelah berusia 3 tahun, hanya dengan Jasmine, ia berbicara. Rambutnya panjang hitam. Kelak memanggil Tegar dengan sebutan Papa.
Oma: Nenek kandung Rosie dan nenek bagi Tegar. Mengetahui perasaan Tegar kepada Rosie dan Rosie kepada Tegar.
Ayasa: Dokter psikiater perempuan yang merawat Rosie ketika depresi berat. Masih muda, Seumuran Tegar, Cantik. Tidak pakai kacamata.
Clarice: Peneliti dari Sydney yang memperkenalkan dr. Ayasa untuk perawatan depresi Rosie. Punya helikopter. Menyayangi Tegar dan keluarga Rosie dan Nathan.
Michell: Turis yang langganan menginap di Resort Rosie. Dokter Anestesi.
Linda: Mantan sekretaris Tegar saat Tegar bekerja di Jakarta. Sahabat Sekar.
Bagi kamu yang udah baca novelnya,
pilih tim Tegar-Rosie atau Tegar-Sekar?
Pic: google
13 notes · View notes
irpurnama · 10 months
Text
Tumblr media
Almost 30
Hello aku 29 sekarang dan ini tahun terakhirku sebagai anak duapuluhaan. Whoaah sooo old but super excited HAHA.
Okee karena udah 29 mari kita sedikit berbicara tentang menjadi perempuan single di usia hampir tigapuluh yuhuu~
Cinta dan pernikahan adalah hal yang jaraang sekali aku bahas disini, kenapa? karena aku gak punya ilmunya jadi diem aja daripada malah berteori asal.
Disini aku memang tidak pernah bercerita atau mengeluh tentang menjadi perempuan single di usia matang, tapi sama seperti perempuan single lainnya tentu akupun merasakan desakan dari berbagai arah. Namun aku rasa itu adalah hal yang sangat wajar dan normal.
Semua desakan dan kekhawatiran itu wajar hingga aku tidak punya alasan untuk "rungsing" atas perbuatan tersebut, terlebih keluargaku melakukannya dengan cara yang sangat bijaksana (terima kasih Allah sudah memberi aku keluarga yang begitu baik).
Aku rasa mengeluh, mengiba, atau bahkan kecewa atas pertanyaan "kapan menikah" adalah hal yang sia-sia karenanya aku selalu berusaha untuk tidak peduli akan hal itu. Aku hanya peduli jika pertanyaan itu datang dari keluarga dekatku.
Sebagai seorang perempuan single aku selalu membatasi diri untuk tidak banyak berteori tentang pernikahan. Aku menyadari betul bahwa opini yang aku buat akan menjadi tidak valid karena aku belum pernah mengalaminya. Tidak ada pembanding dalam opini yang aku buat hingga itu membuat opiniku terasa seperti omong kosong dan sok tahu.
Tapi aku bisa bercerita tentang menjadi perempuan single hingga usia 29, hal yang juga tak banyak orang mengalaminya bukan?
Saat ini aku sedang ditahap begitu nyaman menjalani hidup. Bebanku banyak tapi mulai tak terasa berat lagi, aku mulai menemukan caranya membagi beban yang benar dengan tubuhku sendiri. Aku mulai tahu apa yang ingin aku dapatkan di masa depan. Aku sudah merasa lebih berharga dan layak untuk dicintai meski memiliki banyak kekurangan.
Dalam beberapa tahun ini aku sibuk mengasihani diri sendiri sampai rasanya aku terus-terusan tenggelam dalam situasi yang sebenarnya tidak serumit itu. Aku merasa gagal dalam memahami diri sendiri hingga merasa tak pantas untuk menyayangi dan disayangi orang lain.
Semakin dewasa aku mulai mengerti pada pola hidup yang aku jalani, excited-jatuh-kecewa-menerima-bangkit-semangat-ketemu masalah lagi-(repeat). Masalah itu akan selalu ada bahkan sampai berulang, mungkin karena aku belum sempurna menyelesaikan masalah tersebut sebelumnya. Tapi, karena dia berulang aku jadi mengerti bagaimana cara menghadapinya.
Ketika aku menghadapi masalah baru yang rasanya asing dan belum pernah aku hadapi, aku menjadi sadar bahwa aku sedang menjalani ujian kenaikan kelas. Aku diuji dengan masalah baru dimana itu artinya aku sudah dianggap bisa menyelesaikan masalah sebelumnya and its a good news actually.
Jadi untuk duasembilanku, jangan takut lagi untuk berjumpa dengan hal-hal baru. Hidup itu polanya akan selalu sama, tinggal siapin mental untuk hal yang lebih ekstrem, hal diluar nurul dan gak masuk haykal sampai bikin kamu gak habis fikri.
Ikuti kemana arus bawa kamu pergi, walaupun arusnya bikin kapal kamu jungkir balik dan porak poranda. Tetap pegang kemudi, jaga keseimbangan, cek arah angin, dan pegang kompasmu erat-erat. Lanjutkan perjalanan walau sambil mengeluh, menangis bahkan mengutuk.
Semoga tahun ini aku gak denger lagi kalimat “kasian ya aku..” tapi mulai diganti dengan “ih keren banget si aku..”
Satu lagi deh, upgrade diri terus yaaa jangan mau kalah sama ios dan android.
Love you sekebon tiiiiiiiiii muaaah 💋
Regards,
Your number one fan 🫶🏻
pict by pinterest
5 notes · View notes
birucoklatpetrichor · 11 months
Text
Sekian lama
Tak terasa waktu berjalan. Hampir 1464 jam atau lebih berlalu. Bagaimana kabarmu disana. Harap kabar baik selalu tercurah.
Hai, terasa lama tak bersua. Masihkah perjuangkan mimpi yang sama. Berjumpa di tanah yang asing sana. Masihkah.
Hai. Seberapa jauh ikhtiar sudah diupayakan. Apakah peluh dan air mata sudah mengalir. Sepotong doa selalu terucap tanpa pinta.
Tetap lah bergerak langkah per langkah. Jika sudah berlari berhentilah sejenak untuk sedikit menghela nafas. Jangan pernah patah arang. Pantang berlabuh sekali kapal berlayar.
Semoga tercapai apa yang dicita. Semoga bersama mereka yang dicinta. Semoga terpenuhi segala asa. Meski perlahan, tapi kita bisa.
5 notes · View notes
ichakhr · 2 years
Text
Khawla
Sombrero, Januari 2016
Terpasang jelas di dinding kamarnya. Sebuah rancangan rumah mewah bergaya American style favoritenya.
Khawla, Gadis kelas tiga SMA yang baru saja menyelesaikan sekolah menengah atas dengan cita-citanya menjadi seorang arsitek sukses dimasa yang akan datang. Ia selalu tersenyum tiap kali melihat dinding kamarnya dan juga gambar-gambar arsitektur lainnya yang disimpannya di laci meja belajar. Cita-citanya dirasa makin menguat kala Ia dinyatakan lulus dari SMA dua minggu lalu. Sejumlah jadwal tes masuk Universitas yang sudah Ia mantapkan untuk dipilih dan siap Ia jalani satu-persatu dengan setumpuk buku latihan soal yang sudah bulak-balik ia kerjakan. Ya! Khawla siap menjemput impiannya dengan sungguh-sungguh. Tak jarang Ia sampai tertidur di meja belajarnya karna tanggal ujian sebentar lagi tiba.
Pukul dua dini hari menjadi malam yang menegangkan bagi Khawla
“Khawla…. bangun. Ayo kita harus segera pergi, kemasi baju dan juga barang barangmu yang tidak ingin kau tinggalkan dirumah ini. Cepat Khawla”. Ibu Weli, Mama Khawla terlihat sibuk Manyiapkan beberapa tas.
Dengan mata setengah meram dan bingung luar biasa Khawla bangun dengan setengah nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul. Melihat Mamanya mengemasi barang ke tas ransel yang cukup besar.
“Mah kita mau kemana malam-malam begini aku ngantuk”
“Pssstt jangan berisik, ikuti saja apa yang Mama katakan, diluar gang sudah ada mobil yang akan menjemput kita. Secepatnya kita akan pergi dari sini. Kita tidak punya banyak waktu!”
“Aku harus bawa apa Mah? Papa kemana?”
“Mama tidak bisa jawab sekarang dimana Papamu. Pokoknya bawa apapun yang kamu ingin bawa. Tapi tinggalkan handphone dan laptop kamu disini karna kita tidak akan kembali kesini”
“Tidak mau! Ini handphone dan laptopku dan ini rumah kita kenapa kita harus pergi meninggalkan semua ini?” Ada bendungan air di mata Khawla.
“Dengar Khawla! Dengarkan Mama, semua ini bukan milik kita, kita tidak bisa tinggal disini, kita harus pergi sejauh mungkin. Kamu akan menyesal kalau kamu tidak dengarkan Mama sekarang”.
Dengan wajah panik dan tangan gemetar serta jantungnya yang ikut berdebar sangat kencang Khawla menuruti perkataan Mamanya dan mulai membereskan baju-bajunya.
Berjalan perlahan. Khawla, Mama dan kedua adiknya, Fasha yang masih berumur delapan bulan dan Hisyam berumur dua tahun  menghampiri mobil kijang hitam didepan gang agak jauh dari rumahnya, didalamya ada lelaki separuh baya memakai topi kupluk dan jaket hitam sudah siap memegang stir mobil.
Sambil melihat ke jendela Khawla menangis memandangi rumahnya yang Ia tinggali selama delapan belas tahun dengan banyak pertanyaan dibenaknya yang tak bisa Ia katakan saat ini.
••• Pelabuhan Simaya menjelang terbitnya Fajar •••
Tak sedikitpun pertanyaan Khawla terjawab, Mamanya sibuk menggendong Fasha beserta dua tas besar dan Khawla membantu menggendong Hisyam yang masih tertidur dan menggendong satu ransel besar berisi baju dan barang pribadinya. Sesekali adiknya terbangun dan menangis karna tidak nyaman. Khawla begitu lelah dengan perjalanan darat hampir empat jam dan untuk pertama kalinya menaiki kapal laut dan tidak bisa tidur karna goyangan kapal laut yang cukup kencang membuat perutnya mual dan ingin muntah. Mukanya pucat pasih tapi Ia tahan sampai di pelabuhan kota tujuan hampir duabelas jam lamanya.
Sesampainya di Pelabuhan Tarari rasanya semua isi perut Khawla keluar, pahit terasa ke seluruh mulutnya, matanya berair dan lemas sekali tapi Ia dan keluarganya harus melanjutkan perjalanan darat dengan bus ke kota tujuan.
“Ini dimana?” Gumam Khawla. Ia benar-benar asing disini dan hanya memperhatikan orang sekitar, tak sanggup bertanya-tanya lagi ke Mamanya karna energinya sudah habis diperjalanan. Ia hanya mengikuti kemana Mamanya melangkah dan baru Ia bisa tidur di bus.
••• Kota Antennae •••
Mamanya membuka kertas kecil berisikan tulisan singkat Jalan Polala IV no. 10 Kecamatan Lininam, Antennae. Mereka sampai disebuah rumah kecil berisi dua kamar, satu kamar mandi yang menyambung dengan dapur, ruang tamu kecil dan teras tanpa pagar. Amat jauh berbeda dengan rumahnya di Sombrero yang bisa dibilang dikawasan komplek mewah.
Mengeluarkan kunci dari tas kecilnya, Bu Weli membuka pintu rumah kecil itu
“Ini rumah siapa Mah?” Tanyanya heran sambil celingak-celinguk kedalam rumah yang tidak berpenghuni itu.
Karna waktu sudah menunjukkan waktu tengah malam, Khawla merebahkan badannya dan meletakkan semua tasnya di lantai. Mama dan kedua adiknya masuk ke kamar depan.
Aduh! Khawla sedikit menjerit karna kasurnya yang dikira empuk sepertinya dirumahnya dahulu ternyata hanya berbahan kapuk yang cukup keras. Tapi raganya tak mampu lagi berkutik. Ia melihat ke langit-langit rumah yang kini mereka tinggali.
“Oh Tuhan… apa aku sedang bermimpi saat ini? Tolong bangunkan aku sekarang juga.
Mimpi buruk ini sudah terlalu panjang, aku ingin bangun”. Tak sadar Khawla terlelap.
••••
Suara adzan subuh berkumandang, Bu Weli membangunkan Khawla dengan nada yang sama setiap paginya.
Matanya terbuka, masih di kamar  di rumah kecil dengan plafon warna coklat mudah yang sudah sedikit berdebu.
“Jadi aku tidak mimpi yah?”
Seusai solat subuh Khawla sudah melihat situasi diluar rumah. Jarak antar rumah yang cukup jauh tak membuat Khawla khawatir karna di komplek rumah lamanya juga sesepi ini.
“Ini Mama beli kue didepan sana, sarapan dulu. Gimana perutmu sudah baik setelah mabuk laut kemarin?”
“Iya.. sudah lebih baik” Singkat padat dengan wajah yang tak bisa tersenyum ceria seperti biasanya.
“Mana senyummu yang selalu Mama lihat di pagi hari?kok….”
Khawla memegang tangan Mamanya seolah menghentikan omongannya.
“Mama fikir aku bisa tersenyum pada kondisi seperti ini? Dengan rasa bingung,takut,marah. Mama fikir aku masih bisa seperti Khawla yang biasanya?”.
Bu Weli menarik lagi tangannya yang hendak mengambil kue yang dibelinya di tukang kue keliling selepas subuh tadi. Wajah lelahnya seakan menyimpan banyak cerita rahasia.
“Khawla, Papamu bilang Ia melakukan kesalahan yang sangat besar dan harus pergi, Mama pun tidak tau yang pasti jauh dari Sembrero. Dan Papa ingin Mama, Kamu, Hisyam dan juga Fasha juga pergi jauh dari Sombrero agar kita selamat dan Papa hanya berpesan pada Mama untuk segera meninggalkan Sombrero tanpa membawa handphone dan juga laptop”.
“Memangnya Papa berbuat salah apa Mah? Kenapa Papa memilih pergi begitu saja? Kenapa Papa meninggalkan kita semua kenapaa?”.
“Mama juga tidak tahu apa yang Papamu perbuat Nak, sungguh Mama tidak tau”.
Tak percaya sama sekali hal ini terjadi padaku Kugantungkan angan dan citaku di kota Sombrero Seluruh kehidupanku ada disana. Di kota yang ku cintai itu Tapi kini ku harus menelan pahitnya roda hidup yang berputar kebawah Semua harus ku kubur dalam-dalam Dan pelan-pelan harus menerima kota asing bernama Antennae. Lalu bagaimana dengan teman-temanku? dunia ku? dan juga mimpi-mimpiku?
Tangis mereka berdua pecah diruang tamu kecil itu. Sambil menutup mulutnya rapat rapat. Tak ingin kedua adiknya terbangun karna jarak mereka ke kamar tempat adiknya tidur sangat dekat. Khawla merasakan sesak di dadanya, tak ada kata yang bisa terucap hanya tangis yang Ia tahan kuat kuat, air mata yang tak berhenti berlinang, tenggelam dalam kenyataan yang mau tidak mau harus dihadapinya. Semua jadwal ujian masuk Universitas yang akan segera dijalani seakan lenyap, gambar-gambar arsitektur bangunan tertinggal dikamar bersama kenangan delapan belas tahun hidupnya di kota Sombrero. Kini yang Khawla fikirkan hanyalah bagaimana bertahan hidup di kota ini bersama Mama dan kedua adiknya yang masih kecil sedangkan mereka tak banyak membawa barang dan meninggalkan ATM.
Uang lembaran yang mereka bawa dari Sombrero tidak seberapa. Dalam kesedihan yang mendalam Khawla sudah harus putar otak bagaimana Ia bisa mencari pekerjaan di kota yang baru Ia datangi ini. Tanpa gadget semua terasa sulit, Khawla terbiasa membuka handphone dan laptopnya untuk mencari informasi, tapi kini Ia harus terbiasa tanpa hal itu.
••• Keesokan harinya •••
Mencoba ke pusat kota dengan menggunakan bus, bermodal tanya sana sini sampai juga Khawla di keramaian pusat kota Antennae, hal yang sangat Ia rindukan ketika tinggal di Sombrero dulu.
Langkah demi langkah dan matanya tak berhenti melihat ke kanan dan kiri, apakah ada yang bisa Ia kerjakan dan menghasilkan uang walau Ia tak tau punya keahlian apa. Toko demi toko Ia masuki, memastikan apakah ada lowongan pekerjaan untuknya, bahkan menjadi tukang cuci piring pun tak masalah asal Ia dan keluarganya punya uang tambahan. Sudah setengah hari lebih Khawla berjalan tanpa tau arah pasti apa yang dituju. Perutnya kelaparan dan Ia pun terpaksa berhenti di Bapak tukang siomay pinggir jalan raya, memesan satu porsi siomay tanpa pare dan kol. Sambil mengunyah dengan lahapnya, tanpa sengaja Ia mendengar percakapan dua orang disebelahnya.
“Eh kamu jadi resign kah? Kerjaan yang ini lebih cuan kan?”
“Insya Allah jadi tapi lagi cari pengganti nih, Koh Acoh mau ada pengganti dulu baru aku bisa caw dari tokonya”.
“Oh udah dapet?”
“Belum nih, sepupu ku pada gak mau, mereka juga udah pada kerja soalnya, lagian gajinya gak seberapa memang, tapi pemiliknya baik banget sebenernya walaupun cerewet hahaha”.
Mendengar sebuah informasi berharga ini tanpa fikri panjang Khawla memberanikan diri bertanya ke dua orang yang tidak Ia kenal itu.
“Permisi mba maaf kalau saya lancang, tidak sengaja mendengar percakapan mba tadi, apa mba ini masih mencari orang yang mau bekerja di toko? Kebetulan saya sedang mencari pekerjaan, berapapun upahnya saya mau. Oiya sebelumnya perkenalkan nama saya Khawla”
Kedua mba itu saling bertatapan.
“Oh iya benar saya memang lagi cari orang untuk pengganti. Kamu tinggal dimana? Kamu terlihat muda, masih kuliah yah? Saya Pia”.
Khawla menyerahkan KTP nya ke Mba Pia yang berambut pirang itu.
“Saya sudah lulus SMA tapi belum melanjutkan kuliah karna saya ingin bekerja dulu sambil mengumpulkan uang untuk daftar kuliah”.
“Oh kamu pendatang yah? belum tau banyak daerah sini dong?”
“Iya Mba saya baru saja pindah ke kota Antennae, sebelumnya saya tinggal di kota Sombrero”
“Hoo begitu, oke boleh saya minta nomor handphone mu? Nanti saya infokan kelanjutannya besok yah karna saya harus izin Koh Acoh dulu”
“Maaf handphone saya rusak dalam perjalanan ke kota ini, tapi bisa beri saya alamat tokonya saja? saya pastikan datang di waktu yang diminta besok entah saya diterima atau tidaknya tidak apa-apa saya akan datang. Khawla terpaksa berbohong mengatakan hp nya rusak.
“Hoala okelah kalau begitu, saya tuliskan alamat dan letak tokonya yah”
Setelah mendapatkan kertas berisi tulisan alamat toko sembako di pasar kamis tempat mba Pia bekerja, Khawla tersenyum sumringah sepanjang perjalanan pulang, padahal Ia belum pasti akan bekerja tapi rasanya senang sekali. Tak sabar Ia beri tahu Mamanya dirumah.
“Mah.. lihat ini salah satu toko di Pasar Kamis, besok aku datangi untuk menggantikan Mba Pia yang tadi aku jumpai di tukang siomay, semoga aku bisa diterima, lumayan kita ada uang untuk menyambung hidup.
“Alhamdulillah.. kamu tidak apa kan La?” Mamanya tau ini sangat berat untuk Khawla, sejak kecil Ia hidup berkecukupan, belum pernah mencari uang sendiri tapi Ia tau anaknya juga bukan anak yang manja jadi Ia harus yakin Khawla bisa menghadapi ini meski akan terseok-seok.
“Enggak papa Mah, aku belum tau kerjanya gimana tapi jadi penjaga toko sembako ya paling melayani pembeli gitukan ya Mah? Bisalah aku dikit dikit, aku kan jago berbicara hahaha”
“Mandi dulu sana bau asam! Hahaha nanti Mama buatkan telor ceplok setengah matang kesukaanmu yah”.
Khawla masuk ke kamarnya, dibalik pintu Ia duduk bersandar. Memijit mijit kakinya yang terasa kebas karna berjalan jauh sekali, membiarkan air matanya menetes terus menerus tapi ia pastikan tidak ada suara yang keluar dari mulutnya, Ia tak mau mmebuat Mamanya sedih.
••• Di Pasar Kamis Toko Jaya Abadi •••
“Koh ini Khawla yang aku ceritakan kemarin di whatsapp, Dia pendatang, baru lulus SMA dan pengen kerja disini, gimana koh?”.
“Eh elu orang masih muda beneran mau kerja disini?”
“Iya Koh, saya siap bekerja apapun karna butuh sekali uang untuk Mama dan adik dirumah”
“Lah Bapak lu kemana emang?”
“Em…”.
Raut wajah Khawla mendadak berubah, campuran rasa sedih, kesal dan marah rasanya ingin Ia ledakkan tapi Ia sadar ini bukan tempatnya dan bukan jawaban yang tepat untuk ia utarakan saat ini.
“Sudah sudah tidak usah lu jawab gue udah bisa baca. Iya lu boleh kerja disini tapi gue coba dua minggu ya kalo lu oke nanti lanjut.
Wajah bingung sekaligus lega dirasakannya bersamaan dan tak lupa Ia pun mengucapkan terima kasih berulang kali ke Mba Pia dan juga Koh Acoh.
“Selamat ya Khawla sekarang resmi jadi anak buah Koh Acoh hahaha”.
Hari-harinya kini disibukkan dengan belajar melayani pembeli dan mencoba menghafal semua harga sembako dan bahan bahan kue di toko yang sudah cukup terkenal di kalangan orang pasar.
Benar ternyata Koh Acoh memang cerewet, si newbie ini benar-benar kelimpungan dengan semua instruksinya, cepat dan selalu penuh gelora semangat macam tak ada jeda Ia berbicara, suaranya juga kencang membuat Khawla mengalami culture shock pertamanya dan sesekali terdengar membentak, tapi tidak. Koh Acoh bukan sedang marah marah, memang nada bicaranya demikian, Khawla mulai terbiasa meski setiap pulang kerumah terasa remuk sekujur tubuh karna ia tidak ingin dinilai lambat dalam penilaian kerjanya di dua minggu pertama ini jadi Ia usahakan bisa mengikuti irama Koh Acoh dan juga pegawai yang lain.
“La, lu kagak punya hp? Kalo nanti sewaktu-waktu gue butuh tanya elu gimaa?”
“Ehm.. kan aku senin sampai sabtu setengah hari kesini koh, tenang aja hehe”
“Heh bukan gitu kalo tiba tiba lu sakit trus gak bisa berangkat kerja gimana coba?
“Tapi aku belum punya uang koh buat beli hp”
“Yaudah gini deh, nih gue ada hp agak jadul sih tapi masih bisa dipake jadi kalo ada urgent lu telfon gue yak, ini udah ada nomornya jadi lu tinggal pake”
“Wah makasih banyak koh makasih”.
“Heh tapi itu gue pinjemin bukan buat elu hak milik ya”
“Siap Koh”.
Nyaris sebulan Khawla tak memegang hp setelah Mamanya minta untuk ditinggalkan dirumah lamanya di Sombrero. Rindu sekali Khawla punya hp lagi, Ia juga rindu dengan teman-temannya, sudah lama Ia pergi tanpa kabar ke teman teman terdekatnya. Tapi ini belum waktunya untuk mellow, Ia harus kembali bekerja karna toko sedang ramai-ramainya.
                                                                       •••
“Mah, lihat aku dipinjami hp sama Koh Acoh untuk komunikasi takut tiba-tiba aku sakit dan gak bisa mengabari koh Acoh”.
Dengan cepat Mamanya mengambil hp pinjamannya itu.
“Khawla, jangan membuka komunikasi dengan siapapun di Sombrero saat ini, kembalikan saja hp ini ke bos mu”. Mamanya terlihat panik sekali.
“Mah ini cuma bisa untuk telfon dan sms aja, Khawla menariknya kembali.
lagian ini sudah diisi kartu dan nomor Koh Acoh, aku tinggal pakai saja dan ini tidak bisa untuk internet kok”.
“Oh Mama fikir... Yasudah kalau tidak urgent tidak usah dipakai, lagi pula itu hp pinjaman kan? Kalau rusak nanti kamu kena ganti loh”.
“Iya siap Ma aku simpan saja”.
Khawla terlihat menuruti permintaan Mamanya tapi nyatanya tidak, Diam-diam Ia sempat mencatat nomor teman dekatnya di Sombrero dan berniat menghubungi mereka saat di pasar nanti dan mencari tau sebenarnya apa yang terjadi pada keluarganya.
Di Sore hari koh Acoh menegur Khawla karna sejak habis makan siang tadi kerjanya tidak fokus, berkali kali pembeli harus mengulang karna Khawla tidak dengar dan ada satu pembeli yang marah-marah karna pesanannya salah terus
“La elu lagi kenapa? Tumben banget lu gak fokus, muka lu pucet begitu lu sakit?” Niat hati ingin menegur Khawla Koh Acoh malah jadi kasian karna melihat muka Khawla tiba-tiba memucat dan seperti orang linglung.
“Gapapa Koh, aku sehat kok cuma tadi tiba-tiba nge blank aja karna kepikiran sesuatu”
“Ayok fokus La fokus nanti pelanggan marah lagi ke gue karna salah mulu pesenannya”
“Iya Koh maaf ya Koh”
Satu jam selepas solat dzuhur tadi rupanya Khawla berhasil menghubungi teman dekatnya di Sombrero, Kasih. Hanya bisa berbicara sebentar saja karna waktu yang diberikan untuk solat, makan dan istirahat tidak banyak.
Selama perjalanan pulang Khawla memilih turun bus lebih jauh dari rumahnya, Ia benar-benar tidak bisa berfikir jernih karna terlalu shock mendengar berita dari Kasih tadi kalau Papanya (Pak Soebandi) diberitakan menjadi terduga kasus korupsi bernilai milyaran rupiah.
Aku memang tidak sedekat itu dengan Papa dan aku tidak tau persis pekerjaan Papa tapi aku benar-benar tidak percaya  kalau Papa melakukan hal yang melanggar hukum Apa sebab itu juga Papa ingin kita pergi jauh dari Sombrero? Apa sebab itu Mama menyembunyikan cerita ini? Mama gak mungkin gak tau kan?atau memang Mama tidak tau? Kalau Mama tau kenapa Mama gak jujur kepadaku? Lalu sekarang Papa dimana? dipenjara? atau…..
Semua pertanyaan dan kenyataan itu benar-benar membuat kepala Khawla rasanya mau pecah.
Sedih, kesal dan marah semua jadi satu di satu waktu dan tanpa sadar Ia meremas remas botol kemasan air mineral yang sudah habis dan melemparnya kearah taman pinggir jalan sambil berteriak.
“Aduuuh”. Ada suara orang dibalik pagar tanaman, botol itu tepat mengenai kepalanya, segera Khawla mendekat ke sumber suara itu.
“Heii kamu yang lempar botol ini? Sakit tau ih.. udah buang sampah sembarangan, kena kepala orang lagi, gerutu laki-laki berumur sekitar tiga tahun lebih tua dari Khawla itu sambil mengusap usap kepalanya.
“Maaf, maaf ya Mas, saya tidak sengaja, benar-benar tidak sengaja”.
Terlihat muka pucat dan linglung Khawla kala itu membuat laki-laki itu merasa iba, lagi ada masalah kali ya nih cewe, gumamnya dalam hati.
“Yaudah lain kali hati-hati Mba, oiya diambil itu sampahnya, buang ketempat sampah”.
“Iya..” tak bicara banyak segera diambilnya sampah botol itu dan pergi meninggalkan laki-laki itu.
Sesampainya dirumah Khawla kaget melihat Adiknya Hisyam sedang muntah-muntah dan Adiknya yang paling kecil, Fasha ikut menangis.
“Maaaahh Hisyam kenapa?” Tanyanya panik.
“Enggak tau tadi habis makan, tidur lalu kebangun dan bilang perutnya sakit trus begini” Mamanya bingung sekali ingin mengurusi Hisyam atau mendiamkan Fasha yang menangis kencang. Segera Khawla menggendong Hisyam dan membawanya ke UGD terdekat sambil meminumkan adiknya air dicampur garam dan gula agar tidak dehidrasi.
Setelah diperiksa dokter, ada kemungkinan Hisyam keracunan makanan karna baru saja Hisyam yang pertama makan nasi dan lauk yang Mamanya beli di warung makan tadi siang.
“Ya Allah maafin Mama nak, harusnya tadi Mama dulu yang makan jadi biar Mama aja yang keracunan bukan kamu”.
“Sudah Mah jangan menyalahkan diri sendiri begitu, insya Allah Hisyam sudah gapapa tadi kata dokter sudah diberi obat dan di infus tadi juga dokter bilang paling tidak dirawat inap dulu satu malam karna perlu observaasi lebih lanjut kalau tidak ada keluhan besok bisa pulang”.
“Syukurlah nak kamu gapapa”. Mamanya mencium kening Hisyam yang sudah tertidur sambil menggendong Fasha.
Tak tega melihat kondisi keluarganya saat ini, Khawla urun untuk menanyakan berita yang Ia dapatkan dari Kasih di Sombrero. Lebih baik aku fokus dulu untuk Hisyam cepat pulih dan balik kerumah nanti baru akan kutanyakan perihal berita Papa di Sombrero pada Mama. Oiya aku harus beri tau Koh Acoh untuk izin kerja besok.
••••
“Biar aku saja yang menjaga Hisyam di rumah sakit, aku sudah izin kerja untuk hari ini, Mama dan Fasha pulang saja kasian Fasha kalau harus ikut menginap disini lagi pula hanya satu orang yang diizinkan menginap menemani pasien, jadi biar Khawla saja ya Mah”.
“Iya.. besok pagi Mama kesini lagi ya”.
Khawla duduk di dibangku samping tempat tidur Hisyam, Ia tidak bisa jauh jauh karna adiknya masih sering menangis dan tidak betah dengan selang infus yang berada ditangannya
Suasana ruang rawat yang sepi semakin membuat isi kepala Khawla makin berkecamuk dan saat ini Ia berfikir ingin cari pekerjaan lain. Karna setiap pagi sampai sore di toko dalam pasar membuat Khawla tidak berkembang, Ia masih ingin sekali berkuliah suatu hari nanti jika uangnya sudah cukup, dan saat Ia mendapat kepastian bagaimana Papanya.
―Kita kembali ke Kota Sombrero. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK telah mengagendakan pemeriksaan terhadap dua mantan komisaris PT. Manouvol yakni Chiko dan Bagas pada hari ini. Chico dan Bagas dipanggil sebagai saksi kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran PT. Manouvol―
Nama PT yang tidak asing baginya, lalu Ia mendekatkan dirinya ke TV ruang rawat inap yang dipasang diatas mendekati atap. Memastikan apa yang Ia dengar dan lihat adalah benar. Selama hijrah ke kota Antennae, Khawla tidak pernah melihat siaran TV lagi karna dirumahnya sekarang mereka tidak memiliki TV dan di toko seringnya tidak dinyalakan, jadi baru saat ini Khawla melihat TV dan menonton berita lagi.
―Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SP (Soebandi Pratama,47) dan RR (Rachmat Rihardjo,45) yang saat ini masih menjadi buron. Dalam kasus ini SP dan RR diduga telah menerima aliran dana hasil pencairan pembayaran pekerjaan mitra fiktif senilai sembilan puluh tujuh milyar rupiah―
Khawla menjatuhnya dirinya ke samping tempat tidur Hisyam yang sudah tertidur, ternyata benar yang Kasih katakan kalau Papaku menjadi terduga kasus korupsi dan sekarang statusnya adalah buron. Jadi Papaku benar-benar terlibat korupsi? Dan sekarang Papa kabur entah kemana. Berarti aku anak seorang koruptor?
Khawla menutup mukanya rapat rapat sambil menangis , Ia sangat terpukul dengan berita yang baru saja Ia lihat di TV. Dirinya masih ingin percaya kalau apa yang Kasih katakan itu tidaklah benar dan Ia masih ingin tau kebenaran itu dari mulut Papanya sendiri tapi nyatanya Papanya kabur yang kemungkinan besar menandakan dirinya benar benar terlibat kasus ini.
Hancurnya sekali hatinya saat tau Papanya yang selama ini Ia hormati tega berbuat hal seperti ini. Lalu bagaimana kalau yang aku makan selama ini adalah harta haram dan sudah menjadi daging dan darah yang mengalir di tubuh ini? Tega sekali Papa pada kami. Oh Tuhan semoga engkau mengampuni dosa Papaku dan semoga Engkau mengampuni kami yang secara tidak sadar menikmati hasil pekerjaan kotor. Lelah menangis semalaman, Khawla tertidur bersandar besi tempat tidur sampai dibangunkan oleh cleaning service yang bertugas pagi ini untuk pindah ke kursi.
Setelah observasi terakhir, dokter bilang Hisyam sudah boleh pulang siang ini. Suster sudah melepaskan infusannya dan Khawla membereskan barang-barangnya ke dalam tas menunggu Bu Weli dan Fasha datang.
“Alhamdulillah yah dek kamu gak harus menginap disini, Mama sedih lihat kamu di tusuk jarum begini, yuk sekarang kita bisa pulang kerumah”. Khawla bantu dorongkan kursi roda kedepan lobby, mereka memesan taksi dekat RS.
“Kamu baik-baik saja? Semalam bisa tidur?”
“Sedikit” Jawabnya singkat.
Bu Weli melihat raut wajah anaknya yang sangat kusut tapi Ia berfikir Khawla begadang menjaga adiknya sepanjang malam. Dan mereka pun sampai di rumah. Menunggu waktu yang tepat untuk berbicara dengan Mamanya, hingga larut malam tiba ketika dua adiknya benar benar terlelap, Khawla menarik tangannya dan mengajaknya ke teras depan dan duduk dibangku plastik warna hijau menghadap  jalanan tanpa pagar sebagai penyekat.
“Mama tau apa tentang Papa sampai detik ini? beri tau aku yang Mama ketahui dan Khawla mohon Mama jangan bohongi aku, jangan tutupi apapun dariku lagi”. Khawla mencoba menahan air matanya.
“Aku sudah tau beritanya kalau Papa tersandung kasus korupsi bernilai milyaran rupiah dan status Papa saat ini adalah buronan polisi”.
Bu Weli kaget darimana Khawla tau hal ini padahal selama pindah ke Antennae mereka tidak melihat siaran TV, hp yang dipinjamkan bosnya pun hanya bisa untuk sms dan tellfon
“Aku tau dari berita di TV  ruang rawat saat menemani Hisyam di RS semalam”. Seolah bisa menebak isi hati Mamanya.
“Kenapa Mama gak jujur sejak awal soal ini? Dan kenapa Papa harus kabur? Berarti benar Papa korupsi uang perusahaan?”.
“Maaf kalau kamu harus tau ini lebih cepat sebelum Mama memberitahumu, sama sekali tidak ingin menutupi semua ini darimu, hanya saja kalau kamu tau hal ini dari awal Mama yakin kamu pasti tidak akan mau pergi dari Sombrero”.
“Jelas aku tidak akan mau pergi dan aku juga tidak akan membiarkan Papa kabur dari masalah yang Ia buat sendiri, Papa harus bertanggung jawab dan kita juga harus membantu polisi agar Papa bisa mempertanggungjawabkan kesalahannya Mah, bukan malah kabur menjauh dari sana”.
“Tapi kita tidak membawa apapun dari sana kan nak, kita tidak bawa ATM, uang, eletronik dan apapun, kita tidak salah”.
“Tapi kita salah membiarkan Papa kabur dan kita juga salah menutupi keberadaan Papa saat ini dari tim penyidik”.
“Mama takut Papamu dipenjara, Mama juga tidak siap di cemooh semua orang disana, Mama tidak siap membesarkan kalian seorang diri dengan status istri seorang koruptor”.
“Mau sampai kapan mah? Cepat atau lambat semuanya akan terkuak, mau berapa lama Papa bersembunyi seperti ini? Mama fikir polisi akan berhenti mencari Papa dan kasus ini ditutup dengan kaburnya Papa? tidak Mah!
Bu Weli kali ini menangis sejadi jadinya, sudah lama rasanya Ia ingin meluapkan emosinya seperti ini tapi selalu ditahan karna tidak ingin Khawla dan adik-adiknya tau kalau Papanya seorang koruptor dan menjadi buron. Atas permintaan suaminya juga untuk membawa anaknya pergi jauh dari Sombrero dan memulai hidup baru dengan lingkungan baru di Antennae dan berjanji untuk tidak buka suara perihal keberadaannya. Namun bangkai tetaplah bangkai, mau di tutupi serapat apapun tetap akan tercium juga.
“Sekarang apa yang Mama harapkan dengan menyembunyikan Papa? keutuhan keluarga? yang aslinya tidak pernah utuh? keluarga kita memang terlihat seperti keluarga normal pada umumnya, bahkan mungkin orang lain melihatnya sebagai satu keluarga yang sempurna dengan kepala keluarga yang mempunyai posisi penting di perusahaan besar, berkecukupan bahkan lebih dari cukup, memiliki anak laki-laki dan perempuan. Semuanya terlihat ideal tapi sesungguhnya aku tidak merasakah se hangat itu didalamnya. Papa ya seorang orang tua, orang tua yang dihormati, pemberi segala keputusan dan memenuhi semua kebutuhan sandang pangan dan papan kita tapi apa pernah Papa tau bagaimana anak-anaknya? Kurasa tidak.
Rumah yang bukan ‘rumah’ untukku, Tak dapat lagi menahan beratnya bendungan air mata yang akhirnya dibiarkan jatuh, tak seberat kala merasakan kekecewaan yang teramat sangat pada Papanya sendiri yang sudah benar-benar menghancurkan hatinya dan juga mimpinya.
Malam ini menjadi malam yang paling mendung seumur hidupku. Aku dan Mama masih menangis di teras rumah.
••••
Sesungguhnya Khawla juga kecewa pada keputusan Mamanya yang hingga kini tak juga mau memberi taunya keberadaan Papanya tapi Ia ingin mengesampingkan sedikit masalah hidupnya saat ini mencoba untuk tidak terus berlarut dengan kesedihan yang mendalam. Khawla ingin hidup normal kembali entah bagaimana rencananya kedepan.
Khawla kembali bekerja besok pagi dan yang Ia fikirkan sekarang adalah menghidupi keluarganya dari kedua tangannya yang harus sepuluh kali lebih kuat dari sebelumnya.
―6 bulan kemudian―
Tidak seperti hari biasanya, hari ini Khawla sudah mantap memutuskan tidak lagi bekerja di toko Koh Acoh dan Ia sudah menyiapkan kata-kata pengunduran dirinya. Walau cerewetnya bukan main, tapi koh Acoh bos yang sangat baik dan dia membolehkan Khawla melamar pekerjaan lain tanpa harus mencarikan penggantinya terlebih dahulu karna koh Acoh juga merasa Khawla masih sangat muda, Ia berhak mencari pengalaman diluar sana yang lebih luas lagi. Khawla sudah memiliki cukup uang untuk membeli handphone yang sesuai dengan budgetnya saat ini, dan Ia sudah mengembalikan handphone pinjaman Koh Acoh sebelum pamitan dari toko.
Beberapa hari lalu saat Khawla sedang mengobrol dengan pegawai toko sebelah, Ia mendengar ada toko kue baru yang cukup besar, lokasinya gak jauh dari Pasar Kamis yang sedang buka lowongan pekerjaan. Khawla ingin mencoba melamar disana. Posisi yang dibutuhkan yaitu kitchen prep dan front –of-house. Khawla tertarik di front of house, selain kriteria yang dibutuhkan tak perlu sarjana, Ia juga merasa cukup cakap dalam berbicara dan pengalaman menjadi pegawai toko Jaya Abadi selama hampir setahun membuatnya belajar banyak melayani pelanggan dengan baik. Selang seminggu pengumuman calon pegawai, Khawla dipanggil untuk menjalani test kedua setelah lolos tes administrasi di toko cake and pastry tersebut, dengan semangat Ia datang dengan pakaian hitam putih ala pegawai orientasi. Ada sepuluh orang yang menjalani tes kedua yaitu praktek akan diambil dua orang.
Seminggu kemudian ternyata Khawla lulus sesuai harapannya. Hari pertama Khawla bekerja di toko kue tersebut rasanya membahagiakan sekali, selain harum dari pastry dari kitchen yang menyerbak ke seluruh bagian toko yang bahkan sejak melewati pintu masuk sudah tercium, lingkungannya yang pasti bersih dan yang paling Ia sukai adalah ketika memakai seragam Vimallya’s cake and pastry, terlihat chic dan keren sekali. Seluruh staff baru diajak berkeliling seluruh bagian toko sampai ke dalam kitchen dan office yang terletak di lantai dua untuk berkenalan dengan seluruh bagian di Vimallya dan ada yang membuat Khawla sedikit kaget ketika menyapa salah satu Specialty Chef yang wajahnya tak asing baginya tapi sama sekali tak ingat dimana mereka pernah bertemu. Ketika waktu pulang, tak sengaja Khawla bersinggungan dengan Chef tadi, ekspresi Khawla terlihat sekali memandanginya terus sambil mengerutkan alisnya lalu dengan santainya Chef itu nyeletuk.
“Gimana?masih gak inget pernah ketemu saya dimana? Masa sih gak inget pernah merasa menimpuk kepala saya dengan botol? Hahaha”.
Ah iya, Khawla baru ingat dan rasanya malu sekali karna saat itu dirinya sedang kalut.
“Saya gak sengaja kok Chef saat itu hehe”
“Hahaha iyaa santa. Inikan udah diluar kantor, gak usah panggil Chef segala, panggil aja Kafka”.
Kafka.. nama yang bagus dan tiba-tiba ada senyum ikhlas yang muncul di wajah manis Khawla.
Ah apasi kamu La baru juga kenal hahaha, gumamnya.
Hari demi hari Khawla makin terlihat makin dekat dengan Kafka lebih dari sekedar rekan kerja.
Kafka orang yang sangat humble kepada semua orang, Ia juga dikenal ramah dan sopan.. Buat Khawla, Kafka menjadi orang yang slalu bisa menghiburnya. Ada saja kelakuannya seperti bukan Chef Kafka yang Ia kenal saat bekerja, ada saja yang mereka tertawakan bersama seakan semua hal di dunia ini lucu untuk ditertawai Sebagai seorang Chef, Kafka juga tidak pelit membagi ilmunya kepada Khawla, di akhir jam kerja mereka sering menghabiskan waktu untuk praktek membuat sebuah resep baru dari sisa bahan kue yang sudah tidak dipakai dan dihitung. Bagai saling mengisi, akhirnya mereka menjalin kasih.
Atas saran Kafka juga Khawla mendaftar kuliah jurusan manajemen kuliner atau tata boga untuk jenjang karirnya lebih baik dari sekedar menjadi front-of-house di Vimallya’s cake and pastry.
Kehidupan Khawla dan keluarganya kini lebih baik, dipekerjaan yang lebih baik dan disamping orang yang berhasil menyentuh hatinya dan juga membantunya memperbaiki hidupnya yang semrawut selama dua tahun belakangan. Kepada Kafka juga Khawla menceritakan semua kisah hidupnya dan Papanya yang masih buron hingga detik ini, meski awalnya kaget tapi Kafka menerima semua masa lalu Khawla yang membuatnya justru makin kagum dengannya.
Empat tahun kemudian Khawla dinyatakan lulus sebagai Sarjana Manajemen.  Pada hari bahagia ini, Khawla membuat perayaan kecil-kecilan di suatu Caffe dengan mengajak keluarganya dan juga Kafka makan bersama.
Waiters Caffe mengantarkan pesanan sambil memberikan kartu seukuran A5 dari seseorang dengan isi pesan :
[Selamat ya Khawla kamu sudah lulus kuliah kuliner dan Papa turut bahagia atas pencapaianmu di Vimallya cake and Pastry]
“Papa?”. Khawla mematung membaca surat tersebut.
Ada sesosok laki-laki setengah abad yang berjalan mendekati meja Khawla dan keluarga.
Sungguh mengejutkan ternyata itu Pak Soebandi, Papa Khawla. Pertemuan seorang Ayah dan Istri serta anak-anaknya setelah hampir lima tahun terpisah karna keadaan.
Bu Weli sangat terkejut melihat suaminya kini ada didepan matanya dan langsung memeluk erat suami yang sangat Ia cintai dan rindukan itu. Campur marut perasaan Khawla saat ini, Ia masih diam mematung ditempatnya berdiri dari kursi.
Senang akhirnya Ia bertemu Papanya lagi setelah lima tahun berpisah dengan cara yang paling menyakitkan.
Marah mengingat beberapa tahun silam Ia, Mama dan Adiknya harus hijrah ke Antennae karna ulah Papanya sendiri dan sedih mimpi Khawla saat di Sombrero pupus walau kini Ia sudah merangkak ke mimpinya yang baru.
Sakit menahan luka yang ditorehkan Papa kandungnya sendiri.
Khawla mendekati Papanya perlahan dan Ia mengepalkan tangannya sambal menahan tangis yang pecah begitu saja.
Papanya memeluk putri pertamanya begitu erat
“Maafkan Papa nak”.
Masih menangis dipeluk Papanya, secara tiba-tiba sekelompok Polisi mengepung meja itu
“Pak Soebandi, anda kami tangkap atas dugaan kasus korupsi lima tahun silam” dan polisi langsung memborgol kedua tangannya.
“Pak.. apa ini Pak..” Pak Soebandi sangat terkejut kenapa bisa ada Polisi sebanyak ini disini dan Ia masih mencoba untuk menahan diri untuk tidak ikut ketika dua orang polisi mulai menariknya ke mobil yang berada tepat didepan Caffe itu
“Pahhh..Papaa, Pak Polisi jangan bawa suami saya”. Teriak Bu Weli histeris sambal menangis, Fasha, adik bontot Khawla yang kini berumur lima tahun ikut menangis melihat Mamanya menangis seperti itu. Hisyam memeluk Mamanya dari samping.
Khawla masih menangis sambal menunduk.
Setelah lima tahun lamanya menjadi buronan, didepan mereka semua akhirnya Pak Soebandi telah dibawa oleh pihak yang berwajib untuk mejalani proses hukum sebagaimana mestinya.
Caffe saat itu menjadi ramai karna proses penangkapan Pak Soebandi.
Kafka menggengam tangan Khawla, mencoba menguatkannya.
Setelah menjalani sejumlah pemeriksaan, termasuk Khawla dan Mamanya ikut dimintai keterangan oleh tim penyidik. Setelah melakukan sidang demi sidang, Hakim memutuskan bahwa Pak soebando dijatuhkan hukuman penjara selama delapan tahun dan juga denda sejumlah uang. Rumah di Sombrero juga sudah disita.
Mereka semua sudah pasrah dan mencoba menguatkan satu sama lain. Mereka tetap tinggal di Antennae, dirumah sederhana itu.
Hari pertama Papanya mendekam di penjara, Pak Soebandi mendapatkan surat pertama dari Anaknya.
――
Untuk Papa yang Aku cintai, Aku tidak tau apa yang Papa rasakan saat ini. Melalui surat ini aku ingin mencurahkan seluruh hatiku kepada Papa. Yang pasti aku sangat marah, sangat sedih dan sangat kecewa atas apa yang Papa lakukan selama lima tahun ini. Kalau saja aku tau hal ini, lima tahun lalu takkan kubiarkan Papa pergi meningalkan kami dan membiarkan kami hijrah ke kota baru dan menjalani hidup disana tanpa Papa, memulai hidup dari nol yang sangat tidak mudah untuk aku jalani sebagai anak yang baru saja lulus dari sekolah menengah. Secara tidak sadar Papa juga telah menghancurkan mimpiku menjadi arsitek, aku gagal mengikuti sejumlah tes Universitas yang telah aku siapkan jauh-jauh hari. Membuatku jauh dari teman temanku di Sombrero dan menjadi orang asing di Antennae. Aku harus bekerja disini, mencari uang demi uang untuk menghidupi Mama dan kedua Adikku. Ya.. mungkin Papa sudah tau semua hal ini dari Mama kan? Tapi aku juga ingin Papa tau juga, Papa tetaplah Papaku bagaimanapun kesalahanmu dimata hukum. Papa yang aku hormati, yang telah membesarkan aku dan juga Adik-adik. Maafkan anakmu ini ya Pah, karna hanya dengan cara ini Khawla baru bisa benar-benar memaafkan Papa setulus hati Khawla dan Khawla akan mencoba ikhlas atas semua yang terjadi pada keluarga kita. Khawla akan terus melanjutkan mimpi-mipi Khawla yang baru di Antennae. Ku harap setelah ini keluarga kita makin membaik ya Pah dan bisa memetik pelajaran dari apa yang sudah kita lewati bersama. Aku ingin tidak ada lagi kebohongan didalamnya, ketidakjujuran dan ketidakterbukaan satu sama lain dikeluarga ini, Aku ingin rumah benar-benar ‘rumah’ yang hangat untukku pulang. Aku tunggu Papa sampai masa tahanan Papa berakhir, dan kita akan berkumpul kembali setelah Papa menebus semua kesalahan yang Papa perbuat. Salam sayang, Khawla Anakmu yang sudah melaporkanmu ke Polisi
――
• Flashback •
Khawla menemukan sejumlah surat dengan nama samaran, tapi Khawla tau persis itu bahasa Mama dan Papa Ketika berbicara. Jadi selama ini mereka saling bertukar kabar melalui surat surat ini? Kok aku tidak tau ya? Gumamnya sambal membaca semua surat secara cepat karna takut ketauan Mamanya.
Khawla segera mencatat alamat alamat yang tertera disitu, dan Ia segera melaporkannya ke Polisi. Tapi tidak mudah karna di semua surat tersebut ternyata ada beberapa alamat berbeda dari pengirim, mungkin Papa berpindah-pindah tempat selama ini. Akhirnya Khawla punya ide untuk memancing Papanya datang melalui Mamanya, Setelah lulus kuliah nanti Khawla ingin membuat perayaan kecil-kecilan dan ingin sekali Papanya ada disitu, dan tepat perkiraan Khawla, Mamanya menyampaikan hal itu kepada Papanya. Khawla mengatur strategi dengan tim kepolisian yang akan menangkap Papanya di Caffe yang sudah Khawla siapkan dan semua berjalan sesuai rencana.
••••
Di suatu sore yang indah di Antennae
Kafka sedang berada diruang tamu rumah Khawla dan berniat untuk melamar Khawla didepan Mamanya dan juga Adik-adiknya. Kafka mengeluarkan sebuah cincin dari sakunya.
“Khawla, bersediakah kamu menjadi teman yang setiap hari ada disampingku? Yang kupanggil dengan sebutan Istri?”. Kafka gugup sekali.
Khawla menengok ke Mamanya meminta persetujuannya, Mamanya mengangguk dengan penuh senyuman. Ia juga bahagia sekali Putri pertamanya sudah dilamar lelaki baik Bernama Kafka.
Yes Chef!!
Semua tawa menyertai keduanya yang insya Allah akan membina hubungan yang lebih serius lagi.
----------TAMAT------------
15 notes · View notes
deehwang · 1 year
Text
Sebagai pembaca, salah satu yang paling kuantisipasi dari buku-buku prosa berlatar sejarah atau based on true event adalah perspektif si penulis yang--baiknya kita sebut terjebak--meromantisasi tragedi, membuatnya seperti dibalut gula-gula, justru bagiku membuatnya jadi sama sekali tak menarik. Selama membaca buku Zoulfa Katouh, As Long As the Lemon Trees Grow, sejujurnya aku menemukan kecenderungan semacam itu; percintaan karakter utama, Salama Kassab, mengambil terlalu banyak tempat dari yang seharusnya. Tapi itu tak membuatku segera menutup buku, bukan karena alasan sentimental seperti mengakui hal semacam itu kadang dibutuhkan demi pembaca memahami bahwa berpegang pada cinta itu amat penting terutama saat kamu membenci kondisi yang terjadi di sekelilingmu, namun karena tak adil untuk menghakimi perjalanan asmara Salama, sebagaimana dipahami bahwa di buku ini ia masih 18 tahun--usia yang pernah kulewati yang apabila kuingat betul-betul setelah umur 30 tahun terasa amat asing dan menggelikan--dan bahwa ia dipaksa bertahan di satu negara konflik, dimana memiliki perbedaan pendapat terutama atas hak-hak demokrasi, sama saja dengan halalnya penghilangan akses hak asasi manusia itu sendiri.
Jadi, aku masih meneruskan bacaanku hingga tuntas.
Yang kusoroti, justru, realitas Salama sebagai tenaga medis--yang dipaksa untuk menjadi dokter, ahli bedah, sekaligus ahli farmasi bahkan sebelum pendidikannya itu selesai--sebagaimana aku mengakrabi dunia itu karena ibuku seorang perawat, dan menyuntikkan, sekali lagi penulis melakukannya dengan amat baik, atas efek apa yang bisa dialami psikis seseorang dalam menghadapi trauma. Kehadiran anak kecil yang mengatakan bahwa ia akan menyampaikan semua yang terjadi kepada Tuhan di detik-detik sebelum ia meninggal, kenyataan atas realitas Layla, serta bagaimana kebutuhan untuk bertahan hidup bisa memaksa seseorang melalaikan sisi kemanusiaan--sebagaimana Salama yang melakukan segala cara untuk mendapatkan tempat di kapal pelarian--adalah kejutan-kejutan yang membuatku puas. Tidak. Sejatinya sedari pembukaan ia sudah menyenangkan untuk kubaca, sekali pun kata menyenangkan itu terasa salah mengingat apa yang kubaca diangkat dari penderitaan saudara-saudara kita di Suriah.
Ketika kuceritakan pada Ibuku tentang buku ini, ia menguraikan pengalaman yang paling melekat di kepalanya, yakni saat ia pernah merawat pasien luka bakar derajat tiga, juga tentang perekrutan tenaga kesehatan di Kuwait dahulu, dimana ia mengundurkan diri karena bayang-bayang perang teluk 1 masih menyelimuti negara tersebut. Maka kupikir tidak semua orang punya kekuatan sebesar Salama dan tenaga medis sukarela di Suriah, yang tentu lebih dari pada menghadapi pasien dengan aroma daging yang gosong, sementara Ibuku bukan pula seorang pengecut, namun amat beruntung untuk memiliki pilihan karir yang tak perlu membuatnya membayangkan aroma lemon, sebagaimana Salama, sebagai apa yang digambarkannya sebagai satu-satunya penghiburan, tidak hanya sebagai pengalaman sensori tapi juga apa yang oleh semua orang Suriah jadikan tumpuan harapan.
Tumblr media
Buku bagus, plot yang bagus. 4,6/5. Karenanya aku mulai penasaran dengan puisi-puisi Nizar Qabbani--dan penulis-penulis lain yang menbahas kondisi timur tengah belakangan--di sela-sela melahap Whale-nya Cheon Myeong-Kwan.
.
4 notes · View notes
helencia · 2 years
Text
[Pengalaman Menggunakan QRIS]
Tumblr media
Sobat Millenial, udah pada tau dong apa itu QRIS? pasti pada tau kan ya. Namanya juga kaum Millenial, serba tau perkembangan digital termasuk juga salah satunya sistem pembayaran menggunakan QR Code. Tapi sebagai pengingat sobat Millenial, kali ini akan aku jelasin ulang deh apa itu QRIS.
QRIS adalah standar QR Code untuk pembayaran melalui aplikasi uang elektronik serverd based, dompet elektronik, atau mobile banking. QRIS dikembangkan oleh Bank Indonesia (BI) dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). Bank Indonesia (BI) mewajibkan seluruh penyedia layanan pembayaran nontunai menggunakan sistem QRIS (Quick Response [QR] Code Indonesian Standard) pada 1 Januari 2020 mendatang. Seperti diatur pada ketentuan BI dalam PADG No.21/18/2019 tentang Implementasi Standar Internasional QRIS untuk Pembayaran bahwa setiap penyedia Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) berbasis QR (termasuk PJSP asing) wajib menggunakan QRIS. QRIS disusun oleh BI dan ASPI (Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia) menggunakan standar internasional EMV Co. yakni lembaga yang menyusun standar internasional QR Code untuk sistem pembayaran.
Tumblr media
Tujuan adanya QRIS ini tak lain agar pembayaran digital jadi lebih mudah bagi masyarakat dan dapat diawasi oleh regulator dari satu pintu. Harapannya dengan adanya QRIS, transaksi pembayaran bisa lebih efisien atau murah, inklusi keuangan di Indonesia lebih cepat, UMKM bisa lebih maju, dan pada akhirnya bisa dorong pertumbuhan ekonomi. Cara kerja dari QRIS ini sendiri yaitu misalnya ketika aku ingin melakukan transaksi pembayaran dan aku punya alat pembayaran LinkAja, lalu temanku bernama Aziz punya OVO, temanku bernama Aldy punya GO-PAY, temanku bernama Vellika punya DANA, kemudian seterusnya dengan merk yang berbeda-beda. Aku dan semua temanku dengan merk yang berbeda-beda bisa transaksi pembayaran hanya dengan scan pada QRIS di setiap merchant yang melayani pembayaran nontunai.
Ketika saya melakukan perjalanan liburan ke Jakarta, saya mengunjungi beberapa tempat wisata. Ada banyak sekali pedagang serta toko-toko outlet baju dan aksessoris yang mengundang mata untuk membeli. Tentu saya membeli beberapa barang dan makanan yang ada di sekitar wisata tersebut. Namun, kebetulan saya melakukan pembayaran secara cashless dan debit atm yang saya gunakan tidak bisa digunakan untuk transaksi. Agak panik, tetapi salah satu penjual menawarkan pembayaran melalui scan barcode menggunakan QRIS. Alhasil, transaksi tetap dapat saya lakukan hehe.
Wah, millenial banget ya. Menurutku, sistem pembayaran melalui QRIS adalah yang paling unggul dari sistem pembayaran lainnya. Selain itu, penggunaannya gampang dan mudah serta langsung dengan waktu transaksi yang cepat dan seketika membuat aku sebagai pembeli sangat senang menggunakannya. Bukan hanya itu, sistem ini juga sangat menguntungkan untuk penjual karena hanya menggunakan satu kode QR untuk semua aplikasi. Dahulu sebelum ada QRIS, aku masih melakukan transaksi menggunakan QR Code dengan Merk X dan seringkali kesulitan untuk melakukan transaksi disebabkan merchant yang tidak menggunakan QR Code yang sama denganku. Alhasil, aku harus mengeluarkan uang tunai bahkan mengantri lama karena menunggu kembalian. Setelah adanya QRIS, transaksiku jadi mudah, cepat, efektif dan kesan travelling kali ini benar-benar berbeda karena aku tidak perlu takut lagi ketinggalan kapal. Pokoknya aku benar-benar suka dan nyaman pakai ini. Karena dengan QRIS, segala transaksi menjadi lancar. Transaksi lancar pakai QRIS.
#KulinerQRIS #BanggaPakaiQRIS #TransaksiPakaiQRIS #MayuhNganggoQris
10 notes · View notes
iifman · 1 year
Text
Esokk, kita akan memandangin langit bersamaan dengan entah itu mentari terbit atau tenggelam, di tengah laut, di pinggir pantai , diatas kapal,di puncak gunung,ke tempat yang belum pernah kita kunjungi, di mana saja ,kita bercerita tentang segala hal.
Ditulis ketika saya melihat dua orang asing yang sedang asik menatap mentari terbit diatas kapal tepat pada perayaan ulang tahun saya dalam perjalanan panjang.
26 juli 2022 , lombok menuju banyuangi
2 notes · View notes
fajarrpriyambada · 1 year
Text
Beliefs : Guncangan Kedua
Tumblr media
Selamat Pagi…
Pagi yang begitu indah, Rinjani pagi ini terlihat megah dan gagah, berpadu padan dengan birunya langit pulau Lombok. Hanya sepasang awan berbentuk merpati yang menghiasi langit mala mini. Bola plastik tiba-tiba terbang di depan mukaku, “mengganggu orang melamun saja”, batinku. Rupanya bocah-bocah ini lagi asyik bermain bola sepak, meski mereka kemarin dilanda bencana yang cukup dahsyat, mereka masih bisa menikmati kehidupan. “Ahh enaknya jadi bocah, yang pikirannya cuma main dan main..”, aku tersenyum sambil membayangkan kembali masa-masa kecil dulu.
“Permisi Pak.. dari BMKG ya?”, Aku menoleh ke arah sumber suara. Sepersekian detik aku terpaku melihatnya, suaranya yang lembut serasi dengan senyumnya yang menyejukkan. Seorang gadis berkerudung merah maroon, sangat serasi dengan wajahnya yang indah nan cerah.
“Ehh… Iya kak.. bagaimana? Ada yang bisa kami bantu?”, Aku segera tersadar, canggung rasanya kalau ketahuan aku mengagumi kecantikannya.
“Pak, kira-kira sampai kapan ya gempa susulannya akan terus ada? Kami hendak mengambil barang ke rumah, tapi khawatir tiba-tiba ada gempa susulan?”. Tanya Gadis itu.
“eh kami?? Astaga, ternyata dia tidak sendiri, dia kesini bersama temannya!”. Kataku dalam hati, aku benar-benar tidak fokus sehingga tidak menyadari kalau dia datang bersama kedua temannya.
“Kalau untuk gempa susulannya, kemungkinan masih ada sampai beberapa hari kedepan. Tapi kalau dirasa bangunannya masih aman, berdiri kokoh, dan tidak ada tanda-tanda kerusakan atau keretakan pada dinding-dindingnya, tidak apa-apa kalau cuma ambil barang sebentar”. Kataku menjelaskan kepada mereka.
“Oh begitu ya Pak. Baik terimakasih atas penjelasannya.”, kata Gadis tersebut.
“Sama-sama kak”. Jawabku.
Ketiga gadis tadi langsung pergi setelah kuberi penjelasan singkat. Memang disaat-saat seperti ini, rawan sekali bangunan runtuh akibat gempa susulan. Gempa memang sifatnya suka datang tiba-tiba, bahkan para ilmuwan di bidang gempa pun sampai saat ini belum ada yang bisa memprediksi kapan dan dimana datangnya gempa.
Keesokan harinya, tim kami dibagi dua, aku bersama tiga orang tim berangkat survey ke Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air. Sisanya tetap tinggal di Camp, menjaga alat survey kami yang terpasang. Pelabuhan Bangsal yang menjadi tempat penyebrangan tidak jauh dari sini, hanya sekitar 15 menit. Kami menyewa kapal cepat untuk survey di tiga pulau tersebut.
“Kalau saja kesini tidak karena bencana, tentu aku akan sangat menikmati keindahan deretan pulau Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air.”, kataku dalam hati.
Beningnya lautan Gili berpadu dengan cerahnya langit biru, semakin romantis dengan kehadiran ribuan ikan yang bisa dilihat langsung dari atas permukaan. Hampir setiap jam helikopter mendarat di Gili Trawangan, kebanyakan memang sengaja disewa untuk mengevakuasi turis asing yang terisolasi akibat gempa kemarin. Bantuan dari pemerintah belum banyak yang masuk ke wilayah ini. Sorenya kami langsung kembali ke Camp kami di Alun-alun Tanjung.  
Sudah empat hari semenjak kami datang kesini, gempa susulan masih terus berdatangan silih berganti. Terkadang ia datang dengan kekuatan yang relatif cukup besar, terkadang hanya terasa seperti truk yang lewat. Pagi ini, suara ambulan yang bersliweran masih terus menghiasi hari-hari kami. Mereka membawa korban-korban longsor dari Pos di Gunung Rinjani, saat kejadian gempa kemarin mereka sedang melakukan pendakian.
“Mas, saya dapat info dari Pak Abdul, ibu kepala katanya mau kunjungan kesini mas”, Ucap Faqih saat mendatangi tendaku.
“Oh iya, kapan?”. Tanyaku ke Faqih
“Nanti sekitar pukul 16.00 WITA”, Jawab Faqih singkat
“Oke, aku akan berkoordinasi dengan Koordinator lapangan dari BPBD yang ada disini, siapa tahu ibu mau konferensi pers juga”, jawabku sambil bersiap untuk koordinasi dengan BPBD.
Selepas Ashar, rombongan Kepala BMKG dan jajarannya datang untuk mengunjungi lokasi pengungsian. Kami menyampaikan apa-apa saja yang kami dapatkan setelah survey disini, dan kami senang karena Ibu Kepala mengapresiasi apa yang sudah kami lakukan disini. Beliau selanjutnya berkoordinasi dengan stakeholder setempat, memberi informasi terkait gempa susulan, dan apa saja yang harus dilakukan saat gempa terjadi.
***
5 Agustus 2018,
Aku masih di Camp Pengungsian, beberapa titik survey di Lombok Utara sudah kami kunjungi. Banyak pengalaman yang ku dapatkan semenjak tiba disini. Ternyata tidak hanya dari tim BMKG saja, beberapa kampus ternama di Indonesia juga melakukan survey disini. Salah satunya adalah almamaterku dulu saat masih menjadi mahasiswa di kampus ternama di Kota Bandung.
“Permisi, sepertinya tidak asing dengan pak Dosen muda ini”, aku menyapa salah satu dari mereka
“Lho Roy, Loe disini juga?!”, Jawab Dosen Muda tersebut. Gibran, adalah nama dosen muda tersebut. Sahabatku semenjak kami ospek bersama, kebetulan juga kami di jurusan yang sama. Sosok Sahabat yang juga jadi “role model”. Dia mendapatkan predikat lulusan terbaik saat kami Wisuda, karena kecerdasannya itu dia mendapatkan beasiswa sampai jenjang S3. Sekarang dia mengabdi sebagai dosen muda di almamater kampus kami tercinta.
“Haha, iya Gib, sudah lama tidak bertemu. Gimana kabar loe?”. Aku mendekatinya sembari memeluknya, sebuah kebiasaan yang sedari dulu kita lakukan kalau bertemu.
“Puji Syukur Alhamdulillah baik..” Jawabnya
Kami melanjutkan obrolan, kebetulan juga timnya sedang beristirahat. Dia bercerita banyak hal, mulai dari pengalamannya sebagai dosen, ketemu mahasiswa baru setiap tahunnya, hingga bercerita tentang kehidupan pribadinya. Dia menikahi pujaan hatinya yang sudah dia dekati semenjak masa-masa kuliah dan dikaruniai anak yang cantik dan lucu.
“gue udah dengar tentang kabar loe dengan si Putri, aku turut berduka atas kegagalan itu”, Ucap Gibran
“Ahh gak papa bro.. udah cerita lama”, jawabku
“Ya walaupun cerita lama, tapi kan loe masih belum bisa move on, buktinya masih jomblo sekarang”, kata Gibran sambil bercanda
“Ahh sial loe, gue masih cari yang terbaik, dan masih belum menemukan sampai sekarang”. Jawabku dengan nada layaknya seorang diplomat.
“masa gak ada sih satupun, itu lho banyak cewek”, kata dia sambil menunjuk remaja-remaja putri yang sedang bersenda gurau.
“Hahaha, emangnya gampang tinggal comot”, balasku
Percakapan kami berakhir saat adzan Maghrib berkumandang, kami berjanji untuk bertemu lagi kalau nanti ada kesempatan.
Aku tetiba kepikiran gadis cantik berkerudung merah maroon yang waktu itu menanyaiku di Camp. Usianya ku perkirakan antara 22 – 25 tahun, sepertinya bukan berasal dari sini, karena tidak ku temui perempuan sini yang tipe mukanya seperti dia. Aku juga sedikit menyesal karena lupa menanyai nama gadis tersebut,
Pukul 19.45 WITA
Selepas Sholat Isya’ berjama’ah, kami terbiasa duduk bersama para pengungsi untuk mendengarkan ceramah di Musholla darurat tadi. Anak-anak berlarian di tengah lapangan, meski hanya bercahayakan rembulan. Hal-hal sederhana yang bisa membantu menyembuhkan trauma mereka akibat gempa.
Tiba.. Tiba..
“Gluruk..Gluruuk….” Suara batuan yang saling bertubrukan dari dalam bumi..
GEMPAA!!!
Anak-anak yang tadinya berlarian langsung terduduk, orang-orang dewasa yang sedang sibuk dengan tugasnya masing-masing pun segera keluar dari tempat berteduh mereka. Guncangan gempa yang sangat dahsyat, listrik yang tadinya digunakan untuk menyalakan lampu langsung padam. Gelap.. Gelap Gulita, semua langsung menyebut nama Tuhan, berdo’a, memohon  ampunan. Teriakan histeris terdengar dari seluruh penjuru kota. Bangunan Ruko 2 lantai di depan alun-alun tersebut runtuh, hanya tersisa 1 lantai. Aku pun merasa sangat takut, ini pertama kalinya kurasakan gempa selama hidupku. Beginikah Kiamat itu?
6 notes · View notes
poskotakita · 2 years
Text
Tumblr media
Menjadi Asing
"Halo?" tak ada sahutan.
"Halo? Ini dengan siapa?" Hening. Masih tak ada jawaban. Namun, saat akan mengakhiri panggilan tak jelas ini, aku baru menyadari sesuatu.
"Ibu?"
"Anak-anak sudah tidur?" tanyaku saat melihat istriku masuk ke kamar. "Sudah," jawabnya yang kini duduk di sofa bersiap membaca buku.
"Pulang yuk?" ajakku padanya. Sebuah ajakan yang sudah sering aku tawarkan. Kulihat ia tidak terkejut, masih memusatkan pandangan ke halaman buku.
"Pulang ke mana?" Selalu begitu.
"Sudah tujuh tahun kita nggak pulang. Tujuh kali lebaran selalu di sini. Bolehlah anak-anak punya cerita pulang ke kampung nenek. Bisa bertemu paman, bibi, dan sepupu-sepupunya."
Istriku lekas menutup buku yang baru dua lembar ia baca. Matanya lekat menatapku. Aura tegang menyergap di ruang kamar.
Hubungan istriku dengan ibunya tidak harmonis. Kami menikah tanpa kehadiran Ibu. Menjadi beban untukku saat mengetahui dengan jelas beliau tidak merestui hubungan kami. Namun, kini delapan tahun sudah kapal kami berlayar dengan dua malaikat kecil melengkapi.
"Setiap saat kamu selalu mengajak pulang. Dan selalu akan aku jawab, belum sekarang. Aku bukan nggak mau, tapi belum siap. Memang ibu mau menerima kehadiran kita? Soal pulang, aku sudah pernah pulang,"
"Sekali untuk mengantar kepulangan bapak. Itu enam tahun yang lalu. Kita baru sekali lebaran bersama mereka, tahun pertama menikah. Ayolah, demi anak-anak," bujuk rayuku padanya untuk yang kesekian ratus kali. "Ibu sekarang sendiri. Kamu juga tahu itu sejak enam tahun lalu," lanjutku berusaha meluluhkan hati kerasnya.
"Aku nggak punya siapa-siapa selain kamu dan anak-anak. Aku nggak ingin mereka hanya punya kita berdua. Mereka masih punya nenek dan sanak saudara yang lain. Kasihan kalau mereka nggak tahu."
"Mereka tahu, kok. Nenek jauh. Nanti kita pulang, kalau sudah tepat waktunya," sahutnya ketus.
"Kapan?"
Hening.
Aku besar di panti asuhan. Tak kenal siapa ayah dan ibuku. Apakah aku punya kakak atau adik? Entahlah aku tidak pernah tahu. Aku hanya punya ibu panti dan pengurus di sana serta teman-teman senasib sebagai keluargaku. Hal itulah alasan yang memberatkan Ibu merestui hubungan kami. Bibit bebet bobot.
Aku sebenarnya tahu di lubuk hati istriku, dia rindu ibunya. Rindu masakan ibunya. Sampai ia berulang kali mencoba resep yang sama hanya untuk mendapatkan cita rasa yang familiar di lidahnya. Tapi selalu saja ia mengelak.
Kadang aku tak sengaja mendengar ia bercerita tentang ayahnya kepada anak-anakku saat menidurkan mereka. Setelahnya ia kembali ke kamar dengan mata sembab. Ayah yang datang menikahkan kami. Memberikan restu dan nasihat untuk biduk kapal kecil ini. Di pemakaman ayah terakhir kali ia menginjakkan kaki di tanah kelahirannya.
"Sudah, ya. Kamu tahu ujung diskusi ini. Lain waktu kita bicarakan lagi." Ia beranjak ke tempat tidur. Menarik selimut dan membiarkanku menerima penolakan lagi.
"Nak, maafkan Ibu. Sungguh maafkan Ibu. Kapan kalian pulang? Ibu rindu putri kecil ibu. Ibu rindu cucu-cucu ibu, pasti sudah masuk sekolah, ya. Nak, apa boleh Ibu meminta kamu mengajak putri ibu dan cucu ibu pulang?"
Maafkan saya, Bu. Kali ini belum berhasil membujuk putri ibu yang keras kepala. Saya janji akan terus membujuknya. Kami akan pulang segera. Ibu bersabar, ya.
Pictures from Pinterest
4 notes · View notes
illusionistlove · 2 years
Text
Bisik pada teman — "apabila kapal mulai berangkat, aku akan segera pulang ke desaku" tak perlu berlama, hanya sebuah daerah asing.
Daerah ini kehilangan tetamunya. Dipandang kaku, tak bersuara tak disapa. Tuan, selayak apa aku gelarkan dirimu?
Renjana, waktunya dinanti telah tiba. Segalanya buat kali terakhir; tangis paling dalam, tentang rasa yang tangguh.
Ia terlupa bagaimana hujan menyanyikan senandungnya. Ada kesedihan yang tak bisa ditutupi.
Luka mungkin belum sembuh sepenuhnya, tapi ia baik-baik saja. Dan akan tetap baik-baik saja — selalu begitu.
4 notes · View notes
selongsongpeluru · 2 years
Text
KEPADA PAHLAWAN PERANTAUAN, HORMAT GRAK!
Domiyang, Paninggaran, Pekalongan.
Saya rekam di sini, biar abadi.
Tumblr media
Awal tahun 2023, saya dipertemukan dengan tujuh manusia ajaib yang datang dari latar belakang yang berbeda-beda. Kami dipaksa untuk tinggal satu atap dalam rentang waktu 43 hari. Dalam ekspedisi ini, kami ditugaskan oleh atasan untuk menunaikan program-program kerja yang sekiranya dapat menyejahterakan warga setempat.
Pelayaran ini merupakan salah satu misi akhir sekaligus tantangan baru bagi mahasiswa lanjut usia. Satu kapal ditunggangi oleh Kapten Aldo (Departemen Informasi), dan ketujuh mualimnya; Erlangga (Departemen Keuangan), Hakam (Departemen Penerangan), Ghufron (Departemen Penunjuk Arah), Lana (Departemen Luar Negeri), Neza (Departemen Pemeliharaan), Taya (Departemen Kesehatan), dan saya sendiri (Departemen Kepenulisan).
Berlayar bersama mereka membuat saya merasa memiliki tim, teman, sahabat, dan keluarga baru yang sebelumnya belum pernah saya miliki. Bahkan salah satu anak buah kapal mengaku pada saya, bahwasanya KKN ini merupakan best scene tidak hanya dalam masa kuliahnya, tetapi masa hidupnya. Iya, dalam hidupnya!
Tapi memang tidak dapat dipungkiri, merekalah dan peristiwa-peristiwa yang saya alami di sana sukses menepis pikiran buruk saya tentang KKN. Dan mungkin merekalah jawaban dari penolakan-penolakan KKN Tematik yang pernah saya terima. Saya ditolak, karena garis takdir dan waktu ingin mempertemukan saya dengan mereka. Manusia-manusia ajaib!
KKN sangat menyenangkan, membahagiakan, karena saya menjalaninya dengan mereka. Kami memang tidak sempurna, tetapi di situlah letak seninya. Begitu banyak perhatian, waktu, pikiran, dan rasa khawatir yang kami berikan satu sama lain walaupun tidak selamanya tersurat. Tetapi saya tahu.
Maka dari itu, minggu-minggu terakhir KKN saya mulai dikoyak-koyak rasa sedih. Sedih berpisah, takut menjadi asing, dan kemudian saling lupa. Puncaknya, malam terakhir kami bersua, air mata saya menganak sungai sembari diiringi lagu-lagu perpisahan. Saya menangis, saestu! Siapapun, coba jelaskan kepada saya apa yang “Good” dari Goodbye?? Tidak ada bukan?
Banyak hal-hal kecil yang gampang mengingatkan saya tentang KKN, sekecil apapun itu. Jikalau boleh menetap, saya ingin menurunkan jangkar di sana. Namun, perjalanan harus segera dilanjutkan untuk menyelesaikan misi lainnya.
Hingga tibalah hari terakhir disertai angin yang menghembuskan kabar bahwa pelayaran bertajuk “KKN di Desa Domiyang” ini telah usai, selesai. Saatnya, berpisah dan melanjutkan pelayaran yang lain. Mungkin, arah pelayaran kami berbeda, tetapi tujuan kami sama.
Dengan gelar “Pahlawan di Perantauan” kami telah sampai dermaga, lalu melanjutkan perjalanan masing-masing. Selamat berlayar dan berlabuh. Selamat mengejar gelar-gelar yang lain. Semoga, segala bentuk ombak, halangan, dan rintangan yang kalian temui di tengah lautan mampu kalian atasi. Satu pesan saya, tetaplah hidup.
Semoga setelah ini kita tidak hanya tahu nama, kemudian saling lupa.
Semoga sabda alam mengizinkan untuk kembali bersua.
Terima kasih atas pelayaran yang menantang sekaligus menakjubkan ini.
Terima kasih seluas lautan dan sebanyak butir pasir di pantai, saya haturkan.
Hati-hati di jalan.
2 notes · View notes
koniginderrosen · 2 years
Text
Sebentuk Keberuntungan
Pada suatu hari yang bahkan tak kuingat bagaimana warna langit kala itu, aku melihatmu. Namun, dunia yang serbacepat ini mengalihkanku, dengan waktu harus berpacu. Aku melewatkanmu. Hanya sejenak dan aku cukup tahu; sebuah memori untuk dikenang nanti.
Hidup segan, tetapi mati setengah enggan. Terlalu berantakan, bukan lagi seperti kapal pecah, melainkan sampah luar angkasa yang tiada seorang pun bisa membersihkan. Beterbangan tanpa tujuan, bertemu atom hidrogen akan menjadi keberuntungan.
Maka demikianlah aku dan dirimu bersilangan. Kupikir tidak akan ada lagi kebaikan, tidak akan ada lagi kesempatan, tidak akan ada lagi kehidupan; yang ada sebatas kegelapan tanpa batas. Aku terombang-ambing menabrak beling, basahnya lukaku tak jua kering. Lalu, dirimu hadir dan segalanya menjadi hening; kepalaku tak lagi bising.
Dirimu asing, tetapi tanpa sadar aku menyambutmu. Kendatipun taktahu aku tentangmu, diri ini begitu saja setuju. Sesingkat sesaat dan tidak ada lagi waktu sampai aku tersadar kemudian; dirimu adalah yang pernah kulewatkan.
Kesadaran itu menghampiriku serupa fajar yang menyemburat di langit timur; batas kepalsuan dan kebenaran untuk memulai kehidupan, batas kesangsian dan kepastian untuk melangkah ke depan. Sayangnya, aku nyaris menghancurkan segenap tatanan.
Tidak akan sempat, semuanya terlambat, dan hanya ada satu yang dapat diperbuat. Akan tetapi, sebagian hal di dunia ini memang tidak sederhana, sebagaimana diriku. Pernah aku senyata-nyata naif, benar percaya bahwa keajaiban itu ada, hingga akhirnya tidak lagi meyakini apa-apa. Aku telah kehilangan diri sendiri; jiwaku sekarat. Tidak ada barang satu yang hendak aku perbuat.
Sebentuk keberuntungan pun mewujud di hadapan; dirimu mengetuk pintu tatkala aku akan keluar berjalan. Masih ada kesempatan, masih ada kemungkinan; banyak pesan yang menunjukkan setapak jalan. Namun, aku perlu waktu; sesuatu yang belakangan ini tak benar-benar kumiliki untuk diri sendiri.
Aku ingin mencari dan menemukan kepingan diri yang hilang. Aku ingin menjadi kembali utuh seorang. Bilamana takdir mengizinkan, suatu hari aku dan dirimu akan bertemu. Pada saat itu tiba, akan dirimu temukan aku yang tidak lagi ingin berlari dan pergi, akan dirimu jumpai aku yang keyakinannya sudah kembali. Kalaupun ternyata akhirnya tak bersua, aku merasa beruntung pernah melewati hari bersama.
2 notes · View notes
mediaban · 9 days
Link
0 notes