Tumgik
#fifteen_fourth
mi-jupiter · 13 days
Text
Fifteen, The Fourth
Chapter 4.
"I will be back after a night, love." Ucapku seraya melingkarkan kedua lengan ke tubuhmu. Membawamu ke dalam sebuah pelukan hangat, rutinitas yang selalu kita lakukan sebelum tidur.
"Tapi, satu malam gak ada koko rasanya kayak seminggu..." Aku terkekeh perlahan dan membawa satu tanganku untuk membelai rambutmu lembut dari atas ke bawah, seperti memberikan isyarat bahwa kamu akan baik-baik saja. Kita akan baik-baik saja.
"Maaf, ya, sayangku... aku juga maunya bawa kamu kali ini, tapi kayaknya nggak bisa, sayang." Terdengar suara helaan napas dari kita berdua. Pasangan yang tak pernah terpisahkan dari hari pertama, kini harus dipisahkan satu malam karena kegiatan yang tak bisa aku tinggalkan itu.
Rasanya berat sekali, semalam sebelum berangkat itu, ku rengkuh tubuhmu lebih erat daripada sebelumnya. Ku hujani pucuk kepalamu dengan kecupan yang banyak sebelum wangimu perlahan sirna dari indra penciumanku nantinya. Malam itu, rasanya aku ingin berdoa kepada Sang Pencipta untuk memperlambat waktu, malam ini saja.
Tapi, fajar pun tiba. Rasanya sangat enggan sekali untuk meninggalkanmu yang masih lelap dalam tidurmu. Setelah semua barang siap untuk dibawa, aku melangkah mendekat ke kasur, mendudukan diri perlahan di sisimu. Ku perhatikan lekat-lekat wajah yang selama ini selalu menemaniku tidur sedang terlelap. Indah, kamu ini sangat indah. Wajah damaimu yang kamu perlihatkan subuh itu, sangatlah indah. Wajahku mendekat ke arahmu, ku curi satu kecupan lembut di bibirmu yang selalu ku dambakan itu.
"Dedek, sayang, koko pergi dulu, ya? See you tomorrow, sayang. I will come home, to you." Ku kecup keningmu perlahan sebelum menjauhkan diri dari tubuhmu dan membenarkan selimut yang menutupi tubuhmu itu. Setelah puas memandangi wajah tidur kamu, barulah aku berangkat.
Hari berlalu dengan lambat, sialnya doaku terkabul dengan sangat meleset. Entah mengapa, waktu di hari itu berjalan sangat lambat. Rasanya satu hari itu punya 48 jam, padahal kegiatan yang ada sangatlah padat untuk aku ikuti. Apakah ini efek dari pacarku yang sedang merindukanku di sebrang sana? Atau justru, aku yang rindu setengah mati? Jawaban yang kedua itu, memang sudah pasti. Aku sudah merindukan kamu dari waktu perjalanan. Rasanya aku ingin sekali membalikan stir mobil san balik pulang ke kamu. Tapi sayangnya tidak bisa.
Pasrah. Ku jalani hari yang lambat itu dengan harapan bahwa hari cepat berlalu. Malam mulai tiba, rasanya malam ini sangat dingin sekali. Aku terus-terusan melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiriku, waktu hanya bertambah 5 menit, 5 menit, dan 5 menit. ARGH! Lama sekali ini waktu! Berada di pedalaman membuatku susah untuk sekadar menghubungimu. Akhirnya, karena tidak tahan lagi dan jiwa pengecutku seakan hilang. Aku berjalan menyusuri tangga dan jembatan yang gelap, mendaki sedikit untuk mencari jaringan.
Setidaknya, aku harus mengabarimu bahwa jaringanku di sini sangatlah buruk dan aku sangat amat teramat merindukanmu. Disaat aku mendapatkan jaringan, muncul serentetan pesan darimu yang sangat aku rindukan. Ah... bayiku sudah makan. Ah... bayiku menjalani harinya dengan baik, syukurlah. Ah... bayiku lucu sekali, dia juga merindukanku. Aku sedikit terkekeh kecil saat membaca beberapa pesan darimu dan langsung membalasnya dengan permintaan maaf. Entah kenapa, hanya ada rasa bersalah saat itu karena telah meninggalkanmu di rumah sendirian.
Ku putuskan untuk mengirimimu beberapa rentet pesan sebelum kembali ke tempat kumpul. Malam itu, aku hanya bisa berharap bahwa waktu segera berlalu. Tapi nyatanya, waktu berjalan dua kali lebih lambat di sini. Sial, rasanya aku hanya ingin cepat-cepat pulang dan kembali memelukmu dengan erat. Ternyata merindukanmu seberat ini, ya, sayang? Benar kata Dilan, rindu itu berat, tau gitu aku biarkan dia saja yang menanggung seluruh beban rindu yang ada di dunia ini. Pikiranku ini sudah terlalu ngelindur, ada baiknya aku memejamkan mataku dengan erat sambil berharap bahwa fajar segera tiba.
---
Sayang, empat bulan sudah terlewat. Bagaimana perasaanmu, menghabiskan hari-harimu selama 4 bulan ini bersamaku? Aku hanya bisa berdoa dan berharap setiap harinya, kamu masih bahagia dan masih ingin bersamaku di keesokan harinya.
Kalau dijabarkan dengan kata-kata, agaknya mau aku tuangkan dalam satu buku sekalipun, nggak pernah bisa merasa cukup untuk menjabarkan bagaimana rasa sayangku ke kamu, Jupiter.
Apalagi setelah empat bulan ini, aku justru merasa ikatan kita kini kian kuat dan merekat. Seperti sudah tidak ada celah lagi untuk apapun ada di antara kita. Rasanya, ini adalah hubungan yang paling aku dambakan selama ini.
Kamu masih ingat, kan? Beberapa hari lalu, aku sempat bilang, bahwa aku tidak hanya sayang padamu, tapi aku pun sudah sayang dengan hubungan ini. Rasanya, hubungan kita ini betul-betul harmonis dan sangat sehat. Bagaimana kita yang selalu berusaha untuk menjaga 'kita', bagaimana kita yang selalu berusaha untuk mengerti 'kita', bagaimana kita yang selalu mengutamakan 'kita'.
With you, I feel at ease.
With you, I feel the happiest.
With you, I feel so loved.
Doaku selalu dan akan selalu sama, aku hanya bisa mendoakan kebahagiaan, kesehatan dan kelancaran untuk kamu. Aku selalu berdoa semoga kamu masih mau sama aku di keesokan harinya. Aku berdoa semoga kamu selalu sayang sama diri kamu sendiri dan sayang sama aku hehe. Semoga doa-doa kita ini senantiasa didengar oleh Sang Pengcipta.
Sayang, terima kasih karena sudah selalu sabar dengan segala sikapku ini yang kadang kekanakan. Aku gak bisa menjamin kedepannya kita tidak dihadapkan oleh cobaan, tapi aku hanya bisa berharap bahwa apapun yang terjadi kedepannya, kita bisa melewati itu semua, berdua. Terima kasih juga kamu sudah selalu memberikan aku tempat untuk bercerita dan selalu peka dengan semua yang aku rasakan. For sure, I couldn't ask for more, it's more than enough for me. Your existence itself has already a blessing for me, sayang.
Aku sayang sekali sama kamu, Jupiter Hui.
Thank you for being the greatest present God ever sent me.
Warmest,
Your K.
0 notes