Tumgik
ayupraa · 1 year
Text
Kukira harap dalam jumpa, ternyata ilusi dalam nestapa.
7 notes · View notes
ayupraa · 2 years
Text
اْلعَقْــــــلُ آفَـتُهُ الْإِعْجَابُ وَالْغَضَــبُ وَالْمَالُ آفَـتُهُ التَّــبْذِيْرُ وَالنَّــهْبُ
Ali bin Tsâbit rahimahullah berkata:
"Kelemahan akal itu bangga diri dan emosi. Dan penyakit harta itu pemborosan dan perampokan."
70 notes · View notes
ayupraa · 2 years
Text
Warna
Rintik hujan saling berebut turun ke bumi. Menjatuhkan dirinya untuk memberi penghidupan pada semua makhluk. Dering telfon menyadarkan lamunanku ditengah syahdunya rintik hujan. Senyumku merekah ketika melihat panggilan darimu.
"Oh iya" jawabku yang kesekian kalinya ketika mendengar cerita yang pernah mewarnai hatimu.
Ditengah ceritamu, pikiranku berkalana.
"Kau belum mewarnai hatinya"
"Bagaimana aku bisa memberi warna dihatinya sementara ia urung menerima warna baru?"
1 note · View note
ayupraa · 2 years
Text
Etos Kerja Seorang Muslim
Tumblr media
"Setiap manusia adalah mati, kecuali mereka yang berilmu. Setiap yang berilmu ada dalam keadaan tertidur, kecuali mereka yang beramal. Setiap yang beramal adalah tertipu, kecuali yang ikhlas. Dan mereka yang ikhlas, akan senantiasa berada dalam kekhawatiran."
Begitulah nasihat indah yang disampaikan Imam Syafi'i. Beliau mengajarkan kepada kita bahwa kunci keberhasilan yang pertama adalah intelektualitas dan keterampilan. Maka tidak heran jika salah satu pendiri gerakan dakwah di Mesir, Hasan Al Banna mengakatakan, "al-fahmu" (kepahaman) menjadi modal awal bagi seorang muslim untuk dapat sukses terhadap dunia dan akhiratnya.
Meski berpengetahuan luas dan berketerampilan tinggi, kita laksana orang tertidur apabila tidak mengkonversikan itu menjadi amal nyata, demikian pesan Imam Syafii. Maka kemudian "al-amal" menajadi tuntutan setelahnya, bagi muslim yang berilmu, begitu lanjut dari pendiri gerakan dakwah Mesir itu. Akan tetapi tentu, bukan amal sekedar amal saja yang diharapkan. Melainkan ada itqan (kerapihan), ada profesionalitas di dalamnya.
Meski demikian, kepahaman dan profesionalitas dalam beramal masih belum cukup, maka Sang Imam mengkiaskan mereka yang beramal sesungguhnya tertipu, apabila tidak ada keikhlasan di dalamnya. Meski berbeda urutan, pendiri gerakan dakwah Mesir itu menyebutkan bahwa "al-ikhlas" harus menjadi karakter utama yang harus dilandaskan sebelum beramal. Sebab, apa yang kita cari selain keridhoan dari Sang Pencipta?
Ilmu, Amal, dan Ikhlas. Ketika hal itu tumbuh kembali dalam hidup kita, insyaallah pintu kesuksesan akan terbuka. Meski demikian, Sang Imam menutup pesannya, bahwa kita harus senantiasa khawatir. Khawatir akan kelurusan ilmu kita, khawatir akan kejernihan niat kita, dan segudang kekhawatiran lain yang membuat kita tidak cepat puas sehingga melakukan pengembangan diri.
185 notes · View notes
ayupraa · 2 years
Text
I hate it if i fall in to you while i don't know what the future hold for us yet.
0 notes
ayupraa · 2 years
Text
penghujung bulan.
"Jadi gimana?" Tanyamu di ujung telfon.
Aku hening.
Jarak mungkin saja mengusik kita, tapi aku tau niat baikmu. Percakapan aneh di telfon membuat kita kembali dan kau tak pernah gagal membuat tawaku pecah.
Hari demi hari kita lewati, sekedar memberi kabar dan kau berhasil membuatku terseyum seperti orang gila ketika membaca notifmu. "Ngapain senyum sendiri kek orang stres?" Ucap temanku yang kurang ajar.
Sampai akhirnya, aku tak pernah mencari penawar untuk diriku yang sudah diracun. Aku tetap menyayangimu meskipun ego mu yang tinggi masih menggebu. Aku tak kunjung paham dengan mu bahkan disaat kita sudah berpisah hampir satu dekade lama nya.
Entah aku yang bodoh atau kau yang belum sempurna berbenah. Ataukah aku yang terlalu takut kehilanganmu disaat kau berhasil menjadi tempatku bersemayam dalam hatimu?
Dalam bayang aku bertanya, "kau kah itu?"
0 notes
ayupraa · 2 years
Text
Yang kau perjuangkan belum tentu berhasil. Tapi nilai sebuah perjuangan tak akan pernah hilang. Kita bertumbuh bukan dari hasil yang kita perjuangkan. Namun kita bertumbuh karena kita pernah berjuang.
87 notes · View notes
ayupraa · 2 years
Text
Pesan Untuk Aktivis Kampus
Tumblr media
Momentum hari raya semisal 'idul adha, atau Agustusan, dsb di kampung halaman, selalu menghadirkan ruang evaluasi untuk bisa diselami. Pasalnya, sebagai 'aktivis kampus' mau itu yang bergerak di bidang dakwah, politik, sosial dsb, yang notabene hidupnya habis dengan urusan-urusan kampus, momentum-momentum seperti itu menjadi penentuan, seberapa dekat kita dengan umat. Umat yang nyata tentunya.
Dalam artian yang lebih teknis, arti dekat tersebut berarti ; seberapa mengenal kita dengan mereka, bagaimana cara menarik simpati mereka, apa obrolan yang 'tune in' ke mereka, dsb. Sebelum bicara bagaimana mendakwahi mereka. Padahal, bukankah kunci sukses dakwah para Rasul karena beliau menggunakan 'bahasa' yang sesuai dengan objek dakwahnya? Sehingga memudahkan logika umatnya untuk menerima risalahnya?
Akan tetapi, fenomena di lapangan justru berbeda. Tidak sedikit yang justru kikuk, bingung, bahkan 'mager' ketika harus berbaur dengan mereka, yang tadinya di kampus terkenal orator ulung, menjadi diam tak berkutik di tengah keramaian. Gatau mau ngobrol apa, jangankan nimbrung, kenal dengan yang mengobrol aja enggak(?)
Apa penyebabnya?
Tidak lain tidak bukan mungkin karena kosakata harian yang digunakan berbeda jauh, mencipta gap antara hal-hal yang idealis dengan realitas yang ada di bawah. Merumuskan visi, misi, gerakan, dsb dengan dalih solusi atas problematika umat, tapi ketika dihadapkan degan 'umat'-nya langsung, malah ciut. Diam tak bergeming.
Akhirnya, solusi-solusi yang idealis tadi, digodok dengan matang, penuh pertimbangan, lengkap dengan langkah teknis dsb menjadi utopis. Hanya sebatas angan. Sebab jangankan berbaur, nimbrung, bergaul dengan mereka, yang ada, "Enakan juga rebahan di rumah, kan?".
Well, lantas apa definisi dari perbaikan umat yang selama ini terus dipupuk, diramu, diperinci sampai ke akar-akarnya, yang katanya harus syamil wa mutakammil itu? Lah wong dari sekup paling kecil aja, tidak ada niatan memberi dampak barang sedikit.
Maka ini harapannya menjadi otokritik untuk siapapun yang hari ini masih berupaya, mencoba istiqomah untuk menghibahkan diri, berkhidmat bersama umat, merasa resah akan beragamnya turbulensi keumatan yang kian hari kian pelik, agar mari tekan ego sejenak untuk 'full-rest' ketika ada momentum pulang kampung.
Beri porsi untuk mulai berbaur dengan mereka, menjadi the real problem solver, not just a problem speaker. Awalnya memang berat, kikuk, menjenakkan mungkin dengan obrolan-obrolan 'unfaedah', perilaku yang nir-akhlaq bahkan, tapi ya mau bagaimana, itu realitas umat.
Semangat siapapun kamu yang hari ini tengah berupaya, mengentaskan, menjadi bagian dalam menyelesaikan persoalan umat! Allah bersamamu.
74 notes · View notes
ayupraa · 2 years
Text
Anganku melambung tinggi.
Aku terperangah sembari bertanya, "Bagaimana anganmu akan sampai sementara sayapmu tinggal di bumi?"
Anganku menoleh, "Siapa sayapku?"
"Ridho orangtuamu", kataku.
0 notes
ayupraa · 2 years
Text
Pembawa Cahaya
Bulan lalu, aku mengikuti salah satu kajian. Riuh nan penuh sesak memenuhi masjid. Tua, muda, pria, wanita datang untuk kepentingan nya masing-masing. Tatapan sinis bahkan ucapan sadis tanpa sadar dilontarkan, entah karna ia di desak, karna barisan nya di potong, atau karna tidak dapat mengambil instastory dengan esthetic nan authentic.
Ku perhatikan tatapan mereka yang tengah khusyuk mendengar kajian, mereka bergeming hingga menitikkan air mata. Deg.
"Bagaimana hati mereka hingga mampu menitikkan air mata seperti itu?"
Ku amati kegiatan mereka di tengah penuh nya lautan manusia, ada mereka yang datang dari luar kota dengan pakaian apa adanya namun datang dengan penuh sumringah seraya berharap ridho Allah. Deg.
"Kekuatan apa yang mereka punya hingga hanya berharap ridho Allah saja tanpa berharap pujian manusia?"
Ku pandangi wajah-wajah yang lalu lalang di kerumunan manusia, ada mereka yang ku kenal acuh pada agama nya namun hadir memenuhi kajian itu
"Kenapa dengan mudahnya aku berprasangka buruk pada hamba mu ya Rabb?"
Ku dengar kalimat terucap dengan nada tinggi, ada mereka yang sedang siku-sikutan sembari berkata "kok adab ga sesuai sama pakaian nya sih?" Deg.
Sontak, ucapan itu seperti untukku. Aku hening sejenak mencoba mengevaluasi apa saja kesalahan yang kuperbuat.
Malu.
Mengapa dengan mudah nya aku tidak menjaga nama baik kerudung (read: islam) dengan baik?
Mengapa aku tidak dengan mudahnya menghidupkan sunnah-sunnah yang di ajarkan Rasulullah?
Mengapa masih saja terselip rasa iri dan dengki terhadap makhluk-Mu?
Sadar atau ga sadar, akhlak kita adalah dakwah. Setiap dari kita sebagai pembawa cahaya-Nya.
"Jaga akhlak dan sikap mu hingga orang lain merasa bahwa sikap baik mu datang nya dari Allah"
0 notes
ayupraa · 2 years
Text
Hatinya Orang Besar
Orang bijak bilang, "orang besar punya 2 hati: hati yang siap merasakan sakit, dan hati yang selalu terjaga untuk belajar."
Rasa sakit & luka itu bukan untuk jadi pembenaran bagi kita untuk jadi orang buruk. Luka itu ada, agar kita tahu berharap pada manusia itu sering sia-sia.
"Don’t allow your wounds to turn you into a person you are not", tulis Paulo Coelho. Memang sih, rasa disakiti sering menggoda kita untuk menyakiti orang lain.
Namun ketahuilah, wahai diri, bukan begitu Rasul hadapi luka. Beliau ajarkan, bahwa luka itu justru membesarkan jiwa.
Ketika kita disakiti, lalu kita ingin mencurahkan rasa sakit itu untuk menyakiti; di saat itulah kita telah kalah. Dan luka itu, bukannya sembuh, ia malah jadi hampa dan membuatmu menyesal.
Jangan jadikan luka yang menderamu membuatmu jadi orang yang tak kau inginkan.
437 notes · View notes
ayupraa · 3 years
Text
Tentang Cara
Karna menghindarku, adalah cara terampuhku untuk tidak menatapmu saat ini.
Kucipta jarak, pun juga caraku agar kau tetap pada iman mu.
Dan diamku, akan selalu menjadi caraku untuk menjagamu, tanpa perlu kau tau.
0 notes
ayupraa · 3 years
Text
Tumblr media
Ya Rabb, betapa congkak nya kami sebagai Hamba-Mu.
Lupa dan tak sempat selalu menjadi dalih dalam menunda menuai amal shalih.
Kami tak menjadikan doa dan sujud selalu menjadi opsi sebagai tempat berkeluh kesah dan bertaubat pada-Mu.
Kami mengabaikan dan tak menjaga saudara seiman yang lemah dan tak berdaya padahal mulut mereka selalu berkomat-kamit bermunajat dengan penuh harap memohon ampunan-Mu.
Nyatanya, Engkau selalu memberikan rasa cukup pada kami yang terkadang lupa pada-Mu.
Ya Ghaffar, ampuni kami
Dengan segala berbagai kemudahan dan kenikmatan yang Engkau berikan, jangan jadikan kami insan yang kian hari kian menjauh dari-Mu, Ya Rabb.
Bantu kami dalam mengindera cahaya-cahaya kebenaran dan permudahkan kami dalam menyampaikan cahaya-Mu.
0 notes
ayupraa · 3 years
Text
“Ketidakbahagiaan kita saat ini mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan kita untuk bersyukur atas hal-hal yang bisa dengan mudah kita dapatkan”
— Kurniawan Gunadi
1K notes · View notes
ayupraa · 3 years
Text
Jika bercerita adalah cara terbaik untuk menyembuhkan luka, pastikan Allah yang pertama kali mendengarnya.
Sedalam apapun luka ia pasti akan sembuh, seperih apapun sakit ia pasti akan terobati. Hanya saja, ada obat yang hanya bisa menyembuhkan sementara, dan sebaik-baik obat untuk menyembuhkan sakit hati dan pikiran itu adalah mengembalikannya pada Allah. Ia pemilik luka dan obatnya.
Menyembuhkan luka.
@jndmmsyhd
1K notes · View notes
ayupraa · 3 years
Text
Usia, Pencapaian dan Pencarian
Bukan sebuah jaminan seseorang yang semakin bertambah usianya akan semakin matang dan dewasa cara berpikirnya, bukan jaminan pula ia akan baik dalam menentukan skala prioritasnya. Akan tetapi, semakin seseorang dewasa terkadang akan semakin banyak kekhawatirannya, dari mulai kapan menikah, punya anak, rumah dan kendaraan, atau mungkin kekhawatiran soal pencapaian lainnya.
Setidaknya, cobalah menepi dan menyendiri, sebentar saja. Berbicara dengan diri sendiri dan apa yang hari ini benar-benar kamu butuhkan dan apa yang hanya sekedar keinginan atau lapar mata.
Ada seseorang yang usianya beranjak mendekati 30 tahun, kekhawatirannya adalah soal jodoh yang sampai detik ini belum juga datang. Ada pula seseorang yang mungkin usianya 20 sampai 25 tahun yang mengkhawatirkan soal rezeki dan tempat tinggal. Bukan, bukan untuk membandingkan dengan orang lain, kok.
Hanya saja, kadang kita lupa bahwa setiap orang ada kekhawatirannya masing-masing, setiap usia juga ada gemuruhnya masing-masing, dan itulah yang sebenarnya sedang menjadi ujian untuknya. Apapun kekhawatiranmu hari ini, jika ia memang ditakdirkan untukmu maka ia akan tetap datang padamu. Yang menjadikan berbeda adalah bagaimana caramu mendapatkannya saja, melalui yang baik dan berkah, atau yang cepat tapi tidak ada ketenangan dan keberkahan.
Berapapun usiamu, jangan sampai tidak menaikkan pencapaian soal kedekatan dengan Allah. Kekhawatiranmu sebenarnya salah satu tanda ada jarak antara kamu dan Allah, entah dari seringnya kamu lalai atau berlebihan mengharap pada manusia. Semakin kamu dekat dan yakin dengan Allah, maka kekhawatiranmu pasti akan semakin mengecil, gelisahmu juga akan semakin hilang.
Usiamu hari ini berapa? Dan bagaimana pencapaianmu soal ibadah? Kalau soal dunia aku tidak bertanya, sebab prioritas dan hidup kita pasti berbeda :)
Selangor, 17 Desember 2021 (Menunggu selesai karantina)
@jndmmsyhd 
697 notes · View notes
ayupraa · 3 years
Text
Tumblr media
Pernah nggak, kamu mau masuk ke sebuah kafe atau restoran, lalu di depan kafe tersebut kamu berpapasan dengan pengamen jalanan, tunawisma, atau anak kecil peminta-minta?
Entah kenapa aku sering mengalami ini, lalu seketika merasa malu dan tertampar karena dengan mudahnya ku keluarkan uang untuk makan mewah. Padahal aslinya aku bisa saja makan di tempat lain yang lebih murah.
Merasa bersalah, entah bersalah kepada siapa, tapi akhirnya aku tak kuasa pesan makanan mahal di sana. Ah, mungkin karena ku sudah diingatkan oleh “mereka” sebelum masuk restoran tadi. Jadilah ku tersadar, lebih baik hidup sederhana saja dan standar. Namun karena sudah terlanjur masuk restoran, jadilah ku tetap membeli sesuatu, meskipun hanya minuman. Cari yang harganya paling murah, lalu setelahnya aku pulang ke rumah.
Pernah juga, saat itu aku ingin sekali bolos les matematika. Sudah capek dan ingin istirahat saja, “toh hanya sesekali juga bolosnya”, pikirku.
Akhirnya kuputuskan untuk pulang ke kerumah. Tapi di persimpangan jalan, ketika motor terhenti oleh lampu merah, seorang anak kecil berdiri di persimpangan, sedang mengamen sambil menatap nanar para pengguna jalan.
Deg! Pilu hatiku melihatnya.
Berapa uang yang telah dikeluarkan untuk les matematika? Lalu mau disia-siakan begitu saja? Padahal ku yakin pengamen cilik ini juga ingin punya kesempatan pendidikan yang sama. Malu pada diri sendiri yang dengan gampangnya kalah oleh rasa malas, akhirnya kuputar motor untuk putar arah berbalik . Les matematika tidak jadi kutinggalkan.
Barangkali kamu juga pernah begitu? Di beberapa titik tertentu, kamu merasa mendapat “teguran”. Lalu di dalam hati nuranimu, terjadi peperangan. Mau menyerah pada bisikan setan, atau mau mencegah diri dari berbuat keburukan?
Betapa bersyukur, Allah masih menghindarkan kita dari rasa kufur. Semoga kita selalu jeli dan peka akan “alarm” peringatan dari sekitar kita ya!
0 notes