Don't wanna be here? Send us removal request.
Text
Entah untuk Apa
Aku sedang gemar menabung keluh. Aku hanya senang menyimpannya dan tidak kubagikan, kecuali padaNya. Mengalami beberapa hal yang tidak mengenakkan, membuat diri enggan melontar keluh. Selalu muncul sesal, seperti hati kecil yang berkata, Mengapa aku bercerita pada 'mereka'? Memang mereka peduli?
Menerima tanggapan yang tidak diharapkan seperti dibandingkan lalu dijatuhkan, membuat diri menjaga jarak, pada siapa pun manusia di sekitar (kecuali keluarga, sebab keluarga adalah tempat kita kembali pulang, bukan?). Jarak membentang begitu lebarnya, setiap hari, setiap jam, bahkan setiap kedipan mata. Tenang, aku menikmatinya, jarak.
Rasa tak percaya dan kecewa tumbuh begitu suburnya akhir-akhir ini. Tanpa komando, manusia sekitar memupuk kedua rasa itu lewat tatap dan lisannya. Tatap sinis dan lisan yang mengungkap bahwa yang kualami belum seberapa adalah pupuk yang sangat menyuburkan rasa itu.
Alhasil, mereka berhasil memupuk jarak, rasa tak percaya, dan kecewa di waktu yang sama. Mereka memang petani yang handal.
Mereka handal dalam mengecewakan, tak mampu diharap.
00.31 WIB
Yogyakarta, 12 Maret 2020
7 notes
·
View notes
Text
Aku rendah, katamu
Jangan salahkan senyumku yang palsu
Jangan benarkan sinismu yang menyatu
Kau dan aku, kita manusia
Hindari debat sia sia
Camkan sukar tuk ubah pandangan sekitar
Camkan mudah tuk ubah sikap diri terlingkar
Kau dan aku, kita lelah
Hindari memandang rendah
Tiada suatu yang salah
Kita sama, kita bertingkah
01.20 WIB
Yogyakarta, 08 Maret 2020
0 notes
Text
Usai
Berusaha merengkuh
Dibalas angkuh
Mari acuh tak acuh
Berusaha tangguh
Dibuat jatuh
Mari acuh tak acuh
Berusaha sembuh
Namun sakit yang tumbuh
Mari acuh tak acuh
Berujung pada kata selesai
Sebab timbal balik yang tak sampai
Lapuk peduliku dimakan anai-anai
Kita usai
00.21 WIB
Yogyakarta, 7 Maret 2020
3 notes
·
View notes
Text
Sepi
Tingkah laku berbuah egois
Menatap sadis pun tersenyum sinis
Miris mengiris buat meringis
Minim simpati pula empati
Terseok-seok diri tersayat hati
Mengucap kata, diri menyodorkan yang dialami
Menutup telinga, isyarat dia menolak peduli
Mengalihkan pandang, tanda dia tak sudi
Dengannya, diri lelah berinteraksi
Lebih baik sendiri, menyepi ke tepi.
06.10 WIB
Yogyakarta, 25 Februari 2020
1 note
·
View note
Text
Dingin
Tidak akan lagi kuperbuat, mengandalkan orang lain. Berharap pada manusia berbuah kecewa, memang benar adanya. Berusaha dapat menjadi yang diandalkan dimanapun, namun sekeliling berbuat sebaliknya. Kecewa berimbas pada fisik, iya lagi-lagi aku menggigil. Mendadak tubuh rasakan dingin hebat yang menyerang, selimut tak berdaya. Mungkin tiada yang percaya, pikiran bisa berdampak kedinginan. Entah, tapi ini yang dirasa. Hanya ibu yang mengerti kala itu, dan kupercaya kali ini pun.
23.55 WIB
Yogyakarta, 03 Februari 2020
3 notes
·
View notes
Text
Mati Rasa
Pura-pura dalam rupa tidak apa-apa selalu diperbuatnya, tanpa sengaja, seperti sudah dari alam bawah sadar. Bagai upaya menutup mulut mata dan telinga untuk mencegah ingatan masalah yang tengah dihadapi.
Satu-persatu muncul sesuatu yang gambarkan luka. Dalam sekejap, jantungnya berdegup lebih kencang, dadanya sesak. Bingung yang harus diperbuat, tak ingin sekitar sadari kesedihannya. Saat berpapasan dengan orang lain ia tersenyum, saat bercanda dengan orang lain ia tertawa. Tersenyum lebih lebar dan tertawa lebih lantang dari sebelumnya.
Hingga akhirnya orang-orang berkata, kamu ceria sekali hari ini. Mendengarnya ia terperanjat, sebab nyatanya ia dinanti segudang masalah. Responnya hanya, masa iya? Dan akhirnya ia terus berbohong dengan ekspresi, buat hatinya mati rasa, hanya tersisa rasa sedih yang mendalam.
09.50 WIB
Yogyakarta, 02 Februari 2020
3 notes
·
View notes
Text
Apakah?
Setiap detik hanya dirasa sesal, sesal yang penuhi rongga dada hingga menyesakkan. Apa yang kulakukan disini? Sedang mereka bersusah payah jauh disana. Apakah aku sudah membantu? Tentu belum sepenuhnya, tak ada guna aku disini bagi mereka disana. Harapku mereka cepat kembali, pun aku. Seperti sebelumnya, bersama jalani hari, mereka yang selalu ingatkan mengaji.
Berputar di kepalaku, tentang apa yang sedang mereka lakukan? apakah mereka tidur nyenyak dan cukup? apakah mereka makan makanan yang menggugah seleranya? apakah badan mereka tak lagi rasakan sakit? dan masih banyak apakah lainnya yang berlarian di kepala, namun apakah yang terpenting ialah apakah mereka merasa senang dengan keadaan sekarang? Semoga iya jawabannya.
23.50 WIB
Yogyakarta, 01 Februari 2020
1 note
·
View note
Text
3 AM
Berkelahi dengan pikiran sendiri. Membuat diri terjaga hingga pukul tiga. Tidur sembilan puluh menit berbuah mimpi tentang mereka yang menjadi topik peraduan pikiran.
Tentang tetap berjuang melawan rasa sakit yang mereka lakukan. Tentang tidak ada yang mengerti sakit yang mereka rasakan.
Tanggung jawab dengan pilihan yang dipilih, ucapnya berkali-kali. Aku yang tak berdaya hanya diam lalu menangis, hingga kuterbangun kembali. Di dunia nyata pun aku bermimpi, terngiang di kepala hal yang sama. Pikirku hanya tentang mereka yang belum bisa kubahagiakan.
05.13 WIB
Yogyakarta, 01 Februari 2020
1 note
·
View note
Text
Tunduk
Buana tumpah ruah hiruk pikuk
Bawa ingar bingar mengamuk
Berdesak insan ingin jagat takluk
Terhuyung jasadnya hingga riuk
Beruntung acap kali jadi perantau
Tidak mengapa tercerai puluhan pulau
Tapi alami kilau cahaya membias risau
Samar bayang bak kesamaran kacau
Dengan gurau yang menghalau derau
Rumah bak penawar bagi perajuk
Tak terkira sudutnya membuai sejuk
Deru angin tiup gelisah berkecamuk
Saatnya pulang bagi ia yang tunduk
3 notes
·
View notes
Text
Buncah
Patahan kata dalam pikiran
Terhanyut dalam cekaman malam
Mata yang tak mengindahkan pejam
Dengan kepala yang hendak naik pitam
Terbesit benak penuh kegelapan
Segala ucapan telah membungkam
Puan dengan ingatannya yang suram
Dan tuan dengan kenangan kelam
Pertemuan yang menyembuhkan
Adalah satu-satunya jalan
Percuma saja mencegah buncah
Berdalih tidak masalah terbelah
Namun tangisan yang terpecah
Pulang yang kehilangan gundah
Adalah satu-satunya celah
13 notes
·
View notes
Text
Cabang
Sebuah pohon akan rindang kala batang lewat rantingnya semakin bercabang, dengannya bawa teduh bagi seseorang yang duduk dibawahnya. Bercabang bagi pohon tanda berkembang dan bawa manfaat bagi sekitar, benarkah? Tentu.
Tapi bagaimana halnya dengan seseorang dengan pikiran yang bercabang? Mungkin dapat menjadi sebuah tanda bahwa ia telah berkembang. Namun apakah hal itu bawa manfaat bagi sekitar seperti cabang pohon? Sepertinya sebaliknya, sengsara?
Ada baiknya untuk profesional dalam hal apapun. Tentang urusan personal baik tidak memengaruhi kinerja ataupun tingkah laku pada sekitar. Jika berpengaruh maka akan menurunnya kinerja dan memburuknya perilaku, tanda bahwa kita belum selesai dengan diri sendiri.
"Pentingnya selesai dengan diri sendiri, sebelum beranjak interaksi dengan diri yang lain."
Mari renungi lagi
22.03 WIB
Bantul, 01 Oktober 2019
1 note
·
View note
Text
Hujan
Terlupa kali terakhir turun hujan
Mungkin, langit sedang menyusun kehadiran
Dan mendung menunggu gilirannya
Tak kunjung terlihat batang hidungnya
Sekadar warna kelabu pun segan
Terlebih rintik gerimis yang enggan
Hanya awan dan langit cerah menyapa
Kala kemarau panjang ingin berjumpa
Buat kering dahan dan ranting
Tak kuasa berwarna, hanya menguning
Lewat ketiadaan hujan
Jagat raya menunjukkan jalan
Mungkin isyarat sebuah ujian
Tanda desakan mohon ampunan
4 notes
·
View notes
Text
"Jangan berhenti melantunkan doa untuk diri maupun keluarga"
Adalah pesan yang selalu umi sampaikan pada tiap penghujung pembicaraan telepon.
Sebab tentu hanya doa, satu-satunya jalan bentuk berbakti pada orang tua bagi seorang anak yang jauh dari rumah dan belum berpenghasilan.
Walau sekadar ucapan lisan, namun jika diucapkan dengan kesungguhan hati, akan membawa suatu hal yang luar biasa, bahkan di luar kemampuan manusia.
3 notes
·
View notes
Text
Tanpa
Tanpa batas,
masalah mendesak tuk diberantas
menjulang angka kriminalitas
terkubur peduli disabilitas
perihal duniawi bak bidikan teratas
Tanpa potensi,
manusia hanya berkompetisi
tak lain demi sebuah posisi
juga pundi-pundi materi
lagi-lagi eksistensi jadi ambisi
Tanpa bekas,
adab pun moral telah teretas
terbuai oleh keberadaan fasilitas
tak memungkiri perangai malas
langka bagi penolong yang ikhlas
Tanpa arahan,
manusia melenyapkan kepercayaan
perhitungan tak hentinya menyesatkan
buat imbalan dan balasan jadi harapan
tanda ketiadaan rasa kesungguhan
Siapa yang lebih dahulu butuh perbaikan?
Manusia atau sistem pendidikan?
Ibarat telur dan ayam, dengan pertanyaan
manakah yang jadi permulaan?
5 notes
·
View notes
Text
Angkuh
Oleh sebab kehadiran jenuh
Yang bertingkah deru gemuruh
Buat damai tak hendak berlabuh
Terombang-ambing dan nampak lusuh
Mengayuh sampan hingga berpeluh
Mereka sedang bertingkuh
Benak akrab dengan gaduh
Dan lisan hanya melontar keluh
Emosi tersulut amarah bertumbuh
Saling percaya seketika runtuh
Lantas salah siapa?
Hingga semua tak lagi utuh
Namun tetap saja,
Tak ada yang acuh
Mereka semua angkuh
8 notes
·
View notes
Text
Ragu
Pada diri yang dibutakan keraguan
Bertindak bak cenayang ramalkan masa depan
Ramal yang diiringi kekhawatiran
Katanya, adalah sebuah penghormatan
Kala diberikan kepercayaan
Kala orang sekitar berkeyakinan
Tapi tidak, sendiriku saja tak percaya
Sudah putus asa untuk berupaya
Bagaimana bisa ku berkata iya?
2 notes
·
View notes
Text
Rehat
Datang sebuah aktivitas yang menyerupai benda padat,
membawa diri terjerumus pada penat,
"tenang, aku ada bersamamu" sahut semangat.
Namun ada pamit dari sehat,
katanya, "aku pergi dulu, jasadmu juga butuh istirahat"
Sudah cukup, fisikmu juga butuh waktu.
3 notes
·
View notes