Tumgik
#2023 yang lalu.
glitxd · 1 year
Text
Tumblr media
Tennotober Day 3 - Decade
Around 7 or 8 years ago, my high school friends introduced me to this game. Fun fact, I was never into online games until they poisoned me with Warframe.
Words cannot express how much I love this game and how much it has given me hope. Words cannot express how much Warframe has motivate and inspire me.
50 notes · View notes
jndmmsyhd · 1 year
Text
Menerima Kisahnya
Nanti, saat kamu menikah dengan seseorang, kamu tidak sedang menerima lembar buku yang kosong. Kamu akan mendapatkan seseorang yang sudah menulis begitu banyak catatan dan kisah, yang kamu baru akan benar-benar mengetahui kisahnya sesaat setelah akad terucap.
Pada kisah yang begitu menyedihkan, atau pada kisah yang begitu bahagia maka selalu siapkan hati yang lapang untuk menerimanya.
Sebab orang yang kamu nikahi adalah akumulasi dari masa kecil hingga ia dewasanya, bahkan sampai ia menemukanmu.
Tidak apa-apa, siapkan saja ilmu pernikahan dan mengelola rasa dalam berumah tangga. Kapan kamu harus menekan ego dan emosi, kapan kamu harus bersabar dulu untuk sesaat sebelum mengutarakan maksut dengan berbicara padanya.
Menerima kisah seseorang itu tidaklah mudah, terkadang ia jauh dari apa yang kamu harapkan, terkadang bahkan bertolak belakang dengan apa yang kamu bayangkan.
Sebab pernikahan itu menyatukan dan saling memperbaiki, kisah-kisah buruk dan hitam di masa lalu tidak perlu diungkap dan dibuka. Tutuplah serapat mungkin dan kubur sedalam-dalamnya, mulailah menjalani hari-hari dengan kebaikan yang penuh dengan keberkahan.
Andai kamu sedang menunggu seseorang yang datang padamu, maka siapkan ilmunya, perluas hatinya, dan mulailah melangitkan doa, agar apa yang kamu doakan senada dengan apa yang Tuhan takdirkan
Selamat malam, dariku yang tengah duduk di kereta menuju stasiun terakhir.
Gambir, 19 September 2023.
@jndmmsyhd
1K notes · View notes
kurniawangunadi · 27 days
Text
Beranjak yang Jauh Orang yang kalah terhadap hidupnya cenderung akan lebih mudah menyalahkan orang lain atas apa yang ia rasakan dan alami. Apakah pernyataan ini valid? Tentu saja tidak jika dilihat dari aspek ilmiah dsb. Hanya saja, selama aku meriset di tahun 2023 hingga saat ini untuk keperluan ide-ide cerita, realita ini yang banyak kutemukan.
Kalah ini definisinya sangat subjektif, tergantung orang yang mengalami atau menjalani kehidupannya. Bisa berangkat dari trauma di masa lalu, kejadian/peristiwa besar yang pernah terjadi, termasuk hal-hal yang tidak berhasil ia raih di usia-usia tertentu. Siapa yang pertama akan disalahkan? Keluarga. Seperti peran orang tua, keluarga besar, dsb. Setelah itu orang lain. Orang lain yang hanya berpapasan sebentar dalam cerita hidupnya saja bisa dijadikan kambing hitam atas masalah-masalah besar hidupnya saat ini.
Seolah dunia ini hanya berpusat padanya. Tidak bisa melihat dunia ini lebih luas dengan perspektif orang lain. Perspektif yang tidak pernah berusaha ia miliki sebab ia terus merasa dirinya yang lebih penting, mimpinya lebih penting, hidupnya lebih penting. Yang lain, tidak.
Jika kamu pernah ketemu yang seperti itu. Mulai batasi komunikasi, mulai jaga jarak pertemanan jika berteman. Suatu hari kamu pergi, kamu akan menjadi kambing hitam atas kerumitan hidupnya, meski kamu tidak ngapa-ngapain, hanya sedang fokus dengan hidupmu sendiri. Sedang struggling sama hidupmu dan tidak ada waktu untuk hal lain.
Tidak ada manfaatnya memelihara pertemanan yang demikian karena makan hati. Lekas beranjak dan berburu teman-teman yang soleh, yang hatinya hangat, yang kalau ketemu menentramkan, yang senantiasa mengingatkan pada hal-hal baik, empati yang luas, dan membangun hubungan di atas landasan yang sangat kuat, ukhuwah.
Makin dewasa, makin pilih-pilih dalam membangun pertemanan :) (c)kurniawangunadi
121 notes · View notes
milaalkhansah · 9 months
Text
Hal-hal yang aku pelajari di 2023:
1. Harga yang harus dibayar untuk keputusan keliru di masa lalu ternyata mahal sekali ;)
2. Jangan memilih sebuah keputusan yang membuatmu tidak bisa tidur nyenyak di malam hari.
3. None can stay forever. You can't beg people to stay in your life. They come into your life sometimes just to tell you something, teach, or remind you. So please, be enough with your own self.
4. You're not as important or so special as you think in people's life.
5. Don't force yourself to be friends with many people just because you feel lonely.
6. Don't overshare. Please be wiser to what you will say or tell others. Not all would care, or not all are important to share with.
7. Apa yang ada kepalamu bukanlah kenyataan. Kenyataan adalah apa yang telah terjadi. Bukan apa yang kamu pikirkan (akan) terjadi.
8. It's okay to leave first.
9. You don't need other people's validation about your feelings or what happens in your life.
10. Alone and lonely have different meanings.
Segitu dulu, lanjut nanti. Atau barangkali ada yang mau nambahin?
190 notes · View notes
nurunala · 3 months
Text
Cerpen: Hujan atau Cinta
Mungkin, memang sudah seharusnya aku berterima kasih kepada hujan. Rintik-rintik kenangan yang menahan kita tetap di sini. Mendengarkan cerita satu sama lain. 
Kamu bercerita, aku bercerita—dan entah sudah berapa dusta yang aku cipta. 
Hujan menggenang lubang-lubang jalan. Burung-burung berteduh.
Hatiku mengaduh.
Inikah rasanya jatuh, terluka, tapi harus terus berpura-pura?
“Siapa dulu yang ketawa ngakak sampai jatuh dari pohon?”
Dahimu selalu berkerut jika sedang bertanya. 
“Amar? Yang celananya sobek?”
“Iya bener, Amar! Celananya sampai sobek ya? Oh iya!”
Kamu tertawa lepas sambil reflek menepuk lengan kiriku. 
Aku selalu suka tawa itu. Terutama saat pemicunya adalah aku. 
Sejak dulu, aku selalu ingin jadi sumber bahagia dalam hidupmu.
“Kamu, lama di sini?”
Akhirnya, kuberanikan diri bertanya. Mengukur kemungkinan berapa kali lagi kita bisa berjumpa. Untuk sekadar bertukar cerita, bernostalgia, atau … menumbuhkan lagi rasa? 
“Besok jam 6 pagi udah ke Jakarta lagi,” jawabmu datar. 
Besok pagi? Maksudmu, 14 jam dari sekarang? 
“Buru-buru amat. Baru aja sampai tadi pagi.”
Kamu menatap mataku sebentar, lalu kembali mengalihkan pandangan ke depan. Seolah mengamati hujan yang belum juga mereda.
“Ayah cuma cuti sehari. Makanya habis resepsi Risma tadi, ayah sama ibu langsung keliling-keliling buat silaturahmi. Udah lama banget gak ke sini. Ada kali ya 5 tahun?”
Tepatnya, 6 tahun 2 bulan. 
Hari ini 27 Agustus 2023. Kamu dan keluarga meninggalkan desa ini untuk pindah ke Jakarta sejak 25 Juni 2017. Saat kita mau naik kelas 2 SMA. 
Banyak yang bilang aku pelupa. Tapi tentangmu, percayalah: aku pengingat yang baik. 
“Iya, sekitar 5 tahunan. Ya, lumayan. Kalau orang, kira-kira umur segitu udah TK lah.”
“Udah bisa maling jambu di kebun Pak Muchtar, ya?”
Pertanyaanmu memanggil kembali ingatan masa kecil kita. Hari-hari di masa lalu ketika kita lebih mudah bahagia karena belum banyak mau. 
“Kamu kan yang nyuruh?”  
Seperti tak terima dituduh, kamu langsung mengklarifikasi, “Aku gak nyuruh. Aku cuma bilang, aku pengen jambu air.” 
Kamu selalu begitu. 
Menyembunyikan ego di balik keluguanmu. Itu alasan kita berpisah 6 tahun lalu, kan? Saat kamu bilang, hubungan jarak jauh melelahkan dan enggak akan berhasil. 
Tak lama setelah kamu mengatakan itu, kamu mengunggah foto dengan seseorang yang lain–alasan sebenarnya kita berpisah?  
Lalu kita berhenti saling mengikuti di media sosial. 
Setelah belasan tahun pertemanan …
Setelah setahun saling mengungkap perasaan … 
Kita tiba-tiba menjadi dua orang asing. 
Aku berusaha melupakanmu dan meneruskan langkah. Aku berusaha untuk baik-baik saja, memajang senyum dan tawa ke mana-mana. 
Berusaha percaya pada mereka yang berkata, ‘waktu akan menyembuhkan’. Argumen paling tolol yang pernah aku amini. 
Karena, bahkan hingga hari ini, 6 tahun kemudian … 
Saat takdir kembali mempertemukan kita di desa ini–tempat segalanya tumbuh dan bersemi, aku sadar: aku tak pernah benar-benar bisa melupakanmu. 
Bahwa menghapus ingatan tentangmu, adalah sama dengan menghapus seluruh ingatan di kepalaku. 
Bahwa ternyata luka ini, tak pernah benar-benar sembuh.
“Pohon jambunya, masih ada enggak sih?”
Tanyamu sambil melempar pandangan jauh ke sebuah rumah, lalu mengarahkan telunjukmu ke sana.
“Rumahnya yang di situ, kan?”
Aku mengangguk.
“Masih ada, kayaknya. Pohon jambu kan gak bisa tiba-tiba pindah ke Jakarta.”
Kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku, memicu senyum sinis di wajahmu. 
“Imran, si paling jago kalau nyindir orang.”
“Nadia, si paling …”
“Si paling apa?”
Dahimu berkerut lagi. 
“Si paling cantik,” ada lengkung senyum di wajahmu sebelum berubah jadi ekspresi kesal saat aku melanjutkan, “di Geng Jambu.”
“Yeeh kan aku emang cewek sendiri. Tapi …”
Ada jeda sebentar sebelum kamu melanjutkan kalimat. Seolah kamu ragu.
“... di ingatan kamu, aku kayak gitu ya? ‘Tiba-tiba pindah ke Jakarta’. Kayak … seolah-olah itu semua kemauan aku.”
“Aku nggak bilang gitu.”
“Kamu tadi bilang, ‘tiba-tiba pindah ke Jakarta’. Maksudnya aku, kan?”
“Tiba-tiba atau enggak, di ingatan aku, kamu pergi.”
“Dan di ingatan aku, kamu menghilang.”
“Kamu kan yang minta aku menghilang?” tanyaku tak terima. 
“Aku? Aku minta kamu menghilang?” giliran kamu yang tak terima. 
“Kamu bilang, kamu capek sama aku.”
Mendengar ucapanku, kamu terdiam sebentar. Seperti menata kata dalam kepala. Lalu serupa hujan yang tiba-tiba menderas, kalimat demi kalimat meluncur dari mulutmu.
“Aku bilang, aku capek, karena kamu terus-terusan mempertanyakan kepergian aku ke Jakarta. Terus-terusan protes sama kita yang harus tiba-tiba pisah. Terus-terusan ngeluh karena kita jadi gak bisa lagi ketemu setiap hari. Aku gak pernah minta kamu menghilang.”
Nada bicaramu tiba-tiba meninggi. 
Sementara aku masih memproses kata-katamu, kamu bicara lagi.
“Kamu pikir aku gak sedih kita pisah? Kamu pikir aku gak pernah protes? Kamu pikir aku suka keluar dari zona nyaman aku, harus beradaptasi sama orang-orang kota yang sok tau, dikatain kampungan … Selama ini, kamu mungkin mikir aku egois. Tapi, aku tuh …”
Kalimatmu tertahan di sana. Kamu menghela napas dalam, dan matamu mulai berkaca-kaca. 
Hujan di luar sudah hampir reda, hujan di matamu jatuh begitu saja.  
“Maaf. Aku yang egois.”
Hanya itu yang bisa kukatakan. 
Kamu menyeka air mata dengan jemarimu, lalu memaksa bibirmu untuk tersenyum. 
“Aku yang maaf. Kenapa jadi marah-marah gini, ya?” 
“Karena aku emang nyebelin?”
“Iya. Nyebelin banget,” ujarmu sambil memanyunkan bibir sedikit. Kebiasaan yang selalu kamu lakukan setiap kesal padaku. 
“Eh, udah ah bahas masa lalunya. Udah lewat juga. Bisa tethering bentar gak? Paket dataku abis, mau ngabarin Ayah kalau kita kejebak ujan di sini. Takutnya dia nyariin.”
Aku menghidupkan fitur personal hotspot di ponsel. 
“Passwordnya?” tanyamu sambil menunjukkan layar ponsel. 
“662016”
“Pelan pelan, dong … Enam .. Enam … apa tadi?”
“Dua Nol Satu Enam.”
“Enam Enam Dua Nol Satu Enam? Eh, ini … ”
Jangan bilang, kamu masih ingat. 
“Tanggal jadian kita bukan, sih?” tanyamu singkat dan lugu.
Ada banyak hal dalam hidup yang tak bisa kita pilih. Boleh jadi, salah satunya adalah cinta pertama, yang dengan segala kekonyolannya mewarnai masa remaja. 
Ketika jerawat pubertas pecah dan hidup tak tentu arah.
Cinta pertama adalah bunga yang mekar di taman jiwa. Wanginya semerbak membuai dan melalaikan. Ia menghiasi satu-dua musim, lalu seketika layu dan kehilangan pesona. 
Tetapi, anehnya, ia tetap di sana.
Menetap dalam ingatan. 
Abadi sebagai kenangan. 
“Bisa tethering-nya?” tanyaku, berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Bisa. Bisa. Bentar ya aku chat Ayah dulu …”
“Oke. Jangan download film.”
“Ya kali …” 
“Siapa tau …”
“Eh, Ran,” kamu menengok ke arahku sambil tersenyum. “Pertanyaanku belum dijawab tadi. Kamu… masih pakai tanggal jadian kita buat password?”
“Heh? Oh, itu. Males ganti-ganti. Susah tau Nad, ngapalinnya.”
Mendengar jawabanku, kamu mengangguk-angguk kecil. 
“Iya sih, setuju. Aku juga …” ada nada ragu di kalimatmu, tapi kamu tetap melanjutkannya, “... masih pake tanggal jadian kita buat passcode handphone, 060616. Dari dulu gak pernah ganti.”
Aku tak tahu harus merespons apa dan bagaimana. 
Haruskah terkejut? Haruskah bangga dan terharu? Haruskah jujur saja mengatakan bahwa sebagaimana password di ponselku, perasaan ini juga tak pernah berubah?
“Emang males banget sih ganti-ganti password,” kataku sambil ikut mengangguk-angguk. Aku berusaha mencari cara untuk keluar dari suasana yang terasa semakin canggung. 
“Hujannya udah agak reda, Nad. Lanjut, yuk!”
Aku berdiri, bersiap melanjutkan perjalanan. 
Tapi, kamu menarik tanganku untuk duduk di sampingmu lagi. 
“Sini dulu deh, mager banget. Udah lama juga aku gak mampir ke warung ini. Dulu setiap pulang sekolah, kita selalu ke sini, kan?”
Pertanyaanmu memecah kecanggungan. Mengembalikan kita ke dalam obrolan-obrolan panjang. 
Sudah sejak tadi hujan berhenti … dan kita masih di sini.
Ternyata bukan karena hujan kita bertahan.
Tetapi, aku terlalu takut menyebutnya cinta.
...
©nurunala
64 notes · View notes
nonaabuabu · 1 year
Text
SETARA
Sejak aku pernah melisankan aku ingin pasangan yang setara, alam ternyata bekerja mendatangkan orang-orang yang ingin membahas keinginan setara ini. Mulai dari orang asing yang tiba-tiba dekat, teman lama yang bertemu lagi, adek tempat kerja yang berencana menikah, laki-laki yang belakangan jadi teman cerita, dan pertanyaan di kolom instagram.
Jika ditanya aku ingin laki-laki yang bagaimana di enam tahun lalu (masa ini aku ingin menikah dengan seseorang) aku dengan mudah menjawab, aku ingin seseorang yang lebih baik dari aku. Kondisinya aku baru lulus kuliah, pekerjaan belum stabil, mimpi masih tidur dan keinginanku masih seperti teman-teman yang lainnya.
Rasanya saat itu, jika aku tidak menemukan lelaki yang lebih baik, maka kehidupanku hanyalah mimpi buruk. Karena lucunya, saat itu aku juga menganggap salah satu pencapaian itu adalah, siapa yang kelak aku menangkan.
Tapi ternyata Tuhan dengan maha baik memberikan aku perjalanan yang lebih panjang, dan aku melewati lebih banyak waktu dengan mengesampingkan hal-hal yang berhubungan dengan lelaki yang kuinginkan seumur hidup.
Sekarang, jika harus menjawab pertanyaan tentang bagaimana aku akan mencari, dia adalah yang setara denganku. Setara di sini bukan seseorang yang harus sama persis, tapi kami ada di rentang yang sama setidaknya untuk hal-hal crusial yang aku pertimbangkan untuk memilih pasangan.
Sejujurnya aku lebih suka meromantisasi hidupku dan ingin pertemuan yang tidak terduga saja, tapi akan selalu ada plan B dari setiap rencana, dan setara adalah plan B. Namun jika harus belajar dari sejarahku sendiri, barangkali aku akan eksekusi di plan E yang entah apa.
Sekarang, aku hanya tahu ini tentang diriku. Aku ingin seseorang yang setara, setidaknya untuk pola pikir, wawasan, kematangan emosi, finansial, daya tahan juang, pendidikan, empati dan kasih sayang.
Aku percaya jika seseorang memiliki banyak rentang kehidupan yang sama, maka saling memahami itu menjadi mudah. Saat memahami lebih mudah, maka berkomunikas bukan lagi sesuatu yang harus diusahakan, tapi menjadi keseharian. Saat dua orang berkomunikasi dengan tepat, maka telah menyelesaikan separuh dari masalah antara keduanya.
Aku tidak bisa membayangkan hidup dengan seseorang yang tidak bisa mengendalikan emosinya. Aku tak ingin hidup dengan seseorang yang mudah sekali menyerah setelah seumur hidup aku habis-habisan berjuang. Aku tak mau pula jika ternyata perasaan di antara kami terlalu timpang sehingga hanya satu yang berusaha maksimal.
Aku ingin berjuang dengan seseorang yang juga memperjuangkan, aku ingin bicara dengan seseorang yang bisa berbicara balik, aku ingin bertumbuh dengan seseorang yang juga ingin bertumbuh. Aku ingin makan di tempat tertentu, dengan seseorang yang mempertimbangkan rasa bukan harga.
Aku ingin teman, partner, pasangan, yang membiarkan aku ruang penuh untuk terus maju, sebab ia juga tahu apa yang ia mau. Aku ingin seseorang yang akan mendengarkan aku sebab ia tahu aku mampu.
Orang lain boleh bilang ini terlalu banyak ingin. Boleh dibilang barangkali aku tidak akan bertemu. Boleh dibilang aku tak tahu mana kebutuhan mana keinginan. Dan apapun orang lain boleh bilang.
Tapi untuk hidup panjang yang telah kulalui, aku tak ingin berkompromi menerima seseorang yang tak memberikan solusi.
Aku tahu aku mampu memberikan yang sama, jadi adalah tepat bagiku menginginkan hal yang sama.
19 September 2023
255 notes · View notes
ummumukhbita · 1 year
Text
Kelas Jadi Istri Day #2 : Menjadi Istri Yang Dewasa
Oleh: Teh Dwi Fitria Ambarina
Tumblr media
Kondisi istri yang (belum) dewasa:
1. Gampang marah
2. Bentak suami
3. Meninggikan suara
4. Kufur nikmat
5. Mengungkit kesalahan suami
“Kita akan sulit bersyukur jika tolok ukur bahagia kita adalah kebahagiaan orang lain.”
“Salah satu tujuan pernikahan adalah meraih sakinah, ketenangan. Sakinah itu bukan berarti pernikahan yang adem ayem tanpa masalah. Tapi sakinah adalah bagaimana rumah tangga tetap tenang meski dihantam berbagai badai permasalahan.”
“Jika kita mengharap sosok pasangan yang sempurna, maka bersiaplah untuk kecewa.”
“Ciri-ciri rahmah dalam keluarga adalah banyaknya doa-doa yang tercurah dari seorang istri untuk suaminya.”
“Rumah tangga sukses itu konsep berjamaah. Bukan banya peran suami atau istri saja.”
“Jika menikah hanya dilandasi oleh rasa saling mencintai, lalu dimana kedudukan iman?”
Palembang, 20 September 2023 || Kelas Jadi Istri
Sf
195 notes · View notes
langitawaan · 1 year
Text
173.
Sembuhlah meskipun membutuhkan waktu yang lama untuk menyendiri.
Sembuhlah meskipun harus begitu jauh pijakkan kaki berlari, mengembara menyusuri bumi.
Sembuhlah walaupun begitu banyak lebam yang harus diobati dan retak yang harus dibuat tersembunyi.
Sembuhlah walau hampir tidak bisa percaya siapapun lagi untuk diberi sekeping hati yang dilindungi.
Sembuhlah, duhai hati yang terlanjur mati lalu cintai diri sendiri dengan gagah berani.
Kemalaraja, 11.42 | 14 September 2023.
271 notes · View notes
penaimaji · 1 year
Text
Duniaku yang Berubah
Menjadi ibu yang punya sedikit teman, kini bukan masalah buatku. Manusia memang dinamis, akan berubah-ubah seiring berjalannya waktu. Sedang berada di fase bersama teman-teman yang ada saja.. dan belum mau nambah
Setelah trauma dengan sebagian kecil pertemananku sebelum pindah ke Jakarta, aku lebih menutup diri dan sekadarnya aja. Meski sedikit, tapi efeknya luar biasa. Padahal yang baik juga banyak sekali, lho
Kini Allah beri rezeki langka, yaitu ketenangan hati. Aku menjadi tegas membentuk boundaries, lalu merawat yang ada
Nggak apa-apa.. pahala dan kebaikan tidak harus melakukan ina inu yang muluk-muluk. Kita hanya perlu merasa cukup. Cukup berbuat baik dan ikhlas beramal, beribadah dan ikut kajian dengan khusyu', memprioritaskan keluarga, liburan tipis-tipis, juga tidak mengusik orang lain
Melakukan hal-hal yang bermanfaat, tidak harus dilihat banyak orang. Mulai meminimalisir update story, ya hanya ingin menjaga saja
Dalam kehidupan ini, akan ada banyak cerita bahagia maupun luka silih berganti. Manusia kalau sekiranya perlahan menjauh dari Pencipta, akan selalu ada goncangan-goncangan yang membuatnya kembali. Berbaiksangkalah, maka Allah juga akan sesuai dengan prasangka hamba-Nya
Jakarta, 26 Agustus 2023 | Pena Imaji
237 notes · View notes
hellopersimmonpie · 7 months
Text
Ketemu mahasiswa yang beberapa kali merasa nggak bisa achieve sesuatu yang dia targetkan. Jadi keinget pas gue masih mahasiswa dulu tuh sering banget denger motivator ngomong:
Sama-sama 24 jam tapi mereka lebih produktif. Kenapa kita tidak bisa? Ayo jangan biarkan diri kita terjebak rasa malas.
Kamipun jadinya ngobrol dan gue bilang ke dia bahwa terkadang dia nggak bisa achieve target bukan melulu karena dia malas. Kadang ini masalah support system yang kurang. Bukan untuk blaming kegagalan kita ke system tapi biar kita bisa lebih rasional aja. Support system yang kita punya, bisa kita manfaatkan sebatas apa.
Gue kadang mentarget sesuatu yang berbeda ke kelompok yang berbeda simply karena titik berangkatnya beda, mesinnya beda. It's not that bad.
Tahun 2021 akhir, gue mulai nggak double job dan gue punya lebih banyak waktu luang buat mikir. Gue ngerasa skill programming gue di Game kurang banget. Gue pengen upgrade tuh mentok karena gue nggak pernah ketemu problem aneh-aneh. Mau kerja di studio? Studio game di Indonesia tuh banyak banget yang baru berdiri dan pace kerjanya cepet banget. Hustling banget. Belum ada studio yang pola kerjanya tuh bisa part time dan remote.
Instead of nyari tutorial di youtube, gue lebih mikir untuk bikin game sendiri dengan mode produksi standar industri tapi lebih slow dan bisa remote. Waktu itu gue belum punya duit sih. Gue beruntung banget punya mahasiswa dengan visi yang sama jadi bisa diajak buat kerja keras di riset.
Gue mengawali dengan riset tentang game Tycoon tapi pake elemen Narrative. Gue ngerjain game ini selama enam bulan dan ternyata gagal. Ini pengalaman gue pertama kali sebagai Game Director dan ternyata gue nggak bisa deliver visi dengan baik.
Tahun 2022 gue sama mahasiswa angkatan 2020 nyoba bikin genre Heavy Narrative - Story Driven. Gue nggak ambisius bikin game yang rumit. Target gue waktu itu cuma bikin game linear dan plotnya udah jelas. Tapi ternyata juga nggak semudah yang gue bayangin. Setahun lebih terjebak di desain gameplay. Sampai gue suatu hari nanya ke director-nya:
"Kamu nyadar nggak sih kalo kita muter-muter di satu tempat? Kenapa begini ya?"
Dari situ gue belajar tentang framework Game Design dan akhirnya kami keluar dari kebuntuan. Tahun 2023, gue mulai bikin game sama mahasiswa angkatan 2021 dengan start yang lebih baik. Gue pun involve sebagai Game Writer. Gue udah banyak belajar dari angkatan 2020 sehingga masalah dengan angkatan 2020 nggak sampai terulang. Tapi di sini gue juga nemu masalah yang nggak kalah rumitnya.
Waktu ngobrol sama anak 2020, gue bilang:
"Kalian nggak saya target sampai sini karena tahun ini kalian harus lulus. Kalian udah ngerjain yang terbaik. Jangan pernah bandingin game kalian dengan adek kelas karena kalian itu raksasa dan adek kelas kalian berdiri di pundak raksasa-nya"
Gue berani bilang kadang achievement itu memang matters of support system setelah menyadari bahwa variasi masalah di game desain yang gue temui bareng angkatan 2021 tuh jauh beda dibanding 2020 karena gue udah mulai punya infrastrukturnya.
Ini yang bikin gue sedikit tenggelam di studio dan agak ninggalin rencana S3. Gue berharap kalau kelak gue S3, gue juga tetep punya studio yang sustain. Karena studio itu seperti laboratorium. Dan ngebuat game itu beneran kerjaan kreatif yang ga cuma butuh otak dan teknologi tapi juga butuh banyak banget orang. Bisa banget bikin game sederhana sendirian. Tapi jelas kualitasnya beda dengan yang dikerjain bareng.
Minggu ini gue ngelihat Research Group gue masuk Research Group kurang produktif karena nggak memproduksi paper sama sekali. Tapi gue sepenuhnya menyadari kalo tahun lalu tuh gue sibuk menata produksi sampai nggak sempat bikin paper. Bulan ini gue udah mulai bikin paper dan semoga pelan-pelan produktif.
Gue tuh berharap saat gagal, orang tuh nggak mudah desperate tapi mereka mengevaluasi diri mereka dengan baik, punya self compassion lalu menabung tenaga untuk terus berjalan.
79 notes · View notes
faramuthiaa · 1 year
Text
Mengagumi pilihannya.
Kita seringkali mengagumi pilihan-pilihan orang lain yang terasa lebih mudah, lalu menganggap pilihan yang telah kita pilih sedikit lebih sulit.
Tapi pertanyaannya;
Jika itu sulit, mengapa kamu mau memilihnya?
Lalu jika milik orang lain itu mudah, mengapa kamu tidak memilihnya?
Pada akhirnya, semua itu tentang kesyukuran yang beriringan dengan relativitas. Ketika kita menganggap pilihan orang lain itu mudah, bisa jadi menurut mereka pilihan tersebut sangatlah sulit. Sebaliknya, apa yang kita anggap sulit, mungkin bagi orang lain adalah tantangan yang menarik.
Mengagumi pilihan orang lain memang tidak ada batasnya, dan juga tidak ada salahnya. Namun, berusaha menyamakan persis beberapa pilihan kita dengan pilihan orang lain tampaknya sedikit keliru. Karena boleh jadi, saat kita sudah memilihnya, pilihan yang terlihat mudah tersebut tidak lagi terasa mudah.
Oleh karenanya, saat kita sudah memilih, maka cintailah pilihan itu. Saat kita sudah menenggelamkan diri dalam cita panjang untuk menaklukkan pilihan tersebut, maka berjuanglah habis-habisan. Di akhir nanti, pilihan kita akan terlihat mudah dan indah, saat sudah mencapai puncaknya.
Semangat mencintai dan menjalani pilihan yang telah dipilih, ya. :)
@faramuthiaa
Bogor, 7 Agustus 2023 || 16.08
149 notes · View notes
jndmmsyhd · 9 months
Text
Kamu tahu? Sederas-derasnya hujan yang ditunggu-tunggu, daun yang basah itu tetap saja akan merindukan matahari yang terik, untuk mengeringkan dan menghangatkannya.
Pun juga dengan kelamnya masa lalumu, sekelam apapun masa lalu itu, terkadang kita juga butuh untuk mengingatnya, untuk diambil pelajarannya, bukan diulangi kesalahannya. Daun yang basah itu mungkin aku, bisa juga kamu.
Tidak ada yang betah berlama-lama dalam hujan, tidak ada pula yang tahan berlama-lama dalam teriknya matahari, segala sesuatu itu sesuai dengan porsi dan juga kebutuhannya.
Kadang kamu butuh hujan, kadang kala kamu juga butuh matahari. Keduanya berkolaborasi untuk menyeimbangkan hidup.
Semangat itu perlu, sebab ia perihal masa depan yang kita impikan dan juga sedang kita perjuangkan, tapi terkadang juga butuh untuk mengerem dengan kembali mengingat dan belajar pada apa yang pernah kita lalui, masa lalu.
Benar, tidak ada yang ingin masa lalunya yang buruk itu terjadi lagi, bahkan beberapa di antara kita juga ada yang enggan untuk mengingatnya. Tetapi, percayalah, mengingatnya untuk mengambil peringatan dan pelajaran itu juga perlu, agar kita bisa memiliki rambu-rambu dalam perjalanan kita hari ini.
Ingat seperlunya, ambil pelajaran sebanyak-banyaknya. Agar langkah kaki tidak lagi menginjak perangkap yang dulu kita pernah terkena dan memasukinya.
Selamat bertumbuh.
Menanti reda, untuk hujan yang cukup lama.
Kuningan, 3 Januari 2023.
@jndmmsyhd
401 notes · View notes
kurniawangunadi · 1 year
Text
Cerpen : Pilihanku dan Hal-Hal yang Kuhadapi Kemudian
"Apakah tidak ada pilihan lain?" Itu adalah pertanyaanku lima tahun lalu, saat usiaku masih dua puluh tiga. Saat aku merasa hidup seharusnya berjalan seperti film-film yang kusaksikan. Sekolah, lulus, diterima kerja, gaji besar, bisa beli ini itu, tinggal di kota besar, bisa menikmati masa remaja sebelum menikah. Tapi hal yang kuhadapi ternyata seperti hamparan ketakutan dan kekhawatiran yang tak terlihat ujungnya. Aku takut pada masa depanku sendiri.
Apalagi saat dihadapkan pada kenyataan bahwa aku tak diterima kerja di tempat-tempat yang kuinginkan selepas kuliah. Dan saat ada kesempatan datang, kesempatan itu melemparkanku dari impian-impianku kemarin. Tapi kalau aku tak mengambilnya, aku lebih takut masa depanku yang tak menjadi apa-apa.
Dan kini aku menjalaninya. Hidup di tempat yang jauh dari hiruk pikuk dunia, gemerlap lampu, dan juga obrolan-obrolan berkualitas yang pernah kumiliki dulu. Teman-teman seru yang berganti bapak-bapak dan ibu-ibu yang seusia orang tuaku. Aku sempat merasa tersesat, tapi ternyata aku menjalani kesesatan itu selama lima tahun ini dan bertahan.
Aku masih tak mendapatkan jawaban. Selain rasa terasing dan iri dengan teman-temanku yang hidup dengan impian-impiannya, kita pernah sama-sama makan di pinggir jalan saat itu, membicarakan tentang hari-hari esok dan rencana besarnya, juga saat kita jatuh cinta dan patah hati. Kita pernah sama-sama di fase itu, kenapa aku terlempar sejauh ini dari mimpi itu. Kenapa mereka bisa seberani itu dengan ketidakpastiaan masa depan.
Bahkan saat mereka akhirnya menikah satu per satu, kulihat mimpi mereka semakin besar. Lebih besar daripada yang pernah pernah kita bicarakan di jam satu malam, di salah satu tempat makan gudeg pinggir jalanan. Atau saat kita di perjalanan, berdesak-desakan mengarungi berbagai tempat. Saat dulu kita pernah sama-sama kebingungan.
Pilihanku ini mungkin tidak pernah ada dalam bayangkanku sebelumnya sehingga aku tak bersiap dengan semua kemungkinan yang menyertainya. Atau aku yang terlalu takut dengan masa depanku sendiri, aku takut mewujudkan mimpiku sendiri, aku merasa tak layak memiliki mimpi itu, aku merasa tak pantas hidup dengan mimpi itu.
Aku masih bertanya-tanya kenapa aku masih terus menjalani pilihan ini. Hal-hal yang setiap hari aku pertanyakan. Sesuatu yang setiap hari aku harus bersepakat, hari ini jangan ada keluhan.
Aku ingin sekali mengulang beberapa waktu penting di masa lalu, untuk merasakan kembali kebahagiaan memiliki mimpi yang besar. Jiwa yang terisi setiap hari, bertemu dengan orang-orang yang binar matanya penuh dengan keyakinan sekalipun tak tahu apa yang akan mereka hadapi. Aku rindu masa-masa delapan tahun yang lalu. Bolehkah aku sejenak kembali ke masa itu? Bukan untuk menciptakan penyesalan, tapi aku tahu itu masa-masa yang berharga di hidupku. Di sertai oleh mereka yang setiap kali bertemu, aku tahu mereka akan sampai ke tujuannya. Aku ingin sekali memiliki keberanian itu di tahun ini. (c)kurniawangunadi, 2023
188 notes · View notes
dinisuciyanti · 10 months
Text
Gak etis dan menunggu
Dalam salah satu sesi QnA di laman biru, dari circle yang aku kenal, aku menemukan case dan pertanyaan yang menarik.
Intinya, penanya adalah perempuan 24-25 tahun, ditanya ortu untuk segera menikah. Ybs menjaga pergaulan dan prefer taaruf. Ortunya bilang "kalau kamu gak berteman/bergaul, sampai sekarang belum ada yang lamar, gimana mau nikah. Ga bisa cuma berdoa, harus usaha."
Lalu ybs bertanya pada temanku,
"Bagaimana ikhtiar yg benar dalam menjemput jodoh? Rasanya sulit dan kurang etis juga kalau pihak perempuan yang menanyakan duluan. Apakah doa dan belajar memperbaiki diri sudah cukup "ikhtiar" (menunggu ada laki-laki yg datang menghampiri untuk taaruf)".
Btw, enggak ada salah bener sih, sesuai prinsip masing-masing.
Aku membayangkan adik penanya memang se-menjaga pergaulan itu, se-minim komunikasi itu, ala ukhti-ukhti berkerudung panjang yang se-menjaga itu. Dan, kalau boleh aku memberi sedikit opini (walau ybs gak nanya ke aku), ada beberapa point yang ku highlight:
Kata-kata orangtua ybs bener. Enggak bisa cuma memasrahkan dengan doa, menunggu semesta, duh klise banget. Kalaupun memang se-menjaga pergaulan itu, setidaknya, kamu aktif di kegiatan A/B/C, kamu menunjukkan bahwa "kamu ada di dunia mereka yang potensial yang akan mengajak taaruf suatu saat, entah kapan". Kamu berinteraksi ya selayaknya pertemanan sosial pada umumnya, dengan perempuan atau laki-laki. Belajar biar gak baperan.
"Rasanya sulit dan kurang etis". Memang, masih banyak, yang mengganggap itu sulit, "duh gak mungkin nanya duluan, aku nanti dikira apa". Kalau memang terasa sulit dan mustahil, kamu bisa minta tolong teman/kolega untuk menanyakan apakah beliau available atau gak. Berkali-kali, aku selalu bilang ke teman-teman ku soal ini, "kalau kamu sudah di level sakit kepala kepikiran terus sama beliau, nunggu dilamar tapi gak dilamar-lamar, cuma bisa diam diam diam, mending tanya, either tanya langsung atau lewat teman". And it works. Kalo beliau gak available atau gak berminat sama kamu, done, kamu bisa move cari yang lain. Gak usah investasi perasaan kelamaan.
"Apakah doa dan memperbaiki diri sudah cukup sebagai ikhtiar?" Dulu, narasi "memperbaiki diri" untuk bertemu orang baik, aku setuju. Tapi sekarang, aku pikir, ya upgrade diri buat diri sendiri lah yang utama, perkara itu akan mengantarkan ke bertemu yang baik itu bonus. Kamu lebih rajin ibadah misalnya, rajin skinkeran biar muka terawat, ya buat diri sendiri dulu. Dan sekali lagi, hanya berdoa dalam diam memohon dipersatukan, menurutku klise banget.
"Menunggu ada laki-laki yang datang". Enggak salah, tapi jangan sampai terjebak kalau, kondisi atau praktek sosial dan komunikasi mu se-terjaga/se-minim itu. Era 4.0 ini, jalur komunikasi itu banyak. Kalau misal kamu bertemu dalam satu event panitia, biasanya event punya akun sosmed, ya bisa lah di-follow dulu, terus komen/react, intinya biar beliau notice kalau kamu ada di dunianya. Nanti bisa mengalir dengan sendirinya secara organik.
Ya, cuma 4 point. Ini berdasar pengalaman aja, selama gap 9 tahun dari lulus kuliah dulu. Jangan sampai menyesal hanya berdoa saja. Bahkan kamu lapar pun pas di kosan tengah malam, kamu perlu nyeduh indomie kan?, tanpa keluar kosan beli ke warmindo.
Oh ya, kalau memang tidak ada orang yang potensial yang kamu inginkan, kamu bisa minta tolong ke teman/kolega/keluarga untuk dicarikan.
14 Desember 2023
87 notes · View notes
juliarpratiwi · 2 months
Text
Rumah Hati
Assalamu'alaykum wa rahmatullah wa barakatuh teh @rumahati-deactivated20240719, saya gak tahu harus meminta klarifikasi ke teteh gimana. Akun teteh sudah non aktif, saya gak pernah save nomor teteh karena terlalu personal. Saya gak pernah mencari tahu media sosial teteh yang lain. Karena saya percaya teteh orang yang dapat menjalankan amanah dengan baik.
Saya kaget waktu baca postingannya Mbak Nisa @andromedanisa. Saya gak mau percaya tapi kok tiba-tiba akun teteh deactv per tgl 19 ini. Makanya saya coba bikin tulisan ini.
Teh, 2019 itu jadi tahun yang cukup berat buat saya. Tapi saya bersyukur ketemu akun teteh sebagai wasilah yang menjembatani saya untuk berbuat sedikit kebaikan. Teteh ingat gak saya pernah bilang gt?
Sejak saat itu saya selalu menyisihkan 'pendapatan' saya untuk dititipkan ke teteh buat adik-adik atau keluarga yang membutuhkan meskipun mungkin tidak seberapa. Saya juga berusaha mengajak keluarga dan teman-teman terdekat untuk menitipkan sedekahnya melalui teteh. Bahkan saya pernah adu argumen dengan kakak saya sendiri untuk membela bahwa teteh ini orang yang bisa dipercaya. Hingga akhirnya kakak saya luluh dan ikut membantu.
Teh ingat gak waktu masa-masa covid, masa yang dirasakan 'kesulitannya' oleh semua orang. Tapi saya khawatir kalau kesulitan saya gak seberapa dengan kesulitan yang teteh alami sehingga saya ingin sedikit mengurangi beban teteh dengan mengajak teman-teman saya untuk berdonasi di teteh. Lalu ada seorang teman yang ingin berbagi beberapa karung beras yang teteh 'tolak' lalu dengan halus mengisyaratkan kalau bisa mentahnya saja. Saya tidak pernah berpikir macam-macam, saya dan teman saya hanya berpikir 'ah iya mungkin sekarang sedang lockdown akses mobil ke daerahnya mungkin terbatas, lalu kalau berkarung-karung beras itu dibawa dari gerbang tol Cileunyi ke Ujung Berung hanya dengan sepeda motor justru hanya akan menyusahkan, kasihan.'
Atau teteh ingat yang ini, ketika teteh menginformasikan ada ibu muda yang harus melahirkan bayi ditengah kemalangannya sebagai korban KDRT juga harus mengalami postpartum syndrome. Saat itu saya tidak ada kemampuan secara materi untuk membantu, tapi info ini saya bagikan di grup teman-teman dekat juga media sosial saya. Ada beberapa teman yang tergerak membantu salah satunya teman saya yang baru beberapa bulan melahirkan putrinya, dengan cepat ia meminta no rek teteh dan bahkan menitipkan pesan 'Ju, tolong tanyain butuh apa buat bayinya. Nanti kalau butuh apa-apa kabari aku ya, aku coba bantu sebisa aku' sembari memberikan bukti tf yang saat itu menurut saya nominalnya lumayan. Saya juga meminta bantuan secara personal -person to person kepada teman-teman yang memiliki penghasilan lebih, karena saya begitu iba dengan kondisi ibu tsb. Ah atau teteh pernah mendapati nominal sedekah hanya sebesar Rp.25.000? Mungkin itu salah satunya dari seorang adik yang saat akan berdonasi begitu ragu dan khawatir tidak ada andil membantu apalagi mengurangi beban teteh, ia dengan malu bertanya "Teh juju, aku pengen ikutan donasi tapi sedikit gapapa?". Saya menyambutnya dengan antusias niat adik tsb, karena teringat kata teteh berapapun akan sangat membantu.
Teh, dari 2019-2023 saya tidak pernah meragukan amanah atau tidaknya teteh. Mungkin dalam rentang waktu tersebut saya tidak selalu ada, siap sedia ketika teteh meminta bantuan. Tapi saya selalu coba untuk share ke yang lain, berharap mungkin pertolongan Allah melalui orang-orang itu. Saya selalu ajak teman-teman yang saya nilai berkemampuan secara finansial untuk membantu.
Teh, saya turut prihatin terhadap apa yang menimpa keluarga teteh. Ujian yang berat. Tapi apakah itu yang membuat teteh mengkhianati amanah yang dititipkan? Jujur saya sedih, kecewa, marah. Tapi saya tidak pernah menyesal teh Alhamdulillah, tidak juga merasa rugi dengan materi yang sudah dikeluarkan karena saya yakin kebaikan yang saya dan teman-teman lakukan tetaplah kebaikan meskipun tidak dijalankan dengan baik oleh teteh (semisal itu benar). Allah tahu setiap niat baik itu. Malaikat mencatat. Kalau segala rumor itu benar, semoga Allah mengampuni kebodohan saya dan berharap keluarga serta teman-teman saya tidak terlalu kecewa dan marah kepada saya yang sudah 'menjerumuskan' mereka. Yang saya takutkan mereka orang-orang baik itu jadi takut berbuat baik karena kebaikannya disalahgunakan.
Teh, semoga Allah melembutkan hati teteh dan menuntun teteh ke jalan yang benar. Selesaikan segala muamalah yang memang harus teteh tunaikan. Jangan tiba-tiba menghilang, lalu kami berasumsi banyak hal. Ketuk pintu-pintu maaf dari mereka yang merasa terdzalimi. Saya yakin mereka bersedia memaafkan, kalau teteh berusaha untuk memperbaiki.
Teh, saya memohon maaf jika ada hal yang kurang berkenan selama kita bermuamalah. InsyaAllah saya pun memaafkan dan mendoakan. Semoga Allah mudahkan.
40 notes · View notes
andromedanisa · 1 year
Text
"Komiten tiada akhir.."
Mari hadapi kehidupan ini bersama-sama ya. Dalam keadaan lapang ataupun sedang Allaah uji. Dengan penuh tawakal kepada Allaah setiap waktu. Dengan keyakinan penuh bahwa Allaah tak pernah meninggalkan kita sekalipun genting.
Mari berkomitmen bersama-sama untuk terus sehidup sesurga ya. Yang jalannya mungkin tidak akan pernah mudah namun tidak kemudahan akan selalu ada jika bersama Allaah.
Mari terus bertumbuh dan membersama dalam kebaikan ya. Yang mana jalan menujuNya adalah jalan yang selalu akan kita pilih sampai akhir kehidupan ini. Mari untuk terus saling menguatkan, dalam keadaan apapun. Sekalipun sedih, menangis, tertawa, marah, kecewa, bahagia dan semua rupa perasaan. Mari lewati itu semua dengan terus meminta pertolongan Allaah.
Mari terus berkomunikasi sekalipun lelah, sekalipun enggan. Agar kesalahpahaman sekecil apapun terurai dengan masing-masing dari kita terus meminta pertolongan Allaah dalam setiap waktu.
Kita, ya. Aku dan kamu menyadari. Bahwa komitmen berumah tangga adalah komitmen yang tidak hanya seumur hidup, namun perjanjian hingga hari akhir. Perjanjian yang agung yang tidak bisa dengan mudah dipisahkan dengan jalan apapun.
Komitmen yang harus ada pada diri masing-masing kita. Bahwa hidup tak selamanya mudah, akan ada badai sewaktu-waktu yang melaluinya dengan ilmu dan terus meminta pertolongan Allaah.
Mari bersama-sama hingga menua ya. Yang akan menjadi tempat satu sama lain untuk saling merindukan dengan cerita masing-masing. Selain diri kita, aku dan kamu maksudnya. Tak akan pernah kita temui orang yang hatinya paling lapang untuk mendengarkan cerita kita. Yang tak ada malu-malu untuk disembunyikan, yang sellau terbuka sekalipun itu menyakitkan, dan memaafkan dengan hati yang penuh lapang.
Mari untuk saling terus menyayangi dalam keadaan apapun kita nantinya, tetap saling merindukan kala jiwa dan raga kita berada ditempat yang berbeda. Yang saling mendoakan kebaikan dalam setiap keadaan kita. Pada akhirnya kita menyadari, bahwa penjagaan terbaik adalah dengan mendoakan satu sama lain. Sebab pada dua hati yang saling terpaut. Ada Allaah yang menautkan kedua hati. Pada dua hati yang saling terpaut. Ada doa yang terus akan melangit sampai kapanpun.
Jangan lelah menjadi pendoa ya, sebab doa adalah komitmen cinta yang tak akan pernah usang dan lekang. Baik dekat ataupun jauh, baik kala bahagia ataupun sedang sendu. Doa adalah bahasa cinta yang paling sederhana.
Mari untuk terus saling mengasih dan bekerja sama sehidup sesurga ya. Bahwa rumah tangga adalah sebuah proses untuk memahami dua hati setiap harinya. Membentuk kedekatan dengan saling membantu meringankan beban.
Jika satu diantara kita lelah, maka katakan ya. Jangan dipendam sendiri, jangan dipeluk sendiri. Sebab itu akan memberatkan langkah-langkah kita. Ceritakan saja, pada Allaah terlebih dahulu lalu saling bercerita untuk mencari solusi terbaiknya. Melibatkan Allaah agar kita bisa menghadapi semuanya dengan baik-baik saja.
Terimakasih untuk tidak menyerah, terimakasih untuk hatinya yang begitu lapang, terimakasih untuk banyak pemakluman, udzur dan kesabaran yang sudah diupayakan.
Mari kita lalui ini semua dengan terus berbaik sangka kepada Allaah ya. Bahwasanya setiap kesulitan akan ada kemudahan. Bahwasanya kelak Allaah akan memberikan nikmatNya sampai kita mengucapkan syukur yang tiada tara. Dan bahwasanya janji Allaah adalah pasti.
Mari melalui semua ini dengan hati yang lapang dan penuh syukur ya. Bahwasanya sesuatu yang kita tangisi pada hari ini kelak akan sangat kita syukuri nantinya. Semua kenangan yang telah terlewati akan kita kenang dengan penuh syukur nantinya.
Selalu ada jalan, selalu ada rezeki, dan akan selalu ada solusi bagi mereka yang bertakwa. Sebab sebaik-baik bekal adalah takwa. Cukuplah Allaah menjadi saksi atas perjalanan hidup kita pada hari ini dan hari esok-esok lainnya.
Perjalanan bersama.
Surabaya, 28 Mei 2023 || 8 Dzulqo'dah 1444 H || 21.53
224 notes · View notes